BAB V PEMBAHASAN
6.2 Saran
1. Disarankan kepada pihak sekolah agar lebih meningkatkan pengetahuan pelajar terhadap Program Generasi Berencana melalui pembinaan dan pengawasan terhadap wadah PIK(Pusat Informasi dan Konseling) agar kegiatan di dalam wadah tersebut berjalan dengan baik.
2. Disarankan kepada pihak BPPKB agar membuat perencanaan program untuk mendukung kegiatan yang dilakukan oleh wadah PIK(Pusat Informasi dan Konseling tersebut).
3. Disarankan kepada pihak BPPKB agar lebih sering mensosialisasikan mengenai Program Generasi Berencana ini kepada institusi pendidikan di Medan agar Program Generasi Berencana ini dapat berjalan dengan baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Kesehatan
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir,berpendapat,bersikap)maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasannya perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan, sikap tentang kesehatannya serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan.
Menurut L.W. Green, faktor penyebab masalah kesehatan adalah faktor perilaku dan non perilaku. Faktor perilaku khususnya perilaku kesehatan dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu :
1. Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors), adalah faktor yang terwujud dalam kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan juga variasi demografi seperti
status ekonomi, umur, jenis kelamin, dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors), adalah faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, yang termasuk di dalamnya adalah berbagai macam sarana dan prasarana, misal : dana, transportasi, fasilitas, kebijakan pemerintah dan sebagainya.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku petugas termasuk petugas kesehatan, termasuk juga disini undang- undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
Perilaku dapat dibatasi sebagian jiwa (berpendapat, berfikir, bersikap dan sebagainya) (Notoatmodjo, 1999). Untuk memberikan respon terhadap situasi diluar objek tersebut. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan).
Bentuk operasional dari perilaku dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi dan rangsangan.
2. Perilaku dalam bentuk sikap, yaitu tanggapan perasaan terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri si subjek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat keadaan alam tersebut (lingkungan fisik) dan keadaan lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai pengaruh kuat terhadap pembentukan
perilaku manusia. Lingkungan ini adalah merupakan keadaan masyarakat dan segala budi daya masyarakat itu lahir dan mengembangkan perilakunya. 3. Perilaku dalam bentuk tindakan, yang sudah konkrit berupa perbuatan
terahadap situasi dan rangsangan dari luar. 2.1.1 Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan: 1) Tahu (know), tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima; 2) Memahami (comprehension), memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengintrepretasikannya materi tersebut secara benar; 3) Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya; 4) Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen- komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain;
5) Sintesis (synthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru; dan 6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo, 2012).
2.1.2 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Notoatmodjo (2012), sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu :
1. Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek);
2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap; 3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap ketiga;
4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Menurut Sarwono (1998), sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak terhadap hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu, sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
Menurut Sarwono (1998), sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif.
a. Komponen kognitif
Komponen kognitif berupa apa yang dipercayai oleh subjek pemilik sikap. Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dan apa yang tidak diharapkannya dari objek tertentu. Pengalaman pribadi, apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan.
b. Komponen afektif
Komponen afektif merupakan komponen perasaan yang menyangkut aspek emosional. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional ditentukan oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar bagi objek.
c. Komponen konatif
Komponen konatif merupakan aspek kecendrungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh subjek. Kepercayaan dan perasaan memengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang akan berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut.
Kecendrungan berperilaku secara konsisten selaras dengan kepercayaan dan perasaan ini akan membentuk sikap individual. Kecendrungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang.
Metode pengukuran sikap yang dianggap dapat diandalkan dan dapat memberikan penafsiran terhadap sikap manusia adalah pengukuran melalui skala sikap (attitude scale). Suatu skala sikap tidak lain daripada kumpulan pernyataan- pernyataan sikap. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang diukur. Suatu pernyataan sikap dapat berisi halhal positif mengenai objek sikap, yaitu berisi pernyataan yang mendukung atau yang memihak pada objek sikap. Pernyataan ini disebut pernyataan yang
favorable. Sebaliknya suatu pernyataan sikap dapat pula berisi hal-hal negatif
mengenai objek sikap. Hal negatif dalam pernyataan sikap ini sifatnya tidak memihak atau tidak mendukung terhadap objek sikap dan karenanya disebut dengan pernyataan yang unfavorable (Notoatmodjo, 2012).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk melihat dan mengukur sikap seseorang,yaitu(Notoatmodjo,2012):
a. Metode Wawancara langsung
Metode wawancara langsung untuk mengetahui bagaimana perasaan seseorang terhadap objek psikologis yang dipilihnya, maka prosedur yang termudah adalah dengan menanyakan secara langsung pada orang tersebut.
b. Observasi Langsung
Pendekatan obervasi langsung adalah dengan mengobservasi secara langsung tingkah laku individu terhadap objek psikologisnya. Pendekatan ini terbatas penggunaannya, karena tergantung individu yang diobservasi. Dengan kata lain, bertambahnya faktor yang diobservasi, maka makin sukar dan makin kurang objektif terhadap tingkah laku yang dilakukan.
c. Pernyataan Skala
Skala yang digunakan dalam mengukur sikap ini dapat membuktikan pencapaian suatu ketetapan derajat efek yang diasosiasikan dengan objek psikologis. Oleh karena itu, skala ini dikombinasikan dan/atau dikonstruksikan, yang akhirnya menghasilkan sejumlah butir yang distandarsiasikan dalam tes psikologis. Butir-butir yang membentuk skala sikap ini disebut “statement” yang dapat didefinisikan sebagai pernyataan yang menyangkut objek psikologi. Skala sikap bertujuan untuk menentukan perasaan sesorang. Salah satu cara untuk mengukur sikap adalah dengan menggunakan metode skala Likert.
2.2 Remaja
2.2.1 Pengertian Remaja
Masa remaja adalah masa yang penuh gejolak, masa yang penuh dengan pengenalan dan petualangan akan hal-hal yang baru termasuk pengalaman berinteraksi dengan lawan jenis sebagai bekal untuk mengisi kehidupan kelak.
Remaja selalu berusaha untuk menemukan pengalaman baru karena rasa keingintahuan yang besar dari remaja. Sayangnya, banyak di antara mereka yang
tidak sadar bahwa terkadang pengalaman yang menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Dalam masa remaja terjadi masa strom and stress di mana terjadi pergolakan emosi yang disebabkan karena perubahan fisik dan perubahan psikis yang cepat. Pergolakan emosi yang terjadi ini akan berpengaruh terhadap munculnya perilaku.
Beberapa pengertian tentang remaja :
1. Menurut Daradjat (2003) remaja adalah anak yang ada pada masa peralihan di antara masa anak-anak dan masa dewasa dimana anak-anak mengalami perubahan cepat di segala bidang. Mereka bukan lagi anak-anak, baik bentuk badan, sikap dan cara berpikir dan bertindak, tetapi bukan orang dewasa yang telah matang.
2. Menurut WHO remaja adalah usia 12 tahun sampai 24 tahun. Namun jika pada usia remaja sudah menikah maka ia tergolong dalam dewasa, atau bukan lagi remaja. Sebaliknya jika usia sudah bukan lagi remaja tetapi masih bergantung pada orngtua (tidak mandiri) maka dimasukkan dalam remaja. 3. Menurut Konopka (1973) yang dikutip Pikunas (1976) menjelaskan bahwa
masa remaja dimulai pada usia 12 tahun dan diakhiri pada usia 15 tahun. 4. Menurut Monks (1998) remaja berlangsung antara umur 12 dan 21 tahun
dengan pembagian 12-15 tahun masa muda awal, 15-18 tahun masa muda pertengahan, 18- 21 tahun masa muda akhir.
5. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
6. Menurut Stanley Hall dalam Santrock (2003), usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.
7. Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal 21 tahun.
8. Menurut BKKBN (Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi), batasan usia remaja adalah 10-21 tahun.
9. Menurut Soetjiningsih (2004), berdasarkan kematangan psikososial dan seksual dalam tumbuh kembang menuju dewasa, semua remaja akan melewati tahapan berikut:
a. Masa remaja awal/dini (early adolescence): umur 11-13 tahun b. Masa remaja pertengahan (middle adolescence): umur 14-16 tahun c. Masa remaja lanjut (late adolescence): umur 17-20 tahun.
2.2.2 Ciri-Ciri Masa Remaja
1. Masa Remaja Sebagai Periode yang Penting
Pada masa remaja sebagai akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang sama penting. Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan mental terutama pada awal masa remaja, dimana perkembangan itu dapat menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru (Hurlock,1999).
Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang. Bila anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, anak harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah diitinggalkan (Hurlock, 1999)
3. Masa Remaja Sebagai Usia Bermasalah
Masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yaitu (1) sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. (2) Para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua dan guru-guru. Ketidakmampuan remaja untuk mangatasi sendiri masalahnya, maka memakai menurut cara yang mereka yakini.
Banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. Banyak kegagalan yang seringkali disertai akibat tragis, bukan karena ketidakmampuan individu tetapi kenyataan bahwa tuntutan yang diajukan kepadanya, justru pada saat semua tenaganya telah dihabiskan untuk mencoba mengatasi masalah pokok, yang disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal (Hurlock,1999).
4. Masa Remaja Sebagai Masa Mencari Identitas
Sepanjang usia kelompok pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar daripada individualitas. Seperti bagi anak yang lebih besar, ingin cepat seperti teman-teman kelompoknya. Tiap penyimpangan dari standar kelompok dapat mengancam keanggotaannya dalam kelompok (Hurlock, 1999).
2.2.3 Tahap Perkembangan Masa Remaja
Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antar umur 12 – 21 tahun, dengan pembagian usia 12 – 15 tahun adalah remaja awal, 15 – 18 tahun adalah remaja pertengahan, 18 – 21 tahun adalah masa remaja akhir (Monks, 2009).
Menurut tahap perkembangan, masa remaja dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu :
1. Masa remaja awal (12 – 15 tahun), dengan ciri khas antara lain:
a. Lebih dekat dengan teman sebaya b. Ingin bebas
c. Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berfikir abstrak 2. Masa remaja tengah (15 – 18 tahun), dengan ciri khas antara lain:
a. Mencari identitas diri
b. Timbulnya keinginan untuk kencan c. Mempunyai rasa cinta yang mendalam
d. Mengembangkan kemampuan berfikir abstrak
3. Masa remaja akhir (18 – 21 tahun), dengan ciri khas antara lain: a. Pengungkapan identitas diri
b. Lebih selektif dalam mencari teman sebaya c. Mempunyai citra jasmani dirinya
d. Dapat mewujudkan rasa cinta e. Mampu berfikir abstrak
2.3 Program Generasi Berencana
2.3.1 Pengertian Program Generasi Berencana
Generasi Berencana adalah sebuah program Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang dilakukan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk di Indonesia. Program ini diperkenalkan oleh Kepala BKKBN Pusat Dr. Sugiri Syarief. MPA sejak pertengahan tahun 2009 yaitu pada berbagai media dan dalam berbagai kesempatan kampanye KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja).
Program Generasi Berencana mencakup persiapan menuju generasi yang terencana serta keseluruhan pesan-pesan yang terkait dengan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yakni Seksualitas : Narkotika, Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS sesuai dengan siklus kesehatan reproduksi seorang remaja.
Program Generasi Berencana dilaksanakan atas dasar suka rela serta tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan dan moral Pancasila. Oleh sebab itu, bimbingan, pendidikan serta pengarahan sangat diperlukan agar masyarakat
dengan kesadarannya sendiri dapat menghargai dan menerima pola keluarga kecil sebagai salah satu langkah utama untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Oleh karena itu pelaksanaan program Generasi Berencana tidak hanya menyangkut masalah tehnis medis semata-mata, melainkan meliputi berbagai segi penting lainnya dalam tata hidup dan kehidupan masyarakat.
Oleh sebab itu, program Generasi Berencana diharapkan mampu menjadi
trendsetter bagi para remaja Indonesia agar dapat menjadi generasi yang berguna
bagi nusa dan bangsa.
2.3.2 Tujuan Program Generasi Berencana
Adapun tujuan dari Program Generasi Berencana ini yaitu : a. Tujuan Umum
Terciptanya generasi yang memiliki perencanaan dan kesiapan dalam pembentukan keluarga sebagai dasar mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera melalui peningkatan median usia kawin pertama khususnya bagi perempuan. Generasi Berencana juga diharapkan mampu memfasilitasi remaja belajar memahami dan mempraktikkan perilaku hidup sehat dan berakhlak untuk mencapai ketahanan remaja.
b. Tujuan Khusus
1. Remaja memahami dan mempraktikkan pola hidup sehat dan berakhlak 2. Remaja memahami dan mempraktikkan pola hidup yang berketahanan
2.3.3 Sasaran Program Generasi Berencana
Sasaran dalam Program Generasi Berencana antara lain : 1.Remaja (10-24 tahun) yang belum menikah
2.Mahasiswa/mahasiswi yang belum menikah
3.Keluarga yang memiliki remaja maupun tidak memiliki remaja 4.Masyarakat peduli remaja
2.3.4 Arah Program Generasi Berencana
Program Generasi Berencana dikembangkan melalui dua arah yaitu :
1. Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa (PIK R/M)
Suatu wadah dalam Program Generasi Berencana yang dikelola dari, oleh dan untuk remaja/mahasiswa guna memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi serta kegiatan-kegiatan penunjang lainnya.
2. Kelompok Bina Keluarga Remaja
Suatu kelompok/wadah kegiatan yang terdiri dari keluarga yang mempunyai remaja usia 10-24 tahun yang dilakukan untuk membangkitkan pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua remaja dalam rangka pembinaan tumbuh kembang remaja dalam rangka memantapkan kesertaan, pembinaan dan kemandirian ber-KB bagi Pasangan Usia Subur(PUS) anggota kelompok.
2.3.5 Kebijakan dan Strategi Program Generasi Berencana
Intervensi yang perlu dilakukan dalam mewujudkan kondisi remaja yang diinginkan dituangkan dalam kebijakan dan strategi sebagai berikut :
1. Kebijakan Program Generasi Berencana
a. Meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat dalam Program Generasi Berencana.
b. Meningkatkan komitmen stakeholder dan mitra kerja dalam pengelolaan dan pelaksanaan Program Generasi Berencana.
c. Meningkatnya usia kawin pertama perempuan menjadi 21 tahun.
d. Menurunnya kasus perilaku seks pranikah, HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA di kalangan remaja/mahasiswa.
e. Meningkatnya jumlah PIK R/M melalui berbagai jalur (PT/Akademik, Sekolah Umum/Agama, Organisasi Keagamaan dan Organisasi Kepemudaan).
f. Meningkatkan jumlah kelompok BKR.
g. Meningkatnya SDM pengelola PIK R/M dan kelompok BKR. h. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam kelompok BKR. 2. Strategi Program Generasi Berencana
a. Penataan dan penyerasian kebijakan Program Generasi Berencana.
b. Peningkatan penggerakan dan pemberdayaan stakeholder, mitra kerja, keluarga dan remaja dalam Program Generasi Berencana.
c. Peningkatan komitmen dan peran serta stakeholder dan mitra kerja dalam Program Generasi Berencana.
d. Peningkatan akses remaja dalam pelayanan informasi dan konseling melalui PIK R/M.
e. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM pengelola, PS, KS dan kader BKR.
f. Peningkatan jumlah kelompok BKR. 2.3.6 Ciri-ciri Generasi Berencana
Adapun yang dimaksud Generasi Berencana adalah memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. Berperilaku sehat
2. Terhindar dari resiko TRIAD-KRR (tiga resiko yang sering dihadapi oleh remaja, yaitu Seksualitas, HIV/AIDS dan NAPZA)
3. Menunda usia perkawinan
4. Bercita-cita mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera
5. Menjadi contoh, model, idola dan sumber informasi bagi teman sebayanya
2.4 Teori WHO
Menurut teori WHO, faktor-faktor perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (Notoatmodjo, 2007):
a. Faktor Internal, yaitu faktor-faktor yang ada di dalam diri individu itu sendiri, misalnya : karateristik(umur, jenis jelamin, pendidikan, sikap dan sebagainya) yang dimiliki seseorang. Selain itu juga dapat berupa pengalaman akan keberhasilan mencapai sesuatu, pengakuan yang diperoleh, rasa tanggung jawab, pertumbuhan profesional dan intelektual
yang dialami seseorang. Sebaliknya, apabila seseorang merasa tidak puas dengan hasil pekerjaan yang telah dilakukannya, dapat dikaitkan dengan faktor-faktor yang sifatnya dari luar individu.
b. Faktor Eksternal, yaitu faktor-faktor yang ada di luar individu yang bersangkutan. Faktor ini mempengaruhi, sehingga di dalam diri individu timbul unsur-unsur dan dorongan/motif untuk berbuat sesuatu, misalnya pengalaman, sumber informasi, penyuluhan dan pembinaan.
WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah :
1. Pemikiran dan perasaan (thought and feeling)
Yaitu dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek kesehatan).
a. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman oranglain.
b. Kepercayaan. Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tannpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau pun dari orng lain yang paling dekat. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saatitu, sikap akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman oranglain, sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personal reference)
3. Sumber daya (resource)yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat
4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap terbentuknya perilaku seseorang.
2.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep diatas dijelaskan bahwa karakteristik (umur, jenis kelamin) serta sumber informasi (media massa, keluarga, guru, teman) akan mempengaruhi pengetahuan dan sikap terhadap Program Generasi Berencana.
Karateristik
- Umur
Sumber Informasi
- Media Massa (cetak, elektronik) - Keluarga Pengetahuan Program Generasi Berencana Sikap Program Generasi Berencana
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penduduk remaja adalah bagian dari penduduk dunia dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan dunia. Remaja dan berbagai permasalahannya menjadi perhatian dunia dan dijadikan isu utama dalam