• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PENUTUP

4.2. Saran

Untuk lebih mengembangkan pengetahuan Mahasiswa Program Studi Bahasa Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, penulis menyarankan beberapa hal :

1. Bagi mahasiswa di Program Studi Bahasa Arab, penulis mengharapkan untuk dapat lebih meningkatkan wawasan berfikir dalam memahami bagaimana bentuk penelitian melalui pendekatan psikologi sastra.

2. Dengan melihat realita yang ada bahwa penelitian sastra yang mengarahkan perhatian kepada analisis prosa atau al-hikam dengan pendekatan psikologi sastra masih sangat sedikit dan sangat terbatas, dan apa yang penulis lakukan ini adalah bagian dari keterbatasan tersebut. Maka dengan segala kekurangan dan kerendahan hati, penulis berharap agar Mahasiswa Departemen Sastra Arab untuk selanjutnya dapat memberikan perhatian terhadap pendalaman dan analisis karya sastra Arab, dengan tinjauan Psikologi Sastra khususnya, pendekatan Sosiologi Sastra dan Intertekstual umumnya.

3. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat membantu memberikan kontribusi terhadap pemahaman akan analisis karya sastra Arab, juga memberikan pemahaman tentang analisis psikologi, dalam karya sastra yang dikenal dengan pendekatan psikologi sastra.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian Psikologi Sastra

Wellek (1949:75) dalam Siswantoro (2005: 85) mengemukakan bahwa:

By “psychology of literature”, we mean the psychological study of the writer, as

type and as individual, or the study of the creative process, or the study of the psychological types and laws present within works of literature, or finally, the effects of literature upon its readers.

Yang dimaksud “psikologi sastra” adalah studi atau telaah analisis terhadap

penulis sebagai sosok yang bisa dipelajari lewat teori psikologi-teori psikologi tertentu, atau sebagai sosok individu yang berkepribadian khusus atau analisis terhadap proses penciptaan pada saat menulis, atau analisis terhadap tipe-tipe psikologis dan hukum-hukum psikologis yang hadir di dalam karya sastra atau pada akhirnya analisis terhadap pengaruh sastra atas para pembaca.

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tidak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Psikologi sastra juga mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah kedalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup disekitar pengarang, akan terproyeksi secara imajiner kedalam teks sastra.

Jatman (1985:165) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat, secara tidak langsung dan fungsional. Pertautan tidak langsung, karena baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra memiliki hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan Illahi secara riil, sedangkan dalam sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan imajinasi pengarang (Endraswara, 2003:96).

Dalam pandangan Wellek dan Warren (1990) dan Hadjana (1985: 60-61), psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan penelitian, antara lain :

1. Penelitian terhadap psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Studi ini cenderung ke arah psikologi seni.

2. Penelitian proses kreatif dalam kaitannya dengan kejiwaan. Studi ini berkaitan pula dengan psikologis proses keatif.

3. Penelitian hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.

4. Penelitian dampak psikologis teks sastra kepada pembaca (Endraswara, 2003:98).

Budi Utama (2004:138) mengemukakah tiga alasan psikologi sastra masuk dalam kajian sastra adalah sebagai berikut (1) untuk mengetahui perilaku dan motivasi para tokoh dalam karya sastra. Langsung atau tidak langsung, perilaku dan motivasi para tokoh tampak juga dalam kehidupan sehari-hari. (2) untuk mengetahui perilaku dan motivasi pengarang, dan (3) untuk mengetahui reaksi psikologi pembaca.

Karya sastra merupakan hasil ungkapan jiwa seorang pengarang yang di dalamnya melukiskan suasana kejiwaan pengarang, baik suasana sakit maupun emosi. Roekhan (dalam Aminudin 1990:91), Psikologi sastra memandang bahwa karya sastra sebagai hasil kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa dan diabadikan untuk kepentingan estetik.

Hubungan antara karya sastra dan psikologi juga dikemukakan oleh Suwardi (2004:96) yang mengemukan bahwa karya sastra dipandang sebagai gejala psikologis, akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa prosa atau drama sedangkan jika dalam bentuk puisi akan disampaikan melalui larik-larik dan pilihan kata khas.

Psikoanalisis adalah wilayah kajian psikologi sastra, terdapat titik temu antara penelitian sastra dan psikoanalisis. Seorang psikoanalisis akan menafsirkan penyakit jiwa seorang pasien lewat imajinasinya dan ucapannya. Demikian juga seorang kritikus sastra akan menafsirkan ungkapan bahasa dalam teks tertentu, dan akan terdapat pula titik temu secara historis. Psikoanalisis dapat digunakan untuk menilai karya sastra karena psikologi dapat menjelaskan proses kreatif. Misalnya, kebiasaan pengarang merevisi dan menulis kembali karyanya. Yang lebih bermanfaat dalam psikoanalisis adalah studi mengenai perbaikan naskah, koreksi, dan seterusnya. Hal itu berguna karena jika dipakai dengan tepat dapat membantu penulis melihat keretakan, ketidakteraturan, perubahan, dan distorsi yang sangat penting dalam suatu karya sastra. Psikoanalisis dalam karya sastra berguna untuk menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh dalam drama dan novel. Terkadang pengarang secara tidak sadar maupun secara sadar dapat memasukan teori psikologi yang dianutnya. Psikoanalisis juga dapat menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya.

Endraswara (2003:101), menyatakan bahwa Psikoanalisis pertama kali dimunculkan oleh Sigmun Freud, ia mengungkapkan tiga unsur kejiwaan manusia, yaitu :

1. Id atau Das Es adalah sistem kepribadian manusia yang paling dasar. Dalam pandangan Atmadja (1988:231), Id merupakan acuan penting untuk memahami mengapa seniman/sastrawan menjadi kreatif. Melalui Id pula sastrawan mampu menciptakan simbol-simbol tertentu dalam karyanya.

2. Ego atau Das Ich merupakan sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengarah individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan.

3. Super Ego atau Das Ueber Ich adalah sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai atau aturan yang bersifat evaluative (menyangkut baik buruk).

Pada hakikatnya, dalam setiap tingkah laku manusia terdapat motif atau alasan dari dalam diri manusia yang menyebabkan manusia itu berbuat sesuatu (Sobour, 2003:266). Selain motif, manusia juga dapat memiliki sikap terhadap bermacam-macam hal. Sikap senantiasa terarahkan kepada suatu objek, sebab tidak akan ada sikap tanpa ada objek (Gerungan, 2004:161).

2.2. Pengertian Motif

Dalam bahasa Arab motif disebut dengan ا /dā‟in/ (Bisri, 1999:215). Secara etimologis, motif atau dalam bahasa Inggrisnya motive, berasal dari kata motion, yang berarti “gerakan” atau “sesuatu yang bergerak”. Jadi, istilah “motif” erat berkaitan dengan “gerak”, yakni gerakan yang dilakukan oleh manusia, atau disebut juga perbuatan atau tingkah laku. Motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang bersangkutan yang menjadi pendorong untuk berbuat atau bertindak sesuatu. Motif sebagai pendorong pada umunya tidak berdiri sendiri, tetapi saling kait mengait dengan faktor-faktor lain, dan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi motif disebut motivasi.

Harol Koontz dan kawan-kawan dalam buku Management (1980:632) mengatakan bahwa :

“Motive is an inner state that energizes, activates, or moves

(hence‟motivation‟), and that directs or channels behavior toward goals” (motif

adalah suatu keadaan dari dalam yang memberi kekuatan, yang menggiatkan,

atau yang menggerakkan sehingga disebut „penggerakan‟ atau „motivasi‟ dan

yang mengarahkan atau menyalurkan perilaku ke arah tujuan-tujuan)”

Motif dapat diketahui dari perilaku, yaitu apa yang dikatakan dan apa yang diperbuat oleh seseorang. Motif juga dapat membantu seseorang untuk mengadakan prediksi tentang perilaku. Apabila orang dapat menyimpulkan motif dari perilaku seseorang dan kesimpulan tersebut benar, maka orang dapat memprediksi tentang apa yang akan diperbuat oleh orang yang bersangkutan dalam waktu yang akan datang. Jadi, sekalipun motif tidak menjelaskan secara pasti apa yang akan terjadi, tetapi dapat memberikan ide tentang apa yang sekiranya akan diperbuat oleh seseorang individu.

Fungsi-fungsi motif :

1. Motif berfungsi sebagai penyeleksi perbuatan manusia. 2. Motif menuju kearah tujuan.

3. Motif sebagai pendorong manusia agar terpenuhi kebutuhannya. 4. Segala tingkah laku yang bertujuan berpangkal pada motif.

Sifat-sifat motif : 1. Motif bersifat tetap

2. Motif selamanya bersifat subjektif. Pengaruh dari luar mungkin ada, tetapi alasan dari suatu perbuatan selalu berhubungan erat dengan pribadi seseorang yang mempunyai alasan itu.

Menurut Kuypers (1957) motif dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian, yaitu:

a. Motif Biologis, merupakan motif dasar yaitu motif untuk kelangsungan hidup manusia sebagai organisme. Motif ini timbul apabila adanya kebutuhan yang diperlukan. Apabila ada kebutuhan, maka hal ini memicu organisme untuk bertindak atau berprerilaku untuk memperoleh kebutuhan yang diperlukan. Motif biogenetis ini bercorak universal dan kurang terikat pada lingkungan kebudayaan tempat manusia itu kebetulan berada dan berkembang. Motif ini adalah asli dari dalam diri orang dan berkembang dengan sendirinya.

b. Motif Sosiologis, merupakan motif untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. Motif ini tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi berdasarkan interaksi sosial dengan orang-orang atau hasil kebudayaan orang. Motif sosial berbeda-beda sesuai dengan perbedaan yang terdapat diantara bermacam-macam corak kebudayaan di dunia.

c. Motif Teologis, merupakan motif yang mendorong manusia untuk mengadakan hubungan dengan Tuhan. Motif ini berasal dari interaksi antara manusia dan Tuhan, seperti yang nyata dalam ibadahnya dan dalam kehidupannya sehari-hari saat ia berusaha merealisasi norma-norma agama tertentu. Manusia memerlukan interaksi dengan Tuhannya untuk bisa menyadari tugasnya sebagai manusia yang berketuhanan dalam masyarakat yang beragam ini.

Berikut adalah kutipan dari kitab Al-Hikam “Untaian Hikmah Ibnu „Athaillah” pada bagian 1 halaman 17 yang menunjukkan motif :

ا ا ا ا ا ا ا

/sawābiqu al-himami lā takhriqu aswāra al-aqdāri/

“Menggebunya semangat tak akan mampu menerobos benteng takdir”.

Dari kutipan diatas dapat diketahui bahwa motif yang terdapat didalamnya ialah sekuat apapun hasrat yang dimiliki seseorang untuk mengubah hukum alam, hal itu tidak akan terjadi jika Sang Kuasa tidak berkehendak. Pertemuan antara kehendak manusia dengan kehendak-Nya bagaikan angin yang membatasi busur panah dengan sasaran. Meskipun perhitungan sangat akurat, namun bisa saja angin membelokkan busur kearah yang lain. Tugas seorang hamba hanyalah memfokuskan perhatian pada sasaran. Selanjutnya biarkan ketentuan-Nya yang bermain.

2.3.Pengertian Sikap

Dalam bahasa Arab sikap disebut dengan /mawqifun/ (Bisri, 1999:335). Jung mendefinisikan sikap sebagai suatu kecenderungan atau kesiapan untuk beraksi atau bereaksi dalam sebuah arah karakter. Sikap adalah syarat untuk terjadinya suatu tindakan dan merupakan suatu pernyataan evaluatif seseorang terhadap objek tertentu, orang tertentu atau peristiwa tertentu. Artinya sikap merupakan pencerminan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Perasaan ini yang menjadi konsep yang mempresentasekan suka atau tidak sukanya (positif, negatif atau netral) seseorang pada sesuatu (Siagian, 1995:121).

“An attitude is a cluster of ingrained beliefs and feelings about a certain object and a predisposition to act toward that object in a certain way” (suatu sikap adalah

sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu).

Berdasarkan defenisi di atas, sikap terdiri dari 3 komponen, yaitu :

1. Komponen kognitif (keyakinan), yaitu komponen yang terdiri dari pengetahuan. Pengetahuan inilah yang akan membentuk keyakinan dan pendapat tertentu tentang objek sikap.

2. Komponen afektif (emosi/perasaan), yaitu komponen perasaan yang menunjuk pada emosionalitas terhadap objek. Komponen ini berhubungan dengan perasaan senang atau tidak senang, suka atau tidak suka.

3. Komponen perilaku (tindakan), yaitu komponen kecenderungan tindakan seseorang, baik positif maupun negatif terhadap objek sikap.

Dengan demikian, jelas bahwa sikap pada dasarnya meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang, situasi, dan mungkin aspek-aspek lain dunia, termasuk ide abstrak dan kebijaksanaan sosial.

Sikap setiap orang sama dalam perkembangannya, tetapi berbeda dalam pembentukannya (Krech, Crutchfield, dan Ballachey, 1965:180). Hal ini menyebabkan adanya perbedaan sikap seseorang atau individu dengan sikap individu lain. Sikap seseorang terbentuk dari pengalaman dan melalui proses belajar, serta dilandasi oleh norma-norma yang sebelumnya telah dihayatinya sehingga dengan kaca mata norma-norma ini serta pengalamannya di masa lalu, ia akan menentukan sikap bahkan bertindak.

Pada hakikatnya, sikap memiliki fungsi-fungsi psikologis yang berbeda. Fungsi sikap bagi seseorang juga memengaruhi tingkat konsistensi orang itu dalam memegang sikapnya dan tingkat kemudahan mengubah sikap. Seperti yang dikemukakan oleh Katz (1960) dalam Calhoun & Acocella (1990) mengenai tiga fungsi penting dari sikap, yaitu:

1. Sikap mempunyai fungsi organisasi. Keyakinan yang terkandung dalam sikap manusia mengorganisasikan pengalaman sosial dan membebankan pada perintah tertentu dan memberinya makna.

2. Sikap memberikan fungsi kegunaan. Seseorang menggunakan sikap untuk menegaskan sikap orang lain dan selanjutnya memperoleh persetujuan sosial.

3. Sikap memberikan fungsi perlindungan. Sikap menjaga seseorang dari ancaman terhadap harga dirinya (Sobur, 2003: 355-369).

Sumber-sumber sikap yaitu :

1. Sikap bersumber dari pengalaman pribadi

2. Sikap negatif bersumber dari pemindahan perasaan yang menyakitkan. 3. Sikap bersumber dari pengaruh sosial.

Sikap dapat dibedakan kedalam sikap sosial dan sikap individual,

Sikap Sosial

Sikap sosial dinyatakan dengan cara-cara kegiatan yang sama dan berulang-ulang terhadap objek sosial, dan biasanya sikap sosial dinyatakan tidak hanya oleh seseorang tetapi juga oleh orang lain yang sekelompok atau semasyarakat. Sikap sosial menyebabkan terjadinya tingkah laku yang khas dan berulang-ulang terhadap objek sosial, dan karenanya maka sikap sosial turut merupakan suatu faktor penggerak dalam individu untuk bertingkah laku secara tertentu (Gerungan, 1987:150).

Dengan istilah “sikap sosial”, banyak konsep tercakup, mulai dari pendapat, keyakinan

sampai ke konsep abstrak tentang kepribadian. Sesuatu ditanggapi dengan enak, menyenangkan, memuakkan, memberi kedamaian, tentang benda, tingkah laku orang lain, situasi di masyarakat

maupun budaya dan agama, dapat dicakup dengan “sikap sosial”. Ekspresi sikap sosial tersebut akan muncul dengan kata atau perbuatan: setuju, tidak yakin, melawan, mematuhi perintah, terus terang, berani, membenci, tawakal, belajar giat, agresif pada siapapun dan apapun, dan sebagainya.

Masalah sikap sosial erat hubungannya dengan norma dan sistem nilai yang terdapat dalam kelompok, tempat individu tertentu menjadi anggota atau berhasrat mengadakan hubungan struktural organisatoris dan atau berhasrat mengadakan hubungan psikologis (Wuryo & Sjaifullah, 1983).

Sikap Individual

Sikap individual dimiliki oleh seseorang demi seseorang saja dan terdiri atas kesukaan dan ketidaksukaan pribadi, atau keyakinan dan ketidakyakinan atas objek tertentu. Sikap-sikap individual itu turut pula dibentuk karena sifat-sifat pribadi individu sendiri (Gerungan, 2004: 161-163).

Sikap individual terdiri atas kesukaan dan ketidaksukaan pribadi atas objek orang, hewan, dan hal-hal tertentu. Kita lambat laun memperoleh sikap suka atau tidak suka kepada seorang kawan atau seorang saingan, dan juga terhadap kejadian-kejadian yang berarti dalam kehidupan kita. Sikap-sikap individual itu turut pula dibentuk karena sifat-sifat pribadi sendiri (Sobur, 2003: 371).

Berikut adalah kutipan dari kitab Al-Hikam “Untaian Hikmah Ibnu „Athaillah” pada bagian 2 halaman 26 yang menunjukkan sikap :

ج ا ا ا ج ا

/idfin wujūdaka fī ari al-khumūli famā nabata mimmālam yudfan lā yatimmu natājuhu/

“Tanamlah wujudmu pada tanah kerendahan, sebab sesuatu yang tumbuh tanpa ditanam

hasilnya tidak akan sempurna”.

Dari kutipan diatas dapat disimpulkan sikap yang dapat diambil yaitu menghindari riya` dan sombong, belajar merendahkan diri untuk kebenaran. Sebab seseorang yang dengan bangga memamerkan kedudukannya hanya akan mendatangkan keburukan-keburukan dalam hidupnya di dunia dan akhirat kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. (2009). Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Aminuddin. (2000). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: PT Sinar Baru Algesindo. As-Sakandari, Syaikh Ibn „Atha‟illah (2010). Kitab Al-Hikam Petuah-Petuah Agung Sang Guru.

Jakarta : Khatulistiwa Press.

Atkinson dan Hilgard. (1996). Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Bin Muhammad, Ahmad. (2007). Lebih Dekat Kepada Allah: Jangan Asal Beriman. Bandung: Pustaka Hidayah.

Bisri dan Fatah. (1999). Kamus Al-Bisri Indonesia- Arab. Surabaya: Pustaka Progressif. Davidoff, Linda. (1991). Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

El-Hasani, Imam Sibawaih. (2010). Al-Hikam Untaian Hikmah Ibnu „Athaillah. Jakarta: Zaman.

Endraswara, Suwardi. (2003). Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Medpress. Gerungan, W.A. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Ibnu Su‟udi, Muhammad. (1994). Al-Adabu. Riyad: Al-Jami‟atu.

Kurniawan, Heru. (2009). Sastra Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Maulinahaq. (2010). Keterbatasan Prosa. (http://Maulinahaq.blogspot.com/2010/01/30/ keterbatasan-prosa.html), tanggal akses : 1 Juli 2011.

Nurgiyantoro, Burhan. (1998). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nursito. (2000). Ikhtisar Kesusastraan Indonesia. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa. Said, Fuad. (1984). Pengantar Sastra Arab. Medan: Pustaka Babussalam.

Sofyan, Nur chalis. (2004). Sastra Arab Sebuah Pengantar. Banda Aceh: Ar-Raniry Press. Suroto. (1989). Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Sobour, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia. Sutiasumarga, Males. (2000). Kesusastraan Arab. Jakarta: Zikrul Hakim.

Siagian, Sondang. (1989). Teori Motivasi Dan Aplikasinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Wellek dan Werren. (1977). Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

Walgito, Bimo. (1981). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.

Zubeirsyah dan Nurhayati. (2007). Bahasa Indonesia Dan Teknik Penyusunan Karangan Ilmiah. Medan: Universitas Sumatera Utara Press.

Royan, Babu. (2012). Tokoh Sufi: Syekh Ibnu „Athaillah, Penulis Kitab Al-Hikam. (http://babu-royan.blogspot.com/2012/01/05/Tokoh-Sufi:SyekhIbnu„Athaillah), tanggal akses: 30 Februari 2012.

Tashawwuf, Serambi. (2009). Sang Penulis Kitab Al-Hikam, Syaikh Ibnu „Athoillah ra.

(http://serambitashawwuf.blogsome.com/2009/12/07/ibnu-athoilah-al-iskandary- sang-penulis-kitab-al-hikam), tanggal akses: 5 Oktober 2011.

LAMPIRAN

Motif ada dua macam, yaitu motif sosiologis dan motif teologis. Sedangkan sikap individual terdiri dari komponen kognitif (keyakinan), komponen afektif (emosi/perasaan), dan komponen perilaku (tindakan). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut :

No. Jenis Motif & Komponen Sikap

Individual

Terdapat Pada Bagian &

Halaman

1. Motif Sosiologis Bagian 1 : 17, 18, 19, 21. Bagian 2 : 26. Bagian 3 : 35, 36, 40, 42, 43, 44. Bagian 5 : 62, 63. Bagian 6 : 72. Bagian 7 : 80, 81. Bagian 8 : 91. Bagian 10 : 103.

Bagian 11 : 106. Bagian 13 : 122. Bagian 14 : 133, 137. Bagian 16 : 150, 151. Bagian 17 : 160. Bagian 19

: 168, 169, 170, 171, 172, 173. Bagian 21 : 187, 188. Bagian 22 : 200. Bagian 23 : 201, 202, 203, 204. Bagian 24 : 209, 210, 211, 212, 213, 214, 215, 216, 217. Bagian 25 : 218, 219, 220, 221, 226, 227. Bagian 26 : 238. Bagian 27 : 256, 257, 258, 259, 260. Bagian 28 : 264, 265, 268, 269. Bagian 29 : 273, 279. Bagian 30 : 284, 286, 292.

2. Motif Teologis Bagian 1 : 15, 16, 20, 22. Bagian 2 : 24, 25, 28, 29, 30, 31, 32. Bagian 3 : 34, 37, 38, 39, 41, 42, 45, 46, 48, 50, 51. Bagian 4 : 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60. Bagian 5 : 64, 65, 66. Bagian 6 : 68, 69, 70, 71, 73, 74, 75, 76, 77, 78. Bagian 7 :82, 83, 84, 85, 88. Bagian 8 : 90, 92, 93, 94, 95. Bagian 10 : 101, 102, 103, 104, 105. Bagian 11 : 107, 108, 109. Bagian 12 : 110, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117. Bagian 13 : 118, 119, 120, 121, 123, 124, 125. Bagian 14 : 127, 128, 129, 130, 131, 132, 134, 135, 136, 137, 138, 139, 140, 141, 142, 143. Bagian 16 : 145, 146, 147, 148,

149, 15, 153, 154. Bagian 17 : 156, 157, 158, 159. Bagian 18 : 162, 163, 164, 165, 166, 167. Bagian 19 : 174, 175. Bagian 20 : 177, 178, 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185. Bagian 21 : 186, 189, 190, 192. Bagian 22 : 193, 194, 195, 196, 197, 198, 199. Bagian 23 : 205. Bagian 24 : 207, 208. Bagian 25 : 222, 223, 224, 225, 228, 229, 230, 231. Bagian 26 : 233, 234, 235, 236, 237, 239, 240, 241, 242, 243, 244, 245, 246, 247, 248, 249, 250. Bagian 27 : 252, 253, 254, 255. Bagian 28: 261, 262, 263, 266, 267, 270, 271, 272. Bagian 29 : 274, 275, 276, 77, 278, 281, 283. Bagian 30 : 285, 288, 289, 290, 91, 293, 294, 295, 296, 297. 3. Sikap Individual. Komponen Kognitif (Keyakinan) Bagian 1 : 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22. Bagian 2 : 24, 27, 29, 30, 31, 32. Bagian 3 : 34, 36, 38, 39, 41, 42, 43, 45, 48, 49, 50, 51. Bagian 4 : 54, 55, 56, 57. Bagian 6 : 69, 70, 71, 73, 74, 75, 76, 77, 78. Bagian 7 : 83, 84, 85, 88. Bagian 8 : 90, 92, 93, 95. Bagian 9 : 98. Bagian 10 : 101, 104, 105. Bagian 11 : 106, 108. Bagian 12 : 110, 111, 112, 114, 115, 117. Bagian 13 : 118, 120, 125. Bagian 14 : 127, 130, 131, 132, 133, 134, 135. Bagian 15 : 138, 140, 142, 147, 148.

Bagian 16 : 153, 154. Bagian 17 : 156, 160. Bagian 18

: 162, 163, 165, 166, 167. Bagian 20 : 177, 178, 179, 180, 181, 183, 184. Bagian 21 : 191, 192. Bagian 22 : 195, 196, 197, 198. Bagian 23 : 207, 208. Bagian 25 : 226. Bagian 26 : 236, 239, 242, 243, 244, 246, 247, 248, 250. Bagian 27 : 253, 255, 259. Bagian 28: 270, 271, 272. Bagian 29 : 276, 278, 279, 281, 283. Bagian 30 : 284, 286, 289, 290, 291, 293, 295, 296, 297.

Komponen Afektif (Emosi/ Perasaan)

Bagian 5 : 64, 65. Bagian 6 : 68. Bagian 8 : 94.

Bagian 10 : 103. Bagian 13 : 122, 124. Bagian 14 : 128, 129. Bagian 16 : 150. Bagian 17 : 157, 158.. Bagian 19 : 169, 172, 173, 174, 175. Bagian 21 : 187, 188. Bagian 23 : 201, 203. Bagian 25 : 220, 221, 225, 227, 228, 229, 230. Bagian 26 : 233, 234, 235, 245, 249. Bagian 27 : 252, 254, 256, 258, 260. Bagian 28: 261, 262, 263, 264, 265, 266, 267, 268, 269. Bagian 29 : 275. 5. Sikap Individual. Komponen Perilaku (Tindakan)

Bagian 1 : 15, 19. Bagian 2 : 26, 28. Bagian 3 : 35, 40, 44, 46. Bagian 4 : 60. Bagian 5 : 62, 63, 66.

Bagian 6 : 71, 72. Bagian 7 : 80, 81, 82. Bagian 8 : 91. Bagian 9 : 96, 97, 99. Bagian 10 : 102. Bagian 11

: 107, 109. Bagian 12 : 113, 116. Bagian 13 : 119, 121, 123. Bagian 15 : 137, 138, 139, 140, 141, 143.

Bagian 16 : 145, 146, 149, 151, 152. Bagian 17 : 159.

Bagian 18 : 164. Bagian 19 : 168, 170, 171. Bagian 20 : 182, 185. Bagian 21 : 186, 189. Bagian 22 : 193, 194, 199, 200. Bagian 23 : 202, 204, 205. Bagian 24 : 209, 210, 211, 212, 213, 214, 215, 216, 217. Bagian 25 : 218, 219, 222, 223, 224, 231. Bagian 26 : 237, 238, 240, 241. Bagian 27 : 257. Bagian 28: 272. Bagian 29 : 273, 274. Bagian 30 : 285, 288, 289, 292, 294.

Dokumen terkait