BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LINGKUNGAN
A. Klasifikasi Tindak Pidana Dalam Hukum Pidana Islam
4. Macam-Macam Sanksi Pidana
Tujuan pokok dari penjatuhan hukuman ialah pencegahan (ar-rad’u waz- zarju), pengajaran serta pendidikan (al-islah wat-tahzib). Adapun yang dimaksud pencegahan ialah mencegah diri si pelaku untuk tidak mengulangi perbuatannya
6
39
dan mencegah diri orang lain dari perbuatan yang demikian.7 Dalam hukum
Islam, penjatuhan hukuman juga bertujuan membentuk masyarakat yang baik yang dikuasai rasa saling menghormati dan mencintai antara sesama anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajibannya.
Hukuman dapat dibagi menjadi beberapa golongan menurut segi tinjauannya: 1) Berdasarkan Pertalian Satu Hukuman dengan Lainnya, maka hukuman
dapat dibagi menjadi empat:
a. Hukuman pokok (al-uqubah al-Asliyyah), hukuman pokok yaitu hukuman yang telah ditetapkan pada satu tindak pidana, seperti hukuman qisas bagi tindak pidana pembunuhan, hukuman rajam bagi pelaku tindak pidana zina, dan hukuman potong tangan bagi tindak pidana pencurian;8
b. Hukuman pengganti (al-Uqubah al-Badaliyah), yaitu hukuman yang menggantikan hukuman pokok apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan karena adanya alasan yang syar’i;
c. Hukuman tambahan (al-‘Uqubah al-Tabaiyyah), yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan sendiri;
7 Ahmad. Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), cet. Ke-6, h.
191
8
Ahsin Sakho Muhammad, Ensikopedi Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Karisma Ilmu, 2007), jld III,
40
d. Hukuman pelengkap (al-‘Uqubah al-Taklimiyyah), yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok dengan adanya putusan tersendiri dan hakim.
2) Berdasarkan Kekuasaan Hakim dalam Menentukan Bentuk dan Jumlah Hukuman, maka hukuman dapat dibagi dua;
a. Hukuman yang hanya memiliki satu batas, artinya tidak memiliki batas tertinggi atau batas terendah. Hukuman ini tidak dapat dikurangi atau ditambah meskipun pada dasarnya bisa ditambah atau dikurangi;
b. Hukuman yang memiliki dua batas, yaitu batas tertinggi dan batas terendah. Dalam hal ini hakim diberi kekuasaan untuk memilih hukuman sesuai antara kedua batas tersebut.
3) Berdasarkan Kewajiban Menjatuhkan Suatu Hukuman, dalam hal ini ada dua macam hukuman, yaitu:
a. Hukuman yang telah ditentukan bentuk dan jumlahnya, yaitu hukuman yang telah ditetapkan jenisnya dan telah dibatasi oleh syar’i (Allah dan Rasul-Nya);
b. Hukuman yang tidak ditentukan bentuk jumlahnya, yaitu hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk memilihnya dari sekumpulan hukuman yang dianggap sesuai dengan keadaan tindak pidana serta pelaku.
41
4) Berdasarkan Tempat Dilakukannya Hukuman, hukuman ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Hukuman badan (Uqubah Badaniyah), yaitu hukuman yang dijatuhkan atas badan si pelaku, seperti hukuman mati, dera, dan penjara;
b. Hukuman Jiwa (Uqubah Nafsiyyah), yaitu hukuman yang dijatuhkan atas jiwa si pelaku. Contohnya hukuman nasihat, celaan, dan ancaman;
c. Hukuan Harta (Uqubah Maliyyah), yaitu hukuman yang ditimpakan pada harta pelaku, seperti hukuman diyat, denda, dan biaya administrasi.9
5) Berdasarkan Macamnya Tindak Pidana yang Diancamkan Hukuman, adapun rincian hukuman tersebut adalah sebagai berikut:
a. Hukuman yang telah ditetapkan terhadap tindak pidana hudud. Hukuman hudud terbagi menjadi tujuh macam, sesuai dengan bilangan tindak pidana hudud, yaitu:
a) Zina; b) Qazaf;
c) Meminum minuman keras; d) Mencuri;
9
42
e) Melakukan hirabah (gangguan keamanan); f) Murtad;
g) Memberontak.
Hukuman yang ditetapkan terhadap segala tindak pidana tersebut adalah had (hudud). Huhud adalah hukuman yang telah ditetapkan sebagai hak Allah SWT atau hukuman yang telah ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat. Dikatakan sebagai hak Allah karena hukuman ini tidak dapat digugurkan, baik oleh individu maupun masyarakat. Para fuqaha menjadikan suatu hukuman sebagai hak Allah SWT ketika kemaslahatan masyarakat menuntut demikian, yakni menghilangkan kerusakan dari manusia dan mewujudkan pemeliharaan dan ketentraman untuk mereka.10
a)Hukuman Zina
Dalam hukum Islam hukuman atas tindak pidana zina ada tiga: − Jilid (cambuk atau dera);
− Taghrib (diasingkan) − Rajam.
Hukuman dera dan pengasingan ditetapkan bagi pelaku zina ghairu muhsan (belum pernah menikah), sedangkan rajam
ditetapkan bagi pelaku zina muhsan (pelaku yang sudah melakukan
10
43
hubungan seksual melalui pernikahan yang sah). Apabila keduanya ghairu muhsan, hukumannya adalah dibuang, tetapi jika keduanya muhsan hukumannya adalah rajam. Apabila salah satunya muhsan sedangkan yang lain ghairu muhsan, pelaku pertama dijatuhi hukuman rajam, sedangkan yang ghairu muhsan dijatuhi hukuman cambuk.
b)Hukuman Qazaf (menuduh orang baik-baik melakukan zina tanpa bukti yang jelas/fitnah)
Dalam hukum Islam tindak pidana qazaf dikenai hukuman: − Hukuman Pokok Berupa Hukuman Dera;
−Hukuman Tambahan Berupa Tidak Diterima Persaksian.
Dasar hukum qazaf adalah firman Allah SWT dalam Q.S AnNur (24):4.
Οδρ‰=_$ù ™#‰κ− πè/‘'/ #θ?'ƒ Ο9 ΝO M≈ΨÁsϑ9# βθΒ ƒ ⎦⎪%!#ρ
βθ)¡≈9# Νδ 7×≈9ρ&ρ
#‰/& ο‰≈κ− Νλ; #θ=7)? ωρ ο$#_ ⎦⎫Ζ≈ΚO
(
: /
ﻨﻟاّﻮر
∩⊆∪
Artinya: ‘‘Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yangbaik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.’’
44
c)Hukuman Meminum Minuman Keras
−Hukuman Dera
Hukum Islam menjatuhkan delapan puluh kali dera bagi pelaku tindak pidana meminum minuman keras. Ini merupakan hukuman yang memiliki satu batas karena hakim tidak dapat mengurangi, manambah, atau menggantinya dengan hukuman yang lain.
d)Hukuman Pencurian
− Hukuman Potong Tangan (dan Kaki)
Hukum Islam mengancam hukuman potong tangan (dan kaki) bagi pelaku tindak pidana pencurian.11
e) Hukuman Gangguan Keamanan (Hirabah) − Hukuman Mati
Hukuman ini wajib dijatuhkan kepada pengganggu keamanan yang melakukan pembunuhan. Hukuman ini adalah hukuman hudud, bukan qisas, sehingga tidak bisa dimaafkan oleh wali korban.
− Hukuman Mati Disalib
Hukuman ini wajib dijatuhkan terhadap pengganggu keamanan yang melakukan pembunuhan dan perampasan harta. Jadi hukuman ini dijatuhkan atas pembunuhan dan pencurian harta sekaligus.12
11
45
− Pemotongan Anggota Badan (al-Qat’u)
Hukuman ini harus dijatuhkakn kepada pelaku hirabah (gangguan keamanan) jika ia mengambil harta, tetapi tidak melakukan pembunuhan.
− Hukuman Pengasingan (pembuangan)
Hukuman ini ditetapkan bagi pelaku hirabah apabia ia hanya menakut-nakuti orang, tetapi tidak mengambil harta dan tidak membunuh.
f) Hukuman Tindak Pidana Murtad − Hukuman Mati
Hukum Islam menjatuhkan hukuman mati kepada pelaku murtad karena perubahan itu ditujukan terhadap agama Islam sebagai sistem sosial masyarakat. Sikap menggampangkan dan ketidaktegasan dalam menghukum tindak pidana murtad mengakibatkan terguncangnya sistem masyarakat tersebut. Karena itu, tindak pidana ini dijatuhi hukuman terberat untuk menumpas para pelakunya untuk melindungi masyarakat dan sistem sosial mereka dari satu sisi sebagai peringatan dan pencegahan umum dari sisi lainnya.13
12
Ibid., h. 61
13
46
− Perampasan Harta (musadarah)
Hukuman tambahan bagi pelaku tindak pidana murtad adalah perampasan harta pelakunya.
g)Hukuman pemberontakan
Tindak pidana pemberontakan ditujukan kepada sistem hukum dan pelaksanaannya. Dalam hal ini hukum Islam bersikap keras karena apabila bersikap memudahkan, akan timbul fitnah, kekacauan, dan ketidakstabilan yang pada akhirnya akan menyebabkan kemunduran dan kehancuran masyarakat umum.
b. Hukuman Tindak Pidana-Tindak Pidana Qishas-Diat Tindak pidana qishash-diat itu ada lima macam, yaitu:
1)Pembunuhan disengaja;
2)Pembunuhan menyerupai disengaja;
3)Pembunuhan karena kesalahan (tidak disengaja); 4)Penganiayaan disengaja; dan
5)Penganiayaan karena tidak disengaja.
Adapun hukuman yang telah ditetapkan untuk pelaku tindak pidana ini adalah:
a)Qishash; b)Diat; c)Kifarat;
47
d)Hilangnya hak waris dan hak wasiat.14
Adapun hukuman-hukuman yang diancamkan terhadap tindak pidana tersebut adalah qishash, diat, kafarat, hilangnya hak mewaris, dan hilangnya hak menerima wasiat.
a)Hukuman qishash
Pengertian qishash adalah menghukum pelaku seperti apa yang telah diakukannya terhadap korban, pelaku dibunuh apabila ia membunuh dan dilukai apabila ia melukai.
b)Hukuman diat
Diat adalah hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan menyerupai sengaja dan tidak sengaja (khata’). Sumber hukuman ini di antaranya adalah: Q.S An-Nisa (4):92.
$ΨΒσΒ ≅F% ⎯Βρ
$↔Üz ω) $ΖΒσΒ ≅F)ƒ β& ⎯Βσϑ9 χ%. $Βρ
#θ%‰Áƒ β& ω) ⎯&#δ& ’<) πϑ=¡Β πƒŠρ πΨΒσΒ π7%‘
ƒ sGù $↔Üz
∩®⊄∪
٩
:
/ ا
ﻨﻟّﺴءﺎ
(
Artinya: ‘‘Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali Karena tersalah (Tidak sengaja), dan barangsiapa membunuh seorang mukmin Karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu),
14
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam: Fikih Jinyah, (Jakarta:
48
kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah...
‘‘
Meskipun bersifat hukuman, namun diat merupakan harta yang diberikan kepada korban atau keluarganya, bukan kepada perbendaharaan negara.
c)Hukuman kifarat
Kifarat adalah hukuman pokok berupa memerdekakan seorang hamba mukmin. Apabila tidak bisa mendapatkan hamba tersebut atau tidak bisa memperoleh uang seharganya, ia harus berpuasa selama dua bulan berturut-turut.15 Hukuman kifarat dijatuhkan atas pembunuhan karena kekeliruan (tidak sengaja) dan menyerupai sengaja. Hal ini didasarkan firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa (4):92
χ%.ρ
!# ⎯Β π/θ? ⎦⎫è/$FFΒ ⎦⎪ γ©
Π$‹Áù ‰fƒ Ν9 ⎯ϑù
∩®⊄∪ $ϑŠ6m $ϑŠ=ã !#
٩
:
/
ﻨﻟاّﺴءﺎ
(
Artinya: ‘‘barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan Taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.’’
15
49
d)Pencabutan hak waris dan wasiat
Pencabutan hak waris dan hak wasiat adalah hukuman tambahan, di samping hukuman pokok untuk tindak pidana pembunuhan.
c. Hukuman yang Telah Ditetapkan Terhadap Tindak Pidana Takzir
Hukuman takzir adalah hukuman pendidikan atas dosa-dosa atau memberi pengajaran
(
ﺘﻟادﺄﺐ
)
at-Ta’dib.16 Hukuman takzir adalah hukuman untuk jarimah-jarimah takzir. Jarimah takzir jumlahnya sangat banyak, karena mencakup semua perbuatan maksiat yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’ dan diserahkan kepada ulil amri untuk mengaturnya.Jenis-jenis hukuman takzir ini adalah sebagai berikut: a)Hukuman mati
Meskipun tujuan diadakannya hukuman takzir adalah untuk memberi pengajaran dan tidak boleh sampai membinasakan, namun kebanyakan para fuqaha membuat suatu pengecualian, yaitu dibolehkannya hukuman mati, apabila hukuman itu dikehendaki oleh kepentingan umum. Dalam hal ini penguasa (ulil amri) harus menentukan jenis-jenis jarimah yang dapat dijatuhi hukuman mati.
16
50
b)Hukuman dera (jilid)
Hukuman dera merupakan salah satu hukuman pokok dalam hukum Islam dan juga merupakan hukuman yang ditetapkan untuk tindak pidana takzir. Hukuman ini bahkan merupakan hukuman yang diutamakan bagi tindak pidana takzir berbahaya. Sebab-sebab pegutamaan hukuman tersebut adalah beberapa hal berikut:
− Hukuman jilid lebih banyak berhasil dalam memberantas para penjahat yang biasa melakukan tindak pidana;
− Hukuman jilid mempunyai batas, yaitu batas tertinggi dan batas terendah, sehingga hakim bisa memilih jumlah dera yang terletak antara keduanya yang sesuai dengan tindak pidana dan keadaan diri pelaku sekaligus;
− Biaya pelaksanaan tidak merepotkan keuangan negara. Di samping itu hukuman tersebut tidak mengganggu kegiatan usaha terhukum, sehingga keluarga tidak terlantar, karena hukuman jilid bisa dilaksanakan seketika dan setelah itu terhukum bisa bebas;
− Dengan hukuman jilid, pelaku dapat terhindar dari akibat-akibat buruk hukuman penjara, seperti rusaknya akhlak dan kesehatan.
51
c)Hukuman kawalan (penjara kurungan)
Dalam syariat Islam ada dua macam hukuman kawalan, yaitu hukuman kawalan terbatas dan hukuman kawalan tidak terbatas. Pengertian terbatas dan tidak terbatas dalam konteks ini adalah dari segi waktu.
− Hukuman kawalan terbatas
Hukuman kawalan terbatas ini paling sedikit adalah satu hari, sedangkan batas tertingginya tidak ada kesepakatan para fuqaha. Hukuman kawalan tidak terbatas
Orang yang dikena hukuman kawalan tidak terbatas ini adalah orang yang berbahaya, orang yang terbiasa melakukan tindak pidana. Hukuman kawalan tidak terbatas tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan dapat berlangsung terus sampai terhukum mati atau melakukan taubat dan pribadinya menjadi baik. d)Hukuman pengasingan
Masa pengasingan dalam jarimah takzir menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, tidak boleh lebih dari satu tahun, agar tidak melebihi masa pengasingan dalam jarimah zina yang merupakan hukuman had. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, masa pengasingan bisa lebih dari satu tahun, sebab pengasingan di sini merupakan hukuman takzir, bukan hukuman had. Pendapat ini juga
52
dikemukakan oleh Imam Malik, akan tetapi tidak mengemukakan batas waktunya dan menyerahkan hal itu kepada pertimbangan penguasa (hakim).17
e)Hukuman salib
Untuk hukuman takzir, hukuman salib sudah pasti tidak dibarengi atau didahului oleh hukuman mati. Si terhukum disalib hidup-hidup dan tidak dilarang makan dan minum, tidak dilarang wudhu untuk mengerjakan shalat, tetapi terhukum shalat dengan cara isyarat.
f) Hukuman peringatan (al-Waz’u) dan hukuman yang lebih ringan darinya
Dalam hukum Islam, hukuman peringatan termasuk kategori hukuman takzir. Hakim hanya boleh menghukum pelaku dengan hukuman perigatan bila hukuman ini cukup membawa hasil, yakni memperbaiki diri pelaku dan mencagahnya untuk mengulangi perbuatannya (berefek jera).
g)Hukuman pengucilan (al-hajr)
Di antara hukuman takzir adalah hukuman pengucilan sebagai hukuman yang dijatuhkan kepada istri, sebagaimana termaktub dalam Q.S An-Nisa (4):34.
17
53
’û
⎯δρ fδ#ρ ∅δθàèù
∅δ—θ±Σ βθù$ƒB
©L≈9#ρ
( :
/ ا
ّﻨ
ءﺎ
∩⊂⊆∪ ⎯δθ/Ñ#ρ ì_$Òϑ9#
Artinya: ‘‘wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Makanasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. ‘‘
h)Hukuman teguran (Taubikh)
Hukuman takzir dalam hukum Islam antara lain adalah hukuman teguran/pencelaan (taubikh). Apabila hakim memandang bahwa hukuman teguran dapat memperbaiki dan mendidik terpidana, cukup baginya untuk menjatuhkan hukuman taubikh kepadanya.
i) Hukuman ancaman (Tahdid)
Hukuman ancaman (Tahdid) juga termasuk di antara hukuman takzir, dengan syarat bukan ancaman kosong dan hukumam ini akan membawa hasil serta dapat memperbaiki keadaan terpidana dan mendidiknya. Hukuman tahdid antara lain dengan ancaman apabila terpidana mengulangi perbuatannya, ia akan didera, dipenjara, atau dijatuhi hukuman yang lebih berat.
j) Hukuman penyiaran nama pelaku (Tasyhir)
Tasyhir adalah mengumumkan tindak pidana pelaku kepada publik. Hukuman tasyhir dijatuhkan atas tindak pidana yang terkait dengan kepercayaan, seperti kesaksian palsu dan penipuan.
54
k)Hukuman-hukuman lainnya
Hukuman yang telah disebutkan di atas adalah hukuman takzir terpenting yang bersifat umum dan dapat diterapkan pada setiap tindak pidana. Selain hukuman tersebut, ada beberapa bentuk hukuman yang tidak bersifat umum dan tidak dapat diterapkan pada semua jenis tindak pidana, antara lain:
− Dicabut dari hak kepegawaian (pemecatan/al-azlu minal wazifah)
− Pencabutan hak-hak tertentu (al-Hirman)
Artinya, sebagian hak terpidana yang ditetapkan oleh hukum Islam dicabut, seperti hak menduduki suatu jabatan, memberikan kesaksian, tercabutnya hak mendapat rampasan perang, gugurnya hak mendapatkan nafkah bagi isteri yang nusyuz, dan sebagainya. − Perampasan harta/materiil (al-musadarah)
Perampasan yang dilakukan meliputi penyitaan barang bukti tindak pidana dan barang terlarang.
− Pemusnahan (izalah)
Dalam hal ini termasuk memusnahkan bekas/pengaruh tindak pidana atau perbuatan yang diharamkan, seperti melenyapkan
55
bangunan yang berada di jalanan umum dan melenyapkan botolbotol minuman keras.
l) Hukuman denda (al-Gharamah)
Suatu hal yang disepakati oleh fuqaha bahwa hukum Islam menghukum sebagian tindak pidana takzir dengan denda. Para fuqaha masih berbeda pendapat tentang digunakannya hukuman denda bsebagai hukuman untuk setiap jarimah. Sebagian ada yang membolehkan dan sebgian lagi tidak membolehkannya. Di antara ulama yang membolehkannya adalah Imam Abu Yusuf, Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Ahmad. Sedangkan yang tidak membolehkannya adalah Imam Abu Hanifah dan Imam Muhammad bin Hasan.18
B. Klasifikasi Tindak Pidana Dalam Hukum Pidana Positif