BAB IV PEMBAHASAN
5.2 Saran
Berkenaan dengan simpulan yangdigunakan , saran dikemukakan sebagai berikut:
1. Hasil penelitiann ini menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya dalam sebuah tuturan pada novel.
2. Peneliti mengharapkan agar peneliti berikutnya mengenai tindak tutur perlu dikaji lebih mendalam dan lebih luas karena masih banyak hal-hal lain yang belum terungkap terutama hsil penelitian tindak tutur ini dapat ditindaklanjuti dengan penelitian yang sama dalam skala lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
E, Bachruddin, Asep Saepul Hamdi. 2017.Metode Penelitian Kuantitatif: Aplikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta: Deepublish
Hendrawansyah. 2018. Paradok Budaya: Tinjauan Struktrualisme Genetik Goldman. Ponorogo: Penerbit Uwais Inspirasi Indonesia.\
Iskandar, Nur St. 1928. Salah Pilih. Jakarta: Balai Pustaka.
Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata Dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Makkinudin, Sasongko, Tri Hadiyanto. 2006. Analisis Sosial: Bersaksi Dalam Advokasi Irigasi. Bandung: Yayasan Akatiga.
Patrecia Latue, Yoan. 2017. “Tindak Tutur Ilokusi “ Der Besuch der Alten Dame” (jurnal skripsi), Manado: Universitas Sam Ratulangi.
Parera, J.D. 2004. Teori Semantik. Jakarta: Penerbit Erlangga
Rahardi, R. Kunjana. 2005. Pragmatik: kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
R P, Raesita. 2014. “Tindak Tutur Dalam Antologi Cerpen Ulang Tahun Perkawinan” (skripsi),Medan: Universitas Sumatera Utara
Sembiring, Oktavianus. 2015. “Analisis Pragmatik Pada Tindak Tutur Ilokusi Acara Ini Talkshow di Net Tv” (skripsi), Medan: Universitas Negeri Medan.
Setiawati, Eti dan Arista, Heni Dwi. 2018. Piranti Pemahaman Komunikasi dalam Wacana Interaksional (Kajian Pragmatik). Malang: UB Press. Silaban, chenny Christina Doharta. 2017. “Analisis Tindak Tutur Dalam Novel
Rahasia Sunyi karya Brahmanto Anindito Tinjauan Pragmatik” (skripsi), Medan: Universitas Sumatera Utara.
Simamora , Mega Lestari. 2016. “Tindak Tutur Ilokusi Dalam Upacara Perkawinan Adat Na Gok Batak Toba (kajian Pragmatik)” (Jurnal), Medan: Universitas Sumatera Utara.
Wibowo, Wahyu. 2006. Berani Menulis Artikel : Babak Baru Kiat Menulis Artrikel Untuk Media Massa Cetak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. West, Richard dan H Turner, Lynn. 2008. Pengantar Teori Komunikasi. Jakarta:
Salemba Humanika.
Widada, R.H. dan Prayogi, Icuk. 2010. Kamus Saku Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Benteng pustaka.
Yusri. 2016. Ilmu pragmatik dalam persepktif kesopanan Bahasa. Yogyakarta: Deepublish
LAMPIRAN DATA-DATA
Data Tindak Tutur Asertif
1. Bentuk tuturan:
Mariati: “ Ah, dengar, Asnah! Bekerja di sawah atau di ladang tentu lebih senang hatimu, daripada duduk dalam bilik, di tempat aku terpenjara dalam tiga hari ini. Ngeri sekali! Dan cahaya matahari pun mennjadi gangguan pula kepadaku. Padahal di luar terlalu banyak yang mesti dikerjakan.” (7/SP)
2. Bentuk Tuturan:
Mariati: “Beristirahat? Terima kasih banyak akan cara beristirahat semacam ini! Kadang-kadang aku berasa amat susah akan berbangkit pagi dinihari dari tempat tidurku. Akan tetapi dekat-dekat sedikit kepadaku, supaya hilang dukacitaku itu. Engkau dapat berbuat demikian , benar. Ah, kalau si Asri ada di sini! Boleh jadi ia akan lebih dapat meriangkan dan menyenangkan hatiku. Tetapi apa hendak dikata, ia tiada di rumah. Tahu engkau kehendakku, Asnah? Aku suka, jika ia keluar dari sekolah, pulang dan tinggal di sini. Niscaya ia dapat bercampur dengan daku beberapa tahun lagi, sampai kepada ajalku. Sebenarnya, Asnah, takkan baikkah kiranya, jika Asri tinggal dengan kita selama-lamanya?” (7/SP)
3. Bentuk tuturan:
Mariati: “ Tapi anakku masih kecil, belum berusia 16 tahun lagi. Jadi pekerjaan itu teramat berat bagimu. Ada kerja yang lebih baik bagimu daripada mengorbankan diri bagi orang lain itu. Engkau tidak sebatang kara di dunia ini, bukan?” (11/SP)
4. Bentuk tuturan:
Mariati: “Asnah! Sedianya tak usah engkau pergi ke rumah si upik Hitam itu,” (12/SP)
5. Bentuk tuturan:
Mariati: “Mungkin, karena banyak ragu! Akan tetapi tak usah kita perundingkan perkara yang sulit, berbelit-belit, dan berlingkar-lingkar itu. Makin direntang panjang, makin kusut dan mengacaukan pikiran. Sekarang aku hendak bertanya kepadamu: bagaimana pikiranmu tentang
6. Bentuk tuturan:
Saniah: “Lebih baik Asnah dikawinkan dengan seorang laki-laki yang suka membawa dia merantau ke negeri lain.” (151/SP)
nnnnnnnnnnnnnnnnnnn 7. Bentuk tuturan:
Asnah: ”Ke Pariaman lebih baik, lebih memenuhi hasrat hati kita, Kanda,” (256/SP)
8. Bentuk tuturan:
Mariati: ”Pisang, pisang atau gula! Rupanya si Liah hendak meracun aku. “ (19/SP)
9. Bentuk tuturan:
Mariati: “Aku sudah tua, Asri, aku berharap hendak hidup beserta engkau, dalam lingkunganmu beberapa tahun lagi. Jika engkau berangkat jua dari sini dan kalau sementara itu aku meninggal dunia, siapa yang akan meneyelenggarakan rumah dan harta benda kita nanti? Tambah pula engkau sudah besar!” (37/SP)
10. Bentuk tuturan:
Mariati: “Di daerah ini ada empat-lima anak gadis yang belum bertunangan. Ibu bapaknya sudah datang kepadaku meminta engkau akan jadi menantunya. Akan tetapi belum seorang jua yang kuterima, sebab aku insaf....sekarangboleh kau pilih sendiri, salah seorang! Lebih baik begitu.” (39/SP)
11. Bentuk tuturan:
Asri : “Bagaimana pikiranmu tentang diri dan fill Saniah di rumah berukir itu?”
Asnah : “Saya tidak kenal dia. Kami jarang sekali bertemu dan bercampur. Konon kabarnya ia elok sekali, tetapi kanda sendiri tahu hal itu, bukan?” (55/SP)
12. Bentuk tuturan:
Asri : “Ya, Adinda, mengapa adinda berdiam diri saja? Duduklah dekat dengan adik kanda itu.”
13. Bentuk tuturan:
Saniah : “Biar aku sendiri menanggung jawab terhadap kepada bunda. Itu kamar bujang-kosong di belakang, tidurlah Mak Sidi di situ.” Sidi Sutan : “Akan tetapi, Cik Muda, saya tidak sempat makan di Negeri tadi. ,maksud saya...” (201/SP)
14. Bentuk tuturan:
Mariati :“Sungguh, engkau akan panjang umur , Asri! Baru tadi pagi engkau kusebut-sebut. Tanyakan kepada adikmu! Dan sekarang engkau sudah hadir di sini. Sudah lama engkau datang, Asri.” (245/SP)
15. Bentuk tuturan:
Asri :“Sebagian hatimu sudah berubah terhadap kepadaku. Dahulu kalau aku baru sampai ke rumah, bukan buatan riang hatimu. Kamu peluk dan kamu cium aku, tapi sekarang, wahai, kamu berdukacita! Pikiranmu terbang jauh ke sawah itu atau....” (28/SP)
16. Bentuk tuturan:
Asri : “Benar, Asnah, hatiku sangat sedih akan bercerai dengan pelajaranku. Tapi ibu tidak tahu....,” (54/SP)
17. Bentuk tuturan:
Asri :“Apa salahnya? Aku tuan dan dia nyonyaku! Tapi tak usah sampai begitu benar. Hanya alangkah janggalnya: aku berjalan dahulu, ia kemudian....Aku nantikan, dia berhenti. Kalau aku sudah berjalan pula, barulah ia bergerak. Jarak kami semakin jauh jua. Perasaanku bertambah tidak senang. Tiba-tiba Saniah menjerit, aku berpaling ke belakang dan kelihatan seekor anjing mengejar dia. Cepat seperti kilat kupeluklah pinggangnya, dan kuenyahkan anjing itu.” (126/SP)
18. Bentuk tuturan:
Saniah : “Ia berang kepada saya. „Takkan saya izinkan Asnah keluar dari sini,‟ katanya. „Jangankan kau angan-angankan perkara itu.‟ dan mentua saya pun campur pula.... saya tidak mengerti sekali-kali, apakah yang diperoleh mereka itu draipadanya. Dan orang setangga pun amat saya akan dia, lebih-lebih si...ibu Liah, ya, ia pun tak ubah sebagai duri dalam daging jua kepada saya. Orang bertandang, jamu-jamu, hanya suka bercakap dengan dia dan Asnah saja. Dengan dia mereka itu duduk makan sirih dan berhandai-handai, seolah-olah dialah yang jadi kepala
Basri, demikian jua. Kalau sempat, hendaklah Bunda ingat kepadanya, bahawa saya tidak suka akan perangai serupa itu. jika saya hendak mengatur barang sesuatu pekerjaan, Kanda Asri berkata,‟Jangan, nanti kotor pakaianmu....Asnah dapat mengerjakan, ia tahu sekaliannya. Hati siapa tak kan panas, Bunda? Pendeknya, saya tak tahan lagi dibuat sedemikaian.”(147/SP)
19. Bentuk tuturan:
Saniah : “Sungguh saya di mata orang sebagai benalu di atas rumah mentua saya itu, Bunda. Malah diejekkan dan dihinakan. Lain agaknya kalau saya tetap di sini, atau kami berumah sendiri seperti Rusiah dan Tuan Tuan Sutan Sinaro di Bukittinggi. Bebas dari gangguan orang lain.” (147/SP)
20. Bentuk tuturan:
Asri : “Dan apa maksud kedatangan Engku ini?”
Hasan Basri : “Saya hendak menerangkan kepada Engkau, bahwa peri keadaan saya sangat berubah oleh kematian saudara saya itu. Dengan tidak di sangka-sangka, saya sudah beroleh pusaka yang amat banyak, toko di kutaraja itu sudah jadi hak milik saya sendiri.” (150/SP)
Data Tindak Tutur Direktif
21. Bentuk tuturan:
Asri : “Asnah, Asnah! Di mana engkau? Ada di dalam? Bukakan pintu, Adik!” (52/SP)
22. Bentuk tuturan:
Asri : “Lekaslah, Asnah, lekaslah. Aku hendak mengabarkan sesuatu perkara kepadamu, adakah kau dengar?” (52/SP)
23. Bentuk tuturan:
Tamu (perempuan) : “Ah, tak usah bersusah-susah pula, St. Bendahara, sebagai kami ini jamu yang datang dari jauh! Kami orang setangga belaka, bukan? Kedatang kami sekali ini hanya sekadar hendak memperlihatkan hati yang suci dan muka yang jernih kepada istrimu, orang setangga baru kami. Nah, selamat tinggal, sutan, ibu Mariati dan As...hai, mana Asnah tadi?”
Sitti Maliah : “ Tunggu sebentar. Duduk kembali, kakak dan adik-adik. Hendak kemana? Buru-buru benar? Silahkan ....” (126-127/SP)
24. Bentuk tuturan:
Saniah: “Masuk ke dalam, lekas. Dan tutupkan pintu itu. Lekas tukar pakaian Mak Sidi. Ambil kain sarung dan baju cina...,itu, di sangkutan!” (201/SP)
25. Bentuk tuturan:
Sania : “ Cis! Pengecut! Apa gunanya kau tahu jua aku di sini, kalau hatimu lekat kepada orang lain, kepada gadis yang hina itu? kini engkau hendak mendirikan rumah bersalin? Ha, untuk menampung anakmu dengan dia? Tentang itu engkau tidak malu? Cis ....”
Sitti Maliah : “ Asri, Anakku, ingat derajatmu! Turun, pergilah engkau
dari sini dahulu.” (205-206/SP)
26. Bentuk tuturan:
Rangkayo Saleah: “Tidak, mesti hari ini jua. Ayuh, supir, kencangkan lagi...!” (211/SP)
27. Bentuk tuturan:
Asri: “Tidak, Asnah, jangan Adinda lari dari hadapanku. Aku sudah ingat pula akan diriku. Hanya sebentar saja hilang akalku, erubah pemandanganku, sebab hatiku sangat gairah oleh karena khayal itu! Wahai, Adinda, jika kuketahui sejak dari dahulu apa yang termateri dalam hatimu dan dalam hatiku sendiri....Ya, Adinda, dan sekarang terlambat sudah! Masih ingatkah Adinda akan perkataan ibu, ketika beliau hendak menghembuskan napasnya, melepaskan nyawanya yang
penghabisan....? Benar, Adinda, mataku buta...sejak dahulu,
sebabdisaputi...oleh perasaanlain; oleh adat. Sehingga tidak tampak olehku keadaan yang sejuk, segar, elok dan molek itu, keadaan yang dapat menjadikan aku berbahagia...dengan tidak berpikir sudah kubenarkan saja permintaan orang yang selalu meracun hatiku. Ya, alangkah butanya mataku, sehingga tidak tidak tampak olehku bahagia lepas dari dalam tanganku.” (182/SP)
28. Bentuk tuturan:
Asri : “Tidak, tidak, Asnah, Jangan pergi dari sini,” (183/SP) 29. Bentuk tuturan:
Saniah : “Ampun, Kanda suamiku....aku sudah menempuh jalan hidup, yang sudah disurihkan baik-baik kepadaku oleh Rusiah dan Tuan St. Sinaro. Tapi kutempuh jua jalan ke jurang. Ampuni kesalahanku, dosaku, ya, Kakanda.” (210/SP)
30. Bentuk tuturan:
Mariati : “Sebab tidak perlu diingatkan kepadamu lagi. Engkau harus tetap jadi anakku dan riang. Engkau tak usah bermuram durja, karena hal yang merawankan hati ini.”(13/SP)
31. Bentuk tuturan:
Asnah : “Itu menurut adat...yang telah Kakanda...amalkan, agaknya. Akan tetapi, menurut adat kita yang Kakanda katakan kuno itu lain sekali. Dan , maaf, dimisalkan saya ini sungguh adik kandung Kakanda, namun adat kita itu harus jua Kakanda hormati.” (28/SP)
32. Bentuk tuturan:
Asri : “Saya buat Rekes malam ini dan saya antarkan besok pagi kepada kemendur itu. sekarang perkara yang kedua lagi. Hendak kawin kata ibu? Sudah tampakkah oleh ibu seorang anak gadis, yang patut akan jadi menantu ibu?”
Mariati : “Belum, aku belum menerima permintaan orang lagi. Padahal sesungguhnya, secara adat negeri kita sudah lama hendak engkau bertunangan,-bukan, melainkan berbini. Amat malu seorang ibu, jika anaknya, baik laki-laki aik pun perempuan, telah berumur 15 tahun lebih belum jua kawin. Sebagai tak berbangsa dan tak laku! Tidak ada orang yang setua engkau ini-sudah berumur 19 tahun masih bujang. Akan tetapi aku tidak berasa malu, kecuali jika engkau kawin sebelum berkepandaian, belum dapat mencari rezeki sendiri, sehingga engkau dan anak binimu jadi beban orang lain kelak. Oleh karena itu aku nantikanlah waktu yang baik bagimu. Dan lagi sangkaku, lebih baik engkau sendiri memilih „kawan hidup‟ itu. sebab itu cobalah layangkan pandanganmu sekeliling kampung kita ini.” (39/SP)
33. Bentuk tuturan:
Marati:“ Seluas-luasnya, menurut cara adat Eropa, tentu tidak dapat! Melainkan adat kita juga, dan akan kau lihat dan rasai kelak, jika engkau sudah bertunangan. Angsur-angsur bak menyimpai! Jika pertunangan itu kau lakukan dengan hemat dan cermat, akan tercapai juga cita-citamu itu.
sangat utama kau pikirkan ia engkau harus beroleh seorang perempuan yang sehat, yang akan memberi anak yang sehat pula kepadamu. Karena anak-anak itulah yang akan menyempurnakan kehidupan dan keturunan kita!dan orang di rumah berukir itu adalah keturunan orang baik-baik belaka.” (47/SP)
34. Bentuk tuturan :
Asnah : “Tak dapat dielakkan lag, Kanda. Tak mungkin selamanya Kanda duduk di bangku sekolah. Dukacita yang sedemikian akan segera hilang lenyap, jika Kanda sudah bekerja kelak. Alangkah senangnya jadi amtenar. Jadi pegawai pemerintahan yang sudah dipusakai oleh keluarga Kakanda. Patah tumbuh hilang berganti. Pak tua hilang, Kakanda gantinya dan meneruskan riwayat....senang, bukan? Dan di dalam kehidupan yang baru itu niscaya akan beribu-ribu kesuakaan Kanda Peroleh.” (54/SP)
35. Bentuk tuturan:
Asnah: “Kalau pendirian Kakanda sudah setegas dan setetap itu., apa jua pun takkan dapat menggelisahkan hati dan meragukan pikiran Kakanda. Saya percaya, bahwa Saniah lama-kelamaan tentu akan menurut segera kehendak Kakana dengan cinta dan kasihnya. Asal Kakanda sabar....Nah, sekarang mari kita naik ke rumah pula. Tadi makcik tengah memasak makanan yang menerbitkan air selera Kakanda selama ini. ibu menanti-nanti Kakanda akan makan bersama-sama, duduk sehamparan. Itu pun jika Kakanda ingin menyela-nyela cara santap berdulang di istana pengantin dengan keiasaan kita itu.” (123/SP)
36. Bentuk tuturan:
Sitti Maliah: “ Asal Asri sendiri tetap bijaksana, sabar, dan dapat membimbing istrinya dengan baik. Tapi sekarang tak usah terlalu dipikirkan hal itu. Riangkan hati, jernihkan air mukamu, Asri!” (134/SP)
Data Tindak Tutur Ekspresif
37. Bentuk tuturan :
Asnah : “walaupun demikian tak baik begitu saja, ibu-ibu. Oh, mana Kak Saniah? Tapi silakan, mari makan juadah ini. seada-adanya,”
38. Bentuk tuturan:
Hasan Basri: “Sekali lagi saya minta terima kasih kepada engku atas kesucian hati engku akan memberi saya bercakap-cakap dengan Asnah sedemikian. Moga-moga perkara itu akan baik jalannya....” (174/SP) 39. Bentuk tuturan:
Mariati: “Syukur, usahamu diberkati Allah.” (10/SP) 40. Bentuk tuturan:
Asri : “Saya sudah salah. Maaf, ibu-ibu dan kakak sekalian. Sangka saya, saya masih di Jakarta,eh di negeri...yang bebas.” (88/SP)
41. Bentuk tuturan:
Asri : “Maafkan segala kesalahan kakanda, ya, istriku.” (131/SP) 42. Bentuk tuturan:
Asri : “Tidak, tidak. Adinda tidak dapat berbuat demikian-tidak mungkin! Aku sendiri yang salah, itulah sebabnya terlamat! Sekarang baru kuketahui betul-betul, betapa aku mendukacitakan hatimu dengan kebodohanku itu. Wahai ....ya, maafkan kesalahan dan kebebalanku ini, Asnah!” (183/SP)
43. Bentuk tuturan:
Saniah: “Sebab-karena Kanda sudah melanggar adat dan agama; berjabat tangan dengan perempuan lain.” (128/SP)
44. Bentuk tuturan:
Asri : “O ya, Ibu Mariah yang pengasih itu! kemarin aku pun dipeluk diciumny. Barangkali sangkanya, aku masih kanak-kanak jua. Dan tentu saja ia amat kasih kepada Asnah. Siapa takkan kasih kepada anak yang rajin itu! Apalagi ibu Mraiah tiada beranak.” (78/SP)
45. Bentuk tuturan:
Asri : “Jika dapat, sukalah aku duduk begini berjam-jam lamanya. Pandanganmu yang lemah lembut itu dapatmenghilangkan kesusahan dan waswasku.”(120/SP)
46. Bentuk tuturan:
Asri : “ Baik benar hati ibu dan adik , masih sudi menyenangkan hatiku Jua!” (134/SP)
Data Tindak Tutur Komisif
47. Bentuk tuturan:
Asnah : “Akan Kanda dapati saya selalu bilamana berguna bagi Kakanda. Dan tingkah laku saya terhadap kepada Saniah pun takkan menyusahkan Kanda, sebab saya harus insaf betul akan kedudukan saya ini sebagai...” (58/SP)
48. Bentuk tuturan:
Asnah : “Baik, Ibu, Nasihat Ibu Akan saya pegang teguh-teguh.” (167/SP) 49. Bentuk tuturan:
Asri: “Akan cukup rasanya, jika aku berkata kepadamu dengan lurus, bahwa antara aku dengan Asnah sampai kepada hari ini tidak pernah terjadi perkara yang salah. Betul aku kasih kepadanya, tetapi „kasih‟ itu tidak lain daripada kasih kakak kepada adik. Lain tidak! Nah, itulah sumpahku! Cabutlah perkataanmu tadi itu-kalau tidak, ya Allah-engkau mengetahui siapa aku ini!” (190/SP)
50. Bentuk tuturan:
Mariati: “ Tak usah engkau susahkan. Sudah terpikir olehku, bahwa engkau takkan kaut bekerja tanah. Tidak kuat tak berarti tak mau, bukan? Dan perkara kerja yang akan sesuai dengan dirimu pun sudah kuusahakan. Aku sudah minta tolong kepada Engku Dt. Penghulu Besar, kepala negeri yang sekarang ini, akan memicarakan dirimu dengan kemendur Maninjau. Kata tuan itu kepadanya: kebetulan kini ada terbuka pekerjaan klerk di kantornya. Jadi, jika engkau segera memasukkan surat permintaan kepada Tuan Residen Padang, dengan perantaraan kemendur itu, niscaya boleh kau harapkan pangkat itu.” (38/SP)
Data Tindak Tutur Deklarasi
51. Bentuk tuturan:
52. Bentuk tuturan:
Rangkayo Saleah: “ Aku yang berkuasa atas anak-anakku. Apa yang sudah ku kakatakan tadi itu, tetap sudah,-tak dapat diubah lagi. Malu benar aku, jika annaku kawin di rantau orang, seakan-akan ia tidak laku di negerinya. Jadi sekali lagi kukatakan, aku tidak suka memperkenankan kehendakknya itu. jika ia kawin tidak seizinku, nah putus aku beranak kepadanya. Sekarang Engku balaslah surat itu dan engku kabarkan keputuskan itu.” (137/SP)