• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi Sanitarian dalam Pelaksanaan Penyehatan Makanan di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi Sanitarian dalam Pelaksanaan Penyehatan Makanan di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN

KOMPETENSI SANITARIAN DALAM PELAKSANAAN

PENYEHATAN MAKANAN

DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2006

T E S I S

O L E H :

DOHARNI DAULAY 047012005/AKK

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN

KOMPETENSI SANITARIAN DALAM PELAKSANAAN

PENYEHATAN MAKANAN

DI PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2006

T E S I S

Untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Magister Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Konsentrasi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

O L E H :

DOHARNI DAULAY 047012005/AKK

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Tesis : Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi Sanitarian dalam Pelaksanaan Penyehatan Makanan di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006

Nama Mahasiswa : Doharni Daulay

Nomor Pokok : 047012005

Program Study : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Dr. Ida Yustina, MSi K e t u a

Ridesman, SH, M.Kes Anggota

dr. Yosri Azwar, M.Kes Anggota

Ketua Program Study,

Dr. Drs. Surya Utama, MS

Direktur PPs USU

Prof. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc

(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 8 Mei 2007

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Dr. dra. Ida Yustina, M.Si Anggota : dr. Yosri Azwar, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KOMPETENSI SANITARIAN DALAM PELAKSANAAN PENYEHATAN MAKANAN DI

PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2006

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 8 Mei 2007

(Doharni Daulay)

(6)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KOMPETENSI SANITARIAN DALAM PELAKSANAAN PENYEHATAN MAKANAN DI

PUSKESMAS KOTA MEDAN TAHUN 2006

Doharni Daulay

ABSTRAK

Penyehatan makanan di masyarakat masih merupakan masalah yang perlu ditanggulangi agar masyarakat terhindar dari bahaya yang disebabkan oleh makanan yang tidak sehat. Penyehatan makanan adalah salah satu tugas Sanitarian dari puskesmas yang merupakan ujung tombak yang dapat mencegah terjadinya keracunan makanan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kompetensi sanitarian puskesmas dalam pelaksanaan kegiatan penyehatan makanan di kota Medan yang diduga belum memadai untuk melaksanakan tugas secara optimal. Kompetensi tersebut sangat berhubungan dengan karakteristik individu sanitarian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sanitarian dengan status pegawai negeri sipil yang bertugas minimal 2 tahun dengan jumlah sampel 34 orang (total populasi). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang didukung dengan observasi dengan menggunakan checklist. Penelitian ini menggunakan metode Survey Explanatory dengan analisis data yang digunakan adalah uji korelasi Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 52,9 % sanitarian puskesmas memiliki masa kerja rendah, 41,2% telah mengikuti pelatihan food inspector, 44,1 % berpendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM), 50 % memiliki motivasi yang tinggi, 38,2 % mempunyai minat yang tinggi untuk bekerja serta 44 % sanitarian menunjukkan kompetensi dengan kategori sedang dalam bekerja. Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan yang bermakna antara masa kerja p = 0,017, pelatihan yang diikuti p = 0,020, motivasi p = 0,001, minat p = 0,004 dengan kompetensi sanitarian.

Untuk meningkatkan pelaksanaan kegiatan penyehatan makanan di puskesmas disarankan kepada pihak Dinas Kesehatan kota Medan meningkatkan kompetensi sanitarian dengan melakukan pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, motivasi, serta minat dalam pelaksanaan tugas di puskesmas.

Kata Kunci : Kompetensi, sanitarian puskesmas dan penyehatan makanan.

(7)

RELATIONSHIP BETWEEN INDIVIDUAL CHARACTERISTIC AND SANITARIAN’S COMPETENCY IN THE IMPLEMENTATION OF FOOD SANITATION ACTIVITY

AT MEDAN COMMUNITY HEALTH CENTER IN 2006

Doharni Daulay

ABSTRACT

Food sanitation in a community is still a problem that needs to be dealt with to prevent the community from the disease caused by the unhygienic food. Food sanitation is one of the duties assigned to the sanitarians from a community health center in their capacity as the spearheads who can avoid the community from the incidence of food poisoning.

This study using the explanatory survey method aims to analyzing the competency of the sanitarians of community health center which is assumed to have been inadequately qualified to optimally implement the food sanitation activity in Medan. The competency is very closely related to the individual characteristic of sanitarians. The total population of this study is the all 34 sanitarians who have been civil servants with at least 2 (two) years of service. The data needed were obtained through questionnaires supported with the result of observation with checklist. The data obtained were analyzed by means of Spearman Correlations statistical test.

The result of this study reveals that 52,9 % of the sanitarians working in the community health center have served for 2-3 years; 41,2 % of them have taken food inspector training; 44,1 % are the graduates of the Bachelor of Public Health; 50 % of them have high motivation; 38,2 % of them have a high interest in their job and 44 % of them show their work competency of fair category. The result of statistic analysis shows that there is a significant relationship between length of service p = 0,017, training taken p = 0,020, motivation p = 0,001, interest p = 0,004 and sanitarians’ competency.

To improve the quality of the implementation of food sanitation activity at the community health center, it is suggested that the management of Medan Health Service improve the sanitarians’ competency by providing the trainings that can improve the sanitarians’ knowledge, skills, motivation and interest in implementing their duties at the community health center.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul : “ Hubungan Karakteristik Individu dengan Kompetensi Sanitarian dalam pelaksanaan Penyehatan Makanan di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006”, sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Direktur Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan untuk kesempurnaan tesis ini.

3. Bapak Ridesman, S.H, M.Kes, selaku anggota pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan bimbingan, arahan dan dorongan untuk kesempurnaan tesis ini. 4. Bapak dr. Yosri Anwar, M.Kes, selaku anggota pembimbing yang telah banyak

memberikan bantuan, arahan dan bimbingan kepada penulis untuk kesempurnaan tesis ini.

(9)

6. Suami tercinta Nurdin Lubis, S.H., M.M, beserta putra-putri kami Ika Hardina Lubis, S.E, Laila Jamilah Lubis dan Bona Hamonangan Lubis yang selalu memberi semangat kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini.

7. semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan tesis ini.

Semoga Allah SWT memberi ridho dan pahala atas kebaikan bapak ibu sekalian Amin

Medan, 13 Mei 2007

(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

N a m a : Doharni Daulay

Tempat / Tanggal lahir : Batang Toru, 30 Nopember 1955

Alamat : Jl. Melati II No. 15 Komplek Pemda Tk. I Tj. Sari Medan Phone : 8360372

Riwayat Pendidikan : - SD Negeri XII di Padang Sidimpuan, tamat 1968 - SMP Negeri I di Padang Sidimpuan, tamat 1971 - SMA Negeri I di Padang Sidimpuan, tamat 1974

- Sarjana Farmasi di Universitas Sumatera Utara, tamat 1986

- Apoteker di Universitas Sumatera Utara, tamat 1987 Riwayat Pekerjaan : - PNS di Kandep Kesehatan Kota Medan 1994

- PNS di Kanwil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 1998

- Kepala Seksi Bindal Yankesmas Kandep Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu 1999-2002

- Kasubdin Kesehatan Keluarga Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhan Batu 2002-2003

- Kepala Seksi Monitoring dan Evaluasi Bapelkes Provinsi Sumatera Utara 2003-2006

- Widiaiswara di Bapelkes Provinsi Sumatera Utara sampai dengan sekarang 2006 s.d. sekarang

Status : Kawin

Jumlah anak sebagai berikut : 2 orang putri

1 orang putra 1 orang cucu

(11)

DAFTAR ISI

Hal

PERNYATAAN ... i

PERSETUJUAN ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAK ... x

2.1.2. Spesifikasi kompetensi ……… 11

2.1.3. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi kompetensi seseorang ………... 15

(12)

iv

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1. Populasi ... 37

3.3.2. Sampel ... 37

3.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 37

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 38

3.5.1. Variabel independen ... 38

3.5.2. Variabel dependen ... 39

3.6. Aspek Pengukuran ... 42

3.6.1. Pengukuran variabel independen ... 42

3.6.2. Pengukuran variabel dependen ... 43

3.7. Jenis Data, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 44

3.7.1 Jenis data ... 44

3.7.2. Teknik pengumpulan data ... 44

3.8. Teknik Analisa Data ... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1. Analisis Univariat ... 46

4.1.1. Distribusi responden berdasarkan masa kerja ... 46

4.1.2. Distribusi responden berdasarkan pelatihan yang diikuti ... 47

4.1.3. Distribusi responden berdasarkan pendidikan responden ... 47

4.1.4. Distribusi responden berdasarkan motivasi dalam melaksanakan tugas ... 48

4.1.5. Distribusi responden berdasarkan minat responden dalam melaksanakan tugas ... 49

4.1.6. Distribusi responden berdasarkan kompetensi dalam melaksanakan tugas ... 49

4.2 Analisis Bivariat ... 52

4.2.1. Hubungan variabel masa kerja dengan kompetensi responden ... 52

4.2.2. Hubungan variabel pelatihan dengan kompetensi responden ... 53

4.2.3. Hubungan variabel pendidikan dengan kompetensi responden ... 54

4.2.4. Hubungan variabel motivasi dengan kompetensi responden ... 55

4.2.5. Hubungan variabel minat dengan kompetensi responden ... 56

BAB 5. PEMBAHASAN ... 58

(13)

5.2. Hubungan antara Pelatihan dengan Kompetensi Sanitarian

di Puskesmas Kota Medan ... 59

5.3. Hubungan antara Pendidikan dengan Kompetensi Sanitarian di Puskesmas Kota Medan ... 61

5.4.. Hubungan antara Motivasi dengan Kompetensi Sanitarian di Puskesmas Kota Medan ... 62

5.5. Hubungan antara Minat dengan Kompetensi Sanitarian di Puskesmas Kota Medan ... 64

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 68

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. : Aspek Pengukuran Variabel Independen ... 42 Tabel 3.2. : Pengukuran Variabel Dependen Kompetensi ... 43 Tabel 4.1. : Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di

Puskesmas Kota Medan Tahun 2006 ... 46 Tabel 4.2. : Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan yang diikuti

di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006 ... 47 Tabel 4.3. : Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di

Puskesmas Kota Medan Tahun 2006 ... 48 Tabel 4.4. : Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi di Puskesmas

Kota Medan Tahun 2006 ... 48 Tabel 4.5. : Distribusi Responden Berdasarkan Minat di Puskesmas

Kota Medan Tahun 2006 ... 49 Tabel 4.6. : Distribusi Responden Berdasarkan Kompetensi Kerja di

Puskesmas Kota Medan Tahun 2006 ... 50 Tabel 4.7. : Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian Kompetensi

Kerja di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006 ... 50 Tabel 4.8. : Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Penilaian

Kompetensi Sanitarian di puskesmas Kota Medan Tahun

2006 ... 51 Tabel 4.9. : Hubungan Variabel Masa Kerja dengan Kompetensi

Responden ……… 53

Tabel 4.10. : Hubungan Variabel Pelatihan dengan Kompetensi Responden ... 54 Tabel 4.11. : Hubungan Variabel Pendidikan dengan Kompetensi

Responden ………... 55

Tabel 4.12. : Hubungan Variabel Motivasi dengan Kompetensi

Responden………... 56 Tabel 4.13. : Hubungan Variabel Minat dengan Kompetensi Responden 57

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. : Kerangka Konsep Teoritis ... 35 Gambar 2. : Kerangka Konsep Penelitian ... 37

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keamanan pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat Indonesia. Pangan yang bermutu dan aman dapat dihasilkan dari dapur rumah tangga maupun dari industri pangan.

Industri pangan adalah salah satu faktor penentu beredarnya pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sedangkan produsen pangan rumah tangga yang tidak mempunyai sertifikat produksi pangan, pangan yang dihasilkannya belum dapat diketahui apakah telah memenuhi standar mutu dan keamanannya.

Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia tetapi juga menyangkut kepedulian individu. Jaminan akan keamanan pangan adalah merupakan hak asasi konsumen. Pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia, walaupun pangan itu menarik, nikmat, tinggi gizinya, jika tidak aman dikonsumsi praktis tidak ada nilainya sama sekali bahkan dapat menimbulkan Foodborne diseases (penyakit pada manusia yang terkait makanan). Foodborne diseases lazim didefinisikan namun tidak akurat, serta dikenal dengan istilah keracunan makanan. Keracunan makanan terjadi karena cemaran kimia dalam pangan misalnya : (a) bersumber alami antara lain

(18)

(b) bersumber dari industri (seperti cadnium, timbal, air raksa dan polychlorinated biphenyls) ; (c) praktek-praktek umum yang dilakukan di pertanian (seperti

pupuk, insektisida) ; (d) pengolahan dan pengemasan pangan (seperti nitrosamin, beberapa hidrokarbon polisiklik aromatik dan timbal). Cemaran yang bersumber biologi misalnya adalah aflatoxin yang dihasilkan oleh mikroba, sedangkan cemaran fisika adalah yang terjadi akibat kerusakan antara lain disebabkan oleh pengangkutan yang tidak baik yang mengakibatkan makanan menjadi tidak aman untuk dikonsumsi.

(19)

Maraknya kasus pemakaian yang salah dari formalin dan borax sebagai pengawet makanan dan pengenyal bakso juga merupakan salah satu petunjuk betapa tidak amannya makanan yang beredar di sekeliling masyarakat. Menurut catatan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kasus keracunan makanan dan minuman masuk kepada kelompok 10 besar pengaduan konsumen terbanyak sepanjang tahunnya.

Sejak tahun 2003-2005 cakupan pelayanan penyakit diare belum dapat memenuhi standart nasional yakni 28/1.000 dari jumlah penduduk Kota Medan. Di Kota Medan penyakit diare yang diduga disebabkan oleh keracunan makanan masuk pada 8 besar penyakit terbanyak pada tahun 2005. Tingginya kasus keracunan makanan dan minuman ini antara lain dipacu oleh karena belum adanya penanganan yang serius mengenai pemberlakuan standar bagi makanan dan minuman baik produksi pabrik maupun rumah tangga.

Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2003 mengatakan bahwa lebih dari 80 % kasus keracunan makanan yang muncul di tengah-tengah masyarakat disebabkan oleh kebersihan yang kurang saat proses pengolahan makanan, selebihnya sangat tergantung kepada pemilihan jenis bahan baku makanan/minuman dan mekanisme pengolahan yang menandakan rendahnya tanggung jawab masyarakat produsen makanan/minuman tentang penyehatan makanan terutama pada produsen rumah tangga.

(20)

serta promosi makanan olahan di sekolah biasanya dikunjungi oleh banyak orang/pengunjung dan sering sekali petugas promosi atau perayaan tersebut menjadi kewalahan yang mengakibatkan kontrol terhadap cemaran/kebersihan seperti alat-alat yang digunakan, penjamah, wadah yang digunakan, bahan makanan yang disajikan luput dari perhatian, sehingga menimbulkan pencemaran atau kontaminasi pada makanan yang akan dikonsumsi yang mana ini dapat mengakibatkan keracunan bagi konsumen yang mengkonsumsinya. Mencermati hal tersebut pihak-pihak terkait harus mengambil sikap dengan tindakan sistematik agar kasus keracunan makanan dan minuman dapat diatasi dengan baik.

Sesuai dengan pedoman kerja puskesmas (Depkes RI, 1999) strategi pencegahan keracunan makanan/minuman di tingkat puskesmas dikenal dengan penyehatan makanan dan minuman. Secara organisatoris kegiatan yang berkaitan dengan penyehatan makanan dan minuman ini adalah tugas dari unit sanitasi puskesmas.

Penyehatan makanan dan minuman bertujuan untuk mewujudkan tempat pengolahan dan perilaku masyarakat pengelola makanan yang memenuhi syarat kesehatan agar masyarakat terlindung dari keracunan makanan yang disebabkan cemaran biologi, kimia dan fisika.

(21)

Penyehatan makanan dan minuman merupakan salah satu tugas dari sanitarian yang sebenarnya mempunyai banyak kegiatan terlebih mengingat keadaan Kota Medan yang mempunyai banyak penduduk, industru rumah tangga, jasa boga (kantin, katering, pusat makanan, rumah makan dan lain-lain) yang harus dibina dan diawasi. Tempat pengolahan makanan (industri makanan rumah tangga) yang dapat dibina sampai pada tahun 2005 di Kota Medan berjumlah 150 buah dan yang belum dapat dibina sebanyak 232 industri rumah tangga. Pembinaan yang dilakukan terhadap industri makanan rumah tangga ini adalah pembinaan yang bertujuan kepada terwujudnya keamanan pangan, cara produksi makanan yang baik (CPMB), kandungan gizi yang sesuai serta mematuhi peraturan yang berlaku. Melihat banyaknya tempat pengolahan makanan dan minuman yang belum dapat dibina dan di awasi di wilayah kerja puskesmas disamping masih tingginya penyakit diare yang kemungkinan besar disebabkan oleh keracunan makanan, serta belum adanya data khusus keracunan makanan, menimbulkan pertanyaan bagi peneliti, berkenaan dengan kompetensi sanitarian puskesmas, bagaimana sebenarnya peran dan fungsi sanitarian di puskesmas dalam hal penyehatan makanan ?

(22)

antara lain masa kerja, pendidikan, pelatihan-pelatihan, motivasi, minat dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan pendapat Gibson (1997), bahwa karakteristik individu mempengaruhi prestasi seseorang.

Sejauhmanakah karakteristik individu sanitarian puskesmas Kota Medan, berhubungan terhadap kompetensinya menarik minat peneliti untuk mengetahuinya lebih jauh.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas dirumuskan masalah sebagai berikut :

Bagaimana hubungan karakteristik individu dengan kompetensi sanitarian dalam pelaksanaan kegiatan penyehatan makanan di wilayah kerja puskesmas Kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian :

1.3.1. Tujuan umum

Untuk menganalisis hubungan karakteristik individu dengan kompetensi sanitarian dalam pelaksanaan kegiatan penyehatan makanan di wilayah kerja puskesmas Kota Medan.

1.3.2. Tujuan khusus

a. Untuk menganalisis kompetensi sanitarian dalam melaksanakan pekerjaan. b. Untuk menganalisis hubungan masa kerja dengan kompetensi sanitarian

c. Untuk menganalisis hubungan pelatihan yang diikuti dengan kompetensi sanitarian

(23)

e. Untuk menganalisis hubungan motivasi dengan kompetensi sanitarian. f. Untuk menganalisis hubungan minat dengan kompetensi sanitarian

1.4. Hipotesis

a. Ada hubungan masa kerja dengan kompetensi sanitarian

b. Ada hubungan pelatihan yang diikuti dengan kompetensi sanitarian c. Ada hubungan pendidikan dengan kompetensi sanitarian

d. Ada hubungan motivasi dengan kompetensi sanitarian. e. Ada hubungan minat dengan kompetensi sanitarian

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

a. Pemerintah Kota Medan agar lebih objektif dalam pengangkatan sanitarian di puskesmas.

b. Dinas Kesehatan Kota Medan dapat mengambil kebijakan yang lebih tepat untuk meningkatkan kompetensi sanitarian di puskesmas.

c. Bagi puskesmas

Agar mengetahui kelemahan-kelemahan sanitarian dalam penyehatan makanan sehingga dapat melakukan pembinaan staf secara berkesinambungan.

d. Peneliti lain.

(24)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kompetensi

Konsep kompetensi sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Menurut organisasi industri psikologi Amerika (Mitrani Palziel and Fit, 1992) gerakan tentang kompetensi telah dimulai pada tahun 1960 dan awal 1970. Menurut gerakan tersebut banyak hasil studi yang menunjukkan bahwa hasil test sikap dan pengetahuan, prestasi belajar di sekolah dan diploma tidak dapat memprediksi kinerja atau keberhasilan dalam kehidupan. Unsur tersebut sering menimbulkan bias terhadap minoritas, wanita dan orang yang berasal dari strata sosio ekonomi yang rendah. Oleh karena itu dilakukan penelitian terhadap variabel kompetensi yang diduga memprediksi kinerja individu dan tidak bias faktor sosial, gender dan sosio ekonomi.

Menurut Usmara (2002), ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam memprediksi kinerja individu :

• Membandingkan individu yang secara jelas berhasil dalam pekerjaan dengan individu yang tidak berhasil. Melalui cara ini perlu diidentifikasi karakteristik yang berkaitan dengan keberhasilan tersebut.

(25)

multiple choise (pilihan ganda) yang meminta induvidu memilih alternatif

jawaban.

Prediktor yang terbaik atau apa yang dapat dilakukan oleh seseorang adalah mengetahui apa yang dipikirkan individu secara spontan dalam situasi yang tidak terstruktur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua jenis kompentensi yang bersifat non akademik seperti kemampuan menghasilkan ide-ide yang inovative, managemen skill, kecepatan mempelajari jaringan kerja dan sebagainya, berhasil

memprediksi kinerja individu dalam pekerjaannya dan tidak berbeda secara signifikan bila ditinjau dari aspek ras, gender, dan sosioekonomi status (Usmara, 2002).

2.1.1. Definisi kompetensi

1. Definisi kompetensi menurut Mitrani et-al, Spencer and Spencer, dalam Usmara (2002) adalah karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya.

Artinya bahwa kompetensi adalah bagian dari kepribadian yang mendalam dan melekat kepada seseorang serta perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan dan dapat diukur dari kriteria standar yang digunakan misalnya volume pekerjaan yang mampu diselesaikan.

(26)

3. Kompetensi menurut Frinch and Crunkilton, (1979) adalah penguasaan terhadap sesuatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.

4. Kompetensi menurut MC.Celland dalam Usmara (2002) adalah karakteristik dasar personal yang menjadi faktor penentu sukses tidaknya seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan atau suatu situasi.

5. Kompetensi menurut Fletcher (2005) adalah hasil standar dari pekerjaan atau perilaku standar dalam peran pekerjaan tertentu

6. Kompetensi menurut Amstrong dan Murlis dalam Mulyasa (2005) adalah karakteristik perilaku yang dapat menunjukkan perbedaan antara mereka yang berkinerja tinggi dalam konteks yang menyangkut prestasi tinggi.

7. Kompetensi menurut Andersen dalam Usmara (2002) adalah karakteristik dasar yang terdiri dari kemampuan (skill), pengetahuan (knowledge) serta atribut personal (personal atributs) lainnya yang mampu membedakan seseorang yang perform dan tidak perform.

(27)

melengkapi deskripsi jabatan (job specification) seperti yang telah dikenal selama ini. Kerangka dasar sistim kompetensi mengacu kepada langkah-langkah FAC (Function, Process and Competensi). Untuk menentukan kompetensi apa yang diperlukan dalam suatu posisi/pekerjaan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Tentukan fungsi-fungsi khusus dari suatu posisi (Function of Job) 2. Pelajari aktivitas dalam proses mengerjakan pekerjaan tersebut

3. Tentukan kompetensi apa yang diperlukan (Competency) pada posisi tersebut. Penilaian terhadap pencapaian kompetensi perlu dilakukan secara objektif berdasarkan kinerja petugas yang dihasilkan sebagai bukti penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap, dengan demikian penilaian kompetensi tidak dilakukan berdasarkan pertimbangan subjektif. Menurut Fletcher, (2005), penilaian berbasis kompetensi adalah dengan menggunakan sistem berbasis kompetensi. Sekarang ini ada 2 jenis sistem berbasis kompetensi. Pertama, sistim berbasis kompetensi yang berpatokan kepada standar kinerja pekerjaan yang ditetapkan, yang kedua adalah sistim berbasis kompetensi yang berpatokan kepada standar yang disusun atas dasar hasil penelitian terhadap pemegang pekerjaan yang telah berhasil.

2.1.2. Spesifikasi kompetensi

Menurut Fletcher yang dikutip dari Bourke et.al, (1975), spesifikasi kompetensi antara lain :

(28)

2. Pernyataan kompetensi menjelaskan hasil yang diharapkan dari kinerja dari fungsi yang terkait secara profesional, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sangat penting untuk kinerja fungsi tersebut.

3. Pernyataan kompetensi memfasilitasi penilaian berpatokan kepada kriteria 4. Kompetensi diperlakukan sebagai alat prediksi (predictor) tentatif atas

efektivitas profesional.

Menurut Fletcher yang dikutip dari Bourke at.all (1975), Elemen esensial dari kompetensi adalah

1. Peran yang diturunkan, ditetapkan dalam bentuk perilaku yang dapat diamati 2. Penilaian mensyaratkan kinerja sebagai bukti utama, tetapi tetap

mempertimbangkan aspek pengetahuan

3. Nilai kemajuan bergantung pada kemampuannya mendemonstrasikan kompetensi

Menurut Spencer and Spencer, Mitrani et.al, dalam Usmara (2002) ada 5 karakteristik kompetensi :

1. Motivasi adalah sesuatu di mana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan .

2. Traits watak / sifat yang membuat orang untuk berperilaku, atau bagaimana seseorang merespons sesuatu dengan cara tertentu.

Misalnya : Percaya diri (Self – Confidence) Kontrol diri (Self – Control)

Stress resistance (ketabahan)

(29)

3. Self – Concept adalah sikap dan nilai yang dimiliki seseorang, sikap dan nilai diukur melalui test kepada responden untuk mengetahui bagaimana value (nilai) yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang melakukan sesuatu.

4. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (knowledge) merupakan kompetensi yang kompleks. Test pengetahuan mengukur kemampuan peserta, tes dengan cara memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

5. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan sesuatu tugas tertentu baik secara physik maupun mental

Kompetensi pengetahuan (knowledge competencies) dan keahlian (skill competencies) cenderung lebih nyata (visible) dan relatif berada di permukaan

sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia.

Sedangkan motif, self concept (konsep diri), trait (watak/sifat) lebih tersembunyi, dalam, dan berada pada titik central kepribadian seseorang.

(30)

cara yang paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses seleksi. Konsep diri / sikap / nilai serta percaya diri dapat diubah melalui pelatihan psikotrapi, tetapi memerlukan waktu yang lebih lama dan sulit.

Perkembangan kognitif seseorang dimulai sejak lahir sampai usia dewasa, ini sejalan dengan peningkatan kemampuan dan keterampilan. Terdapat bukti yang mendukung pendapat bahwa pengalaman-pengalaman yang amat banyak berhubungan dengan usia kematangan seseorang.

Menurut Siagian (2000), Pendidikan juga dapat memengaruhi kompetensi seseorang. Makin tinggi pendidikan seseorang makin besar keinginannya untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam pelaksanaan tugasnya. Di samping itu petugas yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mampu memberikan masukan-masukan yang bermanfaat kepada pimpinan dalam upaya peningkatan pelaksanaan tugas. Penelitian Utami (2004) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna tingkat pendidikan dengan kinerja perawat lulusan pendidikan tinggi dan rendah, tetapi secara proporsional ada kecenderungan perawat berpendidikan tinggi mempunyai kinerja lebih baik. Hal ini disebabkan tidak adanya pembagian tugas atau kerja yang disesuaikan dengan kompetensi antara berpendidikan tinggi dan rendah.

(31)

pada pekerja yang mempunyai masa kerja lebih besar dari 5 tahun secara proporsional berkinerja lebih buruk. Hal ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh timbulnya rasa bosan, sikap pasif, motivasi menurun, kurangnya kreativitas dan kurangnya inisiatif dan merasa tidak adanya tantangan yang berarti.

Pelatihan menurut Usmara (2003) adalah setiap usaha untuk memperbaiki performance pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggung

jawabnya. Faktor utama penyebab meningkatnya kinerja adalah pelatihan. Pelatihan pada dasarnya merupakan sebuah proses untuk meningkatkan kompetensi seseorang. Pelatihan juga adalah sarana yang dibutuhkan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja pada anggota organisasi yang kurang aktif sebelumnya, mengurangi dampak-dampak negatif yang dikarenakan kurangnya pendidikan dan pengalaman, atau kurangnya kepercayaan diri dari anggota.

2.1.3. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi kompetensi seseorang yaitu sebagai

berikut :

1. Kecerdasan

(32)

dan pada masa sekarang ini tingkat kecerdasan (IQ) telah dapat diukur dan diklasifikasikan sebagai berikut :

• IQ antara 0 – 50 adalah golongan yang terendah sering disebut lemah pikiran atau idiot

• IQ antara 50 – 70 adalah golongan moron disebut keterbatasan mental

• IQ antara 70 – 90 adalah termasuk golongan orang lambat

• IQ antara (90 – 110) adalah golongan orang yang bisa belajar secara normal.

• IQ antara (110 – 130) adalah golongan orang superior, orang cerdas

• IQ antara > 130 adalah golongan orang yang genius atau orang yang sangat cerdas.

Bagi orang yang cerdas dan sangat cerdas akan dapat memengaruhi kompetensi secara positif karena orang genius tersebut mempunyai kelebihan-kelebihan sebagai berikut :

• Dapat belajar dengan cepat dan mudah

• Dapat menyiapkan / mempertahankan apa yang dipelajarinya

• Selalu ingin tahu

• Mampu berfikir logis, membuat generalisasi, melihat hubungan-hubungan

• Lebih mampu menyesuaikan diri

• Mampu menjalin jaringan yang diperlukannya

(33)

2. Kreativitas

Jika pendidikan berhasil dengan baik, maka sejumlah orang kreatif akan lahir karena tugas utama pendidikan adalah menciptakan orang-orang yang mampu melakukan sesuatu yang baru, tidak hanya mengulang apa yang telah dikerjakan oleh generasi lain. Menurut Jones dalam Mulyasa (2005), bahwa orang yang kreatif cenderung terbuka terhadap ide-ide baru. Orang-orang kreatif menemukan sesuatu yang baik yang belum pernah ada maupun yang sebenarnya sudah ada.

3. Kebutuhan

Menurut Mulyasa (2005), dalam mengembangkan kompetensi, kebutuhan seseorang sebagai manusia sangat menentukan, misalnya kebutuhan dasar manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari bila belum dipenuhi, maka sulit kita mengharapkan peningkatan kompetensinya. Bila kebutuhan dasar telah terpenuhi, maka kebutuhan lainnya menjadi dominan termasuk kebutuhan untuk keperluan pelaksanaan tugas, kebutuhan berprestasi dan lain-lain. Apabila kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan seseorang telah terpenuhi, maka dapat dipastikan bahwa kompetensi orang tersebut akan mengalami kemajuan.

4. Pertumbuhan dan perkembangan kognitif

(34)

yang mantap, merupakan suatu proses kematangan. Perubahan ini tidak bersifat umum, melainkan merupakan hasil interaksi antara potensi bawaan dengan potensi lingkungan baik seseorang itu yang termasuk cepat maupun lambat, mempunyai kepribadian yang menyenangkan atau menggelisahkan, tinggi atau rendah, sebagian besar bergantung pada interaksi antara kecenderungan bawaan dan pengaruh lingkungan.

5. Nilai (Value) adalah sesuatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang, sehingga orang tersebut dapat memutuskan apa yang akan dilakukan (Usmara, 2002)

6. Minat (Interest) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan, misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu (Gibson, 1997).

7. Pendidikan adalah keadaan dalam bidang kognitif misalnya bagaimana seseorang melakukan pembelajaran (mencari informasi) untuk dirinya sesuai dengan kebutuhannya, sehingga dapat meningkatkan kompetensinya (Gibson, 1997).

8. Sosioekonomi

(35)

9. Motivasi

Seseorang akan melakukan sesuatu kalau ia mengharapkan akan mendapatkan manfaat atau memiliki nilai. Motivasi merupakan keadaan internal seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat pula mendorong untuk tumbuh (berkembang). Menurut Gibson (2002), Motivasi berkaitan dengan keseimbangan atau equilibrium yaitu upaya untuk dapat mengatur dirinya sendiri (relatif bebas) dari golongan orang lain untuk menjadi kompeten.

Apabila motivasi sudah menjadi bagian dari perilaku maka akan terlihat dari sikap seseorang sebagai seorang yang termotivasi, hal ini dapat meningkatkan kompetensi individu dan pada saat yang sama dapat meningkatkan nilai organisasi (Amalia F. Khaira, 2005).

2.2. Motivasi

Motivasi adalah keadaan psikologis individu untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (Feldman dan Arnold, 1983) yang meliputi perasaan puas, optimis, suka bekerja keras, suka berkompetisi, tekun bekerja, memelihara standar dan berorientasi pada tujuan organisasi. (Keller, Kelly, dan Dodge ; 1978)

(36)

tersebut melalui proses persepsi diterima oleh seseorang. Proses persepsi ditentukan oleh sikap, pengalaman masa lampau dan harapan seseorang (faktor intrinsik yang membedakan motivasi seseorang dengan orang lain). Selanjutnya

rangsangan dan persepsi ini diberi arti oleh individu yang bersangkutan menurut minat dan keinginannya. Minat ini kemudian mendorong untuk mencari informasi guna mengembangkan alternatif tindakan dan menentukan pilihan tindakan.

Pinder (1998), juga menyatakan bahwa motivasi adalah sebagai sebuah set kekuatan internal dan eksternal yang merangsang perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan. Motivasi dapat menentukan bentuk perilaku yang berhubungan dengan pekerjaan, arah, intensitas dan jangka waktu. Definisi ini mengandung dua kekuatan, yaitu lingkungan (sistem penghargaan, sifat pekerjaan yang dilakukan) dan kekuatan yang melekat pada seseorang (kebutuhan, pribadi dan motif). Kunci untuk memahami motivasi adalah hubungan antara kebutuhan, penggerak dan insentif (needs – drives- insentives).

Hal ini sejalan yang dikatakan Hasibuan (2000), bahwa sub variabel dari motivasi adalah motif, harapan dan insentif. Adapun pengertiannya adalah : a. Motif adalah suatu perangsang keingingan (want) dan daya penggerak kemauan bekerja seseorang, setiap motif mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. b. Harapan (expectancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku untuk tercapainya tujuan. c. Insentif (Incentive) yaitu merangsang untuk memberikan hadiah (imbalan) kepada mereka yang berprestasi.

(37)

(1) Motif yang tidak dipelajari berdasarkan psikologis (motif primer) contohnya lapar, tidur, seks dan lain-lain. (2) Motif General, tidak dipelajari dan tidak berdasarkan psikologi disebut stimulus motives, contohnya rasa ingin tahu, manipulasi, aktivitas dan kasih sayang. Motif General disebut juga motif sekunder lebih relevan dengan perilaku organisasi daripada motif primer. Motif sekunder berkaitan erat dengan konsep pembelajaran.

Teori motivasi yang dikemukakan oleh Luthans (2001), adalah aplikasi pendekatan kognitif dalam perilaku organisasi. Ilmu kognitif lebih berfokus kepada struktur dan proses kompetensi manusia. Misalnya peran memori dan pemrosesan informasi. Motivasi mempengaruhi pemikiran melalui keyakinan pada set yang dibiaskan melalui proses kognitif Eagly dan Chaiken dalam Mahaeswara (2003), hal ini sejalan dengan pandangan yang lazim yang mengatakan bahwa motivasi mempunyai pengaruh melalui kognitif (Kruglanski dan Freund, 1983, Sorentiono dan Higgins, 1986). Motivasi dapat meningkatkan keyakinan dan strategi yang dapat memberi hasil yang diinginkan (kunda, 1990).

Motivasi, skill dan kwalitas seseorang merupakan perangkat strategis penting untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi. Faktor-faktor yang mendasari motivasi seseorang disebut kompetensi individual. Kompetensi individual berhubungan dengan karakteristik kepribadian pokok yang tidak bisa dipisahkan dari tindakan seseorang dalam hubungannya dengan bermacam-macam tugas dan situasi (Raharso, 2004).

(38)

keterampilan, latar belakang dan demografis). (2) Variabel psikologi (terdiri dari sub variabel motivasi, persepsi, sikap, kepribadian, belajar). (3) Variabel organisasi (terdiri dari sub variabel sumber daya, kepemimpinan, struktur dan desain pekerjaan). Dari variabel individu dan variabel psikologis yang paling utama memegang peranan dalam menentukan prestasi adalah sub variabel kemampuan, keterampilan dan motivasi sedangkan sub variabel demografis dinyatakan sebagai identitas dari individu. Motivasi yang tinggi perlu diarahkan dan dipelihara melalui pelatihan, mentoring, bimbingan karir dan sebagainya, sehingga membuat seseorang mampu bersikap profesional dan dapat diberdayakan.

(39)

2.3. Minat

Minat atau ketertarikan (interest) menurut Gordon, (1988) adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu perbuatan misalnya minat untuk mempelajari atau melakukan sesuatu. Minat termasuk salah satu faktor intern yang membentuk perilaku seseorang selain dari kecerdasan, persepsi, motivasi, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh dari luar.

Menurut Notoatmojo (2003), Perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas yang merupakan hasil akhir jalinan yang saling mempengaruhi antara beberapa macam gejala kejiwaan (perhatian, pengamatan, perkiraan dan fantasi).

Gejala-gejala jiwa yang saling mempengaruhi dalam bentuk perilaku manusia tersebut antara lain adalah pengamatan, perhatian, tanggapan dan fantasi.

Penelitian Rogers (1974), mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :

1. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu

2. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

3. Evaluation (menimbang-nimbang, baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap orang tersebut sudah mulai baik.

4. Trial, orang telah mencoba perilaku baru

(40)

selanjutnya, Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas.

Menurut Suparno (2001), dan Notoatmojo (2003), bahwa minat timbul karena dorongan (motivasi) baik itu motivasi yang bersifat intrinsik (yaitu yang memang tumbuh di dalam diri seseorang sejak awal) maupun motivasi yang bersifat ekstrinsik (yaitu yang berasal dari luar dirinya apakah itu orang tua, guru, pekerjaan dan lain-lain).

Contoh : Timbulnya minat seorang ahli yang berkecimpung dalam bidang eksak untuk mempelajari ilmu linguistik bermula dari kesan baik yang timbul terhadap guru yang mengajar Bahasa Inggeris, sehingga orang tersebut mendapat gelar Doktor dari Columbia University. Ini adalah salah satu contoh bahwa motivasi yang bersifat ekstrinsik dapat menimbulkan minat.

(41)

2.4. Sanitarian

Sanitarian di puskesmas adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang diangkat oleh pemerintah dan ditempatkan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan di puskesmas untuk membantu kepala puskesmas dalam menjalankan tugasnya di wilayah kerja. Adapun tugas dari kepala puskesmas adalah melaksanakan sebagian tugas Dinas Kesehatan di bidang pelayanan kesehatan serta menggerakkan dan memberdayakan masyarakat sekaligus mengadakan pembaharuan pembangunan berwawasan kesehatan kepada masyarakat.

Penempatan pegawai menjadi petugas kesehatan di unit sanitasi adalah kebijakan dari kepala puskesmas yang disesuaikan dengan kebutuhan kepala puskesmas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Sesuai dengan pedoman kerja puskesmas Depkes RI (1999), kepala puskesmas membawahi sebanyak 7 unit di mana dalam yang tujuh unit ini telah tercakup semua program yang harus dijalankan oleh puskesmas. Program sanitasi termasuk kepada salah satu dari 7 unit tersebut.

Kegiatan yang akan dilaksanakan pada unit sanitasi ini adalah upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat-tempat umum termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan meningkatkan peran serta masyarakat dan keterpaduan pengelola lingkungan melalui analisis dampak lingkungan yang meliputi :

a. Penyehatan air bersih

(42)

c. Penyehatan lingkungan perumahan d. Penyehatan air buangan / limbah

e. Pengawasan sanitasi tempat-tempat umum f. Penyehatan makanan dan minuman

g. Pelaksanaan peraturan perundang-undangan

Dalam penempatan pegawai yang akan bertugas di unit sanitasi tentu pendidikan formal yang bersangkutan, adalah merupakan pertimbangan yang utama, karena pendidikan yang sesuai akan lebih menunjang keberhasilan kerja (kinerja), dan bila pendidikan formal sanitarian tidak sejalan/tidak relevan dengan tugas yang akan diemban akan menimbulkan kendala-kendala dalam pelaksanaan tugasnya.

Pada umumnya sanitarian di puskesmas adalah lulusan dari pendidikan SPPH (setara dengan D1), lulusan Akademi Penilik Lingkungan (setara dengan D3), Akademi Kesehatan Lingkungan (setara dengan D3) dan Sarjana Kesehatan Masyarakat (setara dengan S1).

Puskesmas di Kota Medan berjumlah 39 puskesmas dan 41 puskesmas pembantu, setiap puskesmas hanya ada satu orang sanitarian dan di puskesmas pembantu tidak ada ditempatkan sanitarian.

(43)

bergotong-royong, sanitarian berpatroli dan mengambil laporan kegiatan gotong royong setiap bulannya, dan menyampaikannya kepada Dinas Kesehatan Kota Medan. Melihat kegiatan yang akan dilaksanakan oleh seorang sanitarian di wilayah kerja puskesmas yang begitu banyak dan penyehatan makanan adalah salah satu kegiatan dari 8 kegiatan yang akan dikerjakan diperlukan suatu kompetensi yang sangat tinggi. Kompetensi sanitarian diduga sangat terkait dengan karakteristik individu, motivasi serta minat dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Apalagi fasiltas kenderaan roda dua yang diberikan kepada sanitarian untuk menunjang pelaksanaan kerja, belum mencukupi ditambah lagi dengan keadaan Kota Medan yang padat penduduk dan luas daerahnya, serta merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara yang membuat Kota Medan ini menjadi lebih dinamis dibandingkan kabupaten/kota lain di Sumatera Utara.

2.4.1. Penyehatan makanan

Penyehatan makanan adalah segala bentuk upaya yang bertujuan agar makanan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi ; makanan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang membayakan kesehatan atau keselamatan manusia, misalnya dapat menimbulkan penyakit atau keracunan.

(44)

a. Parasit-parasit seperti Taenia saginata, Taenia solium, Diphyllobotrium Latum, Trichinella spiralis dan sebagainya, parasit-parasit ini masuk ke dalam

tubuh manusia melalui daging sapi, babi, ikan yang terkena infeksi.

b. Mikro organisme seperti Salmonella typhi, Shiqella dysentriae, Richettsia, virus hepatitis yang dapat mengkontaminasi makanan dan masuk ke dalam tubuh.

c. Toxin yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri (exo-toxin) yang ada dalam makanan misalnya entero toxin dari Staphylococcus, exo toxin dari Clostridium Botulinum.

d. Zat-zat yang membahayakan kesehatan yang meliputi :

1. Yang tidak sengaja terdapat dalam makanan seperti insektisida atau herbisida yang masuk melekat pada sayuran, buah-buahan dapat juga disebabkan oleh penyimpanan yang tidak baik dari insektisida sehingga terjadi kontaminasi dengan makanan di sekitarnya.

2. Bahan yang sengaja ditambahkan kepada makanan untuk maksud-maksud mengawet, memberi warna, menguatkan rasa dan sebagainya padahal bahan-bahan tersebut dapat membahayakan kesehatan apabila tidak memenuhi syarat kesehatan.

e. Penggunaan tanaman atau bahan lain yang beracun sebagai bahan makanan seperti jamur beracun tempe bongkrek, jengkol, ikan beracun dan sebagainya. f. Penggunaan alat-alat masak makanan yang dapat menimbulkan keracunan

(45)

g. Alergi

Misalnya allergen didalam makanan yang menimbulkan reaksi sensitif kepada orang-orang yang rentan seperti pelepasan histamin karena memakan udang, tongkol, bumbu masak dan lain-lain.

Keracunan makanan adalah timbulnya sindroma klinik (penyakit) yang disebabkan karena infeksi atau racun yang disebabkan oleh agen yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang dicerna dengan tanda-tanda antara lain muntah, diare, pusing, menggigil, sakit kepala, gastro enteris, pingsan dan sebagainya. Gejala-gejala keracunan makanan ini biasanya timbul mendadakdalam waktu (4-12) jam setelah memakan makanan yang terkontaminasi.

Apabila kejadian keracunan makanan menyebabkan meningkatnya kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu maka disebut sebagai kejadian luar biasa (KLB), keracunan makanan (Permenkes RI No. 949/Menkes/SK/VII/2004)

Kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan masih menjadi masalah kesehatan masyarkaat karena dapat menyebabkan jatuhnya korban kesakitan dan kematian yang besar, menyerap anggaran biaya yang besar dalam upaya penanggulangannya, berpotensi menyebar luas lintas kabupaten/kota, provinsi bahkan nasional dan berdampak kepada sektor ekonomi dan pariwisata.

(46)

(SKDKLB) yang dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi tenaga kesehatan baik di sarana kesehatan pemerintah, dinas kesehatan kabupaten/kota, unit pelaksana teknis termasuk puskesmas dan laboratorium kesehatan.

Sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKD KLB) adalah merupakan kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan tehnologi survailans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya pencegahan dan tindakan penanggulangan kejadian luar biasa yang cepat dan tepat.

Sebagai upaya-upaya pencegahan KLB perlu dilakukan deteksi dini KLB yaitu kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya KLB dengan cara melakukan intensifikasi pemantauan secara terus menerus dan sistematis terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan perubahan kondisi rentan KLB agar dapat mengetahui secara dini terjadi KLB.

Peran puskesmas dalam penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa (SKDKLB)

Di dalam pedoman penyelenggaraan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa, Depkes RI (2004), puskesmas menyelenggarakan kegiatan sebagai berikut : a. Kajian Epidemiologi Ancaman KLB

(47)

2) Melakukan kajian epidemiologi terus menerus secara sistematis terhadap perkembangan penyakit berpotensi KLB dan faktor-faktor risikonya, sehingga dapat mengidentifikasi adanya ancaman KLB di wilayah kerja puskesmas.

3) Melaksanakan penyelidikan lebih luas terhadap kondisi rentan KLB. b. Peringatan kewaspadaan dini KLB

Apabila terindentifikasi adanya ancaman KLB yang sangat penting dan mendesak maka dalam waktu secepat-cepatnya puskesmas memberikan peringatan kewaspadaan dini KLB kepada program terkait di lingkungan puskesmas, termasuk rumah sakit, klinik dan masyarakat serta melaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten / kota.

c. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap KLB, puskesmas melaksanakan kegiatan :

1) Peningkatan kegiatan survailans dan penyelidikan lebih luas terhadap kondisi rentan KLB dan mendorong upaya-upaya pencegahan KLB. Kegiatan survailans dimaksud adalah pelaksanaan pemantauan wilayah setempat kondisi rentan KLB diwilayah puskesmas.

2) Peningkatan kegiatan survailans untuk deteksi dini KLB dengan penyelenggaraan pemantauan wilayah setempat penyakit berpotensi KLB di puskesmas dan puskesmas pembantu.

3) Penyelidikan lebih luas terhadap dugaan adanya KLB

(48)

5) Kesiapsiagaan menghadapi KLB, terutama penyiapan tim penyelidikan dan penanggulangan KLB puskesmas yang merupakan bagian dari tim penyelidikan dan penanggulangan KLB kabupaten/kota.

Agar makanan yang dihasilkan oleh produsen makanan baik itu makanan rumah tangga maupun makanan produk industri, agar aman untuk dikonsumsi, pengawasan kepada setiap langkah dari rantai makanan (food chain) haruslah dilakukan. Food chain adalah rangkaian perjalanan makanan sejak dari pembibitan, pertumbuhan, produksi bahan-bahan makanan, panen, penggudangan, pemasaran, pengolahan makanan, pewadahan sampai pelabelan dan penyimpanan makanan. Setiap rantai terdapat titik dimana makanan telah dan akan mengalami pencemaran sehingga mutu makanan menurun. Oleh karena itu perlu perhatian khusus pada titik-titik tersebut selama dalam perjalanannya.

Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya harus dilakukan secara total dengan pendekatan antar sektor yang sifatnya terpadu diantara para pelaku yang terlibat seperti lembaga-lembaga pemerintah terkait, produsen, konsumen dan lembaga swadaya masyarakat.

2.5. Landasan Teori

(49)

Sanitarian adalah salah satu dari kelompok masukan (input) yang memegang peranan penting untuk terlaksananya program penyehatan makanan di tingkat puskesmas. Kemampuan untuk melaksanakan tugas penyehatan makanan, bila ingin melihat dari sisi sumber daya manusia (sanitarian) haruslah dikaji kompetensi apa saja yang harus dimiliki agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Penilaian kinerja didasarkan kepada pemahaman pengetahuan, keterampilan, kepiawaian dan perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan analisis tentang kompetensi seseorang sesuai dengan kriteria yang ditentukan untuk masing-masing pekerjaan.

Dalam pedoman kerja puskesmas (Depkes RI, 1999) petugas penyehatan makanan mempunyai kegiatan sebagai berikut :

a. Pendataan

- Mendata organisasi sosial yang ada di masyarakat yang mungkin dapat diberdayakan untuk upaya penyehatan makanan

- Mendata perilaku dan kebiasaan makan penduduk

- Mendata kasus-kasus penyakit dan kejadian keracunan makanan

- Mendata produsen makanan yang belum mempunyai izin memproduksi makanan

- Mendata kasus-kasus penyakit dan kejadian keracunan akibat makanan b. Penyuluhan

(50)

makanan secara aman dan sehat serta mampu memilih makanan yang aman dikonsumsi.

c. Pengamatan dan penanggulangan keracunanan makanan.

Kegiatan ini untuk mendapatkan informasi kontaminasi dan keracunanan makanan secara cepat dan tepat sebagai dasar penentuan langkah-langkah pengendalian kontaminasi makanan untuk mencegah dan menanggulangi penyakit-penyakit dan keracunan makanan.

d. Pengawasan

Pengawasan terutama dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan ke sarana produsen makanan yang meliputi pemeriksaan penjamah/karyawan makanan, pemeriksaan bahan baku, pemeriksaan sanitasi lingkungan serta pemeriksaan alat dan kelengkapan.

Sesuai kegiatan tersebut diatas kompetensi yang harus dimiliki seseorang sanitarian dalam kegiatan penyehatan makanan adalah mencakup pengetahuan dan keterampilan keempat kegiatan tersebut.

(51)

struktur, status, dan peranan. Keefektipan organisasi adalah fungsi dari keefektifan individu dan keefektifan kelompok, dimana organisasi dapat memperoleh tingkat prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan masing-masing bagiannya (Gibson, 1996). Kompetensi sanitarian perlu diteliti agar dapat diketahui faktor-faktor apa sebenarnya yang mempengaruhi kompetensinya sehingga diperoleh pemecahan masalah secara tepat.

2.6. Kerangka Konsep Teoritis

Variabel independen Variabel dependen

Kompetensi petugas yang mencakup pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan tugas

• Kecerdasan

• Kreativitas

• Kebutuhan

• Pertumbuhan dan perkembang-an koqnitif

• Nilai

• Minat

• Motivasi

• Pendidikan

• Sosioekonomi

• Cacat Fisik

(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian survai dengan menggunakan rancangan explanatory yang bertujuan untuk melihat hubungan karakteristik individu dengan kompetensi sanitarian dalam pelaksanaan kegiatan penyehatan makanan di puskesmas Kota Medan tahun 2006.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat

Tempat Penelitian adalah di puskesmas tempat sanitarian bertugas. Alasan pemilihan tempat ini sebagai berikut :

a. Karena ketidak lengkapan data mengenai keracunan makanan

b. Karena puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat yang bertanggung jawab tentang kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya

3.2.2. Waktu penelitian

(53)

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi Penelitian ini adalah semua sanitarian di puskesmas Kota Medan yang berjumlah 39 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah sanitarian yang menangani kegiatan penyehatan makanan dengan kriteria sebagai berikut :

a. Sanitarian adalah pegawai negeri sipil (PNS)

b. Masa kerja sebagai sanitarian yang menangani penyehatan makanan minimal 2 tahun

c. Tidak sedang menjalani tugas belajar.

Berdasarkan kriteria sampel diatas, jumlah sampel pada penelitian ini adalah berjumlah 34 orang (total populasi).

3.4. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen Variabel dependen

Karakteristik petugas meliputi : 1. Masa Kerja

2. Pelatihan yang telah diikuti 3. Pendidikan

4. Motivasi 5. Minat

KOMPETENSI SANITARIAN

(Pengetahuan dan Ketrampilan Pendataan, Penyuluhan, Pengamatan dan Pengawasan )

(54)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

3.5.1. Variabel independen

Adalah karakteristik individu sanitarian yang meliputi : masa kerja, pelatihan yang diikuti, pendidikan, motivasi serta minat petugas.

a. Sanitarian puskesmas adalah staf puskesmas dari unit kesehatan lingkungan yang diberi tugas dalam bidang penyehatan makanan dan minuman

b. Masa kerja adalah lamanya petugas bekerja sebagai sanitarian puskesmas dihitung dalam tahun yang dikategorikan lama, sedang dan baru. Lama apabila masa kerja di atas 5 tahun, sedang bila masa kerja > 3 sampai 5 tahun dan baru bila masa kerja > 2 sampai 3 tahun.

c. Pelatihan adalah pelatihan yang pernah diikuti oleh sanitarian dalam bidang penyehatan makanan yang dikategorikan sebagai berikut telah mengikuti pelatihan food inspector diberi kategori nilai 3, dan apabila mengikuti pelatihan teknik pengambilan sampel diberi nilai 2 dan apabila tidak mengikuti salah satu pelatihan tersebut diberi nilai 1

d. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir sanitarian di bidang kesehatan lingkungan yang bertugas di puskesmas dengan kategori tinggi, sedang dan rendah. Tinggi apabila pendidikan responden adalah SKM, sedang bila pendidikan responden AKL/APL dan rendah bila pendidikan responden SPPH pendidikan lain selain yang tersebut diatas.

(55)

f. Minat adalah ketertarikan sanitarian berupa pencarian informasi/peraturan-peraturan, penyelesaian masalah, pemanfaatan kesempatan untuk membicarakan penyehatan makanan yang dikategorikan dengan tinggi, sedang dan rendah.

3.5.2. Variabel dependen

Definisi operasional variabel dependen

Kompetensi sanitarian adalah segala sesuatu yang diketahui dan keterampilan sanitarian yang meliputi pendataan, penyuluhan dan penanggulangan keracunan makanan serta pengawasan yang dikategorikan tinggi, sedang dan rendah. Kompetensi sanitarian adalah penjumlahan antara pengetahuan dan ketrampilan yang meliputi :

1. Pengetahuan pendataan adalah segala sesuatu yang diketahui sanitarian tentang sumber data, pentingnya data, guna data, periode pengumpulan data dalam kegiaan penyehatan makanan di puskesmas yang di nilai dari kuisioner, dimana jawaban yang benar diberi nilai 1 dan salah di beri nilai 0 2. Pengetahuan penyuluhan adalah segala sesuatu yang diketahui sanitarian

tentang sasaran penyuluhan, tujuan penyuluhan, materi penyuluhan, cara penyuluhan, materi penyuluhan dalam kegiatan penyehatan makanan di puskesmas yang di nilai dari kuisioner, dimana jawaban yang benar diberi nilai 1 dan salah di beri nilai 0

(56)

penanggulangan keracunan makanan, pentingnya informasi kejadian keracunan makanan, sumber-sumber kejadian keracunan, penanganan keracunan dalam penyehatan makanan di puskesmas Kota Medan yang di nilai dari kuisioner, dimana jawaban yang benar diberi nilai 1 dan salah di beri nilai 0

4. Pengetahuan pengawasan adalah segala sesuatu yang diketahui sanitarian tentang komponen-komponen yang harus diperiksa dalam pengelolaan makanan, jenis-jenis bahan yang harus diawasi dalam proses penyehatan makanan, prosedur pengawasan makanan dalam kegiatan penyehatan makanan di puskesmas yang di nilai dari kuisioner, dimana jawaban yang benar diberi nilai 1 dan salah di beri nilai 0.

5. Keterampilan pendataan adalah dapat atau tidaknya sanitarian mengumpul data tempat pengolahan makanan (TPM), data organisasi sosial, data kejadian keracunan makanan untuk menunjang kegiatan penyehatan makanan yang dikategorikan tinggi, sedang dan rendah. Tinggi jika petugas dapat mengumpul 3 jenis data, sedang jika dapat mengumpul 2 jenis data dan rendah jika dapat mengumpul 1 jenis

(57)

7. Keterampilan pengamatan adalah dapat atau tidaknya melakukan pengolahan data keracunan, pengamatan faktor-faktor risiko dan melakukan peringatan dini dalam pelaksanaan kegiatan penyehatan makanan di wilayah kerja puskesmas yang dikategorikan tinggi, sedang dan rendah. Tinggi apabila dapat melakukan 3 kegiatan, sedang apabila dapat melakukan 2 kegiatan dan rendah apabila dapat melakukan 1 kegiatan saja.

8. Keterampilan penanggulangan adalah dapat atau tidaknya melakukan penanggulangan keracunan makanan di wilayah kerja puskesmas yang dikategorikan tinggi, sedang dan rendah. Tinggi apabila dapat menanggulangi keracunan makanan lebih kecil dari 24 jam, sedang apabila dapat menanggulangi keracunan makanan antara 24 -36 jam dan rendah apabila dapat menanggulangi keracunan makanan lebih besar dari 36 jam

9. Keterampilan pengamatan dan penanggulangan keracunan makanan adalah rata-rata skor keterampilan pengamatan dan keterampilan penanggulangan keracunan makanan yang dikategorikan tinggi, sedang dan rendah.

(58)

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam hal ini adalah karakateristik individu sanitarian sebagai variabel independen dan kompetensi sanitarian sebagai variabel dependen.

3.6.1. Pengukuran variabel independen

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen

No. Variabel Jumlah

Indikator Kriteria Nilai/Skor Skala

b. Teknik Pengambilan

(59)

3.6.2. Pengukuran variabel dependen

Aspek pengukuran variabel dependen adalah pengetahuan dan keterampilan sanitarian.

Tabel 3.2. Pengukuran Variabel Dependen Kompetensi

Perolehan skor No Variabel

Pengetahuan Keterampilan Kriteria Kompentensi Sanitarian

terdiri dari :

1. Pendataan 0 - 5 0 - 3

2. Penyuluhan 0 - 6 0 - 3

3. Pengamatan dan penanggulangan

keracunan makanan

0 - 15 0 - 6

4. Pengawasan 0 - 5 0 - 3

Total 0 - 31 0 - 15

Skor Kompetensi 0 - 46

(60)

3.7. Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.7.1. Jenis data

a. Data primer

Data primer adalah data yang langsung diambil dari responden meliputi pendidikan, lama kerja, pelatihan, motivasi, minat dan pengetahuan.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diambil dari dokumen-dokumen dari catatan-catatan pelaksanaan kegiatan penyehatan makanan meliputi kegiatan pendataan, penyuluhan, pengamatan dan penanggulangan keracunan makanan dan pengawasan.

3.7.2. Teknik pengumpulan data

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pengisian kuesioner

Pengisian kuesioner dilakukan oleh sanitarian dengan menggunakan lembar kuessioner yang dibagikan kepada responden.

b. Observasi (pengamatan)

(61)

3.8. Teknik Analisis Data

(62)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Analisis univariat

Analisis ini bertujuan untuk melihat distribusi dari seluruh variabel dependen dan variabel independen. Variabel independen yaitu karakteristik individu sanitarian yang meliputi lama kerja, pelatihan, pendidikan, motivasi dan minat, dan variabel dependen adalah pengetahuan dan keterampilan sanitarian

4.1.1. Distribusi responden berdasarkan masa kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 8 orang (23,5 %) responden mempunyai masa kerja lama (> 5 tahun) sedangkan responden yang mempunyai masa kerja baru ada sebanyak 18 orang (53,0 %). Tabel 4.1. berikut menunjukkan distribusi responden berdasarkan masa kerja responden.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Puskesmas Kota Medan, Tahun 2006

Masa Kerja Jumlah Orang Persen

Lama 8 23,5

Sedang 8 23,5 Baru 18 53,0

(63)

4.1.2. Distribusi responden berdasarkan pelatihan yang diikuti

Ada 2 jenis pelatihan yang seharusnya diikuti oleh responden, yaitu food inspector dan teknik pengambilan sampel. Dari 34 reponden, ada 14 orang

(41,2%) yang telah mengikuti pelatihan food inspector dan 11 orang (32,4%) yang hanya mengikuti pelatihan pengambilan sampel, sedangkan 9 orang (26,5%) tidak pernah mengikuti pelatihan. Hasil ini dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pelatihan yang Diikuti di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006

Pelatihan Jumlah Orang %

Tinggi 14 41,2

Sedang 11 32,4

Rendah 9 26,5

Jumlah 34 100

4.1.3. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan responden

(64)

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Kota

Medan Tahun 2006

Pendidikan Jumlah Orang %

Tinggi 15 44,1

Sedang 11 32,4

Rendah 8 23,5

Jumlah 34 100

4.1.4. Distribusi responden berdasarkan motivasi dalam melaksanakan tugas

Motivasi responden dalam melaksanakan tugas di bagi dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Responden yang motivasinya dalam melaksanakan tugas kategori tinggi sebanyak 17 orang (50 %), yang sedang 7 orang dan yang rendah ada 10 orang. Hasil dari penelitian terhadap motivasi responden dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi

di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006

Motivasi Jumlah Orang %

Tinggi 17 50

Sedang 7 20,6

Rendah 10 29,4

(65)

4.1.5. Distribusi responden berdasarkan minat melaksanakan tugas

Minat responden dalam melaksanakan tugas dibagi dalam 3 kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Responden yang mempunyai minat dalam bekerja termasuk kategori baik sama banyaknya dengan responden yang minatnya termasuk kategori sedang yaitu masing-masing 13 orang (38,2 %), yang termasuk kategori rendah ada 23,5 % (8 orang). Hal in dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Minat di Puskesmas Kota Medan

Tahun 2006

Minat Jumlah Orang %

Tinggi 13 38,2

Sedang 13 38,2

Rendah 8 23,5

Jumlah 34 100

4.1.6. Distribusi responden berdasarkan kompetensi dalam melaksanakan tugas

(66)

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kompetensi

Sanitarian di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006

Kompetensi Jumlah Orang %

Tinggi 11 32,4

Sedang 15 44,1

Rendah 8 23,5

Jumlah 34 100

Tabel 4.6 menunjukkan uraian kompetensi sanitarian puskesmas berdasarkan kelompok penilaian di ketahui pada penilaian pendataan paling banyak 76.5% berada pada kategori sedang, penilaian penyuluhan juga tertinggi pada kategori sedang yaitu 58.8%, begitu juga pada penilaian pengamatan yaitu 50 % pada kategori sedang, sementara pada penilaian pengawasan hampir merata pada ketiga kategori.

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Penilaian

Kompetensi Sanitarian di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006

Pendataan Penyuluhan Pengamatan Pengawasan Kompetensi Jlh

Orang

(67)

Selanjutnya Tabel 4.8. uraian kompetensi responden berdasarkan komponen pengetahuan dan ketrampilan pada setiap kelompok penilaian. Pada kelompok penilaian pendataan diketahui 82.4 % responden pengetahuan pendataannya dalam kategori sedang dan ketrampilannya 58.8% dalam kategori sedang. Pada penilaian penyuluhan diketahui pengetahuan penyuluhan 50% yang paling tinggi adalah kategori sedang begitu juga ketrampilan penyuluhan yaitu 47.1%. Pada kelompok penilaian pengamatan yang paling banyak adalah kategori sedang baik pengetahuan (47.1%) maupun ketrampilan (47.1%), pada kelompok penilaian pengawasan pengetahuan responden hampir merata pada ketiga kategori sementara pada ketrampilan yang paling tinggi adalah kategori baik yaitu 58.8%.

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Uraian Penilaian

Kompetensi Sanitarian di Puskesmas Kota Medan Tahun 2006

(68)

4.2. Analisis Bivariat

Dalam penelitian ini, hasil analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (masa kerja, pelatihan yang diikuti, pendidikan, motivasi dan minat) terhadap variabel dependen (pengetahuan dan keterampilan). Dalam penelitian ini digunakan uji korelasi Spearman dengan tingkat kemaknaan 95 %. Pada analisa bivariat ini pengujian dilakukan secara berturut-turut untuk melihat hubungan masing-masing variabel independen dengan variabel dependen.

4.2.1. Hubungan variabel masa kerja dengan kompetensi responden

(69)

Tabel 4.9 Hubungan Variabel Masa Kerja dengan Kompetensi Responden

Masa Kerja Jumlah Kompetensi

Tinggi Sedang Rendah Jlh

Orang

% P value

Tinggi 6(54,5%) 2 (18,2%) 3(27,3%) 11 32,4 Sedang 1 (6,7%) 4 (26,7%) 10(66,7%) 15 44,1 Rendah 1(12,5%) 2 (25%) 5 (62,5%) 8 23,5 Jumlah 8(23,5%) 8 (23,5%) 18 (52,9) 34 100

0,017

4.2.2. Hubungan variabel pelatihan dengan kompetensi responden

(70)

Tabel 4.10. Hubungan Variabel Pelatihan dengan Kompetensi Responden

Pelatihan Jumlah Kompetensi

Tinggi Sedang Rendah Jlh

orang %

P value

Tinggi 6 (54,5%) 3 (27,3%) 2 (18,2%) 11 32,4 Sedang 7 (46,7%) 7 (46,7%) 1 (6,7%) 15 44,1 Rendah 1 (12,5%) 1 (12,5%) 6 (75,0%) 8 23,5 Jumlah 14 (41,2%) 11 (32,4%) 9 (26,5%) 34 100

0,020

4.2.3. Hubungan variabel pendidikan dengan kompetensi responden

Gambar

Gambar 2. : Kerangka Konsep Penelitian ................................................
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Independen
Tabel 3.2. Pengukuran Variabel Dependen Kompetensi
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Puskesmas Kota Medan, Tahun 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

perbandingan Efisiensi Total saat Bleed On dan Bleed Off pada ketinggian 27000 ft, 31000 ft dan 35000 ft terlihat bahwa Efisiensi Total pada Bleed Off memiliki nilai

Pengguna hewan/ Peneliti Utama bertanggung jawab atas semua prosedur yang dilakukan oleh personil yang terlibat pada penelitiannya; bertanggung jawab melibatkan

Dengan penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman baik penulis maupun pembaca secara sistematis mengenai topik yang diberikan, yaitu pengaruh kepuasan klub

Subjek penelitian adalah mahasiswa perokok aktif yang pernah mengalami batuk karena penggunaan rokok di suatu univer- sitas swasta di Kota Surabaya, pernah mengalami gejala

Penelitian ini diperkuat juga oleh Sofiana (2012) tentang hubungan antara stress dengan konsep diri pada penderita DM tipe 2 bahwa sebagian besar pasien

Berdasarkan uraian tersebut, dapat penulis simpulkan kompetensi inti adalah standar kompetensi lulusan yang dibuat oleh pemerintah dan harus dicapai siswa dalam

Pemulihan selepas bersenam atau bersukan boleh dipercepatkan dengan pengambilan karbohidrat dan protein dalam masa sejam selepas tamat bersenam atau bersukan5. Selesema yang

Faktor Determinan Sosial Dan Gambaran Kejadian Post Traumatic Syndrome Disorder (Ptsd) Pasca Banjir Di Dki Jakarta Dan Bekasi Tahun 2020.. Thresya Febrianti 1 , Nurfadhillah 2 ,