• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sandra Debora

Dalam dokumen e book LMC SMP MTs 2012 (Halaman 76-85)

K

etika debu-debu tajam berantai Membentuk sebuah pusara angin Aku adalah pengembara

Yang hidup di celah-celah kekosongannya Kata demi kata kuukir di atas tanah Hingga malam menyapu habis cahayanya Bulan bintang saling membelakangi Kemana lagi harus kucari

Sisa-sisa kasih

Selain di lubang luka yang perih? Haruskah kunaikan syair-syair malam Dan dewa petir kumusnahkan

Kemana lagi, kemana lagi Ku dapati kisah-kasih Di tempat inikah?

Lampu-lampu lilin saling berjilatan. Suara katak bernyanyi, ikan menari, pohon bersolek menyusup ke dalam celah-celah gubuk para warga. Aku terbang bebas di udara, melangkah di tiap kelopak bunga, sambil bermain di tengah hujan, meski kadang hal itu membuat kedua sayapku rapuh, dan untuk kesekian kalinya aku terjatuh.

Sekitar dua hari sudah aku hidup sebagai seekor kupu-kupu ungu, menyaksikan ribuan peristiwa manusia. Aku memandang semuanya dari kacamata seekor kupu- kupu, yang pada akhirnya tak bisa berkata apa-apa karena aku bisu.

Hari ini aku pergi melintasi cakrawala biru sambil meniti serabut awan putih. Meski langit hanyalah bentangan fatamorgana semata, tapi aku menjadikannya sebagai atap tempat berteduh, meski banyak sekali manusia yang percaya pada langit; padahal jika mereka terus berangkat ke atas, mereka tak akan menemukan di mana letak langit.

Seperti halnya “mencari langit”, hari ini aku terbang bebas menuju pelosok- pelosok dunia untuk mencari kasih. Aku sempat berkelana menuju indahnya samudera antartika, selat-selat sunda, atau bahkan di tiap lorong-lorong kota Jakarta. Aku melihat seberapa banyak kasih ditampakkan, melalui ibu yang setia menjaga anaknya bermain di taman kanak-kanak, atau ayah yang rela berpeluh tanpa berkeluh kesah.

Aku juga melihat dua anak kecil yang saling berbagi permen warna-warni, meski ketika mereka dewasa nanti, mereka seperti musuh yang saling membelakangi. Ada pula sepasang kekasih yang selalu bergandengan tangan sebelum akhirnya saling melukai satu sama lain.

Aku terus pergi ke tempat-tempat yang jauh dari logika, dan terus mencari dengan giat, dimana keberadaan kasih, dan bagaimana wujudnya ditampakkan.

Hingga sore hari tiba, langit senja mulai mengukir warna keemasan, diselingi warna oranye tua, dan kumbang-kumbang merah kembali ke sarangnya, tetapi tidak dengan aku, sebab aku adalah seekor kupu-kupu ungu yang terus mengembara, mencari sejauh apa kasih ada di tengah-tengah manusia.

* * *

Keesokan harinya, aku melihat dua remaja berkelahi dan memukul tubuh mereka masing-masing. Belum lagi di sudut jalanan ada sepasang suami-istri yang ribut dan tak segan-segan melakukan kekerasan.

Hari ini hujan. Aku melihat gerombolan anak-anak desa bermain di tengah lapangan cokelat sambil bertelanjang dada. Mereka sangat dekat, seperti tak ingin terpisahkan. Entah mengapa, aku lebih sering melihat wujud kasih tumbuh di tengah-tengah pedesaan, daripada di tengah-tengah perkotaan.

Pernah aku diburu oleh bapak-bapak pemburu, yang wajahnya kumal, lebih kumal daripada senjata yang dibawanya. Ia mengarahkan senapan, untuk selanjutnya sebuah peluru menyentuh sayapku hingga aku terpental ke atas tanah gersang. Sayapku seperti mata yang mengerjap. Aku kesakitan.

Aku berusaha naik, tetapi aku tidak mampu meraih udara. Akhirnya aku berusaha menggeser tubuhku dan sembunyi dibalik ranting-ranting keras sebelum pemburu liar itu mengambilku dan menjadikannya sebagai pajangan abadi, seperti ilm-ilm peri yang pernah aku temui.

Aku menanti dengan rasa gemetar, belum lagi sayap-sayapku yang tak bisa berhenti bergerak, sehingga menimbulkan gesekan demi gesekan; seperti bunyi- bunyian kecil yang berisik. Tetapi dari kejauhan kudengar para pemburu liar itu mulai kehilangan konsentrasi, dan pergi selangkah demi selangkah. Aku gembira.

Kini tinggalah aku sendirian di tengah hutan. Aku berusaha mencari bantuan, namun aku tak bisa berbicara, karena aku bukanlah manusia. Aku hanya kupu-kupu ungu yang bisu. Lagipula aku tak ingin disamakan dengan manusia, mahluk kejam yang tak punya rasa belas kasihan, terlebih kasih sayang.

Aku berusaha menggerakan kedua sayapku meski rusuk-rusuknya telah melemas. Beberapa temanku di hutan, rupanya tidak peduli dan berlagak tidak mau tahu. Aku tetap berusaha, dan terus berusaha, hingga pada akhirnya aku melihat sebuah cahaya putih melebar, dan menyentuh mata-mata kecilku. Aku melihat

sepasang lengan kokoh merengkuh halus sayapku.

Kemudian aku berpikir bahwa aku telah mati.

* * *

Kali ini aku merasa seperti mimpi. Ia membawaku ke tempat yang luar biasa indah. Tahukah, kawan? Ini pertama kalinya aku menemui kedamaian. Ya, hanya di tempat ini. Berbeda jauh dengan bumi, aku menemukan bagaimana kasih tak lagi malu-malu sembunyi.

Aku melihat manusia yang tulus, serta hewan-hewan yang memahami bagaimana caranya bertoleransi. Sungguh, baru kali ini. Tapi..tunggu. Apakah aku sudah mati?

Tiba-tiba kulihat Ia datang dan menyentuh kedua sayapku. Lalu hanya dalam beberapa detik, sayapku pulih kembali. Aku berbincang-bincang dengannya dan bicara banyak hal tentang kasih. Ia memperlihatkanku sebuah bola kaca, dan dari sana aku bisa melihat dengan jelas bagaimana perubahan warna terjadi.

Aku menjadi tahu asal-usul kasih. Kasih adalah kesucian; di mana putih menjadi corak utamanya. Namun seketika kasih itu menggelap. Gelap dan hitam, meski sebelumnya sempat buram seperti abu. Aku menyaksikan wujud-wujud kekerasan terjadi. Aku sangat kecewa, karena itu berarti, pencarianku selama ini telah gagal karena harapanku harus mati.

Namun seketika Ia berkata, “kasih masih ada.” Aku bingung dan lantas bertanya: “di mana aku bisa menemukan kasih?” Ia menjawab: “di dalam dirimu.”

Semenjak saat itu, aku belajar banyak hal tentang kasih. Aku dilatih bagaimana caranya mengasihi serta menerima kasih. Aku dilatih banyak hal. Dan aku sadar, bahwa kasih itu seperti kumpulan partikel-partikel kesabaran, ketulusan, keikhlasan, dan yang pasti tidak mengenal setitik pun alasan.

Mulai saat itu, aku memanggilNya Tuhan.

* * *

Hari demi hari kulalui secara perlahan. Di tempat ini, aku menjadi paham apa arti mengasihi. Aku tahu aku hanyalah seekor kupu-kupu ungu, tetapi aku tak akan pernah berhenti belajar.

Aku membuka rahasia demi rahasia tentang kasih. Aku melihat bagaimana cara Tuhan mengasihi seluruh mahluk ciptaanNya. Ternyata Tuhan begitu baik dan tulus. KasihNya semata-mata tanpa mengharapkan imbalan, tidak seperti kasih-kasih sebelumnya yang kutemui di muka bumi, yang sempat menggelap karena ego.

Tuhan menyambutku dengan baik. Ia menyembuhkan sayap-sayapku yang sempat patah ulah pemburu. Ia mengajariku cara mengasihi dengan tulus, karena segala sesuatu yang mengharapkan balasan adalah hitam.

Kini aku menjadi paham bagaimana cara menebarkan kasih. Aku berjanji, mulai saat ini aku akan menabur benih-benih kasih di tengah bumi, karena Tuhan telah mengasihi aku, dan mengajariku bagaimana caranya mengasihi.

* * *

Selamat pagi dunia..

Pagi ini terasa seperti biasanya. Aku kembali melompat-lompat di udara, menyusuri samudera antartika serta tempat-tempat spektakuler lainnya. Hanya satu hal yang berbeda kali ini. Aku tidak perlu lagi mencari keberadaan kasih, karena sumber utama kasih tidak ada di mana-mana, melainkan ada pada Tuhan.

Aku melewati bunga-bunga matahari, mengamati seperti apa perilaku manusia. Aku melihat kasih sayang keluarga yang harmonis. Dua sahabat yang saling berangkulan. Sepasang kekasih yang saling memahami. Semuanya berbeda, dan dunia terlihat lebih istimewa karena kasih.

Dan kini aku bertekad dalam hati, aku akan menyebarkan kasih ke seluruh dunia, ke tiap-tiap penghujung kota-kota Jakarta atau bahkan ke sudut-sudut tempat terpencil. Aku yakin aku pasti bisa meneruskan kasih yang Tuhan berikan, meskipun aku hanyalah seekor kupu-kupu ungu. [*]

Sandra Debora

Aku, Sekolah, dan Keseharianku

Namaku Sandra Debora, lahr d Jakarta, 31 Januar 1998. Agamaku Krsten Protestan. Saat n, saya bersekolah

di SMPK BPK PENABUR SERANG/ IX. Bagi saya, BPK

PENABUR adalah sekolah yang berkualtas dan punya

orientasi inggi. Saya melihat dan merasakan, bukan hanya

mater saja yang djejalkan, tetap juga kebjaksanaan dalam pertumbuhan man, lmu, dan pelayanan.

D sekolah n, saya dajarkan untuk menjad pengamat dan pelaku yang bak. Hal n juga dsampakan sekolah saya melalu program 3S: Senyum, Sapa, Salam, yang

seiap hari kami jalani bersama-sama. Secara pribadi, saya juga merasa lingkungan sekolah saya adalah lingkungan yang nyaman dan dekat. Diinjau

dar kebershannya, sekolah saya cukup bersh, karena dtumbuh banyak tanaman hjau d pekarangan. Mesk begtu, saya sedkt kecewa dengan perlaku beberapa anak yang mash

saja bersikap idak peduli terhadap kebersihan lingkungan.

Namun terlepas dar semua tu, saya senang sekal bsa berada d lngkungan sekolah n. Lngkungan yang betul-betul membuat saya nyaman, bak dalam belajar, bersosalsas, ataupun bertumbuh.

Saya harap, saya bsa membanggakan sekolah saya dengan prestas yang saya mlk. Dan saya juga berharap, d kemudan har, sekolah saya bsa terus menjad pelta. Bsa terus menjad teladan dan pengharapan bag para penerus bangsa.Semoga yang terbak selalu bertumbuh d lngkungan sekolah saya.

Hidup dan keseharian saya, sayalah pemeran utamanya. Saya bebas berindak, bebas berpikir, bebas berakivitas, tapi tetap pada alurnya. Tetap pada ritmenya. Dan saya suka

dengan apa yang saya jalan saat n, mesk serngkal saya merasa beban saya sebaga seorang pelajar sangatlah berat.

Saya tak pedul orang lan mengatakan bahwa saya berlebhan atau baru mengalam masa pendertaan yang kecl, karena bag saya, “pendertaan” punya rasa yang sama, hanya penyajannya saja yang berbeda. Namun terlepas dar keseharan saya yang berat, saya tetap menyadar satu hal: Tuhan adalah penulsnya. Da adalah penuls certa saya. Jad tak

ada lagi yang perlu saya khawairkan. Saya jalani saja semuanya dengan baik. Melakukan

apa yang harus saya lakukan.

Sektar delapan sampa semblan jam waktu saya dalam sehar dhabskan d sekolah. Saya belajar, mencar lmu, berkenalan dengan pengetahuan-pengetahuan baru, atau

mengikui kegiatan ekstrakurikuler yang bertujuan mengasah kemampuan saya dalam

bdang tertentu. Saya menjalan semuanya, termasuk tugas-tugas yang serngkal banyak dan harus saya selesakan d rumah, sepulang sekolah.

Sementara di rumah sendiri, setelah mengerjakan tugas, saya biasanya isirahat, atau membaca buku-buku yang saya beli di toko buku keika liburan. Di rumah saya memang idak

ada perpustakaan, tetap saya mengoleks buku-buku saya dalam satu rak. Atau jka buku- buku saya sudah habs dbaca, saya basanya mencar tulsan-tulsan orang lan d nternet, atau menuls d blog prbad. Ssanya, saya habskan waktu saya untuk mendengarkan musk.

Meski padat dengan akivitas segudang dalam satu hari, saya selalu menyempatkan

dr untuk berdoa secara prbad, dan mengs sektar setengah jam saja untuk “bermmp.”

Maksud saya bukan idur, tetapi lebih kepada evaluasi dan membuat satu alur baru sesuka hai saya, yang kemudian saya susun sebagai rencana saya ke depan. Mimpi-mimpi itu biasanya saya kumpulkan sebelum idur dalam toples merah kecil. Menyenangkan sekali rasanya, dan saya berjanji akan menjadikan mimpi-mimpi saya nyata, suatu hari nani.

Karena saya percaya, mmp-mmp saya tulah yang tak pernah menjadkan har-har

saya monoton. Saya bersyukur punya kegiatan yang padat, yang melaih saya untuk bisa

bertanggungjawab dalam menggunakan waktu.

Aku dan Keluargaku

Keluarga bag saya adalah cermn yang luas, dan selalu menjad wadah saya dalam melaksanakan sesuatu. Saya lahr d tengah-tengah keluarga. Bertumbuh, berkembang, berpkr, terbentuk, dan berangkat dar keluarga kecl yang menjad bagan dalam dr saya sendr.

Saya lahir sebagai anak keiga dari iga bersaudara. Saya punya dua kakak; satu laki-laki, dan satu perempuan. Seiap hari saya menjalani akivitas di tengah-tengah keluarga saya. Keluarga yang seia mendukung saya. Mendoakan saya. Menyemangai saya. Mengoreksi

saya. Dan selalu mengharapkan saya menjad anak yang bak d lngkup yang lebh luas.

Dulu, keika Melianus Tomasowa, Papa saya, masih inggal bersama saya, Papa suka

waktunya dihabiskan untuk musik. Apalagi, saat ini Papa saya sudah idak bekerja, sehingga

tak ada lag tekanan untuk bsa melakukan banyak hal. Tetap beberapa bulan terakhr,

Papa idak ada di rumah, karena Papa harus pindah ke Yogyakarta untuk menemani kakak

perempuan saya yang baru saja masuk kulah.

Sementara d sampng tu, Mama saya –Margaretha Sapasuru-- bekerja sebaga assten

apoteker. Mama sama seperi Papa, suka bernyanyi. Hanya saja beda-nya, Mama saya

sangat ahl dalam duna dongeng. Mama saya suka sekal membuat certa-certa nspras yang kemudan a certakan kepada anak-anak TK melalu meda gambar, semacam cergam. Dan yang lebh mengasykan lag, ternyata anak-anak TK terkesma dengan Mama saya.

Keika Mama saya mulai bercerita, anak-anak TK langsung duduk diam dan menyimak

dengan bak.

Berbeda dengan Mama dan Papa, kedua kakak saya mencnta duna yang berbeda. Kakak lak-lak saya yang pertama, saat n sudah lulus kulah dan bekerja. Ia sangat menyuka duna design dan komputer, sementara kakak perempuan saya, lebh menyuka hal-hal berbau Jepang, yang kemudan membawanya menjad salah satu mahasswa Sastra Jepang d Unverstas Teknolog Yogyakarta.

Sekarang ini, saya inggal bersama Mama dan kakak laki-laki saya. Rencananya, kalau

saya sudah lulus SMP, kam semua akan menyusul Papa dan kakak perempuan saya d

Yogyakarta. Satu hal yang pasi, saya bahagia bisa menjadi bagian dari mereka.

Aku dan Lingkunganku

Lngkungan sektar, bag saya adalah lngkaran yang berputar-putar, dan salng berhubungan satu sama lan. Bagamanapun, dan d manapun lngkaran tu, kta tentu akan mendapatkan sesuatu yang berharga. Mula dar pembentukan karakter, sosalsas, ataupun keluarga baru, yang tentunya membawa kta pada perjumpaan-perjumpaan yang menyenangkan.

Saya sendiri inggal di Komplek ABRI Cipocok Jaya, Blok E no.11. Dan saya bersyukur,

karena d lngkungan kecl nlah saya bsa menemukan hal-hal baru yang saya jadkan sebaga nspras dalam sejarah kehdupan saya.

Seiap bangun pagi, saya pergi ke luar teras, menjumpai pemandangan indah dan

menyejukkan. Kebetulan, rumah saya berada perss d sampng sawah dan sunga, serta dkellng tanaman-tanaman kecl d sektarnya, sehngga membuat rumah saya terasa lebh teduh dan dngn. Saya juga bertemu dengan keluarga baru d sn. Tetangga saya,

yang ramah dan punya rasa kepedulian inggi.

D sampng tu, warga-warga Cpocok juga suka sekal memelhara hewan. Ada kucng, ayam, bebek, angsa, dan mash banyak lag. Jad kalau pag-pag, ayam akan berkokok dan membangunkan seluruh warga. Saya juga suka melhat kucng-kucng lucu yang berkelaran, mesk serngkal mereka suka masuk ke dalam rumah dan mengotor rumah yang sudah bersh.

Namun terlepas dari semua itu, saya bahagia bisa memiliki lingkaran utuh seperi

lngkungan sektar saya. Sederhana, namun bsa membuat saya bangga menjad bagan dar lngkaran n. Hanya satu saja yang kurang dar lngkungan saya, yatu: kebershannya. Mash ada sampah-sampah yang berserakan, karena memang tempat sampah pusat kam hanya ada satu.

Mesk begtu, saya dan warga-warga d Cpocok Jaya berusaha menjaga lngkungan

saya dewasa nani, saya bisa bangga karena punya lingkungan bersejarah seperi ini.

Termakash Tuhan, karena telah memberkan saya lngkungan yang begtu dahsyat.

Aku dan Teman-temanku

Seiap manusia punya sisi yang berbeda, begitu pula teman-teman yang ada di sekitar

saya. Mengenal mereka, sama halnya dengan mengenal karakter-karakter baru yang

mengejutkan. Bermain dengan mereka, rasanya seperi menjelajahi sebuah buku; di iap- iap halaman, saya akan menemukan hal-hal baru yang spektakuler.

Bag saya, mereka adalah pemeran utama dalam “buku persahabatan” yang Tuhan krmkan kepada saya. D dalam buku n, saya adalah mereka, dan mereka adalah saya.

Oleh sebab itulah, keika saya merasa kecewa dengan sikap dan ingkah laku mereka, saya

kembal menyadar, bahwa tu semua adalah jalan. Sebuah alur yang harus saya jalan untuk

mencapai iik akhir yang idak terduga-duga.

Teman bermain saya bukanlah sosok yang sempurna; dalam arian mereka selalu

membuat saya bahaga dan tak pernah membuat saya kecewa. Bag saya, mereka adalah

pribadi yang cenderung akif, dan ingin dimengeri. Meski kadang terlewat batas, mereka juga punya pandangan lain yang terkadang idak saya pahami. Mereka adalah orang-orang yang cerdas dan kreaif. Mereka suka bermimpi, sama seperi saya.

Pada kenyataannya, separuh waktu dalam satu har memang saya habskan bersama mereka. Melalu waktu-waktu nlah, saya dtuntut untuk menjad “pembaca” dan

“perasuk” yang baik. Saya harus bisa mengenali teman-teman saya seperi apa, dengan

cara mereka berekspres. Tetap dsampng membaca dan mengenal, saya juga harus bsa

menjadi perasuk yang baik. Hal ini bertujuan, keika teman saya sedih atau melakukan

kesalahan, saya bsa menempatkan dr d poss mereka, sehngga saya bsa menla teman- teman berman saya tak hanya dar kacamata saya sendr, tetap juga melalu mereka; yang menjad pemeran utama dalam buku persahabatan kam.

Saya bersyukur karena memlk teman-teman berman yang begtu unk. Tak ada satupun yang sama dar kam. Kam berbeda, tap kam satu dalam certa. Serngkal kam

menghabiskan waktu untuk membahas hal-hal absurd yang idak masuk akal. Tapi justru

tulah kam. Kam yang selalu ngn tahu banyak hal. Kam yang selalu ngn tahu sapa kam yang sebenarnya. Kam yang nakal, tap juga berusaha untuk terus memaham peraturan.

Saya ngn menjad pendengar yang bak. Saya harap, pertemanan n tak akan pernah berakhr. Abad, dan untuk selama-lamanya.

Mimpi, Menulis, dan Bacaan

Bcara soal menuls, sama halnya bcara soal “jwa.” Bag saya, menuls adalah jalan

penyatuan; tempat persinggahan mimpi-mimpi yang saling bersilangan. Menulis berari

membuka jendela baru. Mencptakan duna baru. Menjad tuhan bag certa yang hendak

kita sempurnakan. Menulis berari bermimpi; menari-nari dalam memori, dan melangkah dalam iap-iap ruang imajinasi.

Saya suka bermmp, sebab tu saya suka menuls. Awalnya saya hanya seng saja menuls, tap entah bagamana, saya merasa duna menuls tu lebh bersuara.Lebh merdu. Lebh mengajar saya kesabaran; bagamana membaca perasaan-perasaan yang serngkal terabakan. Melalu tulsan, saya bsa berterak sebebasnya. Melalu tulsan, saya bsa melantangkan opn saya. Melalu tulsan, saya bsa mengenal bagan dar dr saya, yang

Saya mula menuls sejak kecl. Dawal dengan curhatan kecl yang saya tuls d buku

diary. Saya juga suka menulis hal-hal iksi seperi cerpen atau puisi. Pertama kali, tulisan saya masih sangat lembek, bahkan mengundang komentar-komentar negaif yang justru

saya syukur, karena saya jadkan sebaga alas saya untuk berpjak; tongkat saya untuk bangkt dan belajar.

Puj Tuhan, hngga har n, saya bsa mendapatkan “bonus” dar proses pembelajaran saya. Ada karya-karya saya yang bsa dapresas dalam perlombaan pus dalam rangka HUT SDK Penabur Serang, Juara II Karya Ilmah Tngkat Provns Banten, Juara III Lomba Menuls Surat Untuk Presden dalam rangka HUT BPK Penabur se-Indonesa, terplh sebaga 10 penuls terbak vers Penuls Regna dalam bukunya yang kn dalam proses, dengan judul karya saya yatu “Tra Duna”, Juara III Lomba Pus Tngkat kota Serang, serta dua cerpen saya: “Lagu Untuk Sahabat” & “Gagal Sapa Takut” yang pernah dmuat d majalah sekolah.

Saya selalu menyebut semua tu anugerah atau bonus yang saya terma. Karena

kemenangan yang sesungguhnya hadir, keika saya idak pernah berheni belajar dan berlaih.

Saya menang, kalau saya sudah bsa mengalahkan rasa malas saya untuk menuls. Karena dalam duna menuls, sapa yang beran mencoba dan belajar, dalah pemenangnya.

Sampai kapanpun saya akan terus berlaih. Berjuang, belajar, membuka hai dan pikiran,

serta menulskan semuanya sebaga wujud mengenal: sapa saya yang sesungguhnya. Buku yang pernah saya baca pada tahun 2011-2012 adalah: Life Traveler karya Wndy Arestanty, Ai karya Wnna Efend, Dealova karya Dyan Nuranndya, Rahasia Bintang karya Dyan Nuranndya, Caning Caniq karya Dyan Nuranndya, Edensor karya Andrea Hrata,

Padang Bulan karya Andrea Hrata, Heaven On Earth karya Kaka HY, If I Stay karya Gayle

Dalam dokumen e book LMC SMP MTs 2012 (Halaman 76-85)