• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Sanitarian

Sanitarian di puskesmas adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang diangkat oleh pemerintah dan ditempatkan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan di puskesmas untuk membantu kepala puskesmas dalam menjalankan tugasnya di wilayah kerja. Adapun tugas dari kepala puskesmas adalah melaksanakan sebagian tugas Dinas Kesehatan di bidang pelayanan kesehatan serta menggerakkan dan memberdayakan masyarakat sekaligus mengadakan pembaharuan pembangunan berwawasan kesehatan kepada masyarakat.

Penempatan pegawai menjadi petugas kesehatan di unit sanitasi adalah kebijakan dari kepala puskesmas yang disesuaikan dengan kebutuhan kepala puskesmas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Sesuai dengan pedoman kerja puskesmas Depkes RI (1999), kepala puskesmas membawahi sebanyak 7 unit di mana dalam yang tujuh unit ini telah tercakup semua program yang harus dijalankan oleh puskesmas. Program sanitasi termasuk kepada salah satu dari 7 unit tersebut.

Kegiatan yang akan dilaksanakan pada unit sanitasi ini adalah upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat-tempat umum termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan meningkatkan peran serta masyarakat dan keterpaduan pengelola lingkungan melalui analisis dampak lingkungan yang meliputi :

a. Penyehatan air bersih

c. Penyehatan lingkungan perumahan d. Penyehatan air buangan / limbah

e. Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum f. Penyehatan makanan dan minuman

g. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan

Dalam penempatan pegawai yang akan bertugas di unit sanitasi tentu pendidikan formal yang bersangkutan, adalah merupakan pertimbangan yang utama, karena pendidikan yang sesuai akan lebih menunjang keberhasilan kerja (kinerja), dan bila pendidikan formal sanitarian tidak sejalan/tidak relevan dengan tugas yang akan diemban akan menimbulkan kendala-kendala dalam pelaksanaan tugasnya.

Pada umumnya sanitarian di puskesmas adalah lulusan dari pendidikan SPPH (setara dengan D1), lulusan Akademi Penilik Lingkungan (setara dengan D3), Akademi Kesehatan Lingkungan (setara dengan D3) dan Sarjana Kesehatan Masyarakat (setara dengan S1).

Puskesmas di Kota Medan berjumlah 39 puskesmas dan 41 puskesmas pembantu, setiap puskesmas hanya ada satu orang sanitarian dan di puskesmas pembantu tidak ada ditempatkan sanitarian.

Sesuai dengan kebijakan Walikota Medan sejak Maret 2006 sanitarian di puskesmas mempunyai tugas tambahan yaitu patroli kesehatan. Patroli kesehatan ini adalah bentuk kerjasama sanitarian puskesmas dengan Lurah dan Kepala Lingkungan untuk memberdayakan masyarakat agar masyarakat Kota Medan membudayakan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) dengan cara

bergotong-royong, sanitarian berpatroli dan mengambil laporan kegiatan gotong royong setiap bulannya, dan menyampaikannya kepada Dinas Kesehatan Kota Medan. Melihat kegiatan yang akan dilaksanakan oleh seorang sanitarian di wilayah kerja puskesmas yang begitu banyak dan penyehatan makanan adalah salah satu kegiatan dari 8 kegiatan yang akan dikerjakan diperlukan suatu kompetensi yang sangat tinggi. Kompetensi sanitarian diduga sangat terkait dengan karakteristik individu, motivasi serta minat dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Apalagi fasiltas kenderaan roda dua yang diberikan kepada sanitarian untuk menunjang pelaksanaan kerja, belum mencukupi ditambah lagi dengan keadaan Kota Medan yang padat penduduk dan luas daerahnya, serta merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara yang membuat Kota Medan ini menjadi lebih dinamis dibandingkan kabupaten/kota lain di Sumatera Utara.

2.4.1. Penyehatan makanan

Penyehatan makanan adalah segala bentuk upaya yang bertujuan agar makanan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi ; makanan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang membayakan kesehatan atau keselamatan manusia, misalnya dapat menimbulkan penyakit atau keracunan.

Menurut Saksono dan Isro’in, (1986) dan Ditjen PPM dan PLP Depkes RI, (2004) dari sudut kesehatan lingkungan, pengaruh makanan terhadap kesehatan yang harus diperhatikan ialah peranan makanan atau minuman sebagai vektor/agen penyakit yang ditularkan melalui makanan (food and milk-borne disease) dan dapat disebabkan oleh :

a. Parasit-parasit seperti Taenia saginata, Taenia solium, Diphyllobotrium Latum, Trichinella spiralis dan sebagainya, parasit-parasit ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui daging sapi, babi, ikan yang terkena infeksi.

b. Mikro organisme seperti Salmonella typhi, Shiqella dysentriae, Richettsia, virus hepatitis yang dapat mengkontaminasi makanan dan masuk ke dalam tubuh.

c. Toxin yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri (exo-toxin) yang ada dalam makanan misalnya entero toxin dari Staphylococcus, exo toxin dari Clostridium Botulinum.

d. Zat-zat yang membahayakan kesehatan yang meliputi :

1. Yang tidak sengaja terdapat dalam makanan seperti insektisida atau herbisida yang masuk melekat pada sayuran, buah-buahan dapat juga disebabkan oleh penyimpanan yang tidak baik dari insektisida sehingga terjadi kontaminasi dengan makanan di sekitarnya.

2. Bahan yang sengaja ditambahkan kepada makanan untuk maksud-maksud mengawet, memberi warna, menguatkan rasa dan sebagainya padahal bahan-bahan tersebut dapat membahayakan kesehatan apabila tidak memenuhi syarat kesehatan.

e. Penggunaan tanaman atau bahan lain yang beracun sebagai bahan makanan seperti jamur beracun tempe bongkrek, jengkol, ikan beracun dan sebagainya. f. Penggunaan alat-alat masak makanan yang dapat menimbulkan keracunan

g. Alergi

Misalnya allergen didalam makanan yang menimbulkan reaksi sensitif kepada orang-orang yang rentan seperti pelepasan histamin karena memakan udang, tongkol, bumbu masak dan lain-lain.

Keracunan makanan adalah timbulnya sindroma klinik (penyakit) yang disebabkan karena infeksi atau racun yang disebabkan oleh agen yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang dicerna dengan tanda-tanda antara lain muntah, diare, pusing, menggigil, sakit kepala, gastro enteris, pingsan dan sebagainya. Gejala-gejala keracunan makanan ini biasanya timbul mendadakdalam waktu (4-12) jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi.

Apabila kejadian keracunan makanan menyebabkan meningkatnya kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu maka disebut sebagai kejadian luar biasa (KLB), keracunan makanan (Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VII/2004)

Kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan masih menjadi masalah kesehatan masyarkaat karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran biaya yang besar dalam upaya penanggulangannya, berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, provinsi bahkan nasional dan berdampak kepada sektor ekonomi dan pariwisata.

Dalam upaya pencegahan terjadinya KLB Departemen Kesehatan menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang pedoman penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa

(SKDKLB) yang dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi tenaga kesehatan baik di sarana kesehatan pemerintah, dinas kesehatan kabupaten/kota, unit pelaksana teknis termasuk puskesmas dan laboratorium kesehatan.

Sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD KLB) adalah merupakan kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan tehnologi survailans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat.

Sebagai upaya-upaya pencegahan KLB perlu dilakukan deteksi dini KLB yaitu kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB dengan cara melakukan intensifikasi pemantauan secara terus menerus dan sistematis terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan perubahan kondisi rentan KLB agar dapat mengetahui secara dini terjadi KLB.

Peran puskesmas dalam penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKDKLB)

Di dalam pedoman penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa, Depkes RI (2004), puskesmas menyelenggarakan kegiatan sebagai berikut : a. Kajian Epidemiologi Ancaman KLB

1) Melaksanakan pengumpulan dan pengolahan data dan informasi penyakit berpotensi KLB dan kondisi rentan KLB di wilayah kerja puskesmas.

2) Melakukan kajian epidemiologi terus menerus secara sistematis terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan faktor-faktor risikonya, sehingga dapat mengidentifikasi adanya ancaman KLB di wilayah kerja puskesmas.

3) Melaksanakan penyelidikan lebih luas terhadap kondisi rentan KLB. b. Peringatan kewaspadaan dini KLB

Apabila terindentifikasi adanya ancaman KLB yang sangat penting dan mendesak maka dalam waktu secepat-cepatnya puskesmas memberikan peringatan kewaspadaan dini KLB kepada program terkait di lingkungan puskesmas, termasuk rumah sakit, klinik dan masyarakat serta melaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten / kota.

c. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB, puskesmas melaksanakan kegiatan :

1) Peningkatan kegiatan survailans dan penyelidikan lebih luas terhadap kondisi rentan KLB dan mendorong upaya-upaya pencegahan KLB. Kegiatan survailans dimaksud adalah pelaksanaan pemantauan wilayah setempat kondisi rentan KLB diwilayah puskesmas.

2) Peningkatan kegiatan survailans untuk deteksi dini KLB dengan penyelenggaraan pemantauan wilayah setempat penyakit berpotensi KLB di puskesmas dan puskesmas pembantu.

3) Penyelidikan lebih luas terhadap dugaan adanya KLB

4) Melaksanakan penyuluhan serta mendorong kewaspadaan KLB di puskesmas dan puskesmas pembantu, rumah sakit, klinik dan masyarakat.

5) Kesiapsiagaan menghadapi KLB, terutama penyiapan tim penyelidikan dan penanggulangan KLB puskesmas yang merupakan bagian dari tim penyelidikan dan penanggulangan KLB kabupaten/kota.

Agar makanan yang dihasilkan oleh produsen makanan baik itu makanan rumah tangga maupun makanan produk industri, agar aman untuk dikonsumsi, pengawasan kepada setiap langkah dari rantai makanan (food chain) haruslah dilakukan. Food chain adalah rangkaian perjalanan makanan sejak dari pembibitan, pertumbuhan, produksi bahan-bahan makanan, panen, penggudangan, pemasaran, pengolahan makanan, pewadahan sampai pelabelan dan penyimpanan makanan. Setiap rantai terdapat titik dimana makanan telah dan akan mengalami pencemaran sehingga mutu makanan menurun. Oleh karena itu perlu perhatian khusus pada titik-titik tersebut selama dalam perjalanannya.

Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya harus dilakukan secara total dengan pendekatan antar sektor yang sifatnya terpadu diantara para pelaku yang terlibat seperti lembaga-lembaga pemerintah terkait, produsen, konsumen dan lembaga swadaya masyarakat.

Dokumen terkait