• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

FORMULIR FOOD RECALL No Responden :

Nama : Umur : Berat Badan : Jenis Kelamin :

Waktu Makan

Nama Hidangan

Bahan Makanan

Berat Protein Ikan(gr) URT (gr)

Pagi/Jam

Siang/Jam

(2)
(3)

19 Udang 20 Kerang 21 Kepiting 22 Dan lain-lain

(4)

Lampiran 3

KARAKTERISTIK RESPONDEN Umur Ibu

Umur Ibu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

SD 23 31,1 31,1 31,1

(5)

SMA/SMK 28 37,8 37,8 97,3

D3 2 2,7 2,7 100,0

Total 74 100,0 100,0

Lampiran 4

KARAKTERISTIK BALITA

Umur Balita

Umur Balita (bulan)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

12-36 43 58,1 58,1 58,1

37-60 31 41,9 41,9 100,0

Total 74 100,0 100,0

Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

LK 38 51,4 51,4 51,4

P 36 48,6 48,6 100,0

(6)

Lampiran 5

KONSUMSI IKAN

Jenis Ikan

Jenis Ikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

(7)

Frekuensi Konsumsi Ikan

Ikan Layang

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

sering 32 43,2 43,2 43,2

jarang 42 56,8 56,8 100,0

(8)

Ikan Pari

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

sering 14 18,9 18,9 18,9

jarang 60 81,1 81,1 100,0

(9)

Ikan Bawal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

sering 47 63,5 63,5 63,5

(10)

Total 74 100,0 100,0

Ikan Asin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

sering 43 58,1 58,1 58,1

jarang 31 41,9 41,9 100,0

Total 74 100,0 100,0

Tingkat Kecukupan Protein

Balita(12-36 bulan) berdasarkan kecukupan proteinnya

Tingkat Kecukupan Protein (gram)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

< 26 15 34,9 34,9 34,9

≥ 26 28 65,1 65,1 100,0

(11)

Balita (37-60 bulan) berdasarkan kecukupan proteinnya

Tingkat Kecukupan Protein (gram)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

< 35 21 67,7 67,7 67,7

≥ 35 10 32,3 32,3 100,0

Total 31 100,0 100,0

Kontribusi Protein ikan terhadap protein harian

Kontribusi Protein Ikan Anak Balita 12-36 bulan

Kontribusi Protein ikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Kontribusi Protein Ikan Anak Balita 37-60 bulan

Kontribusi Protein ikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

<80 29 93,5 93,5 93,5

80-110 2 6,5 6,5 100,0

(12)

Hubungan jumlah ikan terhadap tingkat kecukupan protein pada Balita

(12-Jumlah Ikan (gram) * Tingkat

Kecukupan Protein (gram)

43 100,0% 0 0,0% 43 100,0%

Jumlah Ikan (gram) * Tingkat Kecukupan Protein (gram) Crosstabulation

Tingkat Kecukupan Protein (gram) Total

(13)

Chi-Square Testsc

Continuity Correctionb 7,074 1 ,008

Likelihood Ratio 9,727 1 ,002 ,004 ,003

Fisher's Exact Test ,004 ,003

Linear-by-Linear Association 8,684d 1 ,003 ,004 ,003 ,003

N of Valid Cases 43

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,63.

b. Computed only for a 2x2 table

c. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.

d. The standardized statistic is 2,947.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

Odds Ratio for Jumlah Ikan (gram) (1 / 2) 10,045 1,890 53,403

For cohort Tingkat Kecukupan Protein (gram) =

1,00

5,146 1,319 20,081

For cohort Tingkat Kecukupan Protein (gram) =

2,00

,512 ,323 ,813

(14)

Hubungan jumlah ikan terhadap tingkat kecukupan protein pada Balita

(37-Jumlah Ikan (gram) * Tingkat

Kecukupan Protein (gram)

31 100,0% 0 0,0% 31 100,0%

Jumlah Ikan (gram) * Tingkat Kecukupan Protein (gram) Crosstabulation

Tingkat Kecukupan Protein (gram) Total

(15)

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper

For cohort Tingkat Kecukupan Protein (gram) =

1,00

Continuity Correctionb 5,992 1 ,014

Likelihood Ratio 11,260 1 ,001 ,004 ,003

Fisher's Exact Test ,004 ,003

Linear-by-Linear Association 7,857d 1 ,005 ,004 ,003 ,004

N of Valid Cases 31

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,55.

b. Computed only for a 2x2 table

c. For 2x2 crosstabulation, exact results are provided instead of Monte Carlo results.

(16)
(17)
(18)
(19)
(20)

DAFTAR PUSTAKA

Agus G.T.K., 2002. Budi Daya Gurami. Tangerang: Penerbit PT Agro Media Pustaka.

Ambo, dkk. Preferensi Makanan dan Daya Ramban Ikan Baronang, Siganus

canaliculatus pada Berbagai Jenis Lamun. Jurnal Ilmu Kelautan Fakultas

Ilmu Kelautan dan Perikanan. http://repository.unhas.ac.id/ [diakses Maret 2016].

Anindita, P., 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,

Kecukupan Protein & Zinc dengan Stunting (Pendek) pada Balita Usia 6-35 Bulan di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Jurnal Kesehatan

Masyarakat 1(2) : 617-626. http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm [diakses februari 2016].

Andriani, M Dan Bambang W., 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Apriani, Rina., 2012. Pola Konsumsi Ikan pada Anak Balita di Nagari

Taruang-Taruang Kecamatan Rao Kabupaten Pasaman. Skripsi Program Studi

Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang.

Astawan M., 2004. Manfaat Ikan bagi Jantung dan Wajah. http://www.dkp.go.id, [diakses Januari 2016].

Astawan., 2005. Ikan Air Tawar Kaya Protein dan Vitamin. http//www.gizi.net [diakses Februari 2016].

Auliya, Cholida, dkk., 2015. Profil Status Gizi Balita Ditinjau dari Topografi

Wilayah Tempat Tinggal (Studi Wilayah Pantai dan wilayah Punggung Bukit Kabupaten Jepara). Unnes Journal of Public Health 4 (2).

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph [diakses Juni 2016].

BPS., 2012. Statistik Daerah Kecamatan Sarudik Tahun 2012.

http://tapanulitengahkab.bps.go.id/ [diakses Januari 2016].

BPS., 2015. Profil Kemiskinan Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2013. http://tapanulitengahkab.bps.go.id/ [dikases Januari 2016].

BPS., 2015. Jumlah Nelayan Tangkap Menurut Kecamatan di Kabupaten

Tapanuli Tengah, 2015. http://tapanulitengahkab.bps.go.id/ [diakses Juni 2016]

(21)

Burhanuddin., 1994. Sumber Daya Ikan Kembung. Kanisius. Jakarta.

Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara. Konsumsi Ikan.

http://dkp.sumutprov.go.id/ [diakses Januari 2016].

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera

Utara 2013. http://diskes.sumutprov.go.id/. [diakses Januari 2016].

Djuwanah EA., 1996. Budi Daya Ikan Secara Polikultur. Jakarta.

Hadie W dan Supriatna J., 1996. Teknik Budi Daya Bandeng. Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara.

Hardinsyah, Hadie Riyadi, dan Victor Napitupulu., 2011. Kecukupan Energi,

Protein, Lemak dan Karbohidrat. https://hadiriyadiipb.files.wordpress.com.

[diakses Februari 2016].

Harli M., 2004. Makan Ikan Mencegah Kanker. Bogor: IPB

Hartati, Yuli., 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Ikan

dan Status Gizi Anak 1 – 2 Tahun di Kecamatan Gandus Kota Palembang Tahun 2005. Program Studi Magister Gizi Masyarakat Program

Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Indriana, S., 2005. Hubungan Pendapatan, Pengetahuan Gizi Ibu dengan

Ketersediaan Ikan Tingkat Rumah Tangga Daerah Perkotaan. Jurnal Gizi

Indonesia. 1(1). ejournal.undip.ac.id [diakses februari 2016].

Institute of Medicine [IOM]., 2005. Dietary Reference Intake for Energy,

Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids. A Report of the Panel on Macronutrients, Subcommittees on Upper Reference Levels of Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes, and the Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes. National Academies Press. Washington, DC.

Jenie, Nuratifa., 2001. Peningkatan Keamanan dan Mutu Simpan Pindang Ikan Kembung Dengan Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat, Bakteri Asam Laktat dan Pengemasan Vakum. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. No.1. Vol XII. 2001.

Kementerian Kelautan dan Perikanan., 2009. Serial Manfaat Ikan. Jakarta. (http://www.wpi.kkp.go.id) [diakses Februari 2016].

Kementerian Kelautan dan Perikanan., 2014. Kontribusi Protein Ikan. Jakarta. (http://www.wpi.kkp.go.id) [diakses Februari 2016].

(22)

Kementerian Kesehatan., 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta.

Khomsan A., 2004. Manfaat Omega-3, Omega-6, dan Omega-9, dalam Peranan

Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.

Laporan Puskesmas Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah 2015. Laporan Puskesmas Pembantu Bulan Januari 2016.

Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga 2015.

Madanijah, S, Zulaikhah, dan Yanthi Br.Munthe., 2006. Sumbangan Konsumsi

Ikan dan Makanan Jajanan terhadap Kecukupan Gizi Anak Balita pada Keluarga Nelayan Buruh dan Nelayan Juragan. Media Gizi dan Keluarga.

30(1): 31-41. repository.ipb.ac.id [diakses Januari 2016].

Marsetyo dan Kartasapoetra., 2003. Ilmu Gizi Korelasi Gizi, Kesehatan dan

Produktivitas Kerja. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Meliala, Endang, R., 2009. Konsumsi Ikan dan Kontribusinya Terhadap

Kebutuhan Protein pada Keluarga Nelayan di Lingkungan IX Kelurahan Labuhan Deli Kecamatan Medan Marelan. Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo S., 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Asdi Mahasatya.

Nurjanah, Taufik Hidayat, dan Silvia Mawarti Perdana., 2015. Analisis

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Ikan pada Wanita Dewasa di Indonesia. JPHPI 2015, 18(1). journal.ipb.ac.id [diakses Februari 2016].

Pandit S., 2008. Optimalkan Distribusi Hasil Pertanian. http//www.balipost.co.id [diakses Januari 2016].

Putri, A, M., 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Konsumsi Ikan

Siswa Sekolah Dasar Negeri 060919 di Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2015. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Riyandini, M, C., 2014. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Prestasi belajar Anak

di Sekolah Dasar Swasta Brigjend Katamso II Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Salasa, N.N, S.A Nugraheni, Frieda NRH., 2006. Hubungan Konsumsi Ikan

(23)

Kecamatan Gandus Kota Palembang Tahun 2006. Jurnal Psikologi, 33(2):

1-12. jurnal.psikologi.ugm.ac.id [diakses Februari 2016].

Sediaoetama A.D., 1985. Ilmu Gizi. Jilid I. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat.

Suhartini dan Hidayat., 2005. Olahan Ikan Segar. Surabaya: Penerbit Trubus Agri Sarana.

Sumedi., 2005, Hasil Melimpah Konsumsi Ikan Rendah. http://www.kompas.com [diakses Januari 2016].

Susanti, dkk. Mutu Ikan Tongkol (Euthynnus Affinis C.) di Kabupaten Gunungkidul

dan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Teknobiologi Universitas

Atma Jaya Yogyakarta. http://e-journal.uajy.ac.id/ [diakses Februari 2016].

Yulius, dkk, 2013. Komposisi Jenis dan Ukuran Ikan Layang (Decapterus spp.) di

Perairan Teluk Lombe Kecamatan Gu Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi

Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia, 2(6): 129-141 [diakses Maret 2016].

Waysima, Ujung Sumarwan, Ali Khomsan, dan Fransiska R Zakaria., 2010. Sikap

Afektif Ibu terhadap Ikan Laut Nyata Meningkatkan Apresiasi Anak Mengonsumsi Ikan Laut. Jurnal Gizi dan Pangan, 5(3): 197-204 [diakses

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

non-eksperimental yang bersifat observasional dengan pendekatan cross sectional

yaitu mengetahui hubungan konsumsi ikan dengan tingkat kecukupan protein anak balita pada keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah. Lokasi ini dipilih karena 90 % penduduknya bekerja sebagai nelayan (BPS, 2010).

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2015 sesuai dengan dimulainya survei pendahuluan di lokasi penelitian sampai pada bulan Juni 2016 sesuai dengan perkiraan berakhirnya pengerjaan skripsi.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

(25)

962 Rumah Tangga di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.3.2 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel dilakukan secara acak seerhana. Jumlah sampel ditentukan dengan rumus (Notoatmodjo, 2012) :

= 1 +

= 281

1 + 281 0,1

= 73,75 ≈ 74 orang Keterangan :

N = besar populasi n = besar sampel

d = tingkat penyimpangan yang bisa ditolerir yaitu 10%

Sampel yang diambil disesuaikan dengan kriteria inklusi pada penelitian ini. Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo,2012). Adapun kriteria inklusinya adalah sebagai berikut :

1. Anak balita yang berasal dari keluarga nelayan yang tinggal di lingkungan Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah sekurang-kurangnya 1 tahun.

(26)

3.4 Metode Pengumpulan Data a. Data Primer

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan formulir food recall selama 2 hari tidak berturut - turut dan juga dengan formulir food frequency dan sebagai responden adalah ibu balita dari keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

b. Data Sekunder

Meliputi gambaran umum kelurahan Pasir Bidang, data umum keluarga nelayan yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah.

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional

1. Jenis ikan adalah berbagai macam ikan yang dikonsumsi oleh anak balita setiap hari.

2. Jumlah konsumsi ikan adalah banyaknya ikan (gr) yang dikonsumsi oleh anak balita setiap hari.

3. Frekuensi konsumsi ikan adalah keacapan mengonsumsi ikan.

4. Sumbangan Protein Ikan adalah jumlah protein yang diperoleh dari konsumsi ikan.

(27)

3.6 Metode Pengukuran 3.6.1 Jenis ikan

Jenis Ikan dibatasi menjadi ikan laut dan ikan tawar sesuai dengan jenis ikan yang sering dikonsumsi di Kelurahan Pasir Bidang.

a. Ikan Laut b. Ikan Tawar

3.6.2 Jumlah Konsumsi Ikan

Jumlah Ikan (gr) yang dikonsumsi diperoleh dengan melihat rata-rata jumlah ikan yang dikonsumsi per harinya pada anak balita di Kelurahan Pasir Bidang, kemudian dikategorikan menjadi :

a. Cukup : ≥ rata-rata jumlah konsumsi ikan (gr)

b. Tidak cukup : < rata-rata jumlah konsumsi ikan (gr) Frekuensi 3.6.3 Frekuensi Konsumsi Ikan

Untuk frekuensi konsumsi ikan yaitu berapa kali individu mengonsumsi ikan yang sama dalam kurun waktu tertentu. Frekuensi Konsumsi ikan dikategorikan berdasarkan formulir food frequency :

a. Setiap hari

b. 4-5 kali seminggu c. 1-3 kali seminggu d. Tidak Pernah

Namun pada penelitian ini akan dikategorikan menjadi :

(28)

b. Jarang. Dikatakan jarang apabila mengonsumsi ikan minimal 1-3 kali seminggu

3.6.4 Sumbangan protein ikan diperoleh dengan membandingkan asupan protein dari ikan dibandingkan dengan Angka Kecukupan Protein yang direkomendasikan di Indonesia.

Klasifikasi tingkat kecukupan protein (WNPG,2004) : a. Baik : 80 – 110% AKP

b. Kurang : < 80% AKP c. Lebih : > 110% AKP

3.6.5 Tingkat kecukupan protein dikategorikan (Permenkes, 2013) : Anak Balita (12- 36 bulan)

a. Cukup : ≥ 26 gram/hari b. Tidak cukup : < 26 gram/hari Anak Balita (37- 60 bulan) a. Cukup : ≥ 35 gram/hari b. Tidak Cukup : < 35 gram/hari

3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Metode Pengolahan data

(29)

1. Editing

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner. 2. Coding

Setelah semua kuesioner diedit atau disunting, selanjutnya dilakukan peng”kodean” atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

3. Data Entry

Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau

“Software” komputer. Dalam proses ini juga dituntut ketelitian dari orang

yang melakukan “data entry” ini, apabila tidak maka akan terjadi bias. 4. Cleaning

(30)

3.7.2 Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Analisis Univariate (Analisis Deskriptif), yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian melalui distribusi frekuensi dan persentase setiap variabel.

2. Analisis Bivariate, dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara dua variabel yang diteliti. Analisis ini menggunakan uji statistik

(31)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah. Hal yang akan digambarkan adalah kondisi demografi, yaitu keadaan atau kondisi penduduk di suatu daerah tertentu.

4.1.2 Kondisi Demografi

Kelurahan Pasir Bidang memiliki jumlah keluarga nelayan sebanyak 1.082 dengan jumlah KK sebanyak 1.203 KK dan jumlah penduduk sebanyak 5.579 jiwa yang terdiri dari 2.829 laki-laki (50,7%) dan 2.750 perempuan (49,3%) (Kelurahan Pasir Bidang, 2015).

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kelurahan Pasir Bidang adalah nelayan (85%), dan Pegawai Negeri Sipil (10%) sebagian lagi penjual Ikan/wiraswasta (3%), dan lain-lain (2%). Sedangkan untuk suku, hampir sebagian besar masyarakat Kelurahan Pasir Bidang bersuku Batak Toba (85%), dan sebagian kecil lainnya bersuku Nias (11%), Melayu (0,22%), Minang (0,9%), Madura (2,33%), dan lain-lain (0,55%). Dan untuk agama, masyarakat keluarahan Pasir Bidang yang menganut agama Islam (19%), Kristen Protestan (66%), Katolik (14,23%), Hindu (0,19%), Budha (0,42%), dan lain-lain (0,16%) (Kelurahan Pasir Bidang, 2015).

(32)

pergi melaut di pagi hari dan pulang pada siang atau sore hari. Sedangkan, nelayan buruh atau lebih dikenal sebagai Anak Buah Kapal (ABK) adalah nelayan yang bekerja pada orang yang memiliki kapal besar, dan pergi melaut sekali dalam tiga minggu.

Berdasarkan hasil penelitian juga didapati bahwa masyarakat di Kelurahan Pasir Bidang memiliki kebiasaan dimana ikan hasil tangkapan nelayan tidak dijadikan sebagai sumber lauk-pauk, melainkan sebagai sumber penghasilan. Artinya, ikan hasil tangkapan terkhusunya ikan dengan kategori mahal dijual ke pasar, kemudian hasil penjualan digunakan untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Hal demikian terjadi pada nelayan tangkap. Sementara untuk nelayan buruh, penghasilan yang didapat itu diperoleh dari pemilik kapal sesuai dengan keuntungan hasil tangkapan. Ikan hasil tangkapan nelayan buruh biasanya akan dibawa ke pelelangan ikan, dan disortir. Beberapa ikan dengan kondisi yang bagus akan dijual ke perusahaan terkait untuk diekspor, sementara sebagiannya dijual ke pasar. Dan ikan dengan kondisi kurang bagus akan dijual dengan harga miring ke penjual ikan yang kemudian akan dijual di pasar.

(33)

Berdasarkan data dari BPS (2015) terdapat 357 orang nelayan tangkap yang berasal dari kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah, dan 90% diantaranya adalah yang bertempat tinggal di Kelurahan Pasir Bidang, yaitu sebanyak 322 orang.

Gambar 4.1 Pendaratan Ikan Hasil Tangkap 4.2 Karakteristik Responden

Responden adalah orang yang diminta untuk memberikan keterangan tentang suatu fakta/pendapat. Beberapa hal yang akan diulas tentang karakteristik responden pada penelitian ini yaitu umur, pendidikan terakhir, dan pekerjaan. 4.2.1 Umur

Responden dalam penelitian ini adalah ibu dari keluarga nelayan yang terpilih sebagai sampel yang berada di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah yaitu sebanyak 74 orang.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Umur (Tahun) n %

≤ 25 19 25,7

26-35 51 68,9

≥ 36 4 5,4

(34)

Tabel diatas menunjukkan bahwa umur responden yang terbanyak adalah pada kelompok umur 26-35 tahun yaitu sebanyak 51 orang (68,9%). Dan yang paling sedikit adalah pada kelompok umur tahun ≥ 36 yaitu sebanyak 4 orang (5,4%).

4.2.2 Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian beberapa jenis pekerjaan yang dilakukan oleh responden yaitu terdiri dari Ibu Rumah Tangga, dan Wiraswasta.

Tabel 4.2 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Pekerjaan n %

Ibu Rumah Tangga 56 75,7

Wiraswasta 18 24,3

Total 74 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa pekerjaan responden yang terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yaitu sebanyak 56 orang (75,7%). Dan yang paling sedikit adalah Wiraswasta yaitu sebanyak 18 orang (24,3%). Adapun beberapa jenis pekerjaan yang tergolong dalam kategori wiraswasta pada masyarakat di Kelurahan Pasir Bidang yaitu penjual ikan, penjual sembako, dan penjual makanan.

4.2.3 Pendidikan

(35)

Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Tabel diatas menunjukkan bahwa pendidikan terkahir responden yang terbanyak adalah SMA/SMK yaitu sebanyak 28 orang (37,8%). Dan yang paling sedikit adalah Ahli Madya (D3) yaitu sebanyak 2 orang (2,7%).

4.2.4 Umur Balita Responden

Berdasarkan hasil penelitian banyaknya anak balita sesuai dengan umurnya yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.4 Distribusi Umur Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Umur (Bulan) n %

12-36 43 58,1

37-60 31 41,9

Total 74 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa anak balita pada keluarga Nelayan yang berumur 12-36 bulan lebih banyak terdapat di Kelurahan Pasir Bidang yaitu sebnayak 43 orang (58,1%), daripada balita yang berumur 37-60 bulan yaitu sebanyak 31 orang (41,9%).

4.2.5 Jenis Kelamin Balita Responden

(36)

Tabel 4.5 Distribusi Jenis Kelamin Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Jenis Kelamin n %

Laki-Laki 38 51,4

Perempuan 36 48,6

Total 74 100,0

Tabel diatas menunjukkan bahwa anak balita pada keluarga Nelayan yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak terdapat di Kelurahan Pasir Bidang yaitu sebnayak 38 orang (51,4%), daripada anak balita yang berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 36 orang (48,6%).

4.3 Konsumsi Ikan Balita pada Keluarga Nelayan

Beberapa hal terkait konsumsi ikan yang akan diteliti pada penelitian ini yaitu jenis ikan, frekuensi konsumsi ikan, dan jumlah konsumsi ikan.

4.3.1 Jenis Ikan yang dikonsumsi Balita

Adapun beberapa jenis ikan yang dikonsumsi oleh anak Balita di Kelurahan Pasir Bidang yaitu ikan laut dan ikan tawar. Berikut pendistribusiannya.

Tabel 4.6 Distribusi Jenis Ikan yang dikonsumsi Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Jenis Ikan n %

Ikan Laut 56 75,7

Ikan Tawar 18 24,3

Total 74 100,0

(37)

(75,7%). Dan yang paling sedikit adalah Ikan Tawar yaitu sebanyak 18 orang (24,3%).

4.3.2 Frekuensi Ikan yang dikonsumsi Balita

Pada umumnya masyarakat termasuk anak balita di Keluruhan Pasir Bidang terbilang sering mengonsumsi ikan laut. Berikut distribusi frekuensi ikan yang dikonsusmi anak balita pada keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang. Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Ikan yang dikonsumsi Balita pada Keluarga

Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

(38)

4.3.3 Jumlah Ikan yang dikonsumsi Balita

Berdasarkan hasil penelitian jumlah ikan yang dikonsumsi anak balita pada keluarga nelayan di Pasir Bidang yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.8 Distribusi Jumlah Ikan (gr) yang dikonsumsi Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah dikonsumsi Balita pada keluarga nelayan adalah sebesar 97,5 gram/hari. Dimana pada setiap 97,5 gram ikan terdapat 21,45 gram protein ikan. 21,45 gram diperoleh dengan membandingkan rata-rata konsumsi ikan anak balita di Kelurahan Pasir Bidang dengan 100 gram dikali protein ikan yang terdapat pada 100 gram ikan. Maka dari tabel dapat diketahui bahwa balita yang mengonsumsi ikan dengan jumlah yang cukup (≥ 97,5gram/hari) lebih banyak, yaitu 39 orang (52,7%) daripada balita yang mengonsumsi ikan dengan jumlah yang tidak cukup (< 97,5gram/hari) yaitu sebanyak 35 orang (47,3%).

4.3.4 Tingkat Kecukupan Protein

(39)

Tabel 4.9 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein Balita (12-36 bulan) pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Tabel diatas menunjukkan bahwa lebih banyak balita berumur 12-36 bulan yang kecukupan protein per harinya tercukupi, yaitu sebanyak 28 orang (65,1%) daripada balita berumur 12-36 bulan yang kecukupan protein per harinya tidak tercukupi, yaitu sebanyak 15 orang (34,9%).

Tabel 4.10 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein Balita (37-60 bulan) pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Tabel diatas menunjukkan bahwa lebih banyak terdapat balita berumur 37-60 bulan yang kecukupan protein per harinya tidak tercukupi, yaitu sebanyak 21 orang (67,7%) daripada balita berumur 37-60 bulan yang kecukupan protein per harinya tercukupi, yaitu sebanyak 10 orang (32,3%).

(40)

Tingkat kontribusi protein diklasifikasi sesuai dengan tingkat konsumsi protein menurut WNPG (2004), yang mana dikategorikan kurang apabila < 80%, baik 80-110%, dan lebih >110%. Persentase kontribusi protein ikan diperoleh dengan membandingkan asupan protein dari ikan dibandingkan dengan Angka Kecukupan Protein yang direkomendasikan di Indonesia kemudian dikalikan 100%. Maka dari tabel diatas dapat diketahui bahwa protein ikan yang dikonsumsi oleh anak balita 12-36 bulan tidak memberikan kontribusi yang baik terhadap kecukupan protein harian.

Terbukti dengan tingginya persentase kontribusi protein ikan kurang (<80%), sedangkan persentase terendah berasal dari kontribusi protein lebih (>110%). Tabel 4.12 Distribusi Kontribusi Protein (%) Ikan terhadap Kecukupan

Protein pada Balita (37-60 bulan) Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah Kontribusi Protein

(41)

4.4 Hubungan Konsumsi Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita

Adapun indikator dari konsumsi ikan yang akan dihubungkan dengan tingat kecukupan protein pada penelitian ini adalah jumlah konsumsi ikan.

4.4.1 Hubungan Jumlah Ikan (gr) dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (12-36 bulan)

Berikut hubungan jumlah ikan yang dikonsumsi oleh anak balita pada keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang dengan tingkat kecukupan protein per hari yang dianjurkan oleh peraturan menteri kesehatan.

Tabel 4.13 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (12-36 bulan) berdasarkan Jumlah Ikan (gr) yang dikonsumsi di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

Pengkategorian jumlah ikan (gr) disesuaikan dengan rata-rata jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi per harinya oleh balita di Kelurahan Pasir Bidang. Dikategorikan cukup apabila jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi lebih dari atau sama dengan rata-rata jumlah konsumsi ikan (gr). Sebaliknya, dikategorikan tidak cukup apabila jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi kurang dari rata-rata jumlah konsumsi ikan per hari di kelurahan Pasir Bidang.

(42)

persentase terkecil adalah balita berumur 12-36 bulan dengan tingkat kecukupan protein yang tidak cukup dan jumlah ikan yang dikonsumsi ikan tidak cukup, yaitu sebanyak 2 orang (10,5%).

Tabel diatas juga menunjukkan bahwa rasio prevalensi tingkat kecukupan protein berdasarkan jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi yaitu sebesar 10. Yang artinya, anak balita berumur 12-36 bulan yang jumlah konsumsi ikan (gr) cukup kemungkinan besar tercukupi proteinnya 10 kali lebih besar dibandingkan anak balita dengan jumlah konsumsi ikan (gr) tidak cukup. Hal ini didukung pula dengan hasil uji statistik (p = 0,003) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jumlah ikan yang dikonsumsi dengan tingkat kecukupan protein.

4.4.2 Hubungan Jumlah Ikan dengan Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (37-60 bulan)

Berikut hubungan jumlah ikan yang dikonsumsi oleh anak balita pada keluarga nelayan di Kelurahan Pasir Bidang dengan tingkat kecukupan protein per hari yang dianjurkan oleh peraturan menteri kesehatan.

Tabel 4.14 Distribusi Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (37-60 bulan) berdasarkan Jumlah Ikan (gr) yang dikonsumsi di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah

(43)

sama dengan rata-rata jumlah konsumsi ikan (gr). Sebaliknya, dikategorikan tidak cukup apabila jumlah ikan (gr) yang dikonsumsi kurang dari rata-rata jumlah konsumsi ikan per hari di kelurahan Pasir Bidang.

Tabel diatas menunjukkan bahwa dalam hal kecukupan protein berdasarkan jumlah ikan, diperoleh persentase tertinggi berasal dari balita berumur 37-60 bulan yang tingkat kecukupan proteinnya tidak cukup dengan jumlah ikan yang dikonsumsi juga tidak cukup, yaitu sebanyak 17 orang (89,5%). Sedangkan persentase terkecil adalah balita berumur 37-60 bulan dengan tingkat kecukupan protein yang cukup dan jumlah ikan yang dikonsumsi ikan tidak cukup, yaitu sebanyak 0 orang (0%).

(44)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Jenis Ikan yang dikonsumsi Balita pada Keluarga Nelayan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, persentase jenis ikan yang paling sering dikonsumsi oleh anak balita bulan di kelurahan Pasir Bidang adalah ikan laut sebesar 75,7%. Jenis ikan laut menjadi pilihan dalam mengonsumsi ikan disebabkan karena ikan laut lebih sering dihasilkan dari hasil tangkapan, terutama nelayan harian. Selain itu juga disebabkan karena beberapa jenis ikan laut dijual murah dipasaran. Hal ini sejalan dengan penelitian Matheus dalam Auliya Cholida, dkk (2015) di wilayah Ambon, yaitu 93,3% balita di wilayah pantai mengonsumsi ikan laut setiap harinya.

Namun hal ini tidaklah menyatakan bahwa ketika seseorang mengonsumsi ikan laut maka kecukupan proteinnya sehari-hari sudah tercukupi, begitu juga sebaliknya. Apabila seseorang mengonsumsi ikan tawar tidaklah berarti kecukupan proteinnya sehari-hari belum tercukupi. Hal ini diasumsikan karena protein yang berkontribusi terhadap tingkat kecukupan protein per harinya tidak hanya berasal dari ikan, tapi juga berasal dari protein nabati, protein hewani dan lainnya. Hal ini didukung oleh pendapat Sediaoetama yang menyatakan bahwa sumbangan protein dalam sehari-hari tidak hanya berasal dari protein hewani tapi juga protein nabati, seperti kacang-kacangan, tahu, tempe, dan lain-lain.

5.2 Frekuensi Ikan yang dikonsumsi Balita pada Keluarga Nelayan

(45)

balita yang sering mengonsumsi ikan layang. Hal ini diasumsikan karena pada saat penelitian, ikan yang sedang musim dikonsumsi adalah ikan layang. Selain itu, harganya juga cukup terjangkau oleh masyarakat. Di daerah ini, terjangkau atau tidaknya harga suatu ikan memang dipengaruhi oleh kondisi musim atau tidaknya ikan tersebut diperoleh dari hasil tangkapan nelayan. Sedangkan untuk persentase terendah berasal dari anak balita yang mengonsumsi ikan lele. Hal ini diasumsikan karena hanya sebagian kecil masyarakat di Kelurahan Pasir Bidang yang mau mengonsumsi ikan tawar.

Sementara untuk frekuensi konsumsi ikan yang jarang pada anak balita, persentase tertinggi diperoleh dari konsumsi ikan lele, yang artinya hampir sebagian besar anak balita jarang mengonsumsi ikan lele. Begitu juga dengan persentase terendah yang berasal dari anak balita yang mengonsumsi ikan layang. Artinya, hanya sebagian kecil anak balita yang jarang mengonsumsi ikan layang.

(46)

Eikosapentanoat (EPA), Asam Dokosaheksanoat (DHA) ikan dan status gizi dengan prestasi belajar siswa yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang siginifikan antara frekuensi makan ikan dengan status gizi, bahkan hubungan variabel keduanya tergolong lemah. Sementara diketahui bahwa kekurangan protein terkhususnya pada masa balita akan memberikan dampak jangka panjang, seperti kwashiorkor (gizi buruk) dan penurunan kualitas IQ. Hal ini didukung oleh pendapat Sediaoetama dalam buku Ilmu Gizi jilid I yang menyatakan bahwa defisiensi protein secara ekstrim akan menyebabkan terjadinya penyakit dengan gambaran klinik yang disebut kwashiorkor. Defisiensi protein juga hampir selalu, atau praktis selalu bergandengan dengan defisiensi kalori.

5.3 Kontribusi Protein Ikan terhadap Kecukupan Protein Harian.

(47)

5.4 Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (12-36 bulan) berdasarkan Jumlah Ikan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, rata-rata jumlah ikan yang dikonsumsi oleh anak balita yang berumur 12-36 bulan di kelurahan Pasir Bidang adalah sebanyak 97,5 gram/hari. Dari hasil penelitian juga didapati bahwa persentase anak balita yang mengonsumsi ikan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan rata-rata jumlah konsumsi ikan pada balita di Kelurahan Pasir Bidang dengan kecukupan protein yang cukup lebih tinggi dibandingkan anak balita yang mengonsumsi ikan dalam jumlah yang tidak cukup dengan tingkat kecukupan protein yang tidak cukup. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian didapati juga anak balita berumur 12-36 bulan yang konsumsi jumlah ikannya tidak cukup, namum kecukupan proteinnya cukup. Hal ini diasumsikan karena beberapa balita ada juga yang mengonsumsi susu, baik itu ASI ataupun susu formula.

(48)

mengonsumsi ikan maka semakin besar pula peluang tercukupinya kecukupan protein dalam seharinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Meliala (2009) yang menyatakan bahwa jumlah ikan juga perlu ditingkatkan, sehingga protein ikan dapat berkontribusi dalam memenuhi kecukupan yang dianjurkan. Sejalan juga dengan penelitian Putri (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan jumlah ikan dengan pengetahuan anak, yang artinya jumlah ikan berkontribusi dalam pertumbuhan dan perkembangan otak.

(49)

5.5 Tingkat Kecukupan Protein Anak Balita (37-60 bulan) berdasarkan Jumlah Ikan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, rata-rata jumlah ikan yang dikonsumsi oleh anak balita yang berumur 37-60 bulan di kelurahan Pasir Bidang adalah sebanyak 97,5 gram/hari. Dari hasil penelitian juga didapati bahwa persentase anak balita yang mengonsumsi ikan dalam jumlah yang tidak cukup dengan kecukupan protein yang tidak cukup lebih tinggi dibandingkan anak balita yang mengonsumsi ikan dalam jumlah yang cukup dengan tingkat kecukupan protein yang cukup. Banyaknya anak balita yang jumlah konsumsi ikannya tidak cukup diasumsikan karena anak balita berumur 37-60 bulan lebih suka mengonsumsi makanan jajanan berupa mie, roti, kue kering, permen, dan makanan ringan lainnya dibandingkan mengonsumsi nasi lengkap dengn lauk-pauk dan buah-buahan. Hal ini diakui oleh beberapa responden penelitian yang menyatakan anak balita berumur 37-60 bulan yang sudah mengonsumsi makanan jajanan cenderung tidak mau makan dirumah karena merasa sudah kenyang.

Berbeda hal nya dengan kondisi kecukupan protein anak balita berumur 12-36 bulan, yang mana masih terdapat anak balita yang kecukupan proteinnya tercukupi namun jumlah ikan yang dikonsumsi tidak cukup. Pada anak balita berumur 37-60 bulan hal tersebut tidak ditemukan. Hal ini diasumsikan karena anak balita berumur 37-60 bulan tidak mengonsumsi susu, yang mana diketahui susu juga memeberikan sumbangan protein yang besar bagi kecukupan protein.

(50)

jumlah ikan pada anak balita berumur 37-60 bulan, dengan p = 0,004. Artinya dengan tercukupinya jumlah konsumsi ikan per harinya, maka semakin besar peluang tercukupinya kecukupan protein. Pada umumnya, anak balita umur 37-60 bulan di Kelurahan Pasir Bidang juga sudah mengonsumsi beragam makanan layaknya makanan orang dewasa. Begitu juga dalam hal mengonsumsi ikan, sebagian besar responden mengatakan bahwa mereka tidak merasa kesulitan dalam memberi ikan sebagai lauk pada anak balita usia 37-60 bulan. Mungkin karena berasal dari keluarga nelayan, maka dari itu hampir setiap masyarakat, baik anak-anak maupun orang dewasa terbilang suka mengonsumsi ikan. Dari hasil uji statistik juga dapat dinyatakan bahwa semakin banyak jumlah seseorang mengonsumsi ikan maka semakin besar pula peluang tercukupinya kecukupan protein dalam seharinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Salasa (2006) yang menyatakan bahwa asupan protein berhubungan dengan perkembangan kognisi anak baduta, dimana asupan protein pada anak baduta di Kecamatan Gandus, Palembang ini didominasi dengan konsumsi ikan hampir setiap harinya.

(51)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Jenis ikan yang sering dikonsumsi oleh anak balita di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah adalah ikan laut ( ikan Layang ).

2. Jenis ikan yang jarang dikonsumsi oleh anak balita di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah adalah ikan tawar ( ikan Lele ).

3. Terdapat hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan jumlah ikan (gr) pada anak balita bulan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten Tapanuli Tengah. Tercukupinya jumlah konsumsi ikan sehari-harinya, maka besar peluang kecukupan protein juga tercukupi dengan baik.

4. Anak balita berumur 12-36 bulan yang jumlah konsumsi ikan (gr) cukup kemungkinan besar tercukupi proteinnya 10 kali lebih besar dibandingkan anak balita dengan jumlah konsumsi ikan (gr) tidak cukup.

(52)

6.2 Saran

1. Ibu sebagai pengolah bahan makanan dalam rumah tangga agar lebih meningkatkan konsumsi protein ikan pada anak balitanya dengan memanfaatkan sumber protein ikan yang ada dari hasil tangkapan nelayan karena protein ikan memiliki manfaat yang baik terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita.

(53)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Ikan

2.2.1 Pengertian dan Jenis Ikan

FAO (1995) mendefinisikan ikan sebagai organisme yang hidup di air. Kelompok organisme yang dikelompokan sebagai ikan adalah ikan bersirip (finfish), krustasea, moluska, binatang air lainnya dan tanaman air. Ikan termasuk kelas Pisces yang merupakan kelas terbesar dalam golongan vertebrata (Djuwanah, 1996).

Berdasarkan UU No. 45 Tahun 2009, pengertian Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Secara umum perairan tempat kehidupan ikan terdiri dari laut, tawar dan payau.

Astawan (2005) menggolongan ikan dalam tiga golongan yaitu ikan air laut, ikan air tawar dan ikan air payau (tambak). Ikan yang ada di air tawar dan air laut sangat banyak sehingga dibedakan menjadi golongan yang dapat dikonsumsi dan ikan hias. Lingkungan ikan air tawar adalah sungai, danau, kolam, sawah atau rawa.

Beberapa contoh jenis ikan yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, yaitu : 1. Bandeng

(54)

disukai semua lapisan masyarakat. Ciri - ciri ikan bandeng : badan memanjang, padat, kepala tanpa sisik, mulut kecil terletak di ujung kepala dan rahang tanpa gigi dan lubang hidung terletak di depan mata, sirip punggung terletak jauh dibelakang tutup insang, berwarna putih bersih dan dagingnya putih (Hadie dan Supriatna, 1996).

2. Ikan Mas

Merupakan jenis ikan darat yang hidup di perairan dangkal yang mengalir tenang dengan suhu sejuk. Jenis ikan konsumsi air tawar ini banyak digemari masyarakat karena dagingnya gurih dan memiliki kadar protein tinggi. Beberapa ciri - ciri ikan mas yaitu umumnya berwarna kuning dan badan memanjang (Harli, 2004).

3. Lele

Dari sekian banyak komoditas perikanan di Indonesia, lele dapat dikatakan sebagai jenis ikan yang sangat populer di masyarakat, selain rasanya lezat, kandungan gizinya pun cukup tinggi sehingga disukai berbagai kalangan, terutama bagi anak - anak karena kandungan proteinnya tinggi yang berguna untuk meningkatkan kecerdasan, umumnya berwarna hitam abu -abu, terkadang putih berbintik (Hadie dan Supriatna, 1996).

4. Gurami

(55)

5. Ikan Tongkol

Berdasarkan pendapat Susanti, dkk yang mengutip hasil penelitian Sanger, dapat disimpulkan bahwa Ikan tongkol ( Euthynnus affinis C.) adalah ikan yang berpotensi cukup tinggi dalam bidang ekspor serta memiliki nilai ekonomis tinggi. Walaupun demikian, tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Hal ini menyebabkan penanganan ikan tongkol masih belum baik dari penangkapan sampai pemasaran.

Ikan tongkol juga memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 26,2 mg/100g dan sangat cocok dikonsumsi oleh anak-anak dalam masa pertumbuhan, selain itu ikan tongkol juga sangat kaya akan kandungan asam lemak omega-3.

Gambar 2.1 Ikan Tongkol ( Euthynnus affinis C.)

6. Ikan Layang

(56)

kandungan gizi yang tinggi, protein sebesar 22,0 %, kadar lemak rendah 1,7% sehingga lebih menguntungkan bagi kesehatan ( Yulius, dkk, 2013).

Gambar 2.2 Ikan Layang (Decapterus sp.) 7. Ikan Baronang

Ikan baronang (Siganus canaliculatus) termasuk dalam Famili Siganidae, merupakan jenis ikan demersal yang hidup di dasar atau dekat dengan dasar perairan. Ikan baronang yang kecil dikenal oleh masyarakat dengan nama yang berbeda-beda satu sama lain seperti di Tapanuli Tengah dinamakan cabe-cabe, di Pulau Seribu dinamakan kea-kea, dan lain-lain (Ambo, dkk).

(57)

8. Ikan Kembung

Ikan kembung (Scomber canagorta) tergolong ikan pelagik yang menghendaki perairan yang bersalinitas tinggi. Ikan kembung suka hidup secara bergerombol dan kebiasaan makan adalah memakan plankton yang besar/kasar (Copepode atau Crustacea) (Burhanuddin, 1994).

Ikan kembung (Scomber canagorta) memiliki rahang, tubuh bilateral simetris, mulutnya terminal dan memiliki tutup insang. Ikan kembung juga memiliki linea lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah (dirhinous), bersisik dan tidak memiliki sunggut, ikan kembung juga memiliki satu buah sirip punggung, dua buah sirip perut, pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak (Jenie, 2001).

Gambar 2.4 Ikan Kembung (Scomber canagorta)

2.2.2 Kandungan Gizi dalam Ikan

(58)

beberapa kelebihan, diantaranya adalah mengandung omega 3 dan omega 6, dan kelengkapan komposisi asam amino (Pandit, 2008).

Menurut Budiarso (1998), Ikan merupakan bahan pangan yang sangat baik mutu gizinya, karena mengandung kurang lebih 18 gram protein untuk setiap 100 gram ikan segar, sedangkan ikan yang telah dikeringkan dapat mencapai kadar protein 40 gram dalam 100 gram ikan kering.

Didukung dengan Astawan (2004), dibandingkan dengan bahan makanan lainnya, ikan mengandung asam amino essensial yang lengkap dan sangat diperlukan oleh tubuh manusia, oleh karena itu mutu protein ikan sebanding dengan mutu protein daging.

Ikan adalah bahan pangan yang mengandung protein tinggi yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena selain mudah dicerna, juga mengandung asam amino yang terdapat dalam tubuh manusia (Suhartini dan Hidayat, 2005).

Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan memiliki koposisi kimia, yaitu : Tabel 2.1 Komposisi Kimia Daging Ikan

Komposisi Jumlah Kandungan (%)

Air Sumber : Suhartini dan Hidayat (2005)

(59)

dapat mencapai 35%. Proporsi protein kolektif 6 (kolagen) pada ikan jauh lebih rendah daripada daging ternak yaitu berkisar antara 3-5% dari total protein. Hal ini juga yang menyebabkan daging ikan lebih empuk (Khomsan, 2004).

Ikan lebih dianjurkan untuk dikonsumsi dibandingkan daripada daging hewan, terutama bagi mereka yang menderita kolesterol dan gangguan tekanan darah ataupun jantung (Suhartini dan Hidayat, 2005).

Ikan juga dapat menurunkan kadar kolesterol darah, menurunkan kadar trigliserida darah, meningkatkan kecerdasan anak dan meningkatkan kemampuan akademik, menurunkan risiko kematian karena penyakit jantung, mengurangi gejala rematik, menurunkan aktivitas pertumbuhan sel kanker dan juga mengandung omega 3 dan omega 6 (Pandit, 2008).

Omega 3 yang terdapat pada ikan mencegah penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya. Masyarakat yang gemar mengonsumsi ikan memiliki umur harapan hidup rata - rata lebih panjang daripada masyarakat yang kurang mengonsumsi ikan (Pandit, 2008).

2.2.2.1Protein pada Ikan dan Manfaatnya

(60)

3-5% dari total protein. Makanya dibandingkan daging sapi, daging ikan terasa empuk dan lebih mudah hancur saat dikunyah (Andriani dan Bambang, 2012). 2.2.2.2Lemak pada Ikan dan Manfaatnya

Kandungan lemak dalam ikan hanya berkisar antara 1-20%, terlebih sebagian besar kandungan lemaknya pun berupa asam lemak tak jenuh yang justru berguna bagi tubuh, di antaranya berfungsi menurunkan kadar kolesterol dalam darah (Andriani dan Bambang, 2012).

Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung asam lemak tak jenuh (Eicosapentaenoic acid/EPA, Docosahexanoid acid/DHA), yodium, selenium, fluorida, zat besi, taurin, coenzyme Q10 dan kalori yang rendah (Harli, 2004).

1. Selenium

Selenium sudah diakui sebagai unsur esensial bagi manusia dan merupakan bagian penting dari enzym yang berperan dalam membuat antioksidan. Selenium membantu mencegah kerusakan DNA yang disebabkan zat kimiawi dan radiasi. Hasil penelitian pada hewan percobaan menunjukkan kekurangan selenium menimbulkan gejala pertumbuhan lambat, dystrophy otot dan necrosis jantung, ginjal dan hati. Bagi daerah atau negara yang tingkat kandungan selenium dalam tanahnya rendah seperti Australia, maka mengonsumsi ikan menjadi faktor yang amat penting untuk mencegah kekurangan selenium (KKP, 2009).

2. Co-enzyme Q10

(61)

suatu antioksidan, namun baru akhir - akhir ini mendapat perhatian berkaitan dengan sumber makanannya (KKP, 2009).

Konsentrasi co - enzyme meningkat dibawah pengaruh tekanan seperti latihan fisik dan dalam kondisi regeneratif otak, seperti penyakit kepikunan/alzheimer. Dilaporkan juga bahwa konsentrasi co - enzym menurun pada beberapa penyakit termasuk penyakit degenerasi otot dan carcinomas hati. Walaupun co - enzyme Q10 dapat dibangun dalam tubuh, namun asupan dari makanan masih sangat diperlukan (KKP, 2009).

3. Taurin

Seafood, termasuk ikan laut, banyak mengandung taurin. Asam amino ini telah diketahui berperan dalam formasi dan ekskresi garam empedu, yang dipecah menjadi kolesterol. Taurin juga berperan dalam fungsi retina dan fungsi kognitif (KKP, 2009).

4. Asam Lemak tak Jenuh

(62)

seperti Crustacea, mulusca, ikan dan tanaman seperti bunga matahari, jagung dan kedele (KKP, 2009)

Kandungan asam lemak omega 3 yang tinggi ini berperan meningkatkan kekebalan tubuh, menurunkan risiko penyakit jantung koroner, menghambat pertumbuhan beberapa jenis kanker, dan mempertahankan fungsi otak terutama yang berhubungan dengan daya ingat (Andriani dan Bambang, 2012).

Tabel 2.2 Kandungan Omega 3 dan Omega 6 pada Berbagai Jenis Ikan per 100 gram Ikan

2.2.2.3Vitamin pada Ikan dan Manfaatnya

Ada dua kelompok vitamin pada ikan, pertama vitamin larut dalam air, antara lain Vitamin B6, B12, Biotin, dan Niasin. Vitamin ini banyak terdapat di ikan yang dagingnya berwarna gelap. Adapun kelompok kedua, yaitu vitamin larut dalam lemak (Vitamin A dan D) yang terkandung pada minyaknya (Andriani dan Bambang, 2012).

(63)

2.2.2.4Mineral pada Ikan dan Manfaatnya

Kandungan mineral pada ikan jumlahnya lumayan banyak, di antaranya ada magnesium (memperkuat tulang, otot, dan gizi), zat besi (mencegah anemia), seng (meningkatkan kekebalan tubuh dan mempercepat penyembuhan luka), dan selenium (mencegah kanker, mempertahankan elastisitas jaringan bersama Vitamin E sehingga kita terhindar dari penuaan dini) (Andriani dan Bambang, 2012).

(64)

Tabel 2.3 Kandungan Zat Gizi Ikan per 100 gram

2.5.1 Faktor yang Memengaruhi Konsumsi Ikan

(65)

Indonesia berbanding terbalik dengan wilayahnya yang kaya akan sumber protein hewani.

Adapun beberapa faktor–faktor yang mengakibatkan rendahnya konsumsi ikan pada masyarakat Indonesia, antara lain :

1. Mitos dan Budaya

Umumnya masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang kental dengan budaya adatnya, sehingga tidak jarang cara bagaimana pola makan yang baik, cara mengolah makanan, bahkan kegemaran antar setiap makanan berbeda – beda. Contohnya, orang padang gemar mengonsumsi makanan bersantan, sedangkan orang jawa gemar mengonsumsi makanan yang manis, dan lain-lain. Dari sini kita dapat melihat bahwa pengaruh budaya sangat melekat, begitu juga dengan mitos. Masyarakat Indonesia juga sangat mudah terpengaruh dengan adanya mitos turun temurun dari nenek moyangnya. Saat ini mungkin sudah tidak jarang juga kita mendengar bahwa membiarkan anak balita atau anak sekolah mengonsumi ikan yang banyak akan mengakibatkan kecacingan, sehingga ini menjadi salah satu alasan kenapa masih banyak Ibu yang tidak mengharuskan anaknya untuk mengonsumsi ikan.

2. Kondisi Geografis

Kodisi Geografis merupakan kondisi suatu daerah dilihat dari letaknya pada bola bumi dibandingkan dengan posisi atau letak daerah lain.

(66)

sumber penghasilan ataupun dikonsumsi sehari-hari sebagai penyumbang protein ataupun gizi lainnya bagi setiap masyarakatnya.

Berdasarkan pendapat para peneliti (Madanijah, dkk, 2006) yang mengutip hasil penelitian Daryati menyimpulkan bahwa konsumsi ikan yang lebih besar pada keluarga nelayan dibandingkan keluarga yang bukan nelayan, karena keluarga nelayan bertempat tinggal di daerah yang penghasil ikan.

3. Pendapatan Rumah tangga

Besar dan kecilnya pendapatan rumah tangga sangat mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dapat dikonsumsi. Sesuai dengan fungsi makanan yang dapat menggambarkan status sosial, hal ini juga menjadi faktor pendukung untuk kalangan masyarakat menengah keatas untuk mengonsumsi makanan yang mahal, terkhusunya dalam mengonsumsi ikan. Umunya masyarakat dari golongan menengah keatas akan dengan mudah mengonsumsi Ikan berprotein tinggi yang biasanya akan dikenakan harga yang mahal, sedangkan untuk masyarakat golongan bawah tidak terlalu memperhatikan apakah makanan tersebut memiliki kandungan gizi tinggi atau tidak, tapi lebih memperhatian apakah makanan tersebut dapat mengenyangkan perut atau tidak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Restuina (2009), dapat disimpulkan bahwa masyarakat keluarga nelayan lebih memilih mengonsumsi ikan dencis daripada ikan bawal yang memiliki harga yang mahal.

4. Pengetahuan Ibu

(67)

lahir, seperti orangtua melalui makanan yang diperbolehkan, dan konteks sosial dimana perilaku makan terjadi, khusunya peran Ibu dalam meningkatkan asupan makanan yang sehat pada anak.

Berdasarkan pendapat Waysima, dkk (2010) dapat disimpulkan bahwa seorang ibu sering digambarkan sebagai nutritional gate-keeper yaitu seseorang di dalam rumah tangga yang berlaku sebagai pembuat keputusan membeli hingga menyiapkan makanan untuk keluarga. Di Indonesia sendiri, kebanyakan ibu berlaku sebagai gate-keeper bagi keluarganya, walaupun sebagian dari mereka adalah perempuan bekerja atau sekalipun di rumahnya terdapat pembantu. Oleh karenanya ibu banyak mempengaruhi pola kebiasaan makan anak.

Berdasarkan penelitian Madanijah (2006) dapat disimpulkan bahwa peningkatan pengetahuan gizi ibu dapat menyebabkan peningkatan konsumsi ikan pada setiap anggota keluarga. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik akan menyebabkan pemilihan makanan yang bukan hanya sekedar baik tapi memiliki kandungan gizi yang bermanfaat, sebaliknya, ibu yang memiliki pengetahuan gizi kurang akan menyebabkan pemelihan makanan yang asal-asalan.

Berdasarkan penelitian Indriana (2005), dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi pendapatan/kapita/bulan dan pengetahuan gizi Ibu tentang ikan maka semakin tinggi ketersediaan ikan di Rumah Tangga.

5. Pola Konsumsi dan Distribusi Makan Keluarga

(68)

dalam pendistribusian makanan, umumnya masyarakat Indonesia menengah kebawah masih membiasakan untuk memberikan bagian terbaik suatu hidangan makanan kepada kepala keluarga dibandingkan anak balita atau anak yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan.

6. Ketersediaan Ikan Laut

Berdasarkan penelitian Waysima, dkk (2010) menyimpulkan bahwa ketersedian ikan laut bagi konsumen sangat layak mendapat perhatian, karena sering kali didapati alasan kurangnya konsumsi ikan laut di masyarakat bukan dikarenakan tidak memiliki uang namun karena tidak tersedianya ikan tersebut di daerah tersebut. Alasan lain terkait ketersediaannya juga mengarah pada kondisi ikan yang setelah sampai di pasar sudah tidak layak konsumsi karena busuk atau menggunakan bahan pengawet yang tidak diizinkan.

2.5.2 Manfaat Konsumsi Ikan

Dibandingkan dengan ikan tawar, kandungan gizi ikan laut lebih banyak. Ikan laut memiliki kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Fungsinya adalah agar lemak tubuh tetap dalam keadaan cair jika berada di air laut. Adanya kemampuan tersebut membut kandungan omega 3 yang lebih tinggi. Kandungan utama dari ikan laut adalah zat makro molekul tubuh, misalnya seperti protein tinggi, lemak, vitamin dan mineral.

(69)

1. Mengatasi Masalah Pencernaan

Protein pada ikan berbeda dengan protein yang ada pada manfaat daging lainnya seperti daging sapi, ayam, atau kambing. Berdasarkan pendapat Pandit (2008), dapat disimpulkan bahwa serat pada protein ikan memiliki rantai penyusun protein yang pendek, sehingga penyerapan lebih cepat dan lebih mudah. Tentu saja ini tidak memberatkan kinerja pada usus halus, sehingga dapat membantu proses pencernaan bagi yang sedang mengalami gangguan pada proses pencernaan.

2. Merangsang Otak

Berdasarkan pendapat Andriani dan Bambang (2012), dapat disimpulkan bahwa dalam protein ikan terdapat kandungan zat yang mampu merangsang pertumbuhan otak, terutama untuk balita. Zat tersebut lebih dikenal taurine, yang bekerja dengan baik untuk merangsang sel otak yang masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Zat lain yang mampu merangsang perkembangan otak adalah asam lemak Omega 3 (EPA dan DHA). Karena sebagian besar otak manusia mengandung zat omega 3, sehingga dipercaya untuk membantu perkembangan sel otak.

3. Mengontrol Kolesterol

(70)

omega 3. Kandungan zat di dalamnya terdapat EPA dan DHA mampu menurunkan kolestrol tinggi dan mengikat lemak.

4. Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh

Bayi dan balita sangat rawan terkena penyakit, untuk itu perlu ekstra hati-hati dalam menjaga kondisi agar tetap stabil. Berdasarkan pendapat Andriani dan Bambang (2012), dapat disimpulkan bahwa salah satu upaya yang dapat menjaga kondisi kekebalan tubuh agara tetap stabil yaitu dengan mengonsumsi asam lemak omega 3 yang banyak terdapat dalam manfaat ikan laut. Salah satu fungsinya adalah untuk membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan menjaga kondisi tubuh, sehingga anak tidak mudah terserang penyakit.

5. Menurunkan Resiko Penyakit Degeneratif

Berdasarkan pendapat Andriani dan Bambang (2012), dapat disimpulkan bahwa fungsi lainya dari asam lemak omega 3 adalah membantu untuk menurunkan resiko penyakit degeneratif. Salah satunya adalah penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi, dan kanker. Selain menggunakan omega 3, kandungan mineral selenium mampu membantu metabolisme tubuh. Manfaat antioksidan di dalamnya juga dipercaya untuk mengatasi masalah penyakit degeneratif.

(71)

mengikat lemak jenuh dengan baik. Sehingga mengurangi resiko untuk terkena penyakit degeneratif tersebut.

6. Menjaga Kesehatan Mata

Salah satu fungsi penting yang terdapat dalam manfaat ikan laut adalah menjaga kesehatan mata. Bukan hanya itu, juga membantu mencegah kebutaan pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena dalam ikan laut terdapat banyak manfaat vitamin A dan B kompleks. Menurut Pandit (2008), Vitamin A banyak terdapat pada hati ikan, terkhususnya hati ikan Hiu.

7. Baik untuk Pertumbuhan

Berdasarkan pendapat Andriani dan Bambang (2012), dapat disimpulkan bahwa Ikan juga berperan dalam proses pembentukan tulang dan memperkuat otot. Kandungan manfaat vitamin D dan magnesium dalam ikan laut, berperan untuk menjaga kekuatan tulang. Makanan jenis ini sangat cocok dikonsumsi untuk anak-anak yang masih dalam tahap pertumbuhan.

8. Membantu Hasilkan Energi

(72)

9. Mencegah Migrain

Ikan laut merupakan salah satu bahan pangan yang kaya vitamin. Adanya fungsi vitamin B kompleks membantu tubuh mengurangi dan mencegah migraine (sakit kepala sebelah).

10. Baik untuk Anemia

Anemia atau kurang darah biasanya memiliki tubuh lemas dan pucat. Mereka harus mengkonsumsi banyak manfaat sayur-sayuran untuk membantu pembentukan sel darah merah. Jika anda adalah tipe orang yang kurang suka sayuran, dapat dikolaborasikan dengan ikan laut. Nutrisi dalam ikan laut terdapat vitamin B kompleks yang juga membantu untuk pembentukan sel haemoglobin. Dengan begitu eritrosit (sel darah merah) juga akan terbentuk.

Berdasarkan pendapat Andriani dan Bambang (2012), dapat disimpulkan bahwa dalam ikan laut terdapat juga manfaat zat besi, yang berfungsi untuk membantu pembentukan sel haemoglobin.

2.5.3 Konsumsi Ikan pada Masyarakat 2.5.3.1Konsumsi Ikan pada Baduta

(73)

Berdasarkan penelitian Salasa, dkk (2006), dapat disimpulkan juga bahwa anak berusia 1-2 tahun yang tinggal di daerah dekat sungai mengonsumsi ikan 1 sampai 2 kali dalam sehari, dan jenis ikan yang dikonsumsi biasanya adalah ikan patin, ikan sepat, dan ikan gabus.

2.5.3.2Konsumsi Ikan pada Wanita

Ikan memiliki kontribusi terhadap pemenuhan zat gizi dari pangan hewani. Berdasarkan penelitian Nurjanah, dkk (2015), dapat dilihat konsumsi ikan pada wanita dewasa sebesar 109 gram/hari. Pedoman Gizi Seimbang (2014) menganjurkan wanita dewasa mengkonsumsi 120 gram pangan hewani sebagai penyumbang protein dengan mutu gizi yang tinggi. Pemenuhan pangan hewani dari ikan sesuai pedoman gizi seimbang adalah 91% atau hampir memenuhi anjuran konsumsi. Ikan menyumbang protein sebanyak 19,1 g /hari atau 82% dari total asupan protein pangan hewani. Jika dibandingkan dengan kebutuhan protein, konsumsi ikan perhari pada wanita dewasa hanya memenuhi 34% kebutuhan protein per hari. Pola konsumsi ikan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar kelompok umur pada wanita dewasa di Indonesia.

(74)

dengan status ekonomi menengah hingga tinggi berpeluang 1,11 kali mengkonsumsi ikan yang lebih tinggi dibandingkan status ekonomi rendah.

2.5.3.3Konsumsi Ikan pada Keluarga Nelayan

Berdasarkan pendapat Waysima, dkk (2010), dapat disimpulkan bahwa sikap anak dari keluarga nelayan terhadap makan ikan laut ditentukan oleh wilayah pesisir, yang berarti ketersediaan ikan dalam jumlah banyak dan relatif segar di suatu wilayah sangat menentukan hal yang berkaitan dengan kegiatan anak mengonsumsi ikan laut. Pola makan keluarga, yang berarti anak cenderung mengikuti pola makan orangtua dalam mengonsumsi ikan laut. Begitu juga dengan sikap afektif atau kesukaan ibu terhadap ikan laut akan memberikan kontribusi nyata ke sikap anak dalam mengonsumsi ikan laut.

2.6 Protein

2.6.1 Angka Kecukupan Protein

(75)

2.6.2 Angka Kecukupan Protein pada anak Balita

Kecukupan protein seseorang dipengaruhi oleh berat badan, usia (tahap pertumbuhan dan perkembangan) dan mutu protein dalam pola konsumsi pangannya. Bayi dan anak-anak yang berada dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan yang pesat membutuhkan protein lebih banyak perkilogram berat badannya dibanding orang dewasa (IOM, 2005).

Perhitungan kecukupan protein didasarkan pada kebutuhan protein per kilogram berat badan menurut umur dan jenis kelamin berdasarkan hasil review yang dilakukan IOM (2005); demikian pula untuk tambahan kecukupan protein bagi ibu menyusui (IOM, 2005), dengan data berat badan rata–rata sehat penduduk Indonesia menurut kelompok umur dan jenis kelamin, seperti halnya pada perhitungan AKE. Perhitungan kecukupan protein disesuaikan dengan rata -rata berat badan sehat, serta dikoreksi dengan faktor koreksi mutu protein (Hardinsyah, dkk, 2011).

(76)

dan remaja tetapi ditingkatkan menjadi 1.5. Berikut rumus perhitungan kecukupan protein (Hardinsyah, dkk, 2011) :

Kecukupan protein = (AKP x BB) x faktor koreksi mutu protein Keterangan :

AKP = Angka kecukupan protein (g/kgBB/hari) BB = Berat badan aktual (kg)

Faktor koreksi mutu protein umum = 1.3 bagi dewasa dan 1.5 bagi anak dan remaja. Faktor koreksi mutu protein Perempuan hamil = 1.2

Tabel 2.4 Angka Kecukupan Protein Rata-Rata yang Dianjurkan (Per Orang Per Hari) 2013 pada Balita

Golongan

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan nomor 75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia

(77)

2.3.3 Kontribusi Ikan terhadap Protein

Sebagai bahan pangan, ikan mempunyai banyak keunggulan dibanding sumber protein hewani lainnya seperti daging sapi, daging ayam, telur dan susu. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang sangat baik dan prospektif. Ikan juga bersifat universal, dapat diterima semua agama dan semua golongan (tidak memerlukan ritual khusus terkait penyembelihan) serta dapat dikonsumsi oleh semua kelompok umur. Keragamanan yang sangat tinggi pada ikan baik dari segi jenis, bentuk, warna, rasa dan ukuran juga menyebabkan ikan dapat diproses lebih lanjut menjadi berbagai macam produk olahan.

Berdasarkan hasil penelitian Anindita (2012), dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan kejadian stunting pada balita, yang artinya semakin tinggi tingkat kecukupan protein maka semakin naik pula pertumbuhan balita.

(78)

Gambar 2.5 Sumbangan Konsumsi Protein Ikan Indonesia terhadap Total Konsumsi Protein

Mutu suatu protein pada bahan pangan, sangat ditentukan oleh tinggi-rendahnya asam amino esensial yang dikandungnya. Dan protein ikan memiliki keunggulan karena kelengkapan komposisi asam aminonya dan kemudahannya untuk dicerna tubuh.

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten
Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik,
Tabel 4.5 Distribusi Jenis Kelamin Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik, Kabupaten
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Ikan yang dikonsumsi Balita pada Keluarga Nelayan di Kelurahan Pasir Bidang, Kecamatan Sarudik,
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara retrospektif, mungkin terdapat fase prodromal dengan gejala-gejala dan perilaku kehilangan minat dalam bekerja, adalam aktivitas (pergaulan) sosial, penelantaran

The presented procedure can process the acquired data available as a dense point cloud in order to deliver a numerical model suitable for a Finite Element Method

Demikian atas perhatian Bapak/Ibu dan kerjasama yang baik kami mengucapkan terima kasih. Ketua,

The present study aims to demonstrate the usefulness of GIS to support archive searches and historical studies ( e.g. related to industrial archaeology), in the

Jika foton jingga diganti dengan foton berwarna kuning terang dijatuhkan pada permukaan logam tersebut, pernyataan yang benar adalah ..... elektron yang dilepaskan dari logam

Pada penelitian ini terdapat 3 (tiga) bagian kuesioner yaitu data demografi, tingkat depresi dinilai dengan menggunakan instrument BDI (Beck Depression Inventory) II , dan

Dengan demikian pembagian harta bersama menurut Pasal 128 KUHPerdata bahwa setelah bubarnya harta bersama, kekayaan bersama dibagi dua antara suami dan isteri, tetapi dapat

Mohon maaf untuk setiap download hanya 5 nomor soal, silahkan anda ulangi download untuk mendapatkan soal lebih lengkap. Jika anda ingin melihat kunci jawaban silahkan berkunjung di