• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. Hasil dan Pembahasan

5.2 Saran

Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar membuat pakan buatan dengan campuran bahan baku yang sama dengan formulasi yang berbeda dan menambahkan bahan tambahan berupa vitamin atau antioksidan pada pakan buatan sehingga diperoleh pakan buatan yang kualitasnya lebih baik.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pakan Ikan 2.1.1 Pakan Alami

Pakan alami adalah makanan yang keberadaannya tersedia di alam. Sifat pakan alami yang mudah dicerna digunakan sebagai pakan benih ikan karena benih ikan memiliki alat percernaan yang belum sempurna. Oleh karena itu, pakan alami merupakan pakan yang tepat untuk benih, sehingga kematian yang tinggi pada benih ikan dapat dicegah (Lingga, 1989).

Keunggulan dari pakan alami sebagai pakan benih ikan antara lain pakan alami memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, mudah dicerna, gerakan pakan menarik perhatian ikan (Djarijah, 1995). Ukuran diameter pakan yang relatif kecil sehingga benih ikan mudah memakannya, dan tidak mencemari media pemeliharaan dibandingkan dengan pakan buatan (Lingga, 1989).

Kerugian yaitu seringkali pakan alami bersifat musiman, sehingga pada saat tertentu sulit didapat. Dapat membawa hama dan penyakit, seperti cacing sutra, yang hidup pada lumpur tercemar, sehingga bisa mengimpor bakteri terhadap lingkungan akuarium. Hama seperti larva capung atau hydra bisa secara tidak sengaja masuk ke akuarium dan memangsa burayak (Dharmawan, 2010).

Cacing sutra memiliki warna tubuh yang dominan kemerah-merahan. Ukuran tubuhnya sangat ramping dan halus dengan panjang 1-2 cm. Cacing ini sangat senang hidup berkelompok atau bergerombolan karena masing-masing individu berkumpul menjadi koloni yang sangat sulit diurai dan saling berkaitan satu sama lainnya. Dasar perairan yang paling banyak mengandung bahan organik terlarut merupakan habitat kesukaannya. Membenamkan kepala merupakan kebiasaan cacing ini untuk mencari makanan (Khairuman, 2008).

Cacing sutra sering digunakan dalam pembudidayaan ikan hias. Kandungan gizi dari cacing sutra, terdiri dari protein 57,50%, lemak 13,50%, serat kasar 2,04%, abu 3,60% dan kadar air sebesar 87,19%. Keunggulannya adalah memiliki kandungan protein yang mampu memacu pertumbuhan ikan lebih efesien (Lingga, 1989).

2.1.2 Pakan Buatan

Pakan merupakan sumber energi dan materi bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Zat yang terpenting dalam pakan adalah protein. Jumlah dan kualitas protein mempengaruhi pertumbuhan optimal ikan. Karena zat ini merupakan bagian terbesar dari daging ikan. Karena itu, dalam menentukan kebutuhan zat makanan, kebutuhan protein perlu dipenuhi terlebih dahulu (Khairuman, 2003).

Pakan yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Pakan harus dapat dimakan oleh ikan, maksudnya kondisi pakan harus baik dan ukuran pakan harus sesuai dengan ukuran mulut ikan.

2. Pakan harus mudah dicerna.

3. Pakan harus dapat diserap oleh tubuh ikan.

Apabila ketiga persyaratan diatas dapat dipenuhi, pemberian pakan akan memberikan manfaat yang optimal bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan (Khairuman, 2002).

Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dengan formulasi tertentu berdasarkan pertimbangan kebutuhannya. Pembuatan pakan sebaiknya didasarkan pada pertimbangan kebutuhan nutrisi ikan, kualitas bahan baku, dan nilai ekonomis. Dengan pertimbangan yang baik, dapat dihasilkan pakan buatan yang disukai ikan, tidak mudah hancur dalam air, aman bagi ikan (Dharmawan, 2010).

Berdasarkan tingkat kebutuhannya pakan buatan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu (1) pakan tambahan, (2) pakan suplemen, dan (3) pakan utama. Pakan tambahan adalah pakan pakan yang sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan pakan. Dalam hal ini, ikan yang dibudidayakan sudah mendapatkan pakan dari alam, namun jumlahnya belum memadai untuk tumbuh dengan baik sehingga perlu diberi pakan buatan sebagai pakan tambahan. Pakan suplemen adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menambah komponen nutrisi tertentu yang tidak mampu disediakan pakan alami. Sementara pakan utama adalah pakan yang sengaja dibuat untuk menggantikan sebagian besar pakan alami (Dharmawan, 2010).

Dalam pembuatan pakan ikan, pertama-tama perlu diperhatikan tentang pemilihan bahannya. Bahan-bahan tersebut harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

- Mempunyai nilai gizi tinggi - Mudah diperoleh

- Mudah diolah

- Tidak mengandung racun - Harga relatif murah

- Tidak merupakan makanan pokok manusia, sehingga tidak merupakan saingan (Mujiman, 1991).

2.1.3 Jenis-jenis Pakan

Berdasarkan bahan bakunya, pakan buatan memiliki dua karakter, yakni pakan pakan basah dan pakan kering.

a. Pakan basah

Pakan basah adalah pakan ikan yang bahan penyusunnya mengandung kadar air lebih dominan. Karakter pakan seperti ini sengaja dibuat agar larva dan burayak ikan lebih mudah mengomsumsi dan mencernanya. Jenis pakan basah ini beragam bentuknya, dari larutan emulsi, larutan suspensi, sampai bentuk pasta.

Pada bentuk emulsi, bahan-bahan yang terlarut menyatu dengan air sebagai pelarutnya. Apabila dipegang, terasa agak liat mirip lem encer. Contohnya adalah sari kacang kedelai yang sudah diramu dengan vitamin serta tambahan protein dari kuning telur. Pakan berbentuk suspensi, bahan terlarutnya tidak menyatu dengan pelarutnya karena mengandung partikel-partikel halus yang tidak dapat larut. Contohnya adalah bubuk spirulina yang ditebarkan dalam kolam pemeliharaan ikan. Pakan bentuk pasta adalah pakan hasil adonan yang berbentuk gumpalan - gumpalan.

b. Pakan kering

Pakan kering adalah pakan ikan yang bahan penyusunnya mengandung sedikit kadar air, yakni sekitar 5-20 persen. Persentase kandungan air ini sengaja dibuat agar pakan bisa disimpan lebih lama dan mengapung diperairan. Kandungan air yang ada dalam pakan digunakan untuk melarutkan komposisi bahan-bahan penyusunnya agar mudah diramu. Bentuk pakan kering cukup beragam, seperti granule (butiran), flake (remah), pellet (bulat), dan stick (batang) (Tiana, 2004).

2.1.4. Pelet

Pelet adalah bentuk pakan buatan yang terdiri dari beberapa macam bahan yang diramu dan dijadikan adonan, kemudian dicetak sehingga bentuknya merupakan batangan kecil-kecil. Panjangnya biasanya berkisar antara 1-2 cm. Jadi pelet tidak berupa tepung, tidak berupa butiran dan juga tidak berupa larutan (Mujiman, 1991).

Pakan yang tidak mudah hancur dalam air, minimum tahan dalam air sekitar 10 menit. Pakan yang tidak cepat tenggelam antara lain pakan buatan berbentuk butiran dengan diameter 2-5 mm yang populer disebut pelet. Pakan yang akan melayang dalam air dan tidak hancur selama 2-3 menit akan lebih baik. Pakan yang baik memberikan aroma yang dapat menarik dan merangsang nafsu makan ikan. Pakan yang baik dapat disimpan maksimum 2 bulan tanpa berubah kualitasnya (Tim lentera, 2002).

2.2 Bahan Baku 2.2.1 Ampas tahu

Ampas tahu merupakan hasil sisa perasan bubur kedelai. Ampas ini mempunyai sifat cepat basi dan berbau tidak sedap kalau tidak segera ditangani dengan cepat. Pemanfaatan ampas tahu menjadi pakan merupakan pengolahan yang paling mudah karena hanya dengan cara mengeringkannya. Ampas tahu yang dihasilkan segera dikeringkan. Dalam kondisi kering, ampas tahu dapat disimpan lama (Sarwono, 2003).

Biasanya para pengusaha tahu akan membuang ampas tahu begitu saja dan dibiarkan sampai membusuk. Ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan dalam kondisi masih baik atau tidak busuk. Ampas tahu merupakan sumber protein (Khairuman, 2002). Kandungan gizi tepung ampas tahu adalah protein 23,55%, lemak 5,54%, karbohidrat 26,92%, serat kasar 16,53%, abu 17,03% dan air 10,43% (Mujiman, 1991).

2.2.2 Tepung ikan

Tepung ikan yang baik berasal dari jenis ikan yang kadar lemaknya rendah. Bau khusus suatu jenis ikan kadang-kadang juga mempengaruhi daya tariknya, sehingga lebih merangsang. Ikan-ikan rucah (tidak bernilai ekonomis penting) dari sisa-sisa hasil pengolahan biasanya merupakan bahan baku yang penting untuk pembuatan tepung ikan (Mujiman, 1991). Tepung ikan yang berbau tengik, menandakan bahwa kualitas tepung ikan sudah menurun, demikian juga dengan kandungan gizinya. Sehingga tidak ekonomis lagi jika digunakan dalam pembuatan makanan ternak atau ikan (Suryana, 2013).

Tepung ikan yang memiliki kandungan lemak tinggi, akan menurunkan kualitas tepung ikan, meskipun kandungan protein tinggi. Kandungan lemak yang tinggi, menyebabkan tepung ikan mudah menjadi tengik dan tidak dapat disimpan lama (Murtidjo, 2001). Kandungan gizi tepung ikan adalah protein 22,65%, lemak 15,38%, abu 26,65%, serat 1,80% dan air 10,72% (Dharmawan, 2010).

2.2.3 Tepung darah

Darah ternak merupakan limbah dari rumah pemotongan hewan/ ternak. Limbah ini dapat diolah menjadi tepung darah dan dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ikan, karena mengandung nutrisi yang cukup tinggi. Namun, tepung darah sukar dicerna oleh ikan. Oleh karena itu, bahan baku ini disarankan hanya digunakan sebagai bahan campuran dengan jumlah tidak melebihi 10% (Kordi, 2004).

Darah hewan tersebut dipanaskan sampai 100oC sehingga membentuk gumpalan, kemudian dikeringkan dan dipres (tekanan tinggi) untuk mengeluarkan serum yang tersisa. Setelah itu dikeringkan dengan pemanasan lagi dan akhirnya digiling. Tepung darah hewan ini biasanya berwarna coklat gelap dengan bau yang khas (Darmono, 1993).

Darah yang berasal dari hewan yang dipotong ditampung lalu diolah menjadi tepung. Seekor ternak bila dipotong akan menghasilkan darah sekitar 7-9% dari bobot badannya (Suharno, 1998). Kandungan gizi tepung darah adalah protein 71,45%, lemak 0,42%, karbohidrat 13,12%, abu 5,45%, serat 7,95% dan air 5,19 (Dharmawan, 2010).

2.2.4 Daun keladi

Makanan yang sering dimakan oleh ikan tawar adalah daun keladi (Colocasia

estulata Schott), ketela pohon (Manihot utilissima Bohl), pepaya (Carica papaya Linn). Konon yang paling bagus untuk makanan ikan adalah daun keladi. Namun

daun ini tidak boleh langsung diberikan pada ikan. Harus dikeringkan dahulu agar getahnya kering. Bagian-bagian daun keladi yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan misalnya umbi, tangkai, dan daun keladi (Susanto, 2000). Komposisi gizi daun keladi menurut Widayati (1998) adalah protein 4,4 gram, lemak 1,8 gram, karbohidrat 12,2 gram, serat 3,4 gram dan kadar air 79,6%.

2.2.5 Tepung Tapioka

Tepung tapioka atau tepung kanji berfungsi sebagai perekat agar bahan baku yang ada dalam pakan dapat bersatu menjadi campuran yang homogen dan sebagai pengikat antar komponen. Dengan demikian pakan tidak mudah hancur terurai kembali ketika dimasukkan kedalam air. Bahan jadi perekat tersebut juga dapat berfungsi sebagai sumber berbagai zat makanan. Tepung tapioka tersebut apabila kita larutkan dalam air panas akan menghasilkan larutan kental yang lekat seperti lem encer. Jumlah penggunaan bahan perekat ini dapat mencapai 10% dari seluruh bobot ramuan (Mujiman, 1991). Kandungan nutrisi bahan tepung tapioka adalah protein 8,09%, lemak 1,30%, karbohidrat 77,30%, abu 0,06% dan air 13,25% (Lukito, 2007).

2.3 Kandungan Nutrisi Pakan

Yang dimaksud dengan nutrisi untuk ikan adalah kandungan gizi yang dikandung pakan, yang diberikan kepada ikan peliharaan. Apabila pakan yang diberikan ikan peliharaan mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, maka hal ini tidak saja akan menjamin hidup dan aktivitas ikan, tetapi juga akan mempercepat pertumbuhannya. Beberapa komponen nutrisi yang penting dan tersedia dalam pakan ikan antara lain protein, karbohidrat, lemak, dan serat kasar (Kordi, 2004).

2.3.1 Protein

Protein merupakan senyawa organik kompleks, tersusun atas banyak asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung fospor dan sulfur. Kualitas protein suatu bahan pakan ditentukan oleh kandungan asam amino, khususnya asam amino esensial (Sumeru, 1992).

Protein merupakan unsur yang paling penting dalam penyusunan formulasi pakan karena usaha budidaya diharapkan pertumbuhan ikan yang cepat. Dalam hal ini, protein mempunyai tiga fungsi bagi tubuh yaitu:

a. Sebagai zat pembangun yang membentuk berbagai jaringan baru untuk pertumbuhan, mengganti jaringan yang rusak, maupun yang bereproduksi. b. Sebagai zat pengatur yang berperan dalam pembentukan enzim dan hormon

penjaga serta pengatur berbagai proses metabolisme didalam tubuh ikan.

c. Sebagai zat pembakar karena unsur karbon yang terkandung didalamnya dapat difungsikan sebagai sumber energi pada saat kebutuhan energi tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak (Sahwan, 2002).

Kebutuhan protein masing-masing jenis ikan berbeda-beda. Jumlah protein yang dibutuhkan ikan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain ukuran ikan, suhu air, jumlah pakan yang dimakan ikan, ketersediaan dan kualitas pakan alami, dan kualitas protein (Kordi, 2004). Pada umumnya ikan membutuhkan makanan yang kadar proteinnya berkisar antara 20-60 persen. Sedang kadar optimum berkisar antara 30-36 persen. Apabila protein dalam pakan kurang dari 6 persen, maka ikan tidak dapat tumbuh (Mujiman, 1991).

Pakan buatan terdiri dari beberapa macam campuran bahan pakan yang berasal dari protein hewani maupun nabati. Sumber protein hewani antara lain tepung ikan, telur ayam, tepung tulang dan tepung darah. Sumber protein nabati bisa diperoleh dari limbah industri pertanian seperti bungkil kacang tanah, ampas tahu, kedelai dan sorghum (Tiana, 2004).

Protein nabati (asal tumbuh-tumbuhan) lebih sukar dicerna daripada protein hewani (asal hewan). Hal itu disebabkan karena protein nabati terbungkus didalam dinding selulose yang memang sukar dicerna. Selain itu kandungan asam amino esensial dari protein nabati pada umumnya kurang lengkap dibandingkan dengan protein hewani (Mujiman,1991).

2.3.2 Lemak

Lemak adalah senyawa organik yang tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik melalui ekstraksi eter. Lemak juga sering diistilahkan dengan fat, lipid, minyak atau lemak kasar. Beberapa jenis vitamin juga terlarut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E, dan K (Lukito, 2007).

Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang paling besar diantara protein dan karbohidrat, satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal per gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal per gram. Lemak juga menjadi sumber asam lemak, pospolipid, kolestrol dan sebagai pelarut pada proses penyerapan vitamin A, D, E, dan K. Selain itu, lemak berfungsi membantu proses metabolisme, osmoregulasi, dan menjaga keseimbangan daya apung ikan dalam air serta untuk memelihara bentuk dan fungsi jaringan (Kordi, 2004).

Kandungan lemak pakan ikan rata-rata berkisar antara 4-18%. Kandungan lemak pakan ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, misalnya ukuran ikan, kondisi lingkungan (suhu), dan adanya sumber tenaga lain (Mujiman, 2004). Kisaran kadar lemak yang tidak terlalu rendah ataupun tidak terlalu tinggi, disamping dapat memperbaiki daya awet pakan juga dapat memperbaiki (mempertinggi) kualitas pakan (Puspowardoyo, 2000).

2.3.3 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa organik yang terdiri dari serat kasar dan bahan bebas tanpa nitrogen (nitrogen free extract) atau dalam bahasa Indonesia disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Jadi, unsur-unsur karbohidrat terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen dalam perbandingan yang berbeda-beda. Karbohidrat dalam bentuk yang sederhana pada umumnya lebih mudah larut dalam air daripada lemak atau protein (Kordi, 2014).

Karbohidrat merupakan salah satu komponen sumber energi. Selain itu berperan dalam menghemat penggunaan protein sebagai sumber energi. Apabila pakan yang diberikan kekurangan karbohidrat, ikan akan kurang efesien dalam penggunaan pakan berprotein untuk menghasilkan energi dan kebutuhan metabolik lainnya (Afrianto, 2005).

Kebutuhan karbohidrat pada pakan ikan bergantung dari jenis ikannya. Menurut Wilson, hanya ikan herbivor dan omnivor yang dapat memanfaatkan karbohidrat tanaman. Watanabe , mengatakan bahwa kadar karbohidrat optimum untuk ikan omnivor adalah 20-40%, sedangkan untuk ikan karnivor antara 10-20% (Kordi, 2014).

Kemampuan ikan untuk memanfaatkan karbohidrat ini tergantung pada kemampuannya untuk menghasilkan enzim amilase. Dan kemampuan ini tergantung pula pada jenis ikannya. Apabila makan karbohidrat lebih dari 12 persen, maka pada hatinya akan terjadi timbunan glikogen yang berlebihan, dan dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi. Tapi ikan pemakan segala, dapat hidup baik dengan makanan yang kadar karbohidratnya sampai 50% atau bahkan lebih (Mujiman, 1991).

Bahan-bahan pakan yang banyak mengandung karbohidrat adalah jagung, beras, tepung terigu, dedak halus, tepung tapioka, tepung sagu dan beberapa bahan lainnya. Sebagian bahan diatas, selain sebagai sumber karbohidrat, juga berfungsi sebagai bahan perekat (binder) dalam pembuatan pakan ikan (Kordi, 2004).

2.3.4 Serat kasar

Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin, dan zat lain yang belum dapat diidentifikasikan dengan pasti. Yang disebut serat kasar disini adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun binatang. Didalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut dalam asam encer ataupun basa encer dalam kondisi tertentu (Sudarmadji, 1996).

Menurut Mujiman (1991) dalam jumlah tertentu serat kasar diperlukan juga antara lain untuk membentuk gumpalan kotoran, sehingga mudah dikeluarkan dari dalam usus. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan ikan akan mempengaruhi daya cerna dan penyerapan didalam alat pencernaan ikan. Selain itu, kandungan serat kasar yang tinggi akan menyebabkan meningkatkannya sisa metabolisme dan akan mempercepat penurunan kualitas air. Kandungan serat kasar yang tinggi (lebih dari 8%) akan mengurangi kualitas pakan ikan, sedangkan kandungan serat kasar yang rendah (dibawah 8%) akan menambah baik struktur pakan ikan dalam bentuk pelet (Kordi, 2014).

2.4 Uji Kualitas Pakan Buatan

Pakan yang diberikan pakan ikan harus diuji dulu dengan beberapa uji yaitu uji fisik, kimiawi, dan biologis. Uji-uji tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah pantas, berguna, berkualitas suatu pakan diberikan pada ikan (Dharmawan, 2010).

2.4.1 Uji Fisik

Dalam hal ini yang perlu dilakukan adalah pengujian fisik terhadap pakan buatan berbentuk pelet, yaitu antara lain mengenai kehalusan bahan bakunya, daya tahannya didalam air, dan daya mengapungnya (Mujiman, 1991).

Uji kehalusan bahan baku pakan dilakukan dengan menggiling bahan baku pakan sampai halus. Semakin banyak bagian bahan pakan yang halus, semakin baik bahan pakan tersebut. Semakin halus bahan pakan menyebabkan semakin memudahkan untuk pembuatan pelet yang berkualitas. Beberapa faktor yang menyebabkan bahan pakan menjadi halus antara lain yaitu kandungan serat kasar, kandungan air dan kekerasan bahan pakan (Dharmawan, 2010).

Pengujian daya tahan didalam air dilakukan dengan merendamnya didalam air dingin. Waktu yang diperlukan sampai pelet yang bersangkutan ambyar, merupakan daya tahannya. Makin lama waktu yang dibutuhkan, semakin baiklah mutunya. Pelet untuk ikan, setidak-tidaknya harus mempunyai daya tahan selama 10 menit (Mujiman, 1991).

Daya apung pakan buatan dapat diukur dengan menjatuhkan atau menebarkan pakan tersebut kedalam bejana kaca yang telah diisi air hingga kedalaman 15-25 cm. Waktu yang diperlukan oleh pakan sejak ditebarkan hingga tenggelam didasar bejana, adalah merupakan ukuran daya apungnya. Paling tidak harus dapat melayang selama 5 menit (Afrianto, 2005).

2.4.2 Uji Kimiawi

Pengujian kimiawi ini dimaksudkan untuk mengetahui kandungan zat-zat gizi dari makanan yang bersangkutan, yaitu mengenai kadar protein, lemak, serat kasar dan kandungan air. Pengujian ini dilakukan didalam laboratorium. Untuk mengetahui tentang kadar air sangat penting. Sebab apabila kadar airnya masih terlalu tinggi, pakan tersebut cepat rusak dan jamuran. Pelet yang baik kadar airnya tidak boleh lebih dari 10 persen (Mujiman, 1991).

a. Analisa kadar protein dengan metode Kjeldhal

Kadar protein dalam ransum atau pakan dapat ditentukan dengan prosedur Kjeldahl, yaitu dengan cara menentukan jumlah nitrogen (N) yang terdapat dalam ransum, kecuali N yang berasal dari nitrat, nitrit, dan senyawa N siklik. Setelah diketahui jumlah N-nya, selanjutnya dapat dihitung kadar protein kasarnya dengan rumus ∑N% x faktor protein.

Besarnya faktor protein umum sama dengan 6,25. Hal ini dianggap bahwa jumlah semua N yang diperoleh berasal dari protein dan semua protein mengandung 16% N. Analisis kadar protein kasar secara Kjeldahl meliputi proses destruksi, destilasi, dan titrasi. Ketiga proses ini dilakukan untuk memecah molekul-molekul protein menjadi molekul terkecil yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N (Buwono, 2010).

b. Analisa lemak dengan metode sokletasi

Penentuan kadar lemak pada cara kering, bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble. Kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Karena sampel kering maka pelarut yang dipilih harus bersifat tidak menyerap air. Pelarut yang banyak digunakan adalah petroleum eter karena lebih murah, kurang berbahaya terhadap kebakaran dan lebih selektif dalam pelarutan lipida. Pemanasan sebaiknya menggunakan penangas air untuk menghindari kebakaran. Pada akhir ekstraksi yaitu kira-kira 4-6 jam, labu godok diambil dan ekstrak dituangkan kedalam botol timbang yang telah diketahuinya beratnya. Kemudian pelarut diuapkan diatas penangas air sampai pekat. Selanjutnya dikeringkan pada suhu 100oC. Berat residu dalam botol timbang dinyatakan sebagai berat lemak atau minyak (Sudarmadji, 1996).

c. Analisa karbohidrat

Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau juga disebut Carbohydrate by

difference. Yang dimaksud dengan proximate analysis adalah suatu analisis

dimana kandungan karbohidrat termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui perhitungan, sebagai berikut :

% karbohidrat = 100% - % (protein + lemak + abu + air)

Perhitungan Carbohydrate by difference adalah penentuan karbohidrat dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan (Winarno, 1992).

d. Analisa serat kasar

Didalam analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tak larut dalam asam encer ataupun basa encer dalam kondisi tertentu.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah:

1. Defatting yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel

menggunakan pelarut lemak.

2. Digestion terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan

pelarutan dengan basa.

Penyaringan harus segera dilakukan setelah digestion selesai karena penundaan penyaringan dapat mengakibatkan lebih rendahnya hasil analisa karena terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dipakai (Sudarmadji, 1996).

2.4.3 Uji Biologis

Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui sampai seberapa jauh pengaruh pakan tersebut terhadap pertumbuhan ikan yang diumpani. Pakan yang kandungan gizinya cukup tinggi belum tentu berpengaruh baik terhadap pertumbuhan. Sebab apabila bahan bakunya merupakan bahan yang sukar dicerna, maka zat gizi yang terkandung didalam pakan yang bersangkutan tidak banyak diserap oleh usus ikan (Mujiman, 1991).

Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian langsung di laboratorium untuk menguji suatu pakan. Ikan yang dicobakan diperlakukan pemberian pakan selama periode waktu tertentu umumnya berkisar 1,5-2 bulan. Setiap minggu dilakukan pengukuran pertambahan berat ikan (Dharmawan, 2010).

2.5 Ikan Gurami

Ikan gurami merupakan ikan asli perairan Indonesia yang sudah menyebar ke seluruh perairan Asia Tenggara dan Cina. Gurami termasuk salah satu dari 12

Dokumen terkait