• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Saran

Adapun saran untuk penelitian selanjutnya adalah:

1. Peneliti selanjutnya perlu memperhatikan penyimpanan bahan koagulan karena dapat mempengaruhi kelembaban.

2. Peneliti selanjutnya disarankan untuk melihat pengaruh pH terhadap kemampuan koagulan.

3. Peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan koagulan lain seperti biji kacang merah, biji trembesi, dll.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Tahu

Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Industri tersebut berkembang pesat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Namun, di sisi lain industri ini menghasilakan limbah cair yang berpotensi mencemari lingkungan dan merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik [15]. Dan dari data [11] jumlah industri tahu di Indonesia mencapai 84.000 unit usaha dengan kapasitas 2,56 juta ton/tahun (dimana 80% dari jumlah tersebut berada di pulau Jawa). Industri tahu masih tergolong industri skala kecil atau rumah tangga dengan peralatan dan teknologi sederhana serta masih mengandalkan tenaga manusia hampir disemua tahapan proses pembuatannya.

2.1.1 Proses Pembuatan Tahu

Tahu merupakan salah satu jenis makanan sumber protein dengan bahan dasar kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia [15]. Pada umumnya pengrajin ataupun industri rumah tangga menggunakan peralatan serta teknologi yang sederhana dalam proses pembuatannya. Adapun proses pembuatan tahu secara umum sama dan kalaupun ada perbedaan hanya urutan kerja saja yakni dimulai dengan sortasi dan pembersihan kacang kedelai untuk mendapatkan kacang kedelai yang unggu, baik serta bebas dari kotoran sehingga nantinya akan dihasilkan tahu dengan kualitas yang baik, perendaman, pengupasan kulit, penggilingan, pemasakan bubur kedelai, penyaringan, penggumpalan, pencetakan, pengeperesan, perebusan dan pemotongan.

Beberapa bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan tahu antara lain: batu tahu (CaSO4), yaitu batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk

halus menjadi tepung, asam cuka 90%, biang atau kecutan, yaitu sisa cairan setelah proses pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam, kunyit yang digunakan untuk

memberikan warna kuning pada tahu serta garam untuk memberikan sedikit rasa asin pada tahu [19].

Skema proses pembuatan tahu secara rinci dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini [10]

Gambar 2.1 Bagan Proses Pembuatan Tahu [10]

Kotoran Limbah Cair

Kulit Kedelai Limbah Cair Limbah Cair (BOD, TSS)

Limbah Cair Limbah Cair Limbah Cair Ampas Tahu Limbah Cair (BOD, TSS) Limbah Cair Limbah cair Sortasi dan pembersihan

Pencucian Pengupasan kulit

Perendaman

Penggilingan

Penyaringan Pemasakan bubur kedelai

Penyaringan Penggumpalan FILTRAT Pencetakan/Pengepresan/Pemotongan Perebusan Batu tahu Asam Asetat Whey Air Air Air Air Air Air Air Air TAHU 80 0C Air tahu 30 menit (3-12 jam) 30 - 40 menit Air hangat (8 : 1)

Air hangat , 100 0 C , 15 - 30 menit

Air hangat Air rebusan Air tahu/whey (BOD, TSS) LIMBAH AH KACANG KEDELAI

Dari uraian serta skema proses pembuatan tahu, diperoleh bahwa limbah tahu dapat berupa sisa air dari proses pembuatan tahu dan ampas tahu, dimana diagram neraca massa proses pembuatan tahu adalah sebagai berikut [19].

Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg Tahu 80 Kg Ampas Tahu 70 Kg Whey 2610 Kg Teknologi

Proses Energi Hasil (Output)

Manusia Ternak Limbah Batu Tahu Asam Cuka Whey

Gambar 2.2 Diagram Neraca Massa Proses Pembuatan Tahu

[10]

2.1.2 Limbah Cair Industri Tahu

Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah padat, karena limbah padat industri tahu bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah tahu banyak mengandung protein dan karbohidrat tinggi sehingga pembusukan oleh mikro organisme pembusuk sangat mudah terjadi [3]. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air selama proses pembuatannya.

Menurut [31], jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan dilaporkan berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri tahu, sebagian kecil dari limbah cair tersebut (khususnya air didih) dimanfaatkan kembali sebagai bahan penggumpal selain memnfaatkan limbah, secara ekonomi juga dapat menghemat

karena tidak membeli [19]. Rincian pengggunaan air dalam setiap tahapan proses dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Perkiraan Kebutuhan Air pada Pengolahan Tahu per 3 kg Kedelai: [31]

Tahap Proses Kebutuhan Air (Liter)

Pencucian 10 Perendaman 12 Penggilingan 3 Pemasakan 30 Pencucian ampas 50 Perebusan 20 JUMLAH 135

Dalam limbah cair industri tahu terdapat bahan-bahan organik kompleks yang tinggi terutama protein dan asam - asam amino [16] dalam bentuk padatan tersuspensi maupun terlarut [10] sehingga kandungan BOD, COD dan TSSnya tinggi [10]. Dengan demikian tidak boleh langsung dibuang ke aliran sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu karena akan menimbulkan pencemaran lingkungan.

2.1.3 Karakeristik Limbah Cair Industri Tahu

Limbah industri tahu yang dihasilkan biasanya dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah padat, karena limbah padat industri tahu bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Limbah tahu banyak mengandung protein dan karbohidrat tinggi sehingga pembusukan oleh mikro organisme pembusuk sangat mudah terjadi [2]. Umunya parameter limbah cair tahu yang diukur adalah pH, BOD, COD dan TSS sedangkan parameter kualitatifnya dapat berupa warna dan bau.

Menurut [34] kadar protein dalam limbah cair industri tahu dapat mencapai 40 – 60 % , karbohidrat sekitar 25 - 50 % dan lemak 10 %. Keberadaan senyawa-senyawa organik tersebut mengakibatkan nilai BOD, COD dan TSS limbah cair industri tahu tingggi. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil studi Balai Perindustrian Medan terhadap karakteristik air buangan industri tahu di Medan

[9], diketahui bahwa limbah cair industri tahu rata-rata mengandung BOD (4583 mg/l); COD (7050 mg/l), TSS (4743 mg/l) dan minyak atau lemak 26 mg/l serta pH 6,1. Demikian juga dengan laporan [7] yang menyebutkan bahwa limbah cair industri rata-rata mengandung BOD, COD dan TSS berturut-turut sebesar 3250, 6520, dan 1500 mg/l.

Berdasarkan pada data Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) [34] tentang komposisi tahu dan data uji Balai Laboratorium Kesehatan Semarang tahun 1995, maka kita dapat mengetahui kandungan limbah yang dihasilkan oleh industri tahu yaitu protein, lemak, karbohidrat, kalsium, phospor, besi dan air [7].

Tabel 2.2 Daftar Komposisi per 100 Gram Tahu [33]

No Parameter Kadar 1 Energi 80 Kkal 2 Protein 10,9 gr 3 Lemak 4,7 gr 4 Karbohidrat 0,8 gr 5 Kalsium 223 mg 6 Serat 0,1 gr 7 Air 82,2 gr

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Limbah Cair Tahu [7]

No Parameter Kadar 1 Protein 0,42 % 2 Lemak 0,13 % 3 Karbohidrat 0,11 % 4 Air 98,87 % 5 Kalsium 13,6 ppm 6 Phospor 1,74 ppm 7 Besi 4,55 ppm

2.2 Kekeruhan (Turbidity)

Kekeruhan adalah sifat optis dari suatu larutan, yaitu hamburan dan adsorbsi cahaya yang melaluinya. Uji kekeruhan adalah mengukur suatu sifat optik dari suatu sampel air yaitu hasil penyebaran dan penyerapan cahaya oleh bahan-bahan yang terdapat dalam sampel. Jumlah dari kekeruhan yang terukur tergantung pada berbagai macam variabel seperti : ukuran, bentuk dan indeks refraksi dari pertikel. Kekeruhan tidak mempunyai hubungan langsung terhadap berat berbagai bahan yang terdapat pada suspensi karena bentuk dan indeks refraksi dari berbagai pertikel mempunyai efek terhadap penyebaran sinar dari suspensi[21].

Ada tiga metode pengukuran kekeruhan, yaitu : 1. Metode Neflometrik (unit kekeruhan NTU dan FTU) 2. Metode Helliege Turbidimeter (unit kekeruhan Silika) 3. Metode Visuil (unit kekeruhan Jakson)

Kekeruhan dapat dihilangkan melalui penambahan sejenis bahan kimia dengan sifat-sifat tertentu seperti : tawas, Fe (III) atau suatu polielektrolit organik. Selain penambahan flokulan diperlukan pengadukan sampai flok-flok terbentuk. Flok-flok ini mengumpulkan partikel-partikel kecil dan akhirnya mengendap.

2.3 Padatan Total

[21] menjelaskan bahwa dalam air alam terdapat dua kelompok zat yaitu zat terlarut (garam, molekul) dan zat padat tersuspensi (koloid). Perbedaan pokok antara kedua kelompok ini ditentukan melalui ukuran-ukuran partikelnya. Analisis zat padat dalam air sangat penting bagi penentuan komponen-komponen air secara lengkap, serta untuk perencanaan serta pengawasan proses pengolahan dalam bidang air minum maupun dalam air buangan.

Jenis partikel koloid adalah penyebab kekeruhan dalam air yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi. Partikel-partikel koloid tersebut tidak terlihat secara visual sedangkan larutannya terdiri dari ion-ion dan molekul-molekul. Larutan menjadi keruh bila terjadi pengendapan yang merupakan kejenuhan suatu senyawa kimia. Dimana adanya proses pengadukan akan mempercepat terjadinya pengendapan. Partikel-partikel tersuspensi biasa, mempunyai ukuran lebih besar dari partikel koloid dan dapat

menghalangi sinar yang akan menembus suspensi.

Dalam analisa zat padat, pengertian zat padat total adalah semua zat-zat padat yang tersisa sebagai residu dalam suatu bejana, bila sampel air dalam bejana tersebut dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat total terdiri dari zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi yang dapat bersifat organik dan inorganik seperti dijelaskan dalam skema berikut ini :

Zat Padat Total Total Padatan Terlarut

(TDS) Zat Padat Terendap

(anorganik)

Total Padatan Tersuspensi (TSS)

Zat Padat Teruapkan (organik)

Zat Padat Teruapkan (organik)

Zat Padat Terendap (anorganik) Total zat padat volatil

Total zat padat terendap

Gambar 2.3 Skema Pembagian Zat Padat [21]

2.4 Chemical Oxygen Demand (COD)

Kebutuhan oksigen kimiawi atau COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Dalam hal ini, bahan buangan organik akan dioksidasi oleh Kalium bikromat (K2Cr2O7) menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom. Kalium bikromat digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Oksidasi terhadap bahan buangan organik akan mengikuti reaksi berikut :

CaHbOc + Cr2O72- + H+ katalis CO2 + H2O + Cr3+

Reaksi tersebut perlu pemanasan dan juga penambahan katalis perak sulfat (Ag2SO4) untuk mempercepat reaksi. Setelah reaksi oksidasi selesai maka

akan berubah menjadi hijau. Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti semakin banyak oksigen yang diperlukan semakin banyak juga kalium bikromat yang terpakai.

Tabel 2.4 Baku Mutu Air Limbah Industri Tahu

No Parameter Satuan Baku Mutu Limbah Cair

1 Temperatur 0C 38 2 BOD mg/L 50 3 COD mg/L 100 4 TSS mg/L 200 5 pH - 6,0 – 9,0 2.5 Kadar Air

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100 persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100 persen [34].

Air adalah zat atau materi atau unsur yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71 % permukaan bumi. Air diperlukan untuk kelangsungan proses biokimiawi organisme hidup, sehingga sangat essensial. Pengukuran kadar air dalam suatu bahan sangat diperlukan dalam berbagai bidang. Salah satu bidang yang memerlukan pengukuran kadar air adalah bidang industri yang digunakan untuk penelitian.

Salah satu metode yang digunakan dalam menghitung kadar air suatu bahan adalah dengan metode pengeringan. Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan pada suhu di atas 100 0C. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahannya antara lain:

1. Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri, dan lain-lain.

2. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya. 3. Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara

kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.

Adapun rumus mencari kadar air dari suatu bahan adalah:

Kadar air =

%

100

1 2 1

m

m

m

Keterangan :

m1 = massa bahan sebelum dikeringkan m2 = massa bahan sesudah dikeringkan

2.6 Proses Koagulasi/Flokulasi

Koagulasi/flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. Dimana partikel-partikel koloid ini tidak dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula. Proses flokulasi dilakukan setelah setelah proses koagulasi dimana pada proses koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan sehingga terbentuk flok-flok lembut yang kemudian dapat disatukan melalui proses flokulasi [24].

2.6.1 Koagulasi

Koagulasi merupakan proses yang memanfaatkan ion-ion yang mempunyai muatan berlawanan dengan muatan koloid yang terdapat dalam limbah cair sehingga meniadakan kestabilan ion. Prinsip dasar proses koagulasi adalah terjadinya gaya tarik menarik antara ion-ion negatif di suatu pihak dengan ion-ion positif di pihak lain. Yang bertindak sebagai ion negatif adalah

partikel-partikel yang terdiri dari zat-zat organik (partikel-partikel koloid), mikoorganisme dan bakteri. Proses koagulasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sebagai berikut :

1. Elektroforesis

Pada elektroforesis, koloid diberi arus listrik sehingga partikel bergerak ke elektroda yang berlawanan muatannya. Akibatnya partikel menjadi netral dan akhirnya menggumpal dan mengendap di sekitar elektroda.

2. Pemanasan

Suatu koloid bila dipanaskan akan terkoagulasi karena energi partikel menjadi lebih besar, dan tabrakkan sesamanya dapat membentuk ikatan dan akhirnya menggumpal.

3. Penambahan Elektrolit/ Koagulan

Koloid yang dapat menyerap ion akan terkoagulasi bila ditambahkan larutan elektrolit, karena menjadi tidak stabil.

Pada umumnya, proses koagulasi dilakukan dengan cara penambahan elektrolit atau koagulan. Proses ini dilakukan dengan pengadukan cepat yang berfungsi untuk menghasilkan dispersi yang seragam dan meningkatkan tumbukan antara partikel koloid dan koagulan. Selama proses koagulasi, partikel-partikel koloid menarik ion-ion positif dari zat kimia yang ditambahkan sebagai koagulan. Koagulan dengan konsentrasi yang pekat membentuk lapisan pada permukaan partikel koloid. Lapisan tersebut dikelilingi oleh ion-ion negatif dan secara perlahan-lahan bercampur dengan ion-ion positif. Lapisan ion positif dikenal dengan istilah lapisan kokoh, sedangkan lapisan yang mengelilingi ion positif dikenal dengan lapisan difus. Lapisan difus ini kemudian terkontraksi dan menghilangkan lapisan kokoh, sehingga menyebabkan terjadinya gaya tarik-menarik antar partikel-partikel koloid [17].

Menurut [29], ada dua faktor penting dalam penambahan koagulan yakni pH dan dosis. Dosis dan pH optimum harus ditentukan dalam test laboratorium dan biasanya ditentukan dengan suatu prosedur yang disebut dengan

jar test”. Untuk mengatur pH limbah cair ke dalam range optimal koagulasi,

diperlukan bahan penolong (coagulant aid) berupa asam atau alkali. Asam yang paling umum digunakan untuk menurunkan pH adalah asam sulfat dan untuk menaikkan pH biasanya digunakan lime (Ca(OH)2), soda abu (Na2CO3) atau

NaOH. Koagulan yang paling banyak digunakan adalah alum (Aluminium Sulfat), feri sulfat, fero sulfat dan polialuminium klorida.

2.6.2 Flokulasi

Flokulasi merupakan kelanjutan dari proses koagulasi, dimana mikroflok hasil koagulasi mulai menggumpalkan partikel-partikel koloid menjadi flok-flok besar yang dapat diendapkan dan proses ini dibantu dengan pengadukan lambat. Proses koagulasi-flokulasi tidak dapat dipisahkan dalam pengolahan limbah cair industri karena kedua proses ini selalu dilakukan bersama. Mekanisme pembentukan flok-flok dalam proses koagulasi-flokulasi terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap destabilisasi partikel-partikel koloid, tahap pembentukan mikrofilik dan tahap pembentukan makrofilik. Tahap pertama dan kedua berlangsung selama proses koagulasi, sedangkan tahap ketiga berlangsung selama proses flokulasi. Pembentukan makrofilik dalam proses flokulasi terjadi karena tumbukan-tumbukan antara partikel koloid. Flokulasi merupakan faktor paling penting yang mempengaruhi efisiensi penghilangan partikel. Tujuan flokulasi adalah untuk membawa partikel-partikel ke dalam kontak sehingga mereka bertubrukan, tetap bersatu, dan tumbuh menjadi satu ukuran yang siap mengendap. Pengadukan yang cukup harus diberikan untuk membawa flok ke dalam kontak. Terlalu banyak pengadukan dapat membubarkan flok sehingga ukurannya menjadi kecil dan terdispersi halus [29].

Dalam proses flokulasi, kecepatan penggumpalan dari agregat ditentukan oleh banyaknya tubrukan antar partikel yang terjadi serta keefektifan benturan tersebut. Dalam hal ini, tubrukan antar partikel terjadi melalui tiga cara, yakni :

1. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerak termal (panas), yang dikenal sebagai gerak Brown. Flokulasi yang terjadi oleh adanya gerak Brown ini disebut flokulasi perikinetik.

2. Kontak yang diakibatkan oleh adanya gerakan media (air), misalnya karena pengadukan. Flokulasi yang terjadi akibat gerakan fluida ini disebut flokulasi ortokinetik.

3. Kontak yang terjadi akibat perbedaan laju pengendapan dari masing-masing partikel [29].

2.6.3 Jar Test

Pada metode jar test, koagulan dibubuhkan ke sampel air limbah untuk pengadukan di laboratorium yang gunanya adalah mensimulasi kondisi pengadukan sebenarnya. Jar test memberikan keefektifitasan pada intensitas pengadukan dan waktu pengadukan sehingga mempengaruhi ukuran flok dan densitas. Jar test juga dapat digunakan untuk mengevaluasi selang waktu pemberian koagulan dan rasio pengenceran untuk koagulan. Hal yang biasa dilakukan pada jar test adalah menguji beberapa variasi dosis koagulan kemudian ditambahkan koagulan dengan dosis yang sesuai sebelum dilakukan pengadukan cepat dengan kecepatan tertentu dan waktu tertentu [13]. Pengaduk yang biasa digunakan pada jartest adalah pengaduk dengan jenis paddle impeller dengan dua atau empat blade dengan lebar blade antara 1/6 hingga 1/10 dari diameter.

Secara umum, pengadukan cepat kemudian pengadukan lambat yang dilakukan pada gradien kecepatan berkisar antara 100 hingga 1000 per detik selama 5 hingga 180 detik. Sedangkan pengadukan lambat secara umum dilakukan pada gradien kecepatan kurang dari 100 per detik selama 10 hingga 60 menit [1].

Gambar 2.4 Peralatan Jar Test

2.7 Karakteristik Biji Kelor sebagai Koagulan

Tanaman kelor (Moringa oleifera) berbunga sepanjang tahun berwarna putih, buah bersisi segitiga dengan panjang sekitar 30 cm, tumbuh subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 m di atas permukaan laut.

Adapun gambarnya adalah sebagai berikut:

Gambar 2.5 Tanaman Kelor (Moringa oleifera) [1]

Menurut sejarahnya, tanaman kelor atau marongghi (Moringa oleifera), berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India, kemudian menyebar ke kawasan di sekitarnya sampai ke Benua Afrika dan Asia-Barat.

Di Indonesia, khususnya di lingkungan perkampungan dan pedesaan, tanaman kelor baru sampai menjadi tanaman pagar hidup, batas tanah ataupun penjalar tanaman lain, tetapi manfaat dari daun serta buah muda sebagai sayuran. Bunganya akan tetap dipelihara hingga menjadi buah dan menghasilkan biji yang dapat dijual kepada perusahaan asing yang memerlukan untuk pembuatan tepung atau minyak sebagai bahan baku pembuatan obat dan kosmetik bernilai tinggi.

Sejak awal tahun 1980-an oleh Jurusan Teknik Lingkungan ITB, biji kelor digunakan untuk penjernihan air permukaan (air kolam, air sungai, air danau sampai ke air sungai) sebagai pengendap (koagulans) dengan hasil yang memuaskan. Oleh karena rangkaian penelitian terhadap manfaat tanaman kelor mulai dari daun, kulit batang, buah sampai bijinya.

Biji kelor juga berperan sebagai koagulan yang efektif karena adanya zat aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate yang terkandung dalam biji

kelor. Zat aktif itu mampu mengadsorbsi partikel-partikel air limbah. Dengan pengubahan bentuk menjadi bentuk yang lebih kecil, maka zat aktif dari biji kelor tersebut akan semakin banyak karena luas permukaan biji kelor semakin besar. Apabila kandungan air di dalam biji kelor besar, maka kemampuannya dalam menyerap limbah cair semakin kecil karena zat aktif tersebut tidak berada di permukaan biji kelor tetapi tertutupi oleh air sehingga kelembaban biji kelor harus kecil [34].

Gambar struktur dari kandungan aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzilisothiocyanate dalam biji kelor adalah sebagai berikut:

Gambar 2.6 Struktur Zat Aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate

[16]

Unsur-unsur yang terkandung dalam biji kelor kering dapat diketahui pada Tabel 2.5 dan 2.6 berikut ini.

Tabel 2.5 Unsur-Unsur Yang Terkandung Per 100 Gram Biji Kelor Kering [16]

Unsur Berat Satuan

Air 4,08 Gram Protein 38,4 Gram Lemak 34,7 % Serat 3,5 Gram Ampas 3,2 Gram Ekstrak N 16,4 Gram

Tabel 2.6 Kandungan Biji Kelor [17]

Kandungan Biji Daun Tepung Daun

Kadar Air (%) 86.90 75.00 7.50 Calori 26.00 92.00 205.00 Protein (g) 2.50 6.70 27.10 Lemak (g) 0.10 1.70 2.30 Carbohydrate (g) 3.70 13.40 38.20 Fiber (g) 4.80 0.90 19.20 Minerals (g) 2.00 2.30 - Ca (mg) 30.00 440.00 2.00 Mg (mg) 24.00 24.00 368.00 P (mg) 110.00 70.00 204.00 K (mg) 259.00 259.00 1.30 Cu (mg) 3.10 1.10 0.50 Fe (mg) 5.30 7.00 28.20 S (mg) 137.00 137.00 870.00 Oxalic acid (mg) 10.00 101.00 1.6% Vitamin A - B carotene (mg) 0.11 6.80 16.30 Vitamin B -choline (mg) 423.00 423.00 - Vitamin B1 -thiamin (mg) 0.05 0.21 2.64 Vitamin B2 -riboflavin (mg) 0.07 0.05 20.50 Vitamin B3 -nicotinic acid (mg) 0.20 0.80 8.20 Vitamin C -ascorbic acid (mg) 120.00 220.00 17.30 Vitamin E -tocopherol (mg) - - 113.00

Biji kelor merupakan bagian dari tanaman kelor yang memiliki protein dengan konsentrasi yang tinggi. Protein biji kelor penting untuk diketahui dalam proses penjernihan limbah cair, protein inilah yang berperan sebagai koagulan partikel-partikel penyebab kekeruhan. Protein tersebut adalah polielektrolit kationik. Polielektrolit membantu koagulasi dengan menetralkan muatan-muatan

partikel koloid, tetapi polielektrolit bermuatan sama sebagaimana koloid dapat juga digunakan sebagai koagulan dengan menghubungkan antar partikel [28].

Menurut [4] menyatakan bahwa mekanisme koagulasi biji kelor didominasi oleh proses adsorbsi dan penetralan muatan dan konsentrasi protein yang tinggi di dalam biji kelor merupakan flokulan polielektrolit kationik alami berbasis polipeptida dengan berat molekul berkisar antara 6.000-16.000 dalton. [16] menyatakan bahwa konsentrasi protein dari biji kelor (biji dalam kotiledon) sebesar 147.280 ppm/gram, dari daun kelor sebesar 15.680 ppm/gram, dan dari kulit biji kelor sebesar 73.547 ppm/gram. Protein tersebut mengandung tiga asam amino yang sebagian besar merupakan asam glutamat, metionin, dan arginin [16].

Gambar 2.7 Struktur Asam Amino Asam Glutamat [16]

Rantai cabang asam amino glutamat bermuatan negatif pada gugus

Dokumen terkait