• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen DENDENG NILA BANK INDONESIA (Halaman 57-71)

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.2. Saran

1. Untuk lebih mengenalkan produk Dendeng Nila ini sebaiknya dilakukan promosi baik dari pengusaha sendiri maupun bantuan dari pemerintah. Promosi ini tentunya dibarengi oleh pengemasan produk yang lebih baik dan menarik serta kualitas produk yang terjaga.

2. Dari sisi perbankan, usaha dendeng nila ini layak untuk dibiayai, meskipun usaha ini sensitif terhadap kenaikan harga bahan baku. Namun kenaikan harga bahan baku yang biasanya dipicu oleh kelangkaan bahan jarang terjadi karena nila merupakan produk budidaya jadi tidak bersifat musiman.

 Jawa Tengah Dalam Angka, 2007

 Statistik Perikanan Budidaya Jawa Tengah 2007

 Pola Pembiayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Bandeng Asap, Bank Indonesia, 2007

 Neraca Bahan Makanan Perikanan Jateng Tahun 2006

DAFTAR WEBSITE

 www.database.deptan .go.id diunduh 17 September 2008  www.gizi.net diunduh 17 September 2008

 www.kompas.com edisi 6 Desember 2007 diunduh 17 September 2008  www.ristek.go.id diunduh 01 September 2008

 www.sinartani .com diunduh 17 September 2008  www.wikipedia.org diunduh 01 September 2008

LAMPIRAN

RUMUS PERHITUNGAN DALAM ASPEK KEUANGAN

Menghitung

1. Net Present Value (NPV)

NPV adalah nilai sekarang dari arus yang dihasilkan usaha di masa yang akan datang dikurangi nilai investasi pada awal periode. NPV dirumuskan sebagai berikut: n CFn

NPV = ∑ --- - I0 t=1 (1+WACC)n Keterangan:

CFn = arus kas pada periode ke n.

WACC = rata-rata tertimbang biaya modal (weighted average cost of capital). I0 = investasi pada awal periode.

Arus kas (CFn) terdiri dari arus kas masuk dan arus kas keluar. Selisih kedua arus kas tersebut disebut sebagai arus kas bersih. Dengan mendiskontokan arus kas bersih tersebut dengan biaya modal (WACC), maka diperoleh nilai sekarang (present value) dari arus kas tersebut. Arus kas bisa positif bisa pula negatif. Investasi awal tentu merupakan arus kas negatif. Total seluruh arus kas tersebut akan menghasilkan nilai bersih arus kas (net present value).

Jika NPV positif berarti usaha layak untuk dijalankan. Jika NPV negatif berarti usaha tersebut tidak layak dijalankan. Jika NPV sama dengan nol berarti imbal hasil (return) investasi tersebut sama persis dengan biaya modalnya. Investasi di sektor ril mempunyai resiko yang lebih besar daripada deposito misalnya. Untuk mengkompensasi resiko yang besar tersebut, investor meminta imbal hasil yang besar pula. Jika imbal hasil usaha yang akan dianalisis ini tidak lebih baik daripada investasi lain yang resikonya lebih kecil, investor tidak akan menjalankan usaha ini. Cara menghitung NPV adalah seperti pada Tabel L1.1.

DENDENG NILA Tabel L1.1

Contoh Perhitungan NPV

Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun

Uraian 0 1 2 3 4 5

ARUS KAS MASUK

Laba Operasi x (1 - Tarif Pajak) 2.500 2.500 2.500 2.500 2.500

Biaya Penyusutan 200 200 200 200 200

Nilai Sisa Harta Tetap 500

Nilai Sisa Modal Kerja Bersih 750

Total Arus Kas Masuk 2.700 2.700 2.700 2.700 3.950

ARUS KAS KELUAR

Harta Tetap 6.000

Perubahan Modal Kerja Bersih 370 300 0 0 0 0

Total Arus Kas Keluar 6.370 300 0 0 0 0

Arus Kas Bersih -6.370 2.400 2.700 2.700 2.700 3.950

Discount Rate = WACC 15,5% 1,0000 0,8657 0,7494 0,6487 0,5615 0,4861

PV -6.370 2.078 2.023 1.751 1.516 1.920

NPV 2.918

Cara mendapatkan angka-angka pada Tabel L1.1 di atas adalah sebagai berikut: Laba operasi diperoleh dari proyeksi laba rugi.

1.

Biaya penyusutan dan nilai sisa harta tetap didapatkan dari nilai perolehan harta 2.

tetap dibagi dengan nilai ekonomisnya (metode penyusutan garis lurus). Nilai sisa harta tetap adalah selisih antara nilai perolehan dan akumulasi penyusutannya pada akhir tahun proyeksi (dalam contoh ini akhir tahun kelima).

Nilai sisa modal kerja diperoleh dari selisih harta lancar dan utang lancar pada 3.

akhir tahun proyeksi (dalam contoh ini akhir tahun kelima.

Harta tetap pada awal periode adalah total kebutuhan harta tetap yang 4.

dibutuhkan.

Perubahan modal kerja bersih diperoleh dengan cara sebagai berikut: 5.

Hitung kebutuhan modal kerja yaitu untuk mendanai harta lancar yang terdiri •

dari kas untuk berjaga-jaga, piutang usaha, persediaan bahan baku, barang dalam proses, barang jadi, dan biaya sewa. Dana tersebut sebagian sudah dibutuhkan sejak awal periode, misalnya untuk biaya sewa, membeli bahan baku dan biaya pengolahannya.

Hitung utang lancar yang dapat digunakan untuk menalangi sebagian •

kebutuhan dana untuk harta lancar di atas, khususnya utang yang diberikan oleh pemasok bahan baku.

Hitung selisih harta lancar dan utang lancar, sehingga diperoleh modal kerja •

bersih. Jadi, kebutuhan dana yang masih harus dicarikan adalah sebesar modal kerja bersih tersebut. Sumber dananya bisa berasal dari modal sendiri atau pinjaman. Pada Tabel L1.2 tampak bahwa modal kerja bersih pada awal periode sebesar Rp370 dan tahun pertama dan seterusnya adalah Rp670. Hitung perubahan modal kerja bersih dari waktu ke waktu. Modal kerja bersih •

pada awal periode adalah Rp370. Sedangkan pada tahun kedua dibutuhkan sebesar Rp670. Jadi, tambahan modal kerja yang dibutuhkan pada tahun pertama adalah Rp300. Dengan cara yang sama diperoleh tambahan modal kerja untuk tahun-tahun berikutnya sebesar Rp0. Angka-angka perubahan modal kerja inilah yang dimasukkan kedalam Tabel L1.1

Perubahan modal kerja bersih dapat didanai dengan modal sendiri dan •

pinjaman. Jika 30% didanai dengan modal sendiri dan sisanya dengan pinjaman, maka besarnya dana yang harus disediakan oleh pemilik pada awal periode adalah Rp111 dan pinjaman Rp259. Pada tahun pertama tambahan dana untuk modal kerja dari pemilik adalah Rp90 dan pinjaman Rp210. Bunga pinjaman dihitung atas pinjaman yang sudah ditarik. Karena pinjaman •

modal kerja bisa diperpanjang (roll over), maka baki kredit modal kerja usaha ini adalah Rp259 + Rp210 = Rp469. Biaya bunga dihitung atas pinjaman yang sudah ditarik tersebut (outstanding loan).

Untuk menghitung biaya modal (WACC) digunakan formula berikut: • E D WACC = --- Ke + --- Kd (1-t) E + D E + D Keterangan: E = modal sendiri

DENDENG NILA Ke = biaya modal sendiri

Kd = biaya modal pinjaman t = tarif pajak

Tabel L1.2

Perhitungan Modal Kerja

Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun

Uraian 0 1 2 3 4 5

Kas 20 20 20 20 20 20

Piutang Usaha 0 250 250 250 250 250

Persediaan Bahan Baku 200 200 200 200 200 200

Persediaan Barang Dalam Proses 300 300 300 300 300 300

Persesiaan Barang Jadi 0 50 50 50 50 50

Biaya Sewa 150 150 150 150 150 150

Total 670 970 970 970 970 970

Utang Usaha 300 300 300 300 300 300

Modal Kerja Bersih 370 670 670 670 670 670

Perubahan Modal Kerja Bersih 370 300 0 0 0 0

Pendanaan

Modal Sendiri 30% 111 90 0 0 0 0

Pinjaman Bank 70% 259 210 0 0 0 0

Total 100% 370 300 0 0 0 0

Langkah-langkah untuk menghitung biaya modal usaha tersebut adalah sebagai berikut:

Hitung porsi pendanaan harta tetap yang berasal dari modal sendiri dan pinjaman. 1.

Misalnya 30% dari modal sendiri dan sisanya pinjaman bank. Buat perhitungan seperti pada Tabel L1.3.

Tentukan biaya modal pinjaman, misalnya 16% per tahun (biasanya disamakan 2.

dengan tingkat bunga pinjaman). Kemudian tentukan biaya modal sendiri, yaitu dengan menambahkan tingkat bunga pinjaman dengan persentase tertentu (spread) untuk menutupi resiko usaha, misalnya 4% di atas tingkat bunga pinjaman, berarti biaya modal sendiri adalah 20%.

Hitung biaya modal pinjaman setelah pajak, sementasa biaya modal sendiri tidak 3.

dikenakan pajak. Mengapa biaya modal sendiri tidak dikenakan pajak? Proses penurunan rumusnya adalah sebagai berikut:

Perhatikan bagian bawah dari laporan laba rugi (mulai dari laba operasi sampai a.

dengan laba bersih) yang terdiri dari: Laba Operasi (EBIT)

- Biaya Bunga (I)

= Laba sebelum pajak (EBT) - Pajak (T)

= Laba Bersih (NI) Keterangan:

NI = laba bersih (net income = NI)

EBT = laba setelah pajak (earning before tax = EBT) T = Pajak, t = tarif pajak

EBIT = laba sebelum biaya bunga bunga dan pajak (eaning before interest and taxes = EBIT)

Dalam bentuk persamaan bagian laba rugi di atas dapat dibuat sebagai b.

berikut: NI = EBT – T NI = EBT–EBT x t NI = EBT (1–t)

Sementara EBT = EBIT – I

Substitusikan (EBIT–I) ke dalam persamaan di atas, sehingga diperoleh: NI = (EBIT – I)(1–t)

NI = EBIT(1–t) – I(1–t) EBIT (1–t)=I(1–t)+NI

Jadi, EBIT dibagikan kepada kreditur dalam bentuk biaya bunga (I) yang besarnya sama dengan pinjaman (debt = D) dikalikan dengan tingkat bunganya (kd). Sedangkan laba bersih (net income = NI) diberikan kepada pemilik yang besarnya minimal sama dengan modal yang ditanam (equity = E) dikalikan dengan biaya modalnya (K), shingga diperoleh: EBIT (1-t) = D k (1–t) + E k

DENDENG NILA Bagi persamaan di atas dengan total pendanaan (E+D), maka diperoleh: c.

EBIT (1-t) E D

--- = --- Ke + --- Kd (1-t) (E+D) (E+D) (E+D

E D

WACC = --- Ke + --- Kd (1-t) E + D E + D

EBIT(1-t)/(E+D) adalah biaya modal dari usaha (WACC). Jadi, usaha tersebut harus menghasilkan return minimum sebesar WACC, Jika tidak NPV akan negatif.

Kalikan porsi pendanaan dengan biaya modal setelah pajak. Jumlah dari hasil d.

perkalian tersebut adalah rata-rata terimbang biaya modal usaha (WACC). Dalam contoh ini adalah 15,5%.

Tabel L1.3

Menghitung Biaya Modal Usaha

Porsi Biaya Biaya Modal

Sumber Pendanaan Pendanaan Modal Setelah Pajak Perkalian (1) (2) (3) (4) = (1)x(3)

Modal Sendiri 30% 20% 20,0% 6,0% Pinjaman 70% 16% 13,6% 9,5% Total 100% WACC = 15,5%

Menghitung

2. Internal Rate of Return

Internal rate of return (IRR) adalah tingkat pengembalian investasi yang menyamakan arus kas masuk dan arus kas keluar. Jadi, pada posisi tersebut NPV sama dengan nol. Untuk menghitung IRR dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu manual dan formula komputer (program Excel). Penggunaan formula komputer dapat dilakukan bila perhitungan dibuat dalam spreadsheet Excel.

Cara menghitung IRR adalah sebagai berikut:

Formula Komputer (Excel) A.

Formula Excel untuk berbagai perhitungan dapat dilihat dengan meng-klik fx yang ada pada Toolbars komputer anda. Formula IRR adalah =IRR(arus kas bersih,% sembarangan). Untuk lebih jelasnya lihat contoh perhitungan pada Tabel L1.4. Pada sel C42 kita rumuskan: =IRR(C41:H41;10%). Tanda pemisah dalam rumus-rumus Excel ada yang menggunakan koma (,) atau titik-koma (;), tergantung pada setting yang dilakukan. Bila komputer menolak ketika digunakan separator koma, coba ganti dengan titik-koma dan sebaliknya.

Tabel L1.4

Contoh Data Untuk Menghitung IRR dengan Formula Excel

A B C D E F G H

0 1 2 3 4 5

41 Arus Kas Bersih -6.370 2.400 2.700 2.700 2.700 3.950

42 IRR 32,4%

43

Cara Manual B.

Perhitungan IRR dengan cara manual menggunakan formula interpolasi sebagai berikut:

NPV1 IRR = r1 + (r2-r1) x NPV1 – NPV2 Keterangan:

r1 = tingkat diskonto yang menghasilkan NPV1 bernilai positif r2 = tingkat diskonto yang menghasilkan NPV2 bernilai negatif

Untuk menghitung IRR secara manual kita harus mempunyai dua NPV, satu bernilai positif dan satu lagi negatif. Kita sudah mendapatkan NPV yang bernilai positif seperti pada Tabel L1.1. Untuk mendapatkan NPV yang negatif, gunakan discount

DENDENG NILA mendapatkan NPV negatif, gunakan discount rate yang lebih besar dari IRR komputer tersebut. Contoh perhitungan dapat adalah seperti pada Tabel L1.5.

Dalam menggunakan rumus IRR di atas perlu diperhatikan bahwa NPV2 bernilai negatif, bila dikurangkan terhadap NPV1 akan menghasilkan penjumlahan. Misalnya, seperti pada Tabel L1.4 tampak bahwa NPV1 = 2.918 dan NPV2 = -320, maka (NPV1 – NPV2) = 3.238. Jika perbedaan antara r1 dan r2 kecil, maka hasil perhitungan IRR manual akan sama dengan hasil perhitungan dengan formula Excel. Semakin besar perbedaan r1 dan r2, maka perbedaan hasil perhitungan IRR manual dan formula Excel akan semakin besar pula. Oleh rena itu, disarankan untuk menghitung IRR dengan formula Excel lebih dahulu, kemudian bandingkan dengan cara manual.

Tabel L1.5

Contoh Perhitungan IRR Cara Manual

Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun

No. Uraian 0 1 2 3 4 5

1 NPV POSITIF

Arus Kas Bersih -6.370 2.400 2.700 2.700 2.700 3.950

Discount Rate (1) 15,5% 1,0000 0,8657 0,7494 0,6487 0,5615 0,4861

PV -6.370 2.078 2.023 1.751 1.516 1.920

NPV (1) 2.918

2 NPV NEGATIF

Arus Kas Bersih -6.370 2.400 2.700 2.700 2.700 3.950

Discount Rate (2) 35,0% 1,0000 0,7407 0,5487 0,4064 0,3011 0,2230 PV -6.370 1.778 1.481 1.097 813 881 NPV (2) -320 r1 0,16 r2 0,35 NPV1 2.918 NPV2 -320 IRR 33,1% Menghitung 3. Payback Period

Contoh perhitungan jangka waktu pengembalian investasi (payback period) adalah seperti pada Tabel L1.6. Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:

Ambil arus kas bersih dari Tabel L1.1. a.

Buat akumulasi arus kas bersih tersebut, sehingga akan tampak perubahan b.

Uraian

akumulasi kas tersebut dari negatif ke positif. Sampai dengan akhir tahun kedua akumulasi kas masih negatif dan pada akhir tahun ketiga sudah positif.

Untuk akumulasi kas yang negatif kita tuliskan angka 1 di bawahnya (tidak c.

termasuk tahun 0).

Jumlahkan angka-angka pada baris tahun tersebut. Diperlukan lebih dari 2 tahun d.

untuk membuat supaya akumulasi arus kas tersebut positif.

Untuk menghitung waktu di atas tahun kedua sampai akumulasi arus kas tersebut e.

sama dengan nol, kita asumsikan bahwa arus kas sama besarnya tiap bulan. Jika arus kas pada tahun ketiga sebesar Rp2.700, maka rata-rata arus kas sebulan adalah Rp225. Jadi, untuk menutupi arus kas negatif sebesar Rp1.270 pada akhir tahun kedua dibutuhkan waktu selama 5,6 bulan (1.270/225) atau 0,47 tahun. Jadi, total waktu untuk mengembalikan investasi tersebut adalah 2,47 tahun.

Tabel L1.6

Contoh Menghitung Payback Period

Uraian Total 0 1 2 3 4 5 Arus Kas Bersih -6.370 2.400 2.700 2.700 2.700 3.950 Akumulasi Arus Kas Bersih -6.370 -3.970 -1.270 1.430 4.130 8.080

Tahun 2 1 1 0 0 0

Bulan 0,47 0,00 0,00 0,47 0,00 0,00

Menghitung

4. Benefit-Cost Ratio

Untuk menghitung B-C ratio lakukan langkah-langkah berikut: Ambil

a. present value (PV) pada Tabel L1.1 dan tempatkan seperti pada Tabel L1.7

Tempatkan PV arus kas yang positif pada baris kedua Tabel L1.7 dan PV arus kas b.

yang negarif pada baris berikutnya.

Hitung jumlah PV yang positif dan yang negatif pada baris yang bersangkutan. c.

Bagi jumlah PV positif dan jumlah PV negatif. Hasilnya adalah

d. B-C Ratio yang

DENDENG NILA Tabel L1.7

Contoh Menghitung Benefit-Cost Ratio

Uraian Total 0 1 2 3 4 5

PV -6.370 2.078 2.023 1.751 1.516 1.920 PV Positif 9.288 0 2078 2023 1751 1516 1920 PV Negatif -6.370 -6370 0 0 0 0 0 B-C Ratio 1,46

Menghitung Titik Penjualan Pulang Pokok 5.

Titik penjualan pulang pokok (break even sales) adalah nilai atau volume penjualan yang memberikan laba sama dengan nol. Jadi, pada posisi pulang pokok, nilai penjualan sama dengan biaya-biayanya. Perlu disadari bahwa titik penjualan pulang pokok bukanlah ukuran untuk menilai kelayakan usaha. Indikator ini hanya sebagai pedoman bagi pengusaha untuk melihat batas penjualan minimum yang harus dicapai supaya memperoleh keuntungan. Secara matematis kondisi pulang pokok dinyakan sebagai berikut:

Laba = Penjualan – Biaya-biaya

Pada titik pulang pokok laba = 0, maka Penjualan – Biaya-biaya = 0

Biaya-biaya dapat dikelompokan atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak terpengaruh atau tidak berubah bila terjadi perubahan dalam volume atau nilai penjualan, misanya biaya penyusutan, biaya sewa, biaya bunga, dan gaji karyawan tetap. Sedangkan biaya variabel adalah biaya-biaya yang berubah-ubah mengikuti perubahan penjualan, misalnya biaya bahan baku, biaya upah tenaga tidak tetap, dan biaya pemasaran.

Bila kita uraikan komponen penjualan dan biaya-biaya diperoleh bahwa penjualan (sales = S) adalah hasil perkalian antara volume penjualan (quantity =Q) dengan harga jual per unit (price = p) atau Qp. Sedangkan biaya terdiri dari biaya tetap (fixed cost = F) dan biaya variabel (variable cost = V). Karena biaya variabel berfluktuasi mengikuti penjualan, kita dapat menyatakan total biaya variabel tersebut sebagai volume penjualan dikalikan dengan biaya variabel per unit (v), sehingga biaya variabel sama dengan (Qv). Jadi, pada titik pulang pokok:

Penjualan – Biaya-biaya = 0 Qp = F + V Qp = F + Qv Qp - Qv = F Q(p-v) = F Q = F/(p-v)

Faktor (p-v) disebut juga sebagai contribution margin. Jika ruas kanan pada persamaan Q = F/(p-v) dibagi dengan p, maka diperoleh: Q = (F/p)/(1-v/p)

Kalikan kedua ruas persamaan di atas dengan p, maka diperoleh: Qp = F/(1-v/p). Jika biaya variabel per unit dan harga per unit pada pembagi persamaan di atas dikalikan dengan volume penjualan (Q), maka diperoleh rumus penjualan pada titik pokok (break even sales =BES) sebagai berikut:

F BES = V 1 – S

Dalam dokumen DENDENG NILA BANK INDONESIA (Halaman 57-71)

Dokumen terkait