• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Sanksi Atas Kewajiban Pemenuhan Bea Cukai

Salah satu daya paksa yang dapat dilakukan oleh fiskus untuk menerapkan pajak terhadap masyarakat atau wajib pajak adalah adanya sanksi yang tegas terhadap barang siapa yang melakukan pelanggaran ketentuan perpajakan. Hal ini juga berlaku dalam pengenaan dan pemungutan bea meterai. Pasal 8 UU Undang Bea Meterai dengan tegas mengatur bahwa dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari bea meterai yang tidak atau kurang dibayar. Pemegang dokumen dimaksud harus melunasi bea meterai yang terutang berikut dendanya dengan cara pemeteraian kemudian.

Pengenaan sanksi denda ini dapat dilihat pada contoh di bawah ini.

1. Dokumen yang menurut ketentuan dikenakan bea mcterai Rp 6.000,00 tetapi temyata tidak diberi meterai. Besarnya pemeteraian kemudian yang harus dilakukan terhadap dokumen tersebut adalah sebesar Rp 18.000,00 dengan perincian sebagai berikut:

 Bea Meterai yang tidak dibayar = Rp. 6.000,00

 Denda Administrasi 200 % = Rp. 12.000,00

 Jumlah = Rp. 18.000,00

2. Jika dokumen sebagaimana contoh 1 diatas hanya diberi meterai Rp. 3.000,00 maka besarnya pemeteraian kemudian adalah Rp. 9.000,00 dengan perincian sebagai berikut:

o Bea Meterai yang kurang dibayar = Rp. 3.000,00 o Denda Administrasi 200 % = Rp. 6.000,00

o Jumlah = Rp. 9.000,00

G. Daluwarsa Bea Meterai

Berdasarkan Pasal 12 UU Bea Meterai kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi yang terutang daluwarsa setelah lampau waktu lima tahun, terhitung sejak tanggal dokumen dibuat. Ditinjau dari segi kepastian hukum daluwarsa lima tahun dihitung sejak tanggal dokumen dibuat, berlaku untuk seluruh dokumen termasuk kuitansi. UU Bea Meterai menentukan bahwa yang daluwarsa adalah kewajiban pemenuhan bea meterai dan denda administrasi yang terutang. Hal ini berarti apabila dokumen yang dibuat, baik sepihak maupun oleh beberapa pihak, merupakan dokumen yang harus dikenakan bea meterai, tetapi ternyata tidak dipenuhi oleh pihak pembuat pemegang dokumen tersebut dalam jangka lima tahun dan tidak terjadi sengketa, maka setelah lewat lima tahun kewajiban bea meterai atas dokumen tersebut menjadi tidak berlaku lagi.

Ketentuan saat daluwarsa kewajiban pemenuhan bea meterai tersebut di atas, dalam praktiknya mungkin mengalami kendala, yaitu apabila ketentuan daluwarsa tersebut dikaitkan dengan saat terutang bea meterai atas dokumen yang dibuat sepihak, dalam hal ini kwitansi misalnya. Kutitansi terutang, apabila nilai nominalnya sudah memenuhi ketentuan, terutang bea meterai saat diserhakan dan diterima oleh pihak pembayar. Permasalahan akan timbul apabila tanggal saat menyerahkan/saat diterima tidak sama dengn tanggal kuitansi.

Dokumen yang dibuat di luar negeri pada dasarnya tidak terutang bea meterai pada saat dokumen tersebut dibuat di luar negeri. Kewajiban bea meterai Indonesia baru timbul pada saat dokumen tersebut dipergunakan di Indonesia. Dengan demikian, tentunya daluwarsa bea meterai Indonesia atas dokumen tersebut tidak bisa dihitung sejak tanggal dibuatnya dokumen tersebut (di luar negeri), melainkan seharusnya dihitung sejak tanggal dipergunakan di Indone-sia. Apabila dokumen tersebut dipergunakan di Indonesia enam tahun setelah dibuat di luar negeri, tentunya apabila menurut ketentuan tentang daluwarsa bea meterai menurut UU Bea Meterai, maka pemenuhan kewajiban bea meterai di Indoesia telah daluwarsa sehingga dokumen tersebut dapat dipergunakan di Indonesia tanpa perlu membayar bea meterai Indonesia. Hal ini tentunya bertentangan dengan ketentuan Pasal 12 UU Bea Meterai yang menegaskan bahwa justru pada saat dokumen dipergunakan di Indonesia (walaupun setelah enam tahun sejak dokumen dibuat di luar negeli) pada saat itulah terutang bea meterai Indonesia.

H. Ketentuan Khusus

Dalam UU Bea Meterai terdapat ketentuan khusus bagi para pejabat tertentu yang tidak dibenarkan untuk melakukan sesuatu jika dokumen yang diajukan kepadanya ternyata bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sesuai dengan tarif yang berlaku. Sesuai Pasal 11 UU Bea Meterai pejabat pemerintah, hakim, panitera, juru sita, notaris, dan pejabat umum lainnya, masing-masing dalam tugas atau jabatannya tidak dibenarkan untuk melakukan tindakan di antaranya:

1. Menerima, mempertimbangkan, atau menyimpan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar;

2. Melekatkan dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarifnya pada dokumen yang lain yang berkaitan;

3. Membuat salinan, tembusan, rangkapan, atau petikan dari dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dibayar; atau

4. Memberikan keterangan atau catatan pada dokumen yang tidak atau kurang dibayar sesuai dengan tarif bea meterainya.

Ketentuan Pasal 11 ini menunjukkan bahwa mereka juga harus turut mengawasi pelaksanaan UU Bea Meterai. Dalam pekerjaan sehari-hari para pejabat tersebut memiliki kewenangan tertentu yang diberikan oleh undang-undang dan peraturan lainnya untuk mengesahkan ataupun mempergunakan dokumen, yang pada umumnya merupakan objek bea meterai. Oleh karena itu, untuk mengamankan penerimaan negara dari sektor bea meterai, para pejabat tersebut memiliki kewajiban untuk tidak menggunakan dokumen yang bea meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.

Pelanggaran terhadap ketentuan di atas dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bagi para pejabat yang dimaksud apabila me-langgar atau tidak mengindahkan ketentuan itu dikenakan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku bagi masing-masing pejabat yang bersangkutan.

Misalnya bagi pegawai negeri sipil dapat diterapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 30 Tahun 1980. Bagi Notaris dapat diterapkan Peraturan Jabatan Notaris (Stbl 1860 No.3).

I. Ketentuan Pidana

Sebagaimana dengan jenis pajak lainnya, pada bea meterai juga terdapat kemungkinan terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait terutama oleh wajib pajak bea meterai. Untuk menjaga agar ketentuan dalam bea meterai dapat dijalankan secara benar, maka terhadap pihak yang melakukan tindak pidana dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sesuai Pasal 13 dan 14 UU Bea Meterai, ketentuan berkaitan dengan tindak pidana di bidang bea adalah sebagai berikut::

1. Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana :

a. barangsiapa meniru atau memalsukan meterai tempel dan kertas meterai atau meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk mensahkan meterai;

b. barangsiapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukan ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak;

c. barangsiapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukan ke Negara Indonesia meterai yang mereknya, capnya, tanda-tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya mempergunakan telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dan atau menyuruh orang lain menggunakan denganmelawan hak;

d. barang siapa menyimpan bahan-bahan atau perkakas-perkakas yang diketahuinya digunakan untuk melakukan salah satu kejahatan untuk meniru dan memalsukan benda meterai.

Tindak Pidana sebagaimana dimaksud di atas adalah kejahatan.

2. Barang siapa dengan sengaja menggunakan cara lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) huruf b tanpa izin Menteri Keuangan, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 7 (tujuh) tahun.

Pasal 13 UU Bea Meterai tidak menentukan besarnya hukuman dan juga tidak mencantumkan kualifikasi perbuatannya. Hal ini diserahkan kepada hakim yang mengadilinya sesuai dengan ketentuan dalam KUHP.

E. Ketentuan Peralihan

Pasal 15 UU Bea Meterai mengatur tentang ketentuan peralihan pemberlakuan UU Bea Meterai yang baru. Hal ini perlu diatur untuk mencegah kevakuman bea meterai pada awal pemberlakuan bea meterai yang baru sesuai dengan UU Bea Meterai. Atas dokumen yang tidak atau kurang dibayar bea meterainya yang dibuat sebelum UU Bea Meterai berlaku, bea meterainya tetap terutang berdasarkan Aturan Bea Meterai 1921( Zegel- verordening 1921 ).

Pelaksanaan ketentuan ini diatur oleh Menteri Keuangan.

Walaupun ketentuan peralihan ini dengan tegas dicantumkan, untuk melaksanakan ketentuan tersebut perlu diperhatikan mengenai kapan saat terutangnya bea meterai sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 5 UndangUndang Bea Meterai, sebagaimana contoh di bawah ini.

1. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak adalah pada saat dokumen itu diserahkan. Oleh karena itu, kuitansi, cek dan sebagainya, yang walaupun dibuat (ditandatangani) dalam bulan Desember 1985, tetapi baru diserahkan dalam bulan Januari 1986 berlaku ketentuan UndangUndang Bea Meterai.

2. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak adalah pada saat selesainya dokumen itu dibuat. Oleh karena itu, kontrak pemborongan yang ditandatangani pada tanggal 31 Desember 1985 atau sebelumnya, berlaku ketentuan ABM 1921.

3. Dokumen yang dibuat di luar negeri adalah pada saat digunakan di Indonesia. Dengan demikian, dokumen, misalnya surat perjanjian kredit yang dibuat.

6. Kegiatan Belajar 5.

Dokumen terkait