• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL 1 KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA

5. Sanksi dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan

MetodePembelajaran

1. Metode ceramah

Metode ini digunakan pendidik untuk digunakan untuk menjelaskan materi tentang Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

2. Metode Brainstorming (curah pendapat)

Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat peserta didik tentang Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

3. Metode tanya jawab

Metode ini digunakan pendidik untuk bertanya dan menjawab kepada peserta didik dalam rangka mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disampaikan.

4. Metode penugasan

Metode ini dugunakan pendidik untuk menugaskan peserta didik yang berkaitan dengan materi yang disampaikan.

Alat /medial, Bahan, dan Sumber Belajar

1. Alat/media:

a. White Board;

b. Laptop;

c. LCD Projector;

d. OHP.

2. Bahan:

a. Alat tulis;

b. Kertas Flipchart/HVS.

3. Sumber belajar:

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Kegiatan Pembelajaran

1. Tahap awal : 10 menit Pendidik melaksanakan:

a. Membuka kelas dan memberikan salam;

b. Perkenalan;

c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi yang akan disampaikan dalam proses pembelajaran.

2. Tahap inti : 160 menit

a. Pendidik menyampaikan materi Undang-undang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum;

b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting, dan bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami;

c. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah disampaikan;

d. Peserta didik melaksanakan brain storming (curah pendapat) tentang materi yang disampaikan oleh pendidik;

e. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya atau menanggapi materi;

f. Peserta didik merespon secara aktif kegiatan pembelajaran;

g. Pendidik menyimpulkan materi yang telah disampaikan.

3. Tahap akhir : 10 menit a. Penguatan materi.

Pendidikmemberikan ulasan dan penguatan materi secara umum.

b. Cek penguasaan materi.

Pendidik mengecek penguasaan materi pembelajaran dengan bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik.

c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.

Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari pembelajaran yang disampaikan.

d. Pendidik menugaskan peserta didik untuk meresume materi yang telah disampaikan.

Tagihan/Tugas

Peserta didik mengumpulkan hasil resume kepada pendidik.

Lembar Kegiatan

Pendidik menugaskan kepada peserta didik untuk membuat resume tentang materi yang telah diberikan.

Bahan Bacaan

KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM (UU NOMOR 9 TAHUN 1998)

Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi:"kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang". Kemerdekaan menyampaikan pendapattersebut sejalan dengan pasal 19 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang berbunyi:

"Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas-batas".

Perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan, tulisan, dan sebagainya tetap harus dipelihara agar seluruh tatanan sosial kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggaan hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan, dan arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum sehingga tidak menciptakan disintregasi sosial,tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam pasal 29 Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia yang antaralain menetapkan sebagai berikut:

1. Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh tanggung jawab;

2. Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;

3. Hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan dan asas perserikatan Bangsa-Bangsa.

Sejalan dengan hal tersebut di atas, rambu-rambu hukum harus memiliki karakteristik otonom, responsif, dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yang represif. Dengan berpegang teguh pada karakteristik tersebut maka undang-undang tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, merupakan ketentuan/peraturan perundang-undangan yang bersifat regulatif, sehingga di satu sisi dapat melindungi hak warga negara sesuai dengan pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, dan di sisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis, yang dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum. Undang-undang ini mengatur bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.

1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

a. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Di muka umum adalah di hadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang;

c. Unjuk Rasa atau demontrasi adalah kegiatan yang dilakukan seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum;

d. Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan umum;

e. Rapat Umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu;

f. Mimbar Bebas adalah kegiatan menyampaikan pendapat di muka umum yang dilakukan secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu.

2. Asas dan tujuan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

a. Asas

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada:

1) Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;

2) Asas musyawarah dan mufakat;

3) Asas kepastian hukum dan keadilan;

4) Asas proporsionalitas adalah asas yang meletakkan segala kegiatan sesuai dengan konteks atau tujuan kegiatan tersebut, baik yang dilakukan oleh warga negara, institusi, maupun aparatur pemerintah, yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial, dan etika institusional;

5) Asas manfaat.

b. Tujuan

Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah:

1) Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945;

2) Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;

3) Mewujudkan iklim yang konduksif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;

4) Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

3. Hak dan kewajiban Warga Negara dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

a. Hak dan kewajiban warga negara.

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk:

1) Mengeluarkan pikiran secara bebas;

2) Memperoleh perlindungan hukum.

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

1) Menghormati hak-hak orang lain;

2) Menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;

3) Menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4) Menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum;

5) Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

b. Hak dan kewajiban aparatur pemerintah

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

1) Melindungi hak asasi manusia;

2) Menghargai asas legalitas;

3) Menghargai prinsip praduga tidak bersalah;

4) Menyelenggarakan pengamanan.

4. Bentuk dan Tata Cara Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum

a. Bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka umum

Penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dalam bentuk:

1) Unjuk rasa atau demontrasi;

2) Pawai;

3) Rapat umum;

4) Mimbar bebas.

b. Tata cara penyampaian pendapat di muka umum 1) Larangan pelaksanaan

Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:

a) Di lingkungan istana kepresidenan, adalah istana presiden dan istana wakil presiden dengan radius 100 meter dari pagar luar;

b) Tempat ibadah;

c) Instalasi militer, rneliputi radius 150 meter dari

pagar luar;

d) Rumah sakit;

e) Pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat;

f) Objek-objek vital nasional;

g) Pada hari besar nasional yaitu:

(1) Tahun baru;

(2) Hari raya nyepi;

(3) Hari wafat isa almasih;

(4) Isra miraj;

(5) Kenaikan isa almasih;

(6) Hari raya waisak;

(7) Hari raya idul fitri;

(8) Hari raya idul adha;

(9) Maulid nabi;

(10) 1 Muharam;

(11) Natal;

(12) Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus.

Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.

2) Tata cara pelaksanaan

Penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok selambat-lambatnya 3x24 jam sebelum kegiatan di mulai telah diterima oleh Polri setempat, kecuali bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan, dengan ketentuan apabila kegiatan dilaksanakan pada:

a) 1 (satu) Kecamatan. pemberitahuan ditujukan kepada Polsek setempat;

b) 2 (dua) Kecamatan atau lebih dalam lingkungan Kabupaten/Kotamadya. pemberitahuan ditujukan kepada Polres setempat;

c) 2 (dua) Kabupaten/Kotamadya atau lebih dalam 1 (satu) Propinsi, pemberitahuan ditujukan kepada

Polda setempat;

d) 2 (dua) Propinsi atau lebih, pemberitahuan ditujukan kepada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Surat pemberitahuan penyampaian pendapat di muka umum memuat:

a) Maksud dan tujuan;

b) Tempat, lokasi dan rute;

c) Waktu dan lama;

d) Bentuk;

e) Penanggung jawab;

f) Nama dan alamat organisasi, kelompok atau perseorangan;

g) Alat peraga yang digunakan;

h) Jumlah peserta.

Penanggung jawab kegiatan wajib bertanggung jawab agar kegiatan penyampaian pendapat di muka umum terlaksana secara lancar, tertib dan aman. Setiap sampai 100 (seratus) orang peserta unjuk rasa atau demontrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan lima orang penanggung jawab.

Setelah menerima surat pemberitahuan tentang penyampaian pendapat di muka umum, Polri wajib:

a) Segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan;

b) Berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum;

c) Berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat;

d) Mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi dan rute.

Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum, serta bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 jam sebelum waktu pelaksanaan.

5. Sanksi Dalam Pelaksanaan Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum

a. Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan undang-undang.

b. Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum diberikan sangsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana dipidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu pertiga) dari pidana pokok.

Rangkuman

1. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada:

a. Asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;

b. Asas musyawarah dan mufakat;

c. Asas kepastian hukum dan keadilan;

d. Asas proporsionalitas;

e. Asas manfaat.

Tujuan pengaturan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah:

a. Mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945;

b. Mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;

c. Mewujudkan iklim yang konduksif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;

d. Menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

3. Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

a. Melindungi hak asasi manusia;

b. Menghargai asas legalitas;

c. Menghargai prinsip praduga tidak bersalah;

d. Menyelenggarakan pengamanan.

4. Penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dalam bentuk unjuk rasa atau demontrasi, pawai, rapat umum, mimbar bebas.

5. Sangsi dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum

a. Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan undang-undang.

b. Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana dipidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satupertiga) dari pidana pokok.

Latihan

1. Jelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum!

2. Jelaskan asas dan tujuan Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum!

3. Jelaskan hak dan kewajiban warga negara dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum!

4. Jelaskan bentuk dan tata cara menyampaikan pendapat di muka umum!

5. Jelaskan sanksi dalam pelaksanaan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum!

MODUL

02

PENANGANAN KONFLIK SOSIAL (UU NOMOR 7 TAHUN 2012)

6 JP (270 Menit)

Pengantar

Modul ini membahas tentang pengertian-pengertian yang berkaitan dengan penanganan konflik sosial, asas, tujuan dan ruang lingkup penanganan konflik, sumber konflik, pencegahan konflik, penghentian konflik, pemulihan pasca konflik, kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik, dan peran serta masyarakat dan pendanaan.

Tujuan diberikannya materi ini adalah agar peserta didik memahami penanganan konflik sosial dalam mendukung pelaksanaan tugas Kepolisian.

KompetensiDasar

Memahami pokok-pokok Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Indikator hasil belajar:

1. Menjelaskan pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Penanganan Konflik Sosial;

2. Menjelaskan asas Penanganan Konflik Sosial;

3. Menjelaskan tujuan Penanganan Konflik Sosial;

4. Menjelaskan ruang lingkup Penanganan Konflik Sosial;

5. Menjelaskan sumber konflik sosial;

6. Menjelaskan pencegahan konflik sosial;

7. Menjelaskan penghentian konflik sosial;

8. Menjelaskan pemulihan pasca konflik sosial;

9. Menjelaskan kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik sosial;

10. Menjelaskan peran serta masyarakat dalam penanganan konflik sosial;

11. Menjelaskan pendanaan dalam penanganan konflik sosial.

Materi Pelajaran

Pokok bahasan:

Pokok-pokok Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan konflik sosial.

Sub pokok bahasan:

1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Penanganan Konflik Sosial;

2. Asas penanganan konflik sosial;

3. Tujuan penanganan konflik sosial;

4. Ruang lingkup penanganan konflik sosial;

5. Sumber konflik;

6. Pencegahan konflik;

7. Penghentian konflik;

8. Pemulihan pasca konflik;

9. Kelembagaan dan mekanisme penyelesaian konflik sosial;

10. Peran serta masyarakat dalam penanganan konflik sosial;

11. Pendanaan dalam penanganan konflik sosial.

Metode Pembelajaran

1. Metode ceramah

Metode ini digunakan pendidik untuk digunakan untuk menjelaskan materi tentang pokok-pokok Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial.

2. MetodeBrainstormimg (curah pendapat)

Metode ini digunakan pendidik untuk mengeksplor pendapat peserta didik tentang Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial.

3. Metode tanyajawab

Metode ini digunakan pendidik untuk bertanya dan menjawab kepada peserta didik dalam rangka mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik tentang materi yang telah disampaikan.

4. Metode penugasan

Metode ini dugunakan pendidik untuk memberi penugasan kepada peserta didik terkait dengan materi yang diberikan.

Alat /medial, Bahan, dan Sumber Belajar

1. Alat/media:

a. White Board;

b. Papan Flipchart;

c. Laptop;

d. LCD Projector;

e. OHP.

2. Bahan:

a. Alat tulis;

b. KertasFlipchart/HVS.

3. Sumber belajar:

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.

Kegiatan Pembelajaran

1. Tahap awal : 10 menit

Pendidik melaksanakan apersepsi:

a. Pendidik memerintahkan peserta didik melakukan refleksi;

b. Pendidik mengaitkan materi yang sudah disampaikan dengan materi yang akan disampaikan;

c. Pendidik menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Tahapinti : 250 menit

a. Pendidik menyampaikan materi pokok-pokok Undang-undangpenanganan konflik sosial;

b. Peserta didik memperhatikan, mencatat hal-hal penting, bertanya jika ada materi yang belum dimengerti/dipahami;

c. Pendidik menggali pendapat tentang materi yang telah disampaikan;

d. Peserta didik melaksanakan curah pendapat tentang materi yang disampaikan oleh pendidik;

e. Pendidik memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya atau menanggapi materi;

f. peserta didik merespon secara aktif proses pembelajaran;

g. pendidik menyimpulkan materi yang disampaikan.

3. Tahap akhir : 10 menit a. Penguatanmateri.

Pendidik memberikan ulasan secara umum terkait dengan kegiatan pembelajaran.

b. Cek penguasaan materi.

Pendidik mengecek penguasaan materi pembelajaran dengan cara bertanya secara lisan dan acak kepada peserta didik.

c. Keterkaitan mata pelajaran dengan pelaksanaan tugas.

Pendidik menggali manfaat yang bisa diambil dari pembelajaran yang disampaikan.

d. Pendidik menugaskan peserta didik untuk meresume materi yang disampaikan.

Tagihan/Tugas

Peserta didik mengumpulkan resume dalam bentuk tulisan kepada pendidik

Lembar Kegiatan

Pendidik menugaskan kepada peserta didik membuat resume tentang materi yang telah diberikan.

Bahan Bacaan

PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

(UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2012)

Fakta terkini dari perkembangan Negara Republik Indonesia masih memperlihatkan terjadinya perseteruan atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau terjadi konflik yang mengakibatkan ketidakamanan, disintegrasi sosial bahkan dapat menganggu stabilitas Nasional dan menghambat pembangunan Nasional. Polri sesuai tugas pokoknya harus mampu melakukan penanganan konflik yakni serangkaian kegiatan Polri yang dilakukan secara sistematis, terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya konflik dan pemulihan pasca konflik.

Tindakan pencegahan konflik yang merupakan fungsi Pre-Emtif Kepolisian dapat dilakukan dengan peningkatan kelembagaan dan sistem peringatan dini. Apabila upaya pencegahan telah dilaksanakan namun konflik sosial tetap terjadi, maka Polri harus melakukan langkah penghentian konflik, untuk membatasi perluasan dan eskalasi konflik serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda. Tindakan penghentian konflik oleh Polri tentunya dilakukan dengan proporsional dan profesional berlandaskan perundang-undangan khususnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang penanganan konflik sosial.

Upaya pencegahan dan penghentian konflik perlu menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian diatur dalam Perkap Nomor 1 Tahun 2009, apabila konflik melibatkan massa yang cukup banyak maka tindakan kepolisian berpedoman pada Perkap 16 Tahun 2006 tentang tata cara lintas ganti dan cara bertindak dalam penanggulangan huru hara, dan bilamana sampai terjadi anarki maka diberlakukan Protap 1 Tahun 2010 tentang penanggulangan anarki.

Sosialisasi perundang-undangan dibutuhkan untuk pelaksanaan tugas kepolisian (applicable), yang dapat dilaksanakan secara efektif di lingkungan internal maupun eksternal Polri dengan memperhitungkan aspek filosofis, yuridis dan sosiologis dalam menghadapi konflik.

Penanganan konflik sosial ini tidak hanya menjadi tugas Polri saja namun secara kelembagaan penyelesaian konflik dilakukan bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, pranata adat/pranata sosial serta satuan tugas penyelesaian konflik.

1. Pengertian-pengertian yang berkaitan dengan Penanganan Konflik Sosial

a. Konflik sosial, yang selanjutnya disebut konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.

b. Penanganan konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.

c. Pencegahan konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini.

d. Penghentian konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi Konflik, serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda.

e. Pemulihan pasca konflikadalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.

f. Pengungsi, adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa keluar dan/atau dipaksa keluar oleh pihak tertentu, melarikan diri, atau meninggalkan tempat tinggal dan harta benda mereka dalam jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dari adanya intimidasi terhadap keselamatan jiwa dan harta benda, keamanan bekerja, dan kegiatan kehidupan lainnya.

g. Status keadaan konflik adalah suatu status yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang tentang Konflik yang terjadi di daerah kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang tidak dapat diselesaikan dengan cara biasa.

h. Satuan tugas penyelesaian konflik sosial adalah lembaga bersifat ad hoc yang dibentuk untuk menyelesaikan Konflik di luar pengadilan melalui musyawarah untuk mufakat.

i. Pranata adat adalah lembaga yang lahir dari nilai adat yang dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat.

j. Pranata sosial adalah lembaga yang lahir dari nilai adat, agama, budaya, pendidikan, dan ekonomi yang dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat.

2. Asas Penanganan Konflik Sosial

Penanganan konflik social berlandaskan pada asas:

a. Kemanusiaan, adalah bahwa penanganan konflik harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional;

b. Hak asasi manusia, adalah bahwa penanganan konflik harus menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak yang secara

b. Hak asasi manusia, adalah bahwa penanganan konflik harus menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak yang secara