• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka peneliti memberikan saran sebagai evaluasi sebagai berikut :

1. Bagi masyarakat

a. Harus bisa memanfaatkan dan menikmati kehadiran Wira Koperasi Satolop. Karena masih banyak masyarakat yang belum mau terbuka hatinya untuk tergabung di Wirakop. Masyarakat masi memandang Wira Koperasi sebagai sebuah organisasi yang kurang modern. Padahal jika saja mau membuka diri banyak manfaat yang akan didapatkan oleh masyarakat seperti yang telah diuraikan di dalam hasil penelitian

b. Masyarakat petani kopi yang tergabung dalam keanggotaan Wira Koperasi Satolop juga harus memenuhi hak dan kewajibannya. Sehingga akan ada titik temu antara realisasi program koperasi dengan manfaat dan perubahan taraf hidup yang didapatkan oleh para anggota khususnya dan masyarakat luas umumnya.

2. Bagi Wira Koperasi Satolop

a. Peningkatan pelaksanaan program-program dalam meningkatkan kualitas kesejahteraan yang akan diperoleh anggota. Khususnya bagi para petani kopi, jadwal penyuluhan termasuk efisiensi waktu dan pemateri yang berkualitas supaya diberikan kepada mereka.

b. Peningkatan kualitas pendidikan pegawai/karyawan Wirakop juga diperlukan supaya terjadi juga peningkatan kualitas pelayanan.

c. Peningkatan koordinasi dengan pemerintah supaya semakin banyak kegiatan perkoperasian yang diadakan oleh pemerintah yang di ikuti oleh Wirakop Satolop guna mengembangkan kualitas dalam mensejahterakan anggotanya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lembaga Sosial

Secara umum, pengertian lembaga sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai tujuan tertentu yang oleh masyarakat dianggap penting. Sistem norma itu mencakup gagasan, aturan, tata cara, kegiatan dan ketentuan sanksi (reward and punishment system). Keberadaan lembaga sosial bermula dari kebutuhan masyarakat akan keteraturan dalam kehidupan bersama yang terbentuk dari nilai, norma, adat istiadat,tata kelakuan, dan unsur budaya lainnya yang hidup di masyarakat.

Nilai dan norma yang baru setelah dikenal, diakui dan dihargai oleh masyarakat akan ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Proses tersebut akan berlanjut kenilai dan norma social yang diserap oleh masyarakat dan mendarah daging. Proses penyerapan tersebut dinamakan dengan internalisasi (internalization). Setelah itu, lama kelamaan akan berkembang menjadi bagian dari suatu lembaga.

Namun tidak semua norma-norma yang ada dalam masyarakat merupakan lembaga sosial, karena untukmenjadi lembaga sosial sekumpulan norma mengalami proses yang panjang. Proses yang dilewati nilai dan norma social baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga social yang dalam masyarakat disebut dengan proses pelembagaan (institusionalized). Menurut Soerjono Soekanto, lembaga soial memiliki fungsi yang dapat dilihat pada bagan berikut :

Bagan 2.1 Fungsi Lembaga Sosial oleh Soerjono Soekanto

Lembaga sosial atau dikenal juga sebagi lembaga kemasyarakatan salah satu jenis lembaga yang mengatur rangkaian tata cara dan prosedur dalam melakukan hubungan antar manusia saat mereka menjalani kehidupan bermasyarakat dengan tujuan mendapatkan keteraturan hidup. Lembaga social memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a.Memberikan pedoman pada anggota-anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bersikap atau bertingkah laku dalam menghadapi masalah-masalah yang muncul atau berkembang dilingkungan masyarakat, termasuk yang menyangkut hubungan pemenuhan kebutuhan.

b. Menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan

c. Memberikan pengarahan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial, yaitu sistem pengawasan terhadap anggotanya (Soekanto, 2012)

1) Suatu organisasi pola-pola pemikiran dan pola perilaku yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya

2) Memiliki suatu tingkat kekekalan khusus, maksudnya suatu nilai atau norma akan menjadi lembaga yang setelah mengalami proses percobaan dalam waktu yang relative lama

3) Memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu

4) Memiliki alat kelengkapan yang digunakan untuk mencapai tujuan lembaga tersebut. Umumnya alat ini antara satu masyarakat dan masyarakaat lainnya berbeda 5) Mempunyai lambang sebagai simbol dalam menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga tersebut.

6) Merumuskan tujuan dan tata tertibnya, lembaga memiliki tradisi yang tertulis dan yang tidak tertulis (Koentjaraningrat, 2009).

Lembaga sosial juga memiliki sifat-sifat umum antara lain berfungsi sebagai unit dalam sistem kebudayaan sebagai satu kesatuan bulat, memiliki tujuan yang jelas, relatif kokoh, sering menggunakan hasil kebudayaan material dalam menggunakan fungsinya, dan sifat karakteristik merupakan sebuah lambing serta umumnya sebagai tradisi tertulis ataupun lisan. Terdapat beberapa lembaga social yang sangat erat dengan orientasinya antara lain lembaga keluarga, lembaga politik, lembaga pendidikan, lembaga ekonomi, lembaga agama dan lembaga budaya (Koentjaraningrat, 2009).

Istilah koperasi berasal dari bahasa asing coperation, co yang artinya bersama, operation artinya usaha.Jadi koperasi berarti badan atau wadah usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan prinsip koperasi dan sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.Koperasi merupakan kumpulan orang dan bukan kumpulan modal.Koperasi harus betul-betul mengabdi kepada kepentingan perikemanusiaan semata-mata dan bukan kepada kebendaan.Kerjasama dalam koperasi didasarkan pada rasa persamaan derajat, dan kesadaran para anggotanya.Koperasi merupakan wadah demokrasi ekonomi dan sosial.Koperasi adalah milik bersama para anggota, pengurus maupun pengelola.Usaha tersebut diatur sesuai dengan keinginan para anggota melalui musyawarah rapat anggota (Edilius dan Sudarsono, 2010).

Dasar penjenisan koperasi sesuai kebutuhan dari dan untuk maksud efisiensi karena kesamaan aktivitas atau keperluan ekonominya.Koperasi mendasarkan perkembangan pada potensi ekonomi daerah kerjanya.Tidak dapat dipastikan secara umum dan seragam jenis koperasi yang mana diperlukan bagi setiap bidang.Penjenisan koperasi seharusnya diadakan berdasarkan kebutuhan dan mengingat tujuan efisiensinya.Ada dua jenis koperasi yang cukup dikenal luas oleh masyarakat, yakni KUD (Koperasi Unit Desa) yaitu tumbuh dan berkembang subur pada masa pemerintah orde baru.KSP (Koperasi Simpan Pinjam) yaitu tumbuh dan berkembang dalam era globalisasi saat ini.Sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asa kekeluargaan, koperasi memiliki tujuan untuk kepentingan anggotanya antara lain, meningkatkan kesejahteraan, menyediakan kebutuhan, membantu modal, dan mengembangkan usaha (Hendrojogi, 2004).

Dalam praktiknya, usaha koperasi disesuaikan dengan kondisi organisasi dan kepentingan anggotanya. Berdasarkan kondisi dan kepentingan inilah muncul jenis-jenis koperasi berdasarkan fungsinya yaitu:

1. Koperasi Konsumsi, fungsinya untuk memmenuhi kebutuhan umum sehari-hari para anggotanya. Yang pasti barang kebutuhan yang dijual di koperasi harus lebih murah dibandingkan tempat lain.

2. Koperasi Berdasarkan Jasa, fungsinya untuk memberikan jasa keuangan dalam bentuk pinjaman kepada para anggotanya.

3. Koperasi Berdasarkan Produksi, untuk membantu penyediaan bahan baku, penyediaan peralatan produksi, membantu memproduksi jenis barang tertentu serta membantu menjual dan memasarkannya hasil produksi tersebut.

Tipe ataupun jenis koperasi diatas jika dimasukkan dalam satu pengertian maka akan terbentuk dalam Koperasi Serba Usaha, dengan kata lain Koperasi yang memiliki beberapa fungsi-fungsi yang dijalankannya dapat disebut sebagai Koperasi multipurpose (Ropke, 2012)

Di dalam Bab III, bagian pertama pasal 4 UURI No. 25/1992 diuraikan fungsi dan peran koperasi, yaitu :

1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.

2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat.

3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.

4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi (Firdaus dan Susanto, 2013).

2.3 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan usaha untuk membuat masyarakat menjadi berdaya melalui upaya pembelajaran sehingga mereka mampu untuk mengelola dan bertanggung jawab atas program pembangunan dalam komunitasnya. Pembelajaran tersebut diimplementasikan dalam rangkaian pengembangan kapasitas masyarakat, dimana pelaksanaannya harus disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan masyarakat setempat karena pada dasarnya setiap komunitas bersifat unik.

Terdapat lima prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut:

1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap kegiatan yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis, dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang diperoleh didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan lainnya.

2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan.

3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik.

4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan baik yang berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya.

5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro (Adi, 2008).

Pemahaman mengenai konsep pemberdayaan tidak bisa dilepaskan dari pemahaman mengenai siklus pemberdayaan itu sendiri, karena pada hakikatnya pemberdayaan adalah sebuah usaha berkesinambungan untuk menempatkan masyarakat menjadi lebih proaktif dalam menentukan arah kemajuan dalam komunitasnya sendiri. Artinya program pemberdayaan tidak bisa hanya dilakukan dalam satu siklus saja dan berhenti pada suatu tahapan tertentu, akan tetapi harus terus berkesinambungan dan kualitasnya terus meningkat dari satu tahapan ke tahapan berikutnya.

Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada dimasyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Partisipasi digunakan untuk menggambarkan

proses pemberdayaan (empowering process). Dalam hal ini, partisipasi dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan (enable) masyarakat lokal untuk melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah, mengambil keputusan sendiri tentang alternatif pemecahan masalah apa yang ingin mereka pilih (Adi, 2008).

Berdasarkan uraian diatas, maka hasil dari sebuah upaya pemberdayaan akan sangat tergantung dari kondisi masyarakat dan peran serta semua stakeholder yang terlibat dalam program pemberdayaan tersebut. Partisipasi masyarakat yang masuk dalam keanggotaan koperasi juga sangat diperlukan dalam kelancaran kegiatan perkoperasian. Saat suatu program di selenggarakan maka yang menjadi sasaran utamanya adalah anggota khususnya dan masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan prinsip koperasi “dari,oleh dan untuk anggota” maka diperlukan keikutsertaan ataupun peran aktif dari anggota koperasi untuk kelancaran kegiatan koperas (Ropke, 2012).

2.4 Struktural Fungsional

Secara sosiologis terjadinya suatu pembangunan pada masyarakat memiliki kaitan yang erat dengan teori fungsionalisme struktural.Teori ini menjelaskan tentang adanya suatu struktur yang saling berkaitan dalam suatu masyarakat dan juga teori ini menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan di masyarakat.Masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian yang saling berkaitan dan menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada

suatu bagian masyarakat akan membawa perubahan juga terhadap bagian yang lain. Semua peristiwa dan semua stuktur adalah fungsional pada masyarakat.

Robert K.Merton mengemukakan bahwa:

1. Fungsi adalah akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu sistem.

2. Disfungsi adalah akibat-akibat negative yang muncul dalam penyesuaian suatu sistem.

3. Fungsi manifest adalah fungsi yang diharapakan.

4. Fungsi laten adalah fungsi yang tidak diharapkan (Ritzer, 2010)

Suatu pranata tertentu dapat fungsional terhadap suatu unit tertentu dan sebaliknya disfungsional terhadap unit sosial lain. Sehingga dalam koperasi tidak lepas dari teori Robert K.Merton, bahwa terdapat kesaling terkaitan antar sesama anggota, dan anggota dengan pengurus koperasi dengan menuju suatu tujuan yang sama.

Menurut Robert K.Merton konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu ada yang mengarah pada integrasi dan keseimbangan atau disebut dengan fungsi manifest, tetapi ada pula konsekuensi- konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu yang tidak diketahui. Oleh karena itu, menurut pendapatnya konsekuensi-konsekuensi objek dari individu dalam perilaku tersebut ada yang bersifat fungsional dan ada pula yang bersifat disfungsional. Ia juga mengemukakan tentang non fungsi, yang didefenisikan sebagai konsekuensi yang

tidak relevan bagi suatu sistem. Karena masyarakat begitu kompleks dan saling berhubungan, maka mustahil meramalkan secara tepat semua akibat dari suatu tindakan. Lembaga ini mempunyai fungsi manifest yang merupakan tujuan lembaga yang diakui dan mempunyai fungsi laten yang merupakan hasil yang tidak dikehendaki dan mungkin tidak diakui (Ritzer, 2010)

Menurut Robert K. Merton, secara sederhana fungsi manifest adalah suatu yang dikehendaki dan diterima oleh para partisipan dalam suatu tindakan. Sesuatu itu dikehendaki karena sesuai dengan tujuan organisasi. Misalnya suatu lembaga ekonomi harus menghasilkan dan mendistribusikan kebutuhan pokok dan mengarahkan arus modal ketempat yang membutuhkan. Fungsi manifest adalah jelas,diakui dan biasanya di puji. Terdapat beberapa konsekuensi lembaga yang tidak dikehendaki dan tidak dapat diramalkan. Lembaga ekonomi tidak hanya memproduksi dan mendistribusikan kebutuhan pokok, tetepi kadang kadang juga meningkatkan pengangguran dan pemberdayaan kekayaan.Dalam artian singkat fungsi laten adalah sesuatu yang tidak dikehendaki dan tidak diterima oleh para partisipan karena tidak sesuai dengan tujuan organisasi (Ritzer, 2010).

2.5 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan temuan peneliti, ada beberapa penelitian yang hampir sama dengan penelitian ini diantaranya :

1. Fungsi Koperasi Simpan Pinjam Terhadap Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Danau (Studi Deskriptif Pada Nelayan di Desa Hutalontung, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara).

Penelitian ini dilakukan oleh Ricat Rajagukguk. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana fungsi koperasi simpan pinjam dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan yang tergabung dalam koperasi sada tahi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dengan melakukan teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara mendalam. Kemudian data yang diperoleh dianalisis untuk mencari hubungan atas jawaban dari informan sehingga mencapai tujuan penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa dari responden yang merupakan anggota koperasi simpan pinjam sada tahi mengakui bahwa koperasi sangat tepat untuk membantu para anggota dalam mengatasi persoalan ekonomi. Peranan koperasi yang dijalankan berupa pemberian modal pinjaman yang dikumpulkan para anggota melalui simpanan pokok dan simpanan wajib juga dari berbagai sumber lainnya. Keberhasilan koperasi terlihat dari keaadaan para anggota koperasi sebelum dan sesudah menjadi anggota koperasi sada tahi.

2. KREDIT MIKRO DAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PEDESAAN (Study Komparatif Program Kredit Mikro Bank BRI dan Credit Union di Kelurahan Pasar Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

Penelitian ini dilakukan oleh Ignatius R.E. Sitohang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui kredit mikro yang dilakukan oleh BRI Unit dan Credit Union di Kelurahan Pasar Siborongborong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan komparatif, dengan teknik pengumpulan data studi kepustakaan, observasi, dan wawancara.

Dari hasil penelitian diketahui strategi pemberdayaan dan implementasi program yang dilakukan oleh BRI Unit adalah bisnis usaha mikro, kecil dan menengah dan masyarakat yang membutuhkan modal dan investasi dengan pendekatan komersil sebagaimana prinsip-prinsip perbankkan yang sehat pada umumnya. Peminjam harus mempunyai usaha yang akan dikembangkan melalui pinjaman tersebut. Sedangkan pendekatan Credit Union Satolop Siborongborong adalah masyarakat yang menjadi anggota lebih mengkhususkan pada masyarakat kecil dan menengah yang memerlukan modal kerja atau berusaha dengan pendekatan prinsip-prinsip operasi koperasi kredit.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Organisasi koperasi terdapat hampir disemua negara industri dan negara berkembang.Pada mulanya organisasi tersebut tumbuh di negara industri di Eropa Barat, namun setelah adanya kolonialisme di beberapa negara di Asia, Afrika dan Amerika Selatan koperasi juga tumbuh di negara- negara jajahan. Beberapa negaramemanfatkan koperasi sebagai suatu alat untuk meningkatkan kesejahteraan, bahkan koperasi sebagai salah satu alat pemerintah dalam melaksanakan pembangunan.

Dahulu koperasi hanya menekankan pada kegiatan simpan pinjam dimana keadaannya masih cukup sulit. Meski banyak koperasi dalam posisi kuat dan menguntungkan, namun lebih banyak lagi yang berada dalam kondisi lemah dan sangat tergantung pada dana dari pemerintah. Kemudian setelah koperasi simpan pinjam, koperasi berkembang menjadi koperasi serba usaha yang juga menyediakan barang-barang konsumsi.Namun sekarang koperasi Indonesia mulai merambah pada penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi (Hendrojogi, 2004).

Koperasi modern didirikan pada akhir abad ke 18 terutama sebagai jawaban atas masalah-masalah sosial yang timbul selama tahap awal Revolusi Industri. Perubahan-perubahan yang berlangsung saat itu terutama disebabkan karena perkembangan ekonomi pasar dan penciptaan berbagai persyaratan pokok dalam ruang lingkup dimana berlangsung proses industrialisasi serta modernisasi

perdagangan dan pertanian yang cepat. Industri yang mula-mula bercorak padat karya berubah menjadi padat modal dan produksi yang mula-mula dilaksanakan berdasarkan pesanan berubah menjadi industri yang memproduksi untuk kebutuhan pasar.Perubahan ini membawa dampak terhadap berbagai kalangan masyarakat(Hendrojogi, 2004).

Sebagai Negara jajahan, Indonesia juga mengenal sistem koperasi modern pada awal tahun 1896 yang muncul dari adanya politik etis Belanda.Seorang patih praja bernama R. Aria Wiria Atmadja di Purwokerto merintis pendirian suatu bank simpanan (hulp end spaarbank) untuk menolong para pegawai negeri (kaum priyayi) yang terjerat hutang dari kaum lintah darat.Usaha ini mendapat bantuan dari asisten residen Belanda yang bertugas di Purwokerto bernama E. Sieburgh.Pada tahun 1898, ide R. Aria Wiria Atmadja ini diperluas oleh De Walff Van Westerrode sebagai pengganti E. Sieburgh.Bank tidak hanya membantu pegawai negeri saja, tetapi juga petani dan pedagang kecil.Tetapi cita-cita dari R. Aria Wiria Atmadja ini tidak dapat berlanjut karena mendapat rintangan dan hambatan sebagai akibat kegiatan politik pemerintah penjajah pada waktu itu(Firdaus dan Susanto, 2004).

Bersamaan dengan lahirnya kebangkitan nasional, antara tahun 1908-1913, Boedi Oetomo mencoba memajukan koperasi-koperasi rumah tangga, koperasi toko, yang kemudian menjadi koperasi konsumsi, yang dalam perkembangannya kemudian menjadi koperasi batik. Gerakan ini dibantu oleh serikat islam yang melahirkan koperasi pertama kali di Indonesia bersamaan dengan lahirnya gerakan kebangkitan nasional (Firdaus dan Susanto, 2004).

Setelah pihak Belanda dilumpuhkan oleh balatentara Jepang keadaan perkoperasian di Indonesia ternyata lebih menyedihkan. Pada jaman pendudukan Jepang ini, bukan penyempurnaan usaha koperasi yang dialami, tetapi justru apa yang telah ada dihancurkan. Penjajahan bangsa Jepang berlangsung kurang lebih tiga setengah tahun. Tetapi penjajahan terssebut menimbulkan malapetaka yang lebih dahsyat daripada penjajahan bangsa Belanda. Kekayaan alam Indonesia dikuras, mereka membeli padi dan bahan pangan lain dengan paksa, dengan harga yang sudah ditetapkan dengan sewenang-wenang. Mereka yang berani menolak akan dihukum berat, bahkan disiksa atau dibunuh. Rakyat kekurangan pangan dan bahkan mati kelaparan.

Koperasi oleh tentara Jepang dijadikan alat pendistribusian barang-barang keperluan tentara Jepang.Koperasi yang ada diubah menjadi Kumiai yang berfungsi sebagai pengumpul barang untuk keperluan perang.Koperasi tidak mengalami perkembangan, bahkan semakin hancur.Hal ini karena adanya ketentuan dari penguasa Jepang bahwa untuk mendirikan koperasi harus mendapat ijin dari pemerintah setempat (suchokan - residen), dan biasanya ijin itu dipersulit.Keadaan ini berlangsung dari tahun 1942 – 1945.

Sejak diproklamirkan kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945 dan sehari kemudian UUD 1945 disahkan, maka timbul semangat baru untuk menggerakkan koperasi. Koperasi sudah mendapat landasan hukum yang kuat didalam pasal 33 ayat (1) UUD 1945 beserta penjelasannya.Pasal tersebut terutama ayat (1) menjamin berlangsungnya perkoperasian di Indonesia dengan memainkan peranan yang penting dalam mengembangkan perekonomian rakyat Indonesia.Pada

periode kemerdekaan ini pemerintah memberikan perhatian yang besar terhadap perkembangan koperasi (Firdaus dan Susanto, 2004).

Koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain. Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingkan dengan lembaga lain. Satolop merupakan salah satu koperasi yang terbesar di TapanuliUtara yang berdiri tahun 1975.Satolop yang dalam bahasa Batak artinya“seia sekata”, memiliki prinsip bahwa kemiskinan, kesengsaraan dankebodohan masyarakat bisa hilang asal jalan pikiran mereka dipersatukanuntuk membangun kemandirian.

Pendirian koperasi Satolop initidak terlepas dari kemiskinan petani di desa, yang dulu sedang maraksistem ijon.Rakyat harus kerja keras hanya untuk membayar bunga pinjaman, dari situ timbul pikiran bagaimana agar rakyat terbebas dari lingkaran setan pinjam meminjam dalam sistem ijon. Akhirnya mereka bersepakat untuk mengumpulkan dana sedikit demi sedikit dan sesudah terkumpul dapat digunakan di antara mereka secara bergantian.

Koperasi satolop yang awal berdirinya merupakan koperasi kredit (Credit Union Satolop) sebagai wadah bagi masyarakat petani kopi untuk melakukan simpan pinjam. Simpan pinjam ini dimaksudkan untuk menunjang kelangsungan proses produksi pertanian yang meliputi penyediaan modal. Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan masyarakat juga bertambah.Masyarakat tidak sekedar membutuhkan pinjaman modal tetapi juga kebutuhan alat-alat produksi, sehingga CU Satolop berkembang menjadi Wira Koperasi Satolop (LPJ Koperasi Satolop, 2009).

Sebagaimana salah satu fungsi lembaga sosial yaitu sebagai pedoman anggota masyarakat dalam bertingkah laku atau bersikap untuk menghadapi masalah dalam masyarakat khususnya menyangkut mengenai kebutuhan manusia, demikian juga koperasi satolop sebagai lembaga social mencoba untuk menjalankan fungsinya yaitu mengatasi masalahpada masyarakat petani kopi di Keluharan Pasar Siborong-borong Tapanuli Utara. Salah satu hal yg dilakukan Koperasi Satolop yaitu melalui pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan Masyarakat yaitu sebagai upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat.Jadi pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan masyarakat petani kopi adalah penekanan pada pentingnya

Dokumen terkait