• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1.5 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk hidup yang tak bisa lepas dari kebutuhan akan makanan. Tanpa makanan, semua makhluk hidup akan sulit untuk mengerjakan aktivitas sehari-hari. Pada umumnya, setiap makanan memiliki kandungan gizi tertentu di dalamnya, sehingga dalam sehari-hari diperlukan mengonsumsi makanan yang beragam untuk dapat saling melengkapi kebutuhan gizi yang diperlukan. Protein, karbohidrat, dan lemak adalah salah satu contoh kandungan gizi yang terdapat dalam makanan. Makanan yang bergizi dapat membantu manusia untuk mendapatkan energi, membantu pertumbuhan dan perkembangan tubuh, terutama otak.

Rendahnya konsumsi pangan atau kurang seimbangnya masukan zat-zat gizi dari makanan yang dikonsumsi mengakibatkan terlambatnya pertumbuhan organ dan jaringan tubuh, yang pada akhirnya menimbulkan terjadinya penyakit dan atau lemahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit serta menurunnya kemampuan kerja. Hal ini tentunya akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang (Hartati, 2006).

Pada masa sekarang ini, di negara Indonesia yang masih memiliki kendala dalam memenuhi asupan gizi masyarakat, sudah banyak terjadi berbagai macam masalah terkait kesehatan perorangan ataupun masayarakatnya, baik yang dewasa, anak-anak, balita, maupun bayi. Salah satu masalah yang kerap kali terjadi di setiap tahunnya yaitu Kurang Energi Protein pada balita. Kurangnya konsumsi

protein pada masa balita dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kecerdasan balita pada masa dewasa, atau apabila terjadi defisiensi protein secara ekstrim pada masa balita maka terjadilah penyakit dengan gambaran klinik yang disebut kwashiorkor (Sediaoetama, 1985).

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, terdapat 19,6% balita kekurangan gizi di Indonesia yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi kurang. Sebesar 4,5% balita dengan gizi lebih. Dan salah satu daerah yang prevalensi gizi buruk dan kurangnya perlu diperhatikan adalah Sumatera Utara, karena angka prevalensinya lebih tinggi daripada angka prevalensi gizi kurang nasional yaitu sebesar 22,4% yang terdiri dari 8,3% gizi buruk dan 14,1% gizi kurang. Angka ini lebih tinggi 2,8% dengan angka prevalensi gizi berat kurang nasional yaitu 19,6%. Dengan angka sebesar 22,4% prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara ini juga masih termasuk dalam kategori tinggi (standar WHO; 5-9% rendah, 10-19% medium, 20-39% tinggi, >40% sangat tinggi).

Tidak pandang status sosial, status ekonomi, budaya, ataupun lingkungan masalah ini masih saja terus terjadi. Seperti di daerah pesisir bagian barat Sumatera Utara, Kabupaten Tapanuli Tengah yang notabenenya adalah daerah penghasil ikan, pun mengalami gizi buruk dan gizi kurang pada balitanya. Padahal masyarakatnya sebagian besar bermatapencaharian sebagai nelayan, yang hasil tangkapan ikannya dapat dikonsumsi untuk menyumbang kebutuhan protein pada balita.

Ikan merupakan bahan pangan yang mengandung kandungan Omega – 3 sangat baik untuk meningkatkan kecerdasan, menjaga kesehatan dan meningkatkan stamina. Pada umur anak balita, protein sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh dan perkembangan otak. Kandungan protein ikan tidak kalah dengan protein yang berasal dari daging, susu atau telur (Apriani, 2012).

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Apriani, (2012) tentang konsumsi ikan pada anak balita di Kabupaten Pasaman diperoleh bahwa jumlah rata-rata keseluruhan ikan yang dikonsumsi balita adalah 63,75 gr/hari, sedangkan rata-rata konsumsi ikan laut yang dikonsumsi oleh anak balita per tahunnya sebesar 12,43kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi ikan pada anak balita tersebut belum memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) ke VII tahun 2004 yang mengatakan bahwa untuk hidup sehat maka perlu mengkonsumsi ikan sejumlah 35kg/kapita/tahun.

Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara saat ini menunjukkan persentase konsumsi ikan di Sumatera Utara pada tahun 2012 sebesar 34,66%, dan tahun 2013 meningkat jadi 38,95%. Angka pada tahun 2013 ini sudah melebihi rata-rata konsumsi makan ikan nasional yang tercatat 35,14%.

Tapanuli Tengah menduduki posisi tiga tertinggi dalam kategori anak balita yang sangat pendek sebesar 16% dan anak balita yang pendek sebesar 33,7% (Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2013). Selain itu, Kabupaten Tapanuli Tengah pada Tahun 2012 juga berada pada peringkat ketujuh Kabupaten/Kota dengan persentase penduduk miskin sebesar 15,03%. Pada Tahun 2013 sudah beranjak menjadi peringkat keenam dengan persentase sebesar

15,41%. Kemiskinan ini sendiri tidak terlepas dari pengaruh kesehatan, pendidikan, tingginya laju penduduk, dan lain sebagainya (BPS, 2015).

Hampir sebagian besar daerah dengan persentase penduduk termiskin di Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki pantai/laut atau daerah pesisir, yang salah satunya adalah daerah kelurahan Pasir Bidang yang memiliki luas daerah paling kecil dari antara kelurahan yang lainnya di Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu sebesar 0,50 km2 dengan penduduk sebanyak 5.579 jiwa, serta pertumbuhan laju penduduk sebesar 3,72%. Yang apabila dikategorikan juga tergolong daerah yang padat akan penduduk (BPS,2012).

Menurut data hasil survei pendahuluan yang telah dilakukan di Kelurahan Pasir Bidang, Kabupaten Tapanuli Tengah pada bulan Januari 2014 sampai bulan Maret terdapat tiga orang anak balita yang mengalami gizi kurang, pada bulan April sampai bulan Juli terdapat dua orang anak balita yang mengalami gizi kurang. Kemudian di bulan Juli dan Agustus menjadi tiga orang anak balita yang mengalami gizi kurang. Selanjutnya, dari bulan Desember 2014 sampai bulan Juli 2015 terdapat satu orang anak balita yang mengalami gizi buruk dan satu orang anak balita yang mengalami gizi kurang (Laporan Puskesmas Sarudik, 2015). Pada bulan Januari 2016 terdapat dua orang anak balita yang mengalami gizi buruk dan tiga orang anak balita yang mengalami gizi kurang dari 312 orang anak balita yang terdapat di Kelurahan Pasir Bidang (Laporan Puskesmas Pembantu Pasir Bidang bulan Januari, Sarudik, 2016).

Berdasarkan hasil survei pendahuluan, sebagian besar penduduk bekerja sebagai nelayan yang pergi melaut sekali dalam tiga minggu. Dimana hasil

tangkapan akan diserahkan kepada pemilik kapal, dan untuk penghasilan nelayan diberikan pemilik kapal sesuai dengan keuntungan penjualan ikan hasil tangkapan. Kurangnya penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mengharuskan hampir setiap istri nelayan juga mencari penghasilan lain dengan mencari kerang ke pulau-pulau kecil, kemudian dijual ke pasar. Selain itu, ada juga yang memasang keramba jaring di bawah rumahnya, dan setiap pagi mengambil ikan yang terperangkap untuk dijual. Keuntungan yang didapat digunakan untuk membeli kebutuhan pangan sehari-harinya.

Hasil survei pendahuluan tersebut juga menunjukkan bahwa masyarakat dari keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Tapanuli Tengah yang notabene penghasil ikan, tidak mengonsumsi ikan dengan baik. Hal ini dikarenakan status ekonomi masyarakat Kelurahan Pasir Bidang yang masih tergolong menengah ke bawah, sehingga lebih mengutamakan menjual ikan hasil tangkapan daripada mengonsumsinya.

Berdasarkan hal di atas, peneliti bermaksud untuk meneliti bagaimana hubungan konsumsi ikan dengan tingkat kecukupan protein anak balita pada keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

Dokumen terkait