• Tidak ada hasil yang ditemukan

DENDENG NILA BANK INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DENDENG NILA BANK INDONESIA"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DENDENG NILA

(3)

KATA PENGANTAR

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Namun demikian, UMKM masih memiliki kendala, baik untuk mendapatkan pembiayaan maupun untuk mengembangkan usahanya. Dari sisi pembiayaan, masih banyak pelaku UMKM yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan akses kredit dari bank, baik karena kendala teknis, misalnya tidak mempunyai/tidak cukup agunan, maupun kendala non teknis, misalnya keterbatasan akses informasi ke perbankan. Dari sisi pengembangan usaha, pelaku UMKM masih memiliki keterbatasan informasi mengenai pola pembiayaan untuk komoditas tertentu. Di sisi lain, ternyata perbankan juga membutuhkan informasi tentang komoditas yang potensial untuk dibiayai.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka menyediakan rujukan bagi perbankan untuk meningkatkan pembiayaan terhadap UMKM serta menyediakan informasi dan pengetahuan bagi UMKM yang bermaksud mengembangkan usahanya, maka menjadi kebutuhan untuk penyediaan informasi pola pembiayaan untuk komoditi potensial tersebut dalam bentuk model/pola pembiayaan komoditas (lending model). Sampai saat ini, Bank Indonesia telah menghasilkan 88 judul buku pola pembiayaan komoditi pertanian, industri dan perdagangan dengan sistem pembiayaan konvensional dan 21 judul dengan sistem syariah. Dalam upaya menyebarluaskan

lending model tersebut kepada masyarakat maka buku pola pembiayaan ini telah

dimasukkan dalam website Sistem Informasi Terpadu Pengembangan UKM (SI-PUK)

yang terintegrasi dalam Data dan Informasi Bisnis Indonesia (DIBI) dan dapat diakses melalui internet di alamat www.bi.go.id.

Dalam penyusunan buku pola pembiayaan ini, Bank Indonesia bekerjasama dengan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (DKP) dan memperoleh masukan dari banyak pihak antara lain dari perbankan, lembaga/instansi

(4)

Bagi pembaca yang ingin memberikan kritik, saran dan masukan bagi kesempurnaan buku ini atau ingin mengajukan pertanyaan terkait dengan buku ini dapat menghubungi:

Direktorat Kredit, BPR dan UMKM Biro Pengembangan UMKM

Tim Penelitian dan Pengembangan Perkreditan dan UMKM Jl. M.H. Thamrin No.2 Jakarta Pusat

Telp. (021) 381.8922 atau 381.7794 Fax. (021) 351.8951

Besar harapan kami bahwa buku ini dapat melengkapi informasi tentang pola pembiayaan komoditi potensial bagi perbankan dan sekaligus memperluas replikasi pembiayaan oleh UMKM pada komoditi tersebut.

(5)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ...iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

RINGKASAN EKSEKUTIF...vii

BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN 2.1. Profil Pengusaha Ikan... 5

2.2 Pola Pembiayaan ... 6

BAB III ASPEK PASAR DAN PEMASARAN 3.1. ASPEK PASAR 3.1.1 Permintaan... 7

3.1.2 Penawaran... 9

3.1.3 Analisis Persaingan dan Peluang Pasar... 11

3.2 ASPEK PEMASARAN 3.2.1 Harga ...13

3.2.2 Jalur Pemasaran Produk ...13

3.2.3 Kendala Pemasaran ... 15

BAB IV ASPEK TEKNIS PRODUKSI 4.1. Lokasi Usaha ...17

4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan ...17

4.3. Bahan Baku ...18

4.4. Tenaga Kerja ...19

(6)

4.8. Produksi Optimum ... 24

4.9. Kendala Produksi ... 24

BAB V ASPEK KEUANGAN 5.1. Pemilihan Pola Usaha... 27

5.2. Asumsi Parameter dan Perhitungan ... 27

5.3. Komponen dan Struktur Biaya Investasi dan Biaya Operasional 5.3.1 Biaya Investasi ... 30

5.3.2 Biaya Operasional ... 33

5.4. Kebutuhan Dana Untuk Investasi dan Modal Kerja... 35

5.5. Produksi dan Pendapatan... 38

5.6. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point ... 39

5.7. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek ... 41

5.8. Analisis Sensitivitas Kelayakan Usaha ... 44

BAB VI ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN DAMPAK LINGKUNGAN 6.1. Aspek Ekonomi dan Sosial 6.1.1. Aspek Ekonomi ... 45

6.1.2. Aspek Sosial... 45

6.2. Dampak Lingkungan ... 46

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 47

7.2. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA... 48

DAFTAR WEBSITE... 48

(7)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 3.1 Perkembangan tingkat konsumsi ikan Jawa Tengah 2002-2006... 7

Tabel 3.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Jawa Tengah 2002-2006... 8

Tabel 3.3 Produksi dan nilai produksi perikanan nila hasil budidaya tambak Jawa Tengah tahun 2002-2006...10

Tabel 4.1 Peralatan produksi dendeng nila... 18

Tabel 5.1 Asumsi dan parameter analisis keuangan... 28

Tabel 5.2 Biaya pra operasi (dalam rupiah)... 30

Tabel 5.3 Biaya Investasi... 31

Tabel 5.4 Kebutuhan modal kerja Tahunan ...32

Tabel 5.5 Kebutuhan Modal Kerja Mingguan ... 32

Tabel 5.6 Harga pokok penjualan...33

Tabel 5.7 Biaya operasional lainnya... 35

Tabel 5.8 Sumber pembiayaan investasi...36

Tabel 5.9 Kebutuhan modal kerja...36

Tabel 5.10 Angsuran pokok dan bunga kredit investasi ... 37

Tabel 5.11 Angsuran pokok dan bunga kredit modal kerja...38

Tabel 5.12 Kapasitas produksi... 39

Tabel 5.13 Proyeksi laba rugi...40

Tabel 5.14 Break Even Point... 41

Tabel 5.15 Arus kas usaha dendeng nila... 43

Tabel 5.16 Kelayakan usaha dendeng nila...43

(8)

Hal

Gambar 1.1 Ikan Nila...1

Gambar 3.1 Produk dendeng nila... 11

Gambar 3.2 Jalur pemasaran langsung... 14

Gambar 3.3 Jalur pemasaran tidak langsung... 14

Gambar 4.1 Diagram alir pembuatan dendeng ikan... 22

Gambar 4.2 Proses Produksi Dendeng Nila... 22

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Menghitung Net Present Value (NPV)... 50

Lampiran 2 Menghitung Internal Rate of Return... 55

Lampiran 3 Menghitung Payback Period... 57

Lampiran 4 Menghitung Benefit Cost Ratio... 58

(9)

RINGKASAN EKSEKUTIF

USAHA PENGOLAHAN DENDENG NILA

No Unsur Pembiayaan Uraian

1 Jenis Usaha Usaha Pengolahan Dendeng Nila

2. Lokasi Usaha Semarang, Jawa Tengah

3. Dana yang diperlukan - Investasi Rp. 29.430.000- Modal Kerja Rp. 12.950.950 - Total Rp. 42.380.950

4. Sumber dana - Kredit : 70%- Modal Sendiri : 30%

5. Suku bunga 16% per tahun

6.

Spesifikasi Usaha : a. Periode proyek

b. Produk yang dihasilkan c. Luas bangunan d. Siklus usaha e. Tingkat teknologi f. Harga jual 5 tahun Dendeng nila 55 m2

Produksi 2 kali seminggu Sederhana Rp. 78.000 per kg 7. Kelayakan Usaha : a. NPV b. IRR c. Net B/C Ratio Rp. 32.213.588 34.80% 1.77 LAYAK DILAKSANAKAN

(10)
(11)

BAB I

PENDAHULUAN

Ikan merupakan salah satu sumber protein yang digemari masyarakat, baik ikan laut maupun budidaya, salah satunya adalah ikan nila yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia.Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm. Sirip punggung (dorsal) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari.

Gambar 1.1 Ikan Nila

Sumber : www.wikipedia.org

Potensi perikanan Indonesia yang mencapai 6,7 juta ton per tahunnya ternyata belum dimanfaatkan secara penuh, baru 59% saja yang dioptimalkan. Hal ini menunjukkan bahwa peluang dalam industri perikanan masih terbuka lebar. Tentunya industri perikanan tidak tertutup pada usaha penangkapan atau budidaya semata, karena masih ada peluang di usaha pengolahan ikan. Bahkan beberapa daerah di Indonesia terkenal karena produk olahan ikannya.

(12)

Di daerah Jawa Tengah sendiri, ikan nila merupakan salah satu komoditas perikanan yang diandalkan selain bandeng. Produk olahan ikan nila yang paling terkenal adalah fillet nila dan nila beku. Produk-produk ini bahkan sudah merambah pasar ekspor. Produk olahan nila merupakan komoditas yang sangat digemari baik di dalam maupun di luar negeri terutama di Amerika Serikat, hal ini terlihat dari permintaan impor nila yang nilainya sangat besar. Permintaan nasional dalam setahun besarnya bisa mencapai 200.000 ton. Sementara permintaan impor ikan nila dari Amerika saja besarnya mencapai 180.000 ton di tahun 2007, meningkat 35% dari permintaan impor di tahun 2006. Negara ekportir ikan nila adalah Ekuador, Costa Rica, Honduras dan China. Indonesia sendiri memproduksi 97.116 ton ikan nila di tahun 2004 dan mentargetkan produksi sebesar 195.000 ton di tahun 2009, dimana 70 persen untuk memenuhi kebutuhan nasional dan sisanya 60.000 untuk ekspor.

Dari gambaran permintaan dan penawaran produk nila yang sangat tinggi tersebut dapat dilihat bahwa masih terdapat peluang pasar yang besar untuk produk ikan nila. Untuk skala nasional, penghasil ikan nila terbesar adalah daerah Jawa Barat yang menghasilkan 49.092 ton per tahunnya. Daerah Jawa Barat sudah mengembangkan beberapa produk olahan ikan nila seperti kerupuk, nugget, dan dendeng . Selain Jawa Barat daerah Jawa Tengah, yang merupakan salah satu penghasil ikan nila, juga sedang dikembangkan produk baru olahan nila yaitu dendeng nila. Dendeng merupakan salah satu produk awetan daging tradisional yang sangat populer di Indonesia. Dendeng adalah lembaran daging yang dikeringkan dengan menambahkan campuran gula, garam, serta bumbu-bumbu lain. Dendeng dapat dibuat dari berbagai jenis daging ternak. Namun, yang umum dijumpai di pasaran adalah dendeng sapi. Belakangan ini juga mulai dikenal dendeng ikan, udang, bekicot, dan bahkan keong emas. Jenis ikan yang biasa diolah menjadi dendeng adalah ikan air tawar (mujair, nila, dan belut) dan ikan air laut (japuh, kuning, tembang, kakap, dan layaran).

Pada proses pembuatan dendeng, umumnya ditambahkan bumbu-bumbu, seperti lengkuas, ketumbar, bawang merah, lada, dan bawang putih. Selain itu juga ditambahkan gula dan garam. Penambahan gula kelapa dan rempah-rempah pada

(13)

DENDENG NILA

dendeng memberikan sifat rasa yang khas. Dendeng merupakan hasil industri rumah tangga yang telah diterima luas oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Produk sejenis dendeng juga dihasilkan di negara-negara lain di Asia. Pada prinsipnya dendeng adalah hasil dari suatu proses kombinasi antara kuring daging dan pengeringan.

Produsen dendeng nila di daerah Jawa Tengah jumlahnya masih sangat terbatas dan terkonsentrasi pada daerah-daerah pembudidayaan ikan nila seperti di Muncul. Pengusaha dendeng nila ini juga belum berproduksi banyak karena untuk daerah Jawa Tengah sendiri dendeng nila masih tergolong produk baru, sehingga belum terlalu banyak masyarakat yang terbiasa mengonsumsi produk olahan nila ini. Wilayah pemasaran dendeng nila baru menjangkau daerah sekitar tempat produksi, karena masih terkendala oleh kemasan yang belum dapat menjaga keawetan makanan. Namun untuk jangka panjangnya, diharapkan produk dendeng nila ini dapat menjangkau pasar yang lebih luas bahkan hingga menjangkau pasar ekspor.

(14)
(15)

BAB II

PROFIL USAHA DAN POLA PEMBIAYAAN

2.1 Profil pengusaha ikan

Pengusaha dendeng nila di Semarang, Jawa Tengah dapat dikategorikan sebagai usaha perseorangan dengan kategori usaha kecil karena memiliki aktiva antara 50 juta sampai 500 juta rupiah. Pengusaha dendeng nila melakukan produksinya tiap periode tertentu untuk dipasarkan ke warung dan toko-toko sekitar dan juga akan berproduksi bila ada tambahan pesanan dari konsumen khusus. Pengusaha dendeng nila juga merupakan petani budidaya ikan nila, jadi seluruh aktivitas usaha dari penyediaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran dilakukan olah pengusaha tersebut.

Dalam melakukan pengolahan, pengusaha biasanya melibatkan masyarakat daerah sekitar untuk mengolah bumbu dan melakukan pengeringan. Keahlian dalam mengolah dendeng nila ini dipelajari secara otodidak dan juga dari pengusaha dendeng nila di daerah Jawa Barat yang sudah lebih dahulu memulai usaha pengolahan dendeng nila. Sementara itu, karena ikan nila merupakan produk budidaya yang tidak terpengaruh musim maka ketersediaan bahan baku dapat dipastikan tidak akan bermasalah.

Kapasitas produksi 1820 kilogram per tahun, dan produksi dilakukan dua kali seminggu. Pemesanan paling ramai terjadi saat menjelang dan saat lebaran tiba karena biasanya warga sekitar yang menjadikan dendeng nila sebagai hidangan lebaran dan seringkali juga dijadikan oleh-oleh terutama bagi warga yang berdomisili di luar Jawa Tengah.

(16)

2.2 Pola Pembiayaan

Selama menjalankan usaha dendeng nila ini, pemilik belum pernah mendapat pembiayaan dari perbankan. Untuk mengetahui bagaimana persepsi perbankan terhadap prospek pembiayaan usaha dendeng nila ini maka dilakukan wawancara ke beberapa pihak bank yang berada di Semarang. Bank-bank tersebut antara lain BRI Patimura , BPD Jateng Kago, dan Bank Permata kantor utama Semarang. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak bank maka didapat informasi mengenai informasi yang terkait dengan pemberian kredit dan persepsi bank terhadap usaha dendeng nila ini.

Bank sebenarnya cukup tertarik dengan usaha dendeng nila ini, namun ada beberapa syarat yang tetap harus dipenuhi oleh pengusaha agar dapat memperoleh kredit, yaitu :

1. Agunan yaitu usaha yang dibiayai termasuk tempat usaha dan kendaraan. 2. SIUP

3. TDP 4. NPWP

Selain itu bank juga harus memenuhi kriteria kelayakan yang disyaratkan oleh bank antara lain :

1. Tidak pernah memiliki kredit macet 2. Menghasilkan laba

3. Cash Flow positif, dilihat juga omzet per bulan, Harga Pokok Penjualan dan Beban Operasionalnya.

Asalkan memenuhi persyaratan diatas, bank akan siap menyalurkan kreditnya. Berdasarkan pengamatan bank yang diwawancarai, justru usaha kecil dan menengah jarang yang menyebabkan kredit macet. Oleh karena itu sekarang banyak bank yang berminat menyalurkan kreditnya ke usaha kecil dan menengah.

(17)

BAB III

ASPEK PASAR DAN PEMASARAN

3.1. Aspek Pasar 3.1.1. Permintaan

Menurut Direktorat Penjualan Dalam Negeri Departemen Kelautan dan Perikanan, permintaan pasar dalam negeri terhadap produk perikanan budidaya (salah satunya Nila) mengalami peningkatan. Tren kenaikan tersebut diduga dipengaruhi turunnya produksi ikan hasil tangkapan nelayan akibat cuaca buruk serta mahalnya harga bahan bakar minyak. Peningkatan konsumsi ikan hasil budidaya ini juga disebabkan bergesernya pola konsumsi masyarakat, yaitu mencari alternatif pangan pengganti daging. Permintaan produk perikanan budidaya di sejumlah daerah saat ini rata-rata naik 10 persen.

Khususnya di Jawa Tengah, tingkat konsumsi ikan masyarakat belum dapat dikatakan menggembirakan karena baru mencapai 13,76 kg/kapita/tahun atau baru mencapai 76,4% dari sasaran tingkat konsumsi ikan Jawa Tengah sebesar 18 kg/ kapita/tahun.

Tabel 3.1

Perkembangan Tingkat Konsumsi Ikan Jawa Tengah 2002-2006 Tahun Tingkat Konsumsi Ikan

(kg/kapita/tahun) Kenaikan/ Penurunan (%) 2002 12,09 2003 10,18 -15,8 2004 9,88 -2,9 2005 9,47 -4,1 2006 13,76 45.3

(18)

Dalam periode 2002-2006, tingkat konsumsi ikan bagi penduduk Jawa Tengah mengalami peningkatan rata-rata sebesar 5,6% per tahun. Peningkatan tingkat konsumsi ikan dari tahun 2005 ke tahun 2006 sebesar 45,3%, disebabkan oleh meningkatnya jumlah ikan yang masuk dari daerah di luar Jawa Tengah serta adanya upaya dari Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi untuk meningkatkan kesadaran makan ikan bagi penduduk Jawa Tengah yaitu melalui bantuan paket budidaya ikan, promosi makan ikan dan pemasyarakatan makan ikan baik melalui media cetak maupun elektronik. Tingkat konsumsi ikan Jawa Tengah baru sebesar 13,76 kg/kapita/tahun atau 46,6% dari tingkat konsumsi sebesar 29,5% kg/kapita/ tahun. Data tersebut menunjukkan masih tingginya kebutuhan akan ikan untuk daerah Jawa Tengah, belum termasuk kebutuhan ekspor.

Jumlah kebutuhan konsumsi ikan tentunya akan sangat dipengaruhi oleh kenaikan jumlah penduduk di daerah Jawa Tengah. Data menunjukkan bahwa dalam periode 2002-2006 jumlah penduduk mengalami kenaikan berkisar antara 0,6 sampai 1,1 persen. Dengan adanya peningkatan jumlah penduduk daerah Jawa Tengah, secara tidak langsung kebutuhan konsumsi ikan juga seharusnya mengalami peningkatan.

Tabel 3.2

Perkembangan Jumlah Penduduk Jawa Tengah 2002-2006 Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa) Kenaikan (%) 2002 31.691.866 2003 32.052.866 1,1 2004 32.397.431 1,1 2005 32.908.850 1,6 2006 33.118.692 0,6

(19)

DENDENG NILA

Permintaan akan ikan nila serta produk olahannya secara kasar dapat diprediksi dengan menggunakan data permintaan ikan secara keseluruhan baik melalui pendekatan tingkat konsumsi maupun jumlah penduduk. Hal ini dikarenakan ikan nila merupakan salah satu spesies ikan air tawar yang digemari masyarakat selain gurame. Jadi permintaan terhadap ikan nila akan berbanding lurus dengan tingkat permintaan terhadap ikan secara keseluruhan.

3.1.2. Penawaran

Dari sisi penawaran untuk produk dendeng nila masih belum terlalu besar karena produk ini masih tergolong baru di daerah Jawa Tengah. Produksi akan dilakukan saat ada pemesanan dan jumlahnya tergantung pada pesanan. Pengusaha dendeng nila tidak mengalami kesulitan akan bahan baku bila tiba-tiba permintaan terhadap dendeng nila mengalami lonjakan yang sangat besar. Hal ini dikarenakan beberapa pengusaha dendeng nila mengontrol sendiri supply chainnya dengan berperan sebagai pembudidaya ikan nila. Berhubung ikan nila merupakan hasil budidaya maka persediaan ikan nila tidak akan terpengaruh musim, sehingga pengusaha dendeng tidak perlu khawatir akan langkanya bahan baku.

Dendeng nila yang selama ini diproduksi tidak tahan lama, kesegarannya paling lama bertahan sampai sepuluh hari karena kemasannya belum terlalu baik. Oleh karena itu pengusaha dendeng nila tidak dapat menyimpan stock barang jadi dalam jumlah banyak. Biasanya pembeli terutama dalam jumlah besar memesan satu atau dua hari sebelumnya agar dendeng nila dapat langsung diproduksi sesuai pesanan. Waktu produksi dendeng nila rata-rata memakan waktu satu hingga dua hari karena memerlukan proses pengeringan yang cukup lama. Tahap-tahap yang harus dilakukan dalam proses produksi juga tidak terlalu rumit dan tidak memerlukan terlalu banyak teknologi.

Produksi dendeng nila saat ini sebenarnya masih jauh dari kapasitas optimalnya bila dikaitkan dengan produksi ikan nila segar seperti yang digambarkan dalam tabel berikut :

(20)

Tabel 3.3

Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Nila Hasil Budidaya Tambak Jawa Tengah Tahun 2002-2006

Tahun Produksi (ton) Pertumbuhan Produksi (%) Nilai Produksi (Rp) Pertumbuhan Nilai (%) 2002 2,635.50 18,319,975 2003 3,090.20 17 26,238,937 43 2004 3,150.30 14 27,103,169 3 2005 3,424.90 -2 26,884,989 -1 2006 4,545.10 33 37,084,988 38 Rata-rata 3,441.20 15 27,126,411 21

Sumber: Statistik Perikanan Budidaya Jawa Tengah 2007

Pada tabel terlihat bahwa produksi ikan nila di Jawa Tengah pada periode 2002-2006 menunjukkan rata-rata produksi sebesar 3.441,20 ton per tahunnya, berarti produksi perharinya adalah 9,55 ton dengan asumsi 1 tahun terdiri dari 365 hari. Bila diasumsikan 1 % dari produksi ikan nila, yaitu 95,59 kilogram, tersebut diolah menjadi dendeng dengan tingkat rendemen 75% maka harusnya dalam sehari akan diproduksi dendeng nila sebesar 23,90 kilogram. Namun kenyataannya penawaran produk dendeng nila ini masih fluktuatif karena produknya tidak tahan lama dan juga tergantung pada pesanan. Untuk dendeng yang didistribusikan ke warung dan toko sekitar pengusaha hanya memproduksi dendeng dalam jumlah yang tidak terlalu besar. Proses produksi dendeng dengan frekuensi dua kali seminggu hanya menghasilkan 28 kilogram per minggu. Selain itu dengan melihat tingkat rata-rata pertumbuhan produksi ikan nila sebesar 15% per tahun maka diharapkan produksi dendeng nila juga dapat terus ditingkatkan seiring dengan kenaikan produksi ikan nila.

Sementara penawaran untuk ekspor belum muncul karena pengusaha masih fokus pada proses penetrasi pasar lokal Jawa Tengah. Apabila di daerah Jawa Tengah pasarnya sudah berkembang barulah diperluas lagi ke seluruh Indonesia dan juga

(21)

DENDENG NILA

menyasar pasar ekspor. Saat pengusaha mengembangkan pasar untuk produk dendeng nila ini yang harus dipertimbangkan adalah perbaikan kemasannya agar dapat bertahan lebih lama, terutama untuk target pasar yang lokasinya jauh dari tempat produksi.

Gambar 3.1 Produk Dendeng Nila

3.1.3. Analisis Persaingan dan Peluang Pasar

Sehubungan dengan masih relatif barunya produk dendeng nila ini di daerah Jawa Tengah, pemain yang berkecimpung dalam jenis usaha ini juga masih sangat sedikit. Sementara daerah Jawa Barat, terutama kota Sukabumi, yang sudah lebih dahulu memulai usaha dendeng nila dalam sebulannya dapat menghasilkan lebih dari 2000 kilogram dendeng. Pengusaha ikan nila lebih tertarik menjual fillet ikan nila atau daging nila yang sudah dipisahkan dari tulangnya, karena produk ini sudah terkenal dan sangat digemari baik di dalam maupun luar negeri.

Seiring dengan perkembangan pasar untuk produk dendeng nila maka jumlah pelaku usaha yang berkecimpung dalam usaha ini bisa dipastikan akan bertambah. Apalagi proses produksi dendeng nila tidak terlalu membutuhkan keahlian khusus

(22)

sehingga amat sangat mudah untuk meniru proses pembuatannya. Oleh karena itu agar pengusaha dendeng nila dapat bertahan menghadapi persaingan harus memiliki suatu keunggulan khusus pada produknya. Salah satu caranya adalah dengan melakukan inovasi pada produknya misalnya memberi variasi rasa dendeng. Hal ini dilakukan juga untuk mengatasi kebosanan akan rasa dendeng yang itu-itu saja, oleh karena itu bisa dibuat misalnya dendeng nila aroma barbeque atau rasa keju. Strategi ini akan sangat membantu saat pengusaha dendeng nila mencoba pasar ekspor. Hal ini dikarenakan tidak semua negara memiliki selera rasa sama dengan orang Indonesia, oleh karena itu dendeng nila yang diproduksi juga harus disesuaikan dengan selera konsumennya.

Hal lain yang perlu diperhatikan untuk tetap unggul dalam persaingan di usaha dendeng nila ini adalah kemasan produk yang baik. Kemasan produk yang baik adalah kemasan yang dapat mencegah masuknya bakteri yang dapat mempercepat pembusukan dendeng nila. Semakin lama masa bertahan dendeng akan semakin baik karena dapat menjangkau target pasar yang lokasinya cukup jauh sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk mencapainya. Selain itu bila dendeng nila dapat bertahan lama maka pengusaha bisa menyiapkan persediaan yang cukup banyak, sehingga bila ada konsumen yang membutuhkan dendeng nila dapat langsung dipenuhi permintaannya.

Sehubungan dengan peluang pasar, untuk produk dendeng nila pasarnya masih terbuka lebar. Dendeng nila ini merupakan produk olahan ikan alternatif selain produk olahan yang selama ini sudah dikenal masyarakat seperti bandeng presto atau kerupuk ikan. Masih sedikitnya variasi produk olahan ikan menyebabkan masyarakat merasa bosan dengan produk yang itu-itu saja. Oleh karena itu diharapkan kehadiran dendeng nila dapat mengatasi permasalahan tersebut, sehingga dendeng nila mulai digemari masyarakat.

Dendeng nila juga merupakan salah satu alternatif bagi penggemar dendeng. Jika biasanya dendeng dibuat dari daging sapi, yang lemak dan kolesterolnya tinggi, maka dendeng nila terbuat dari ikan yang mengandung lemak baik. Ikan juga

(23)

DENDENG NILA

merupakan sumber protein hewani karena ikan memiliki komponen protein sebagai komponen terbesarnya setelah air. Dari protein yang ada pada ikan diperoleh berbagai asam amino esensial dan asam amino non esensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia dan diperlukan untuk mensintesa. Sehingga dapat dikatakan nilai gizi daging ikan jauh lebih tinggi dari daging sapi. Jadi dengan adanya dendeng nila penggemar dendeng tidak perlu khawatir akan kandungan gizinya.

3.2. Aspek Pemasaran 3.2.1. Harga

Produk dendeng nila dijual dalam satuan kilogram. Harga dendeng nila ini sangat tergantung dari harga bahan baku yaitu harga ikan nila segar. Bila terjadi kenaikan harga bahan baku maka harga jual dendeng nila juga akan mengalami kenaikan. Hal yang harus diperhatikan juga bahwa ikan nila segar akan mengalami penyusutan saat sudah diolah menjadi dendeng. Sebagai gambaran saat harga ikan nila segar mencapai Rp. 9.000 per kilogramnya maka ketika sudah diolah menjadi dendeng harganya akan menjadi Rp. 75.000 per kilogramnya.

Adapun kebijakan penetapan harga dendeng nila ini, selain tergantung pada harga bahan baku juga dipengaruhi beberapa faktor biaya antara lain :

• Biaya tenaga kerja

• Biaya pengemasan

• Biaya promosi

• Biaya transportasi

• Biaya-biaya lainnya

3.2.2. Jalur Pemasaran Produk

Dalam memasarkan produknya pengusaha dendeng nila memiliki dua jenis jalur pemasaran. Jalur pemasaran pertama dikhususkan untuk pembeli yang melakukan pemesanan terlebih dahulu. Ketika pengusaha sudah mendapatkan bahan baku dari supplier ikan nila segar, ikan tersebut diolah kemudian langsung

(24)

dipasarkan ke konsumen akhir. Jalur pemasaran yang kedua adalah pengusaha dendeng nila menyalurkan produknya ke warung dan toko. Kemudian warung dan toko ini yang menyalurkan hingga ke konsumen akhir. Penjualan masih berkisar di daerah Semarang, khususnya di daerah sekitar tempat produksi yaitu daerah Muncul. Apabila digambarkan dalam, jalur pemasaran dendeng nila akan tampak sebagai berikut :

Gambar 3.2

Jalur Pemasaran Langsung

Supplier

Bahan

Baku

Produsen

Dendeng

Nila

Konsumen

Akhir

Gambar 3.3

Jalur Pemasaran Tidak Langsung

Supplier

Bahan

Baku

Produsen

Dendeng

Nila

Warung /

Toko

Konsumen

Akhir

Pengiriman barang dilakukan dengan menggunakan sepeda motor apabila barang dalam jumlah sedikit dan menggunakan mobil pick up apabila pesanan dalam jumlah besar.

(25)

DENDENG NILA

3.2.3 Kendala Pemasaran

Kendala yang dihadapi oleh pengusaha dendeng nila dalam memasarkan produknya berkaitan dengan dua hal yaitu lokasi penjualan dan kemasan. Dendeng nila diproduksi di tempat yang dekat dengan pembudidayanya. Tempat pembudidayaan biasanya terletak di dekat sumber mata air dan cukup jauh dari pusat kota Semarang (± 60 km), yang juga merupakan pusat oleh-oleh khas Jawa Tengah. Oleh karena itu untuk mencapai pusat kota membutuhkan waktu dan biaya transportasi yang cukup besar, akibatnya pengusaha dendeng agak kesulitan jika ingin memasarkan produknya di toko-toko besar tempat penjualan oleh-oleh khas Semarang.

Selain permasalahan lokasi, pengemasan produk dendeng nila juga menjadi masalah. Kemasan produk yang masih manual menyebabkan dendeng nila hanya mampu bertahan selama 7-10 hari. Dendeng nila juga tidak bisa dibekukan sehingga tidak dapat menunda waktu pembusukan. Cepat membusuknya dendeng nila ini membuat pengecer harus menanggung kerugian apabila dendeng nila tidak segera terjual dalam jangka waktu tersebut.

(26)
(27)

BAB IV

ASPEK TEKNIK PRODUKSI

4.1. Lokasi usaha

Pembuatan dendeng nila sebaiknya dilakukan berdekatan dengan tempat budidaya ikan nila tersebut. Hal ini dikarenakan ikan merupakan salah satu bahan pangan yang cepat membusuk. Untuk menjaga kualitas dari dendeng nila maka haruslah menggunakan bahan baku ikan nila yang masih segar. Apabila ternyata lokasi pengolahan letaknya jauh dari tempat budidaya maka sebaiknya ikan mentah

disimpan dalam wadah yang dapat menjaga kesegaran seperti cooling box. Namun

sebagai konsekuensinya biaya produksi akan menjadi lebih mahal.

Selain memiliki lokasi yang dekat dengan tempat budidaya, pengusaha juga harus memperhatikan syarat yang diperlukan dalam proses produksi dendeng nila. Salah satu syarat penting dalam pengolahan dendeng nila adalah penjemuran. Oleh karena itu akan lebih baik apabila lokasi terletak di daerah yang memiliki intensitas sinar matahari yang tinggi. Semakin terik sinar matahari maka proses pengeringan akan semakin cepat. Proses pengeringan dengan matahari akan dapat lebih menghemat biaya yang dibandingkan pengeringan dengan oven.

4.2. Fasilitas Produksi dan Peralatan

Berikut adalah fasilitas dan peralatan produksi yang diperlukan dalam proses pengolahan dendeng nila beserta kegunaan masing-masing alat :

(28)

Tabel 4.1 Peralatan Produksi Dendeng Nila

No Nama Peralatan Kegunaan

1. Pisau Memisahkan daging ikan dari tulangnya

2. Alas Perajang

(Talenan)

Menjadi alas saat memotong bumbu dan ikan

3. Keranjang Peniris Meniriskan air sehabis daging ikan dicuci bersih

4. Penghancur Bumbu Menghaluskan bumbu-bumbu

5. Ember Mencuci daging nila setelah dipisahkan dari tulangnya

6. Baskom Mencampurkan daging nila dengan bumbu

7. Panci Memasak bumbu

8. Saringan Halus Menyaring bumbu-bumbu yang masih

kasar

9. Tampah (Nyiru) Menjemur dendeng hingga kadar airnya hilang

10. Oven Menjemur dendeng hingga kadar airnya hilang

11. Plastik Penjemur Alas menjemur daging yang sudah

dibumbui

4.3. Bahan Baku

Bahan baku utama yang diperlukan dalam pembuatan dendeng nila ini tentunya adalah daging ikan segar yang sudah dipisahkan dari tulangnya. Pengusaha dendeng nila mendapatkan bahan baku ikan nila ini dari pembudidaya. Bahan baku yang didapat haruslah segar untuk menjaga kualitas dendeng. Seringkali penikmat nila terganggu dengan rasa lumpur yang terasa di daging ikan nila. Namun rasa lumpur tidak akan terjadi pada nila yang dibudidayakan di sumber mata air yang tidak mengandung lumpur. Oleh karena itu akan lebih baik bila produsen dendeng nila memilih ikan nila yang dibudidayakan di sumber mata air. Selain hal tersebut ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bahan baku ikan berkualitas

(29)

DENDENG NILA

Tanda ikan yang sudah busuk:

- mata suram dan tenggelam; - sisik suram dan mudah lepas;

- warna kulit suram dengan lendir tebal; - insang berwarna kelabu dengan lendir tebal; - dinding perut lembek;

- warna keseluruhan suram dan berbau busuk.

Tanda ikan yang masih segar:

- daging kenyal;

- mata jernih menonjol; - sisik kuat dan mengkilat; - sirip kuat;

- warna keseluruhan termasuk kulit cemerlang; - insang berwarna merah;

- dinding perut kuat; - bau ikan segar.

Berhubung bahan baku bersifat tidak tahan lama maka bahan baku dibeli beberapa saat sebelum melakukan produksi. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas dendeng nila. Sebagai gambaran pada bulan Agustus 2008 harga bahan baku ikan nila berkisar di angka Rp 9.000 per kilogramnya. Selain ikan nila bahan baku lain yang diperlukan adalah bumbu-bumbu dendeng seperti gula merah, ketumbar, garam, bawang merah, bawang putih, asam jawa, dan lengkuas.

4.4. Tenaga Kerja

Dalam proses produksi dendeng nila sebenarnya tidak terlalu membutuhkan keahlian khusus. Tenaga kerja utama yang dibutuhkan paling tidak harus memiliki keahlian dasar memasak dan meracik bumbu. Tenaga kerja berasal dari masyarakat lokal. Hal ini merupakan salah satu usaha produsen dendeng untuk memberdayakan masyarakat sekitar. Kompensasi yang diberikan kepada tenaga kerja langsung besarnya berkisar antara Rp. 500.000 per bulan per orang. Kompensasi ini diluar

(30)

tunjuangan makan pagi dan siang yang disediakan pengusaha. Jumlah tenaga kerja yang berkaitan langsung dengan proses produksi adalah 4 orang. Tenaga kerja langsung hanya bekerja pada saat produksi yaitu dua hari per minggu.

Selain tenaga kerja langsung, pengusaha juga mempekerjakan tenaga kerja yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Tenaga kerja ini meliputi tenaga yang bertugas melakukan pengiriman barang. Jumlah tenaga kerja tidak langsung adalah 1 orang. Kompensasi untuk tenaga kerja tidak langsung adalah sebesar Rp.500.000 rupiah per bulan diluar tunjangan makan, lembur dan tunjangan hari raya.

4.5. Teknologi

Proses produksi dendeng nila secara umum dilakukan secara tradisional. Terlihat dari peralatan yang digunakan hanya panci, ember, baskom, dan pisau. Proses memasaknya pun tergolong sederhana yaitu hanya perlu merebus bumbu dan merendam daging dalam bumbu. Begitu pula proses pengeringan dilakukan hanya dengan mengandalkan sinar matahari saja. Namun apabila hari hujan atau sinar matahari tidak begitu terik maka untuk mempercepat proses pengeringan pengusaha menggunakan oven untuk menghilangkan kadar air dalam daging nila. Teknik pengemasan masih dilakukan secara manual dengan menggunakan plastik biasa.

4.6. Proses Produksi

Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengolah dendeng nila serta peralatan dan bahan yang diperlukan untuk setiap tahap produksinya :

Bahan –Bahan

(31)

DENDENG NILA

2) Gula merah 2 kg 3) Ketumbar 2 ons 4) Garam 1 kg

5) Bawang merah ½ ons 6) Bawang putih 2 ons 7) Asam jawa 7 mata

8) Lengkuas (laos) secukupnya

Cara Pembuatan

1) Bersihkan ikan, buang kepala dan isi perutnya;

2) Belah dan buang tulangnya lalu cuci. Untuk ikan yang lebih besar dan tebal iris dengan ukuran panjang 7 cm, tebal ½ cm, dan lebar 5 cm;

3) Masukkan garam ke dalam 3 liter air kemudian rendam ikan selama 5 jam;

4) Masak 8 liter air sampai mendidih, masukkan semua bumbu yang telah dihaluskan kemudian aduk-aduk sampai rata;

5) Saring supaya ampas ketumbar terpisah, kemudian dinginkan;

6) Masukkan ikan yang sudah digarami tadi ke dalam larutan bumbu. Rendam selama ±10 jam;

7) Tiriskan, kemudian jemur di atas nyiru atau tampah; 8) Balik-balik ikan tiap 4 jam sekali supaya pengeringan rata;

9) Sebelum dihidangkan, goreng dendeng terlebih dahulu (± ½ menit) dalam minyak panas.

(32)

Gambar 4.1 Diagram alir pembuatan dendeng ikan

Sumber : www.ristek .go.id (2008)

Gambar 4.2 Proses Produksi Dendeng Nila

(33)

DENDENG NILA

Pembuatan Bumbu

Pencampuran Daging Ikan dengan Bumbu

(34)

4.7. Jumlah, Jenis, Mutu Produksi

Jumlah produksi dendeng nila sangat tergantung dari banyaknya pesanan, dan sangat fluktuatif. Dalam periode tertentu seperti menjelang lebaran maka pesanan dendeng nila akan memuncak. Namun untuk dendeng nila yang dipasarkan ke agen penjual seperti warung dan toko, pengusaha melakukan produksi setiap dua minggu sekali. Dalam sekali produksi pengusaha menggunakan 56 kilogram ikan nila segar, yang akan menghasilkan dendeng seberat 14 kilogram. Untuk jenisnya dendeng nila masih hanya satu jenis yaitu dendeng nila dengan bumbu dasar yang umum digunakan dalam membuat dendeng daging lainnya. Sedangkan mutu produksi, sampai saat ini belum ada standard akan mutu produksi. Namun secara umum ada beberapa kriteria untuk menentukan kualitas dendeng nila yaitu :

1. Bahan baku ikan nilanya masih segar dan tidak berbau lumpur. 2. Komposisi bumbu tepat

3. Alat masak dan lokasi pengeringan bebas kuman

4. Kemasan dendeng nila kedap udara agar mencegah bakteri masuk.

4.8. Produksi Optimum

Produksi optimum yang dapat dicapai adalah ketika produksi normal yang selama ini dilakukan tiap minggu dilakukan setiap tiga hari sekali. Produksi menjadi tiga hari karena untuk membuat dendeng hingga benar-benar kering diperlukan waktu 2-3 hari. Jadi setiap tiga hari berproduksi menggunakan 56 kilogram ikan nila dan hasilnya 14 kilogram dendeng nila. Dengan asumsi hari kerja 6 hari per minggu maka produksi per minggu akan mencapai 28 kilogram dendeng.

4.9. Kendala Produksi

Hal yang menjadi kendala dalam proses produksi seringkali terjadi pada proses pengeringan. Agar dendeng cepat kering dan tidak basi maka diperlukan sinar matahari yang terik. Permasalahan muncul ketika musim penghujan tiba, sehingga

(35)

DENDENG NILA

proses pengeringan akan berlangsung lama. Bahkan bila terlalu lama proses produksi akan dihentikan karena mencegah bahan dendeng yang tidak bisa dijemur menjadi basi. Salah satu solusinya adalah menggunakan oven, namun seperti yang diketahui tidak semua pengusaha memiliki oven karena harga dan bahan bakarnya yang mahal.

Selain kendala dalam pengeringan, kendala lain juga terjadi dalam proses pengemasan. Karena kebanyakan pengemasan masih dilakukan manual maka ada beberapa produk yang kemasannya kurang rapat. Dengan begitu udara dan bakteri dapat masuk sehingga mempercepat pembusukan dendeng nila. Oleh karena itu pengusaha harus teliti dalam melakukan pengemasan.

(36)
(37)

BAB V

ASPEK KEUANGAN

5.1. Pemilihan pola usaha

Dalam melakukan analisis keuangan untuk produk dendeng nila ini ada beberapa asumsi yang digunakan. Salah satunya adalah asumsi kapasitas produksi, dimana untuk usaha ini diasumsikan produsen dendeng nila berproduksi dua kali seminggu dan untuk sekali produksi menghasilkan 14 kilogram dendeng. Jadi untuk seminggu produsen menghasilkan 28 kilogram dendeng. Proses perhitungan harga pokok penjualan, laba rugi, dan kelayakan proyek dilakukan dengan memperhatikan asumsi dan parameter yang akan dijelaskan dalam subbab berikutnya.

5.2 Asumsi Parameter dan Perhitungan

Periode proyek diasumsikan selama 3 tahun sehingga perhitungan komponen pendapatan dan biaya juga dilakukan selama 3 tahun. Dalam hal tempat produksi, usaha dendeng nila menyewa tanah kosong kemudian mendirikan bangunan dan membuat tempat jemur yang sifatnya semi permanen. Luas tanah sebesar 60 m2 dengan total luas bangunan sebesar 55 m2.

Usaha ini juga memiliki beberapa peralatan produksi yang tergolong sederhana. Satu-satunya mesin yang digunakan dalam proses produksi adalah oven untuk mengeringkan daging bila tidak ada sinar matahari. Peralatan lain lebih banyak digunakan untuk membersihkan dan membumbui ikan. Terdapat juga plastik penjemur yang berfungsi sebagai alas saat mengeringkan dendeng.

Produksi dilakukan dua kali seminggu, dengan jumlah produksi dendeng tiap minggunya adalah 28 kilogram. Untuk setiap kilogram dendeng dibutuhkan 4 kilogram ikan nila segar dan 0.4 kg bumbu. Penggunaan bahan baku tentunya

(38)

sudah memperhitungkan penyusutan yang terjadi saat produksi. Harga beli ikan nila segar di pasar ikan adalah Rp. 9000 per kg sementara harga jual dendeng nila adalah Rp.78.000 per kgnya. Asumsi- asumsi lain yang dipakai dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut .

Tabel 5.1

Asumsi dan Parameter Analisis Keuangan

Asumsi Satuan Jumlah/Nilai

Periode Proyek Tahun 3

Luas Tanah M2 60

Luas Bangunan M2 25

Luas Tempat Jemur M2 30

Sewa lahan Rp/tahun 4.500.000

Kendaraan (Sepeda Motor) Unit 1

Harga Kendaraan Rp/Unit 12.000.000

Mesin dan peralatan :

Oven Unit 1

Baskom Unit 10

Saringan Unit 5

Pisau Unit 10

Cobek/ulekan bumbu Unit 3

Talenan Unit 5

Plastik alas jemur Unit 1

Produksi dan harga :

Produksi per tahun Kg 1,456

Kenaikan produksi % / tahun 5

Produksi per minggu Kg 28

Jumlah minggu per tahun Minggu 52

Harga jual Rp/kg 78,000

Penyerapan tenaga kerja :

Tenaga kerja langsung Orang 4

Tenaga kerja tidak langsung Orang 1

(39)

DENDENG NILA

Penggunaan bahan baku :

Penggunaan ikan Kg/kg dendeng 4

Penggunaan ikan 1 tahun Kg 5,824

Penggunaan ikan 1 minggu Kg 112

Bumbu-bumbu kg/kg ikan 0.4

Garam gr/kg ikan 4

Bawang putih gr/kg ikan 61

Bawang merah gr/kg ikan 52

Ketumbar gr/kg ikan 121

Asam Jawa gr/kg ikan 81

Laos gr/kg ikan 81

Harga Bahan Baku :

Harga ikan nila segar Rp/kg 9,000

Garam Rp/kg 1,000 Bawang putih Rp/kg 15,000 Bawang merah Rp/kg 13,000 Ketumbar Rp/kg 30,000 Asam jawa Rp/kg 20,000 Laos Rp/kg 20,000 Biaya Lainnya Biaya Administrasi Rp/thn 1,200,000 Biaya Sewa Rp/thn 4,500,000 Biaya Penyusutan Rp/thn 4,948.500

Biaya Overhead lain-lain % dari penjualan 5

Cost of Capital

Tingkat Suku Bunga %/thn 16%

Biaya Modal Sendiri %/thn 18%

Bobot Utang terhadap Total

Modal 0.7

Bobot Modal Sendiri terhadap

Total Modal 0.3

Pajak %/thn 15%

(40)

5.3 Komponen dan struktur biaya investasi dan biaya operasional 5.3.1 Biaya investasi

Biaya investasi terdiri dari biaya praoperasi dan biaya barang modal. Biaya praoperasi merupakan biaya yang sudah muncul sebelum usaha dimulai. Biaya ini terjadi di tahun 0, misalnya biaya pembangunan tempat usaha, biaya administrasi atau biaya perijinan. Berikut adalah tabel biaya praoperasi untuk usaha dendeng nila.

Tabel 5.2

Biaya Pra Operasi (dalam rupiah)

Total -3 -2 -1 Upah 6,000,000 2,000,000 2,000,000 2,000,000 B iaya Izin-izin 600,000 600,000 T otal 6,600,000 2,000,000 2,000,000 2,600,000 B IAY A B UL AN Sumber: Olahan, 2008

Biaya praoperasi untuk usaha dendeng nila dialokasikan paling besar untuk upah pekerja dalam pembuatan bangunan tempat usaha. Pembangunan tempat usaha diasumsikan memakan waktu selama 3 bulan karena bangunannya bersifat semi permanen. Biaya lain adalah biaya perijinan untuk melakukan kegiatan usaha yang dibayar sebulan sebelum usaha dimulai. Namun biaya ini tidak dimasukkan dalam perhitungan kelayakan usaha karena biaya ini dianggap sebagai sunk cost.

BIAYA

(41)

DENDENG NILA

Tabel 5.3

Biaya Investasi (dalam rupiah) No J enis B iaya S atuan J ml

Harga/

satuan Nilai (R p) UE Penyusutan Nilai S isa 1 Bangunan unit 1 10,875,000 10,875,000 10 1,087,500 7,612,500 2 Kendaraan unit 1 12,000,000 12,000,000 5 2,400,000 4,800,000

3 Mesin dan peralatan utama :

-Oven Unit 1 7,000,000 7,000,000 5 1,400,000 2,800,000 Baskom Unit 10 12,500 125,000 5 25,000 50,000 S aringan Unit 5 5,000 25,000 5 5,000 10,000 Pisau Unit 10 4,500 45,000 5 9,000 18,000 Cobek/ulekan bumbu Unit 3 15,000 45,000 5 9,000 18,000 Talenan Unit 5 5,000 25,000 5 5,000 10,000 Plastik alas jemur Unit 1 40,000 40,000 5 8,000 16,000

J umlah biaya investasi

(R p) 30,180,000 15,334,500

Sumber: Olahan, 2008

Biaya yang termasuk dalam komponen biaya investasi adalah biaya perijinan dan pembangunan. Selain itu biaya yang juga termasuk biaya investasi adalah biaya mesin, peralatan dan kendaraan. Sumber dana untuk memperoleh barang modal adalah 70% menggunakan pinjaman dan 30% menggunakan dana sendiri. Dana yang dibutuhkan pada tahun ke 0 adalah sejumlah Rp. 30.180.000. Dari total dana yang dibutuhkan sebagai biaya investasi maka Rp. 21.126.000 berasal dari pinjaman bank dan sisanya Rp. 9.054.000 berasal dari modal pengusaha sendiri. Dengan demikian modal awal yang diperlukan untuk memulai usaha ini tidaklah terlalu tinggi dan masih tergolong usaha kecil. Selain itu usaha dendeng nila juga memiliki kebutuhan modal kerja yang diperlihatkan dalam tabel 5.4.

Satuan Jumlah Nilai (Rp) Nilai Sisa

(42)

Tabel 5.4 Kebutuhan Modal Kerja Tahunan ( dalam rupiah )

1 2 3

P ersediaan B ahan B aku 728,000 773,500 819,000 P ersediaan B arang Dalam

P roses 1,223,533 1,273,894 1,324,323

P ersediaan B arang J adi 1,223,533 1,273,195 1,323,623 B iaya S ewa 4,500,000 4,500,000 4,500,000

Total 7,675,067 7,820,589 7,966,946

P erubahan Modal K erja - 145,522 146,357 K omponen

TAHUN

Sumber: Olahan, 2008

Untuk perhitungan kebutuhan modal kerja per minggu diperlihatkan dalam tabel 5.5, dimana tiap minggunya usaha dendeng nila membutuhkan modal kerja sebesar Rp.147.597 per minggu.

Tabel 5.5 Kebutuhan Modal Kerja Mingguan ( dalam rupiah )

Komponen Nominal

Persediaan Bahan Baku 14,000

Persediaan Barang Dalam Proses 23,529

Persediaan Barang Jadi 23,529

Biaya Sewa 86,538

Total 147,597

Sumber: Olahan, 2008

Kebutuhan modal kerja dendeng nila adalah persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, persediaan barang jadi dan biaya sewa tanah. Persediaan untuk bahan baku, barang setengah jadi, dan barang jadi diasumsikan untuk 1 minggu dengan asumsi satu minggu terdiri dari lima hari kerja. Sementara itu piutang dan utang usaha tercantum karena penjualan dan pembelian bahan baku bersifat kas.

(43)

DENDENG NILA

5.3.2 Biaya operasional

Biaya operasional terjadi sebagai akibat adanya kegiatan operasi usaha. Besarnya biaya operasional perusahaan tergantung dari jumlah produksi dendeng nila. Biaya operasional meliputi harga pokok penjualan dan biaya lainnya. Harga pokok penjualan terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan juga biaya

overhead lain seperti biaya pengiriman. Sedangkan biaya operasional lainnya terdiri dari biaya administrasi dan umum, biaya sewa dan biaya penyusutan.

Harga pokok penjualan untuk dendeng nila diperlihatkan pada tabel 5.6. Harga pokok penjualan dendeng nila besarnya adalah berkisar antara 58 hingga 60 ribu per kilogramnya. Biaya terbesar berasal dari biaya pemakaian bahan baku dan juga biaya tenaga kerja langsung. Tabel 5.6 menunjukkan bahwa untuk memproduksi satu kilogram dendeng nila dibutuhkan biaya produksi sebesar Rp. 60.504 di tahun pertama dan kemudian menurun menjadi Rp.59.273 di tahun kedua dan Rp.58.195 pada tahun ketiga.

Tabel 5.6 Harga Pokok Penjualan (dalam Rupiah)

1 2 3

1 B AHAN B AK U

P ersediaan awal bahan baku 728,000 728,000 773,500 P embelian bahan baku 52,416,000 55,737,500 59,013,500 P ersediaan akhir bahan baku 728,000 773,500 819,000 P emakaian bahan baku 52,416,000 55,692,000 58,968,000 2 UP AH LANG S UNG 24,000,000 24,000,000 24,000,000 3 F AC TOR Y OVE R HE AD

Upah tak langsung 6,000,000 6,000,000 6,000,000 B iaya overhead pabrik lain-lain 5,678,400 6,028,371 6,383,271 T otal factory overhead 11,678,400 12,028,371 12,383,271 4 T OT AL B IAY A P AB R IK AS I 88,094,400 91,720,371 95,351,271

P ersediaan awal bahan dalam

proses 1,223,533 1,223,533 1,273,894 P ersediaan akhir bahan dalam

proses 1,223,533 1,273,894 1,324,323 5 T OT AL B IAY A P R ODUK S I 88,094,400 91,670,010 95,300,842 P ersediaan awal barang jadi 1,223,533 1,223,533 1,273,195 P ersediaan akhir barang jadi 1,223,533 1,273,195 1,323,623 6 HAR G A P OK OK P E NJ UALAN 88,094,400 91,620,349 95,250,413 B iaya produksi/unit 60,504 59,257 58,181 Harga pokok penjualan/unit 60,504 59,273 58,195 NO K OMP ONE N

TAHUN

(44)

Untuk komponen persediaan bahan baku pada usaha dendeng nila diasumsikan untuk 1 minggu atau lima hari kerja. Jadi besarnya persediaan akhir bahan baku adalah 5/360 dari pemakaian bahan baku pada tahun tersebut. Misalkan pada tahun pertama pemakaian bahan baku adalah 5824 kilogram, maka persediaan akhirnya adalah 5/360 dikali 5824. Hasil perhitungannya adalah 84 kilogram berarti nilai nominalnya dihitung dengan mengalikan persediaan akhir dengan harga bahan baku. Berarti nominal persediaan akhir adalah 84 dikali Rp.9.000 hasilnya adalah Rp.728.000. Besarnya persediaan akhir di suatu periode akan menjadi persediaan awal di periode berikutnya. Misalnya persediaan akhir di tahun pertama yaitu Rp. 728.000 akan menjadi persediaan awal di tahun kedua. Kemudian pemakaian bahan baku merupakan jumlah persediaan awal bahan baku dan pembelian bahan baku dikurangi dengan bahan baku yang menjadi persediaan akhir.

Biaya factory overhead merupakan komponen biaya yang tidak terkait langsung dengan proses produksi. Biaya ini terdiri dari upah tak langsung dan biaya overhead

lain-lain. Biaya overhead lain-lain dialokasikan sebesar 5% dari nilai penjualan tahun bersangkutan. Hasil penjumlahan pembelian bahan baku, upah langsung dan factory overhead disebut biaya pabrikasi.

Untuk komponen persediaan barang dalam proses pada usaha dendeng nila diasumsikan untuk 5 hari. Jadi besarnya persediaan akhir barang dalam proses adalah 5/360 dari total biaya pabrikasi pada tahun tersebut. Misalkan pada tahun pertama total biaya pabrikasi adalah Rp.88.094.400, maka persediaan akhirnya adalah 5/360 dikali Rp.88.094.400 yaitu Rp. 1.223.533. Besarnya persediaan akhir di suatu periode akan menjadi persediaan awal di periode berikutnya. Misalnya persediaan akhir di tahun pertama yaitu Rp. 1.223.533 akan menjadi persediaan awal di tahun kedua. Total biaya produksi dihitung dari total biaya produksi ditambah dengan persediaan awal barang dalam proses kemudian dikurangi dengan persediaan akhir barang dalam proses.

Persediaan akhir barang jadi diasumsikan selama 5 hari. Dalam tabel perhitungan persediaan jadi dalam suatu periode besarnya adalah 5/360 dari total

(45)

DENDENG NILA

produksi periode berikutnya kemudian dikalikan dengan harga pokok penjualan pada periode bersangkutan. Misalnya pada tahun pertama persediaan akhir barang jadi nilainya adalah 5/360 dikali Rp.88.094.400 Persediaan akhir barang barang jadi ini akan menjadi persediaan awal barang jadi pada periode berikutnya.

Harga pokok penjualan dihitung dari total biaya produksi ditambah dengan persediaan awal barang jadi dikurangi dengan persediaan akhir barang jadi. Untuk mencari harga pokok per unit maka digunakan total harga pokok penjualan dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi pada periode bersangkutan.

Sementara rincian biaya operasional lainnya yang termasuk dalam biaya operasional terlihat dalam tabel 5.7 berikut

Tabel 5.7

Biaya Operasional Lainnya (dalam Rupiah)

1 2 3

1 B iaya administrasi dan umum 1,200,000 1,200,000 1,200,000 2 B iaya sewa 4,500,000 4,500,000 4,500,000 3 B iaya penyusutan 4,948,500 4,948,500 4,948,500 Total 10,648,500 10,648,500 10,648,500 NO K OMP ONE N TAHUN Sumber: Olahan, 2008

Biaya administrasi dan umum besarnya dialokasikan Rp. 100.000 per bulan. Biaya ini merupakan biaya yang terkait dengan kegiatan administrasi misalnya biaya telepon untuk pemesanan dan alat tulis kantor. Biaya sewa merupakan biaya sewa tanah tempat usaha, sedangkan biaya penyusutan merupakan biaya penyusutan aset-aset seperti bangunan, mesin dan peralatan, serta kendaraan. Detail perhitungan dapat dilihat di lampiran.

5.4 Kebutuhan dana untuk investasi dan modal kerja

Dalam perhitungan kelayakan proyek ini diasumsikan kebutuhan dana investasi untuk pengadaan barang modal 30% berasal dari modal sendiri dan 70 %

(46)

sisanya berasal dari pinjaman bank dengan bunga yang berlaku di tahun 2008 yaitu 16%. Sedangkan untuk kebutuhan modal kerja, diasumsikan 30% berasal dari modal sendiri dan 70 % sisanya berasal dari pinjaman bank.

Tabel 5.8 Sumber Pembiayaan Investasi S umber P embiayaan R incian B iaya (R p) Modal S endiri (30%) 9,054,000 P injaman B ank (70%) 21,126,000

Total Inves tas i 30,180,000

Sumber: Olahan, 2008

Jangka waktu kredit investasi dan kredit modal kerja lamanya adalah 3 tahun dengan tingkat suku bunga sebesar 16% per tahun. Sistem perhitungan bunga efektif menurun dimana pada akhir tahun ke 3 cicilan pokok yang harus dibayar jumlahnya Rp. 0. Perhitungan pengembalian pinjaman kredit investasi ditunjukkan pada tabel 5.8. Untuk memulai usaha dendeng nila, pengusaha, membutuhkan dana untuk investasi sebesar Rp. 29.430.000. Dana yang dimiliki pengusaha hanya Rp.8.829.000 berarti sisanya dari bank.

Tabel 5.9 Kebutuhan Modal Kerja (dalam Rupiah)

1 2 3

Modal S endiri (30%) 2,302,520 2,346,177 2,390,084 P injaman B ank (70%) 5,372,547 5,474,412 5,576,862 Total Modal K erja 7,675,067 7,820,589 7,966,946

R incian Modal K erja tahun ke-S umber P embiayaan

Sumber: Olahan, 2008

Kebutuhan modal kerja untuk dendeng nila jumlahnya meningkat dari tahun pertama hingga tahun ketiga. Sumber pembiayaan untuk kebutuhan modal kerja adalah 30% dari modal sendiri dan 70% dari pinjaman bank. Misalkan tahun pertama kebutuhan dendeng nila besarnya adalah Rp. 7.675.067, maka akan dipenuhi dari

(47)

DENDENG NILA

modal sendiri sebesar Rp. 2.302.520 dan sisanya yaitu Rp. 5.372.547 berasal dari pinjaman bank.

Rincian angsuran dan bunga untuk kredit investasi diperlihatkan dalam tabel 5.10 sedangkan rincian pokok utang dan bunga untuk kredit modal kerja diperlihatkan dalam tabel 5.11

Tabel 5.10Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Investasi (dalam Rupiah) Tahun

Angs uran

P okok B unga J umlah S aldo Akhir

21,126,000 1 6,026,358 3,380,160 9,406,518 15,099,642 2 6,990,575 2,415,943 9,406,518 8,109,067 3 8,109,067 1,297,451 9,406,518 0 Sumber : Olahan, 2008

Pada tabel 5.8 tercantum total pinjaman dari bank untuk kredit investasi adalah Rp. 21.126.000. Tiap tahunnya jumlah pokok angsuran dan bunga yang harus dibayar ke bank adalah Rp. 9.406.518. Jumlah tersebut didapat dari membagi total pinjaman dengan faktor anuitasnya. Faktor anuitas dihitung dengan rumus

(

)

+

r

r

n

1

1

1

dimana r adalah tingkat suku bunga yaitu 16% dan n merupakan lamanya periode angsuran yaitu 3 tahun. Untuk usaha ini faktor anuitas besarnya adalah 2.25. Nominal jumlah angsuran dan bunga dihitung dengan membagi Rp. 21.126.000 dengan 2.25. Bunga yang harus dibayarkan tiap tahunnya adalah 16% dikali dengan saldo akhir terhutang. Untuk tahun pertama bunga yang harus dibayarkan adalah 16%

(48)

dikali dengan Rp. 21.126.000. Sedangkan untuk tahun kedua bunga yang harus dibayarkan adalah 16% dari Rp.15.099.642. Angsuran pokok merupakan nominal yang dibayarkan ke bank dikurangi dengan bunga pada periode tersebut. Misalnya di tahun 1 besarnya angsuran pokok adalah Rp.9.406.518 dikurangi dengan bunga sebesar Rp. 3.380.160, hasilnya adalah Rp.6.026.358. Saldo akhir terhutang pada suatu periode adalah total pinjaman dikurangi dengan angsuran pokok dan bunga yang sudah dibayarkan pada tahun tersebut.

Tabel 5.11

Angsuran Pokok dan Bunga Kredit Modal Kerja (dalam Rupiah) Tahun K ebutuhan Modal K erja Angs uran P okok B unga J umlah P embayaran 1 5,372,547 2 5,372,547 5,372,547 859,607 6,232,154 3 5,474,412 5,372,547 859,607 6,232,154 4 5,474,412 875,906 6,350,318 Sumber : Olahan, 2008

Perhitungan angsuran pokok dan bunga kredit modal kerja diperlihatkan pada tabel 5.11. Pengembalian angsuran modal kerja dilakukan pada periode setelah peminjaman. Misalkan pada tahun pertama kebutuhan modal kerja adalah Rp.5.372.547 akan dikembalikan pada tahun kedua. Besarnya bunga adalah 16% dari modal kerja yang dipinjam, bunga dibayarkan bersamaan dengan angsuran pokok.

5.5 Produksi dan pendapatan

Dalam satu kali produksi, produsen bisa menghasilkan 14 kilogram dendeng nila. Produksi dilakukan dua kali dalam seminggu, berarti dalam setahun ada 104 kali produksi dengan asumsi 1 tahun terdapat 52 minggu. Jadi dalam setahun jumlah

(49)

DENDENG NILA

produksi dendeng nila adalah sebesar 1.456 kilogram. Dendeng nila dijual pada harga 78.000 rupiah per kilogramnya. Harga ini merupakan harga yang berlaku untuk konsumen akhir. Kemudian pada tahun kedua dan tahun ketiga diasumsikan terjadi kenaikan sebesar 5% dari produksi tahun sebelumnya seiring dengan mulai meningkatnya permintaan akan produk dendeng nila. Meningkatnya permintaan akan dendeng nila secara perlahan-lahan yaitu 5% per tahun dikarenakan masyarakat mulai mengenal produk dendeng nila. Tabel 5.12 memperlihatkan pada tahun pertama pengusaha dapat memproduksi dendeng nila senilai Rp.113.568.000, meningkat terus hingga di tahun ketiga mencapai angka Rp.134.152.200.

Tabel 5.12 Kapasitas Produksi K g Harga(R p/K g) Total (R p) 1 1,456 78,000 113,568,000 2 1,547 78,000 120,666,000 3 1,720 78,000 134,152,200 Has il P roduks i Tahun Sumber: Olahan, 2008

5.6 Proyeksi laba rugi dan break even point

Dari perhitungan laba rugi di tabel 5.13 terlihat bahwa pada tahun pertama sudah menghasilkan keuntungan, yaitu sebesar Rp. 9.682.532. Usaha dendeng nila kemudian menunjukkan peningkatan laba pada tahun kedua dan terus meningkat dari angka Rp.13.453.699 di tahun kedua menjadi Rp. 17.351.291 di tahun ketiga. Komponen biaya terbesar tentunya adalah biaya operasional yaitu sekitar 77% dari penjualannya. Tarif pajak ditentukan 15% dari laba sebelum pajak. Laba bersih didapat setelah mengurangkan seluruh biaya baik harga pokok penjualan, biaya operasional, biaya bunga dan pajak dari total penjualan.

(50)

Tabel 5.13 Proyeksi Laba Rugi

No Uraian Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3

1 P enjualan 113,568,000 120,567,417 127,665,417

2 Harga pokok penjualan 88,094,400 91,620,349 95,250,413

3 L aba kotor 25,473,600 28,947,068 32,415,003

4 B iaya operasional

B iaya administrasi dan umum 1,200,000 1,200,000 1,200,000 B iaya sewa 4,500,000 4,500,000 4,500,000 B iaya penyusutan 4,948,500 4,948,500 4,948,500 T otal biaya operasional 10,648,500 10,648,500 10,648,500 5 L aba operas i 14,825,100 18,298,568 21,766,503 6 B iaya bunga 3,380,160 2,415,943 1,297,451 7 P endapatan (biaya) lain-lain (53,725) (54,744) (55,769) 8 Laba sebelum pajak 11,391,214 15,827,881 20,413,284 9 P ajak perusahaan 1,708,682 2,374,182 3,061,993 10 L aba bers ih 9,682,532 13,453,699 17,351,291

Sumber: Olahan, 2008

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa usaha dendeng nila mencapai titik impas pada nilai penjualan Rp. 95.402.562 di tahun pertamanya, Rp. 95.567.956 di tahun kedua dan Rp. 95.426.572 di tahun ketiga. Sedangkan untuk titik impas produksi dalam satuan kilogram dicapai pada produksi 1.223 kilogram di tahun pertama, 1.225 kilogram di tahun kedua dan 1.223 di tahun ketiga. Rincian perhitungan akan diberikan pada lampiran.

(51)

DENDENG NILA

Tabel 5.14 Break Even Point

1 2 3

B iaya penyusutan T etap 4,948,500 4,948,500 4,948,500 B iaya pemasaran Variabel 0 0 0 B iaya bunga T etap 3,380,160 2,415,943 1,297,451 B iaya lain-lain Variabel 53,725 54,744 55,769 P ajak perusahaan T etap 1,708,682 2,374,182 3,061,993

T otal B iaya 103,778,017 107,104,252 110,303,446 B iaya T etap 51,415,742 51,466,996 51,391,214 B iaya Variabel 52,362,275 55,637,256 58,912,231 P enjualan 113,568,000 120,567,417 127,665,417 B E P (R p) 95,402,562 95,567,956 95,426,572 Harga J ual 78,000 78,000 78,000 B E P (Unit) 1,223 1,225 1,223

K omponen S ifat B iaya

Tahun

Sumber: Olahan, 2008

5.7 Proyeksi arus kas dan kelayakan proyek

Penilaian terhadap suatu usaha dapat dilakukan dengan baik apabila arus kas dari usaha tersebut diketahui dengan jelas. Arus kas tersebut terdiri dari 2 jenis, yaitu arus kas masuk dan arus kas keluar. Perhitungan arus kas akan dijelaskan pada tabel 5.15. Dalam analisa arus kas dan kelayakan usaha dendeng nila ini digunakan beberapa metode penilaian kelayakan keuangan antara lain Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR), dan Net B/C Ratio.

NPV digunakan untuk menghitung nilai sekarang dari pendapatan yang diproyeksikan pada discount rate tertentu. NPV ini adalah selisih antara present value benefit dan present value cost. Apabila NPV>0, maka investasi pada proyek dapat diterima dan usaha layak dilaksanakan.

Dari hasil perhitungan pada tabel 5.16 didapat NPV dari usaha dendeng nila yaitu sebesar Rp.15.725.317. Dengan demikian karena NPV > 0 maka usaha dendeng nila ini layak untuk dilaksanakan.

(52)

Metode penilaian investasi lain yang digunakan adalah Internal Rate of Return

(IRR). IRR merupakan discount rate yang membuat NPV=0. Suatu proyek dikatakan layak apabila IRRnya lebih besar daripada tingkat imbal hasil yang disyaratkan, dalam perhitungan ini adalah 14.90%. Angka ini merupakan rata-rata tertimbang dari biaya modal (weighted average cost of capital). Cara perhitungannya adalah dengan menjumlahkan hasil kali biaya ekuitas dengan bobot ekuitas dan biaya utang dengan bobot utang setelah pajak. Dalam usaha dendeng nila bobot ekuitas 30% dan bobot penggunaan utangnya adalah 70%. Biaya ekuitas adalalah 18% dan biaya utang adalah 16% dengan tingkat pajak 10%. Apabila IRR yang dihasilkan lebih rendah dari tingkat imbal hasil yang disyaratkan, maka usulan usaha harus ditolak. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa IRR usaha dendeng nila adalah 35.77 % jauh diatas tingkat imbal hasil yang disyaratkan. Berarti usaha dendeng nila ini layak untuk dijalankan.

Metode ketiga adalah metode Net B/C ratio. Net B/C ratio merupakan perbandingan antara manfaat benefit bersih (B) dari tahun-tahun yang bersangkutan yang telah dipresent valuekan dengan baiya bersih (C) yang telah di nilai sekarangkan. Suatu proyek diterima jika B/C Ratio > 1 sebaliknya jika B/C Ratio < 1 maka proyek dianggap tidak layak. Usaha dendeng nila memiliki B/C Ratio sebesar 1.42 kali dan artinya memenuhi kriteria layak dijalankan. Rincian cara perhitungan masing-masing metode akan dijelaskan dalam lampiran.

(53)

DENDENG NILA

Tabel 5.15 Arus Kas Usaha Dendeng Nila

0 1 2 3 B iaya administrasi dan umum 6,600,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 B iaya sewa 4,500,000 4,500,000 4,500,000 4,500,000 B iaya pemasaran - 0 0 0 P ajak perusahaan - - 1,708,682 2,374,182 P embayaran cicilan utang bank - 6,026,358 6,990,575 8,109,067 P embayaran bunga 383,170 3,380,160 2,415,943 1,297,451 B iaya provisi bank 211,260 53,725 54,744 55,769 Dividen - - 9,682,532 13,453,699 P embelian harta tetap baru 30,180,000 - - -T otal pembayaran 45,049,497 103,254,643 118,318,347 126,386,938 S elisih penerimaan dan pembayaran (45,049,497) 10,313,357 2,249,069 1,278,478 K as awal - - 10,313,357 12,707,948 K as sebelum financing (45,049,497) 10,313,357 12,562,426 13,986,426 F INANC ING

Investasi Harta T etap

Modal S endiri 16,248,430 - - -P injaman B ank 21,126,000 - - -Modal K erja Modal S endiri 2,302,520 - 43,657 43,907 P injaman B ank 5,372,547 - 101,865 102,450 P injaman B aru - - - -T otal financing 45,049,497 - 145,522 146,357 K as akhir - 10,313,357 12,707,948 14,132,784

K OMP ONE N T AHUN

Sumber : Olahan , 2008 Tabel 5.16

Kelayakan Usaha Dendeng Nila

No

Kriteria

Nilai

1

NPV

15,725,317

2

IRR

35.77%

3

Net B/C Ratio

1.42

Penilaian

Layak dilaksanakan

(54)

5.8 Analisis sensitivitas kelayakan usaha

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai tingkat mana pergerakan faktor-faktor sentivitas dapat ditolerir sehingga membuat usaha masih layak dijalankan. Untuk usaha dendeng nila faktor yang diperhitungkan dalam analisa sensitivitas adalah antisipasi kenaikan investasi barang modal, harga bahan baku, harga jual, dan kenaikan harga jual.

Tabel 5.17 Analisis Sensitivitas

No

Faktor Sensitivitas

Nilai Sensitivitas

Antisipasi Kenaikan

1

Investasi barang modal

70%

2

Harga bahan baku

10,293

3

Harga jual

72,548

Sumber : Olahan, 2008

Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa untuk usaha dendeng nila, agar tetap layak dijalankan maka antisipasi kenaikan investasi barang modalnya tidak boleh lebih dari 70 %, sedangkan harga bahan bakunya yaitu ikan nila tidak boleh lebih dari Rp. 10.293 per kilogramnya. Selain itu agar usaha tetap layak maka harga jual tidak boleh lebih rendah dari Rp. 72.548. Berarti agar NPV paling tidak sama dengan 0 maka investasi barang modalnya tidak boleh lebih dari 70 %, harga bahan bakunya tidak boleh lebih dari Rp. 10.293 per kilogramnya, dan harga jual tidak boleh lebih rendah dari Rp. 72.548. Perlu diperhatikan bahwa analisis sensitivitas ini menggunakan asumsi cateris paribus, jadi ketika satu faktor berubah faktor sensitivitas lain tetap sama. Misalkan jika harga bahan baku meningkat maka pada analisa sensitivitas diasumsikan bahwa harga jual dan antisipasi kenaikan investasi barang modal nilainya tidak berubah. Darihasil perhitungan tersebut memperlihatkan dendeng nila merupakan jenis usaha yang cukup sensitif te

(55)

BAB VI

ASPEK EKONOMI, SOSIAL DAN

DAMPAK LINGKUNGAN

6.1 Aspek Ekonomi dan Sosial

6.1.1 Aspek Ekonomi

Usaha produksi Dendeng Nila di wilayah Semarang khususnya dan wilayah lain umumnya merupakan salah satu kegiatan usaha yang memiliki manfaat ekonomi berupa penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat daerah setempat yang akan memberikan pendapatan bagi tenaga kerja tersebut. Terlebih lagi karakteristik industri ini yang mengandalkan tenaga manusia dalam proses produksinya. Pengusaha dendeng nila biasanya akan mengandalkan kelompok masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja langsungnya. Kerjasama ini tentunya akan saling menguntungkan karena pengusaha dapat mengoptimalkan keahlian memasak kelompok masyarakat ini dengan upah yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan untuk kelompok masyarakat keuntungannya adalah dapat menyalurkan kehaliannya sekaligus memperoleh penghasilan tambahan.

6.1.2 Aspek Sosial

Dendeng nila merupakan salah satu produk olahan ikan yang mungkin masih dapat dibilang baru. Produk ini diharapkan dapat menjadi alternatif bagi masyarakat yang kurang suka mengonsumsi ikan, karena rasa ikannya tidak terlalu terasa. Masih sedikitnya variasi produk olahan ikan menyebabkan masyarakat merasa bosan dengan produk yang itu-itu saja. Oleh karena itu diharapkan kehadiran dendeng nila dapat mengatasi permasalahan tersebut, sehingga dendeng nila mulai digemari masyarakat. Hal ini secara tidak langsung akan meningkatkan budaya makan ikan di masyarakat.

(56)

Kegemaran masyarakat Indonesia memakan dendeng juga menjadi salah satu peluang bagi dendeng nila untuk memasyarakatkan budaya makan ikan. Jika biasanya dendeng dibuat dari daging sapi, yang lemak dan kolesterolnya tinggi, maka dendeng nila terbuat dari ikan yang mengandung lemak baik. Ikan juga merupakan sumber protein hewani karena ikan memiliki komponen protein sebagai komponen terbesarnya setelah air. Dari protein yang ada pada ikan diperoleh berbagai asam amino esensial dan asam amino non esensial yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh manusia dan diperlukan untuk mensintesa. Sehingga dapat dikatakan nilai gizi dendeng ikan jauh lebih tinggi dari dendeng daging sapi.

6.2. Dampak Lingkungan

Saat melaksanakan proses produksi tentunya dendeng nila menghasilkan sejumlah limbah yang dapat menyebabkan polusi. Salah satunya adalah limbah dari bagian ikan yang tidak terpakai dalam pembuatan dendeng seperti kepala, tulang dan isi perut. Apabila dibiarkan saja maka menjadi sarang kuman, oleh karena itu pengusaha biasanya langsung mengumpulkan limbah tersebut untuk dibuang ke tempat penampungan sampah. Selain bagian ikan yang tidak terpakai tersebut, yang dapat menyebabkan polusi adalah bau amis dari ikan yang akan menggangu lingkungan sekitar. Apalagi usaha kecil seperti ini biasanya terletak di tengah pemukiman penduduk. Jadi sebaiknya ikan segera disimpan di tempat tertutup agar aromanya tidak menyebar.

Gambar

Gambar 1.1 Ikan Nila
Gambar 3.1 Produk Dendeng Nila
Tabel 4.1  Peralatan Produksi Dendeng Nila
Gambar 4.1 Diagram alir pembuatan dendeng ikan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, pada kenyataan yang terjadi ketika pemilik dari lembaga penyiaran swasta dirasa tidak mampu lagi untuk mengelola penyiaran dan menganggap dirinya adalah badan

(1) Kepala UPTD mempunyai tugas memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan seluruh Kegiatan UPTD dalam melaksanakan sebagian urusan Pemerintahan bidang Pekerjaan umum dan

1) Normal probability plot of the studentized residuals to check for normality of residuals. 2) Studentized residuals versus predicted values to check for constant error.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa: (1) rata-rata n-Gain keterampilan berpikir luwes dengan pembelajaran problem solving lebih tinggi dari

Fasilitasi Belanja Bantuan Keuangan Kabupaten Kepada Desa Kabupaten Temanggung 30.000.000,00. 207.01.020 Penguatan Kapasitas Lembaga Kemasyarakatan Masyarakat Desa/Kelurahan,

Berdasarkan hasil pengumpulan data, terdapat masalah yaitu kurangnya pemahaman siswa terhadap materi fisika padahal siswa tidak bermasalah dengan pembelajaran yang guru

Orang yang sedang melaksanakan shalat fardlu sendirian (munfarid), lalu ada orang banyak (jamaah) datang untuk shalat fardlu juga, maka dibenarkan baginya

Berdasarkan penjelasan diatas metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan metode