• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguji III : Sutriyo, M.Si, Apt

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

5.2.1 Tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas dalam memproduksi sediaan obat sesuai dengan CPOB dengan cara mengadakan audit dan pelatihan karyawan secara berkala.

5.2.2 Meningkatkan komunikasi dan kerjasama yang baik antar divisi PT. Prafa sehingga dihasilkan kinerja yang lebih baik lagi, serta selalu memperbarui informasi dan teknologi di bidang farmasi.

Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Penerapan

Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012).

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan

Keterangan : A= PT. Pradja Pharin; 1 = Gedung Gedung 1; 2 = Gedung 2; 3 = Gedung 3 1

2

Well Water

Storage Tank (terdapat proses

klorinasi)

sebagai Tap Water

Multimedia Filter Carbon Filter Catridge

filter 5 µm Cation Bed Anion Bed Mix Bed Catridge filter 1 µm Catridge filter 0,5 µm UV Light Catridge filter 0,2 µm Plate Heat Exchanger

Hot Purified Water Storage Tank

(88o-92oC)

Dialirkan ke user point sebagai Hot Purified Water

Double Jacket Tank Destilator

Water for Injection Dialirkan ke user point

PROTOKOL VA

RUANG STERILE

TUGAS KHUSUS

PROG

UNIVERSITAS INDONESIA

TOKOL VALIDASI PEMBERSIHAN DAN SAN

TERILE LIQUID INJECTION PT. PRADJA

(PRAFA)

S KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APO

RAHMI RAMDANIS, S. Farm.

1206313583

ANGKATAN LXXVI

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

N DAN SANITASI

T. PRADJA PHARIN

DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan ... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1 Area Produksi Steril ... 3 2.2 Pengertian Validasi dan Protokol Validasi ... 5 2.3 Pembersihan dan Sanitasi ... 7 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ... 12 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ... 12 3.2 Metode Pengkajian ... 12 BAB 4 PEMBAHASAN ... 13 4.1 Validasi Pembersihan dan Sanitasi ... 13 4.2 Protokol Validasi Pembersihan dan Sanitasi ... 14 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 16 5.1 Kesimpulan ... 16 5.2 Saran ... 16 DAFTAR ACUAN ... 17

kelas kebersihan ... 3 Tabel 2.2 Batas yang disarankan untuk cemaran mikroba ... 4

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola Swab ... 10

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Protokol Validasi Pembersihan dan Sanitasi Ruang Sterile Liquid

1.1 Latar Belakang

PT. Pradja Pharin (Prafa) memiliki fasilitas produksi steril yaitu Sterile

Liquid Injection (SLI). Ruang produksi steril merupakan ruang dengan kelas

kebersihan yang memiliki persyaratan khusus. Persyaratan khusus tersebut diantaranya adalah batasan jumlah partikel dan mikroba. Pembersihan dan sanitasi area tersebut sangat penting untuk mendapatkan kondisi yang sesuai dengan persyaratan produksi steril (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) mengharuskan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Penilaian kondisi yang paling kritis dari validasi pembersihan dan sanitasi merupakan langkah yang penting untuk mengetahui batas kontaminasi dan efikasi prosedur pembersihan dan sanitasi (Nassani, M., 2005).

Kebersihan ruang SLI termasuk aspek kritis produksi steril. Ruang SLI terkadang tidak digunakan dalam jangka waktu lebih dari dua hari sehingga area tersebut tidak terjaga kondisi kebersihannya. Oleh karena itu, harus terdapat bukti terdokumentasi untuk mengetahui keefektifan kegiatan pembersihan dan sanitasi area tersebut sehingga dapat diketahui jangka waktu dari kegiatan tersebut hingga proses produksi steril dapat dilaksanakan. Hal tersebut dapat diperoleh dengan melakukan validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI pada kondisi kritis.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Setiap validasi yang akan dilakukan harus dibuat dalam protokol tertulis. Protokol tersebut berisi langkah kritis dan kriteria penerimaan. Protokol harus dikaji dan disetujui oleh

Berdasarkan hal tersebut, kami membuat protokol validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI pada kondisi kritis.

1.2. Tujuan

Pembuatan tugas khusus ini bertujuan untuk memahami pembuatan protokol validasi dan fungsinya di dalam suatu industri farmasi.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Area Produksi Steril (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012)

Produk steril hendaklah dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan memperkecil risiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat tergantung dari keterampilan, pelatihan dan sikap personil yang terlibat. Area bersih untuk pembuatan produk steril digolongkan berdasarkan karakteristik lingkungan yang dipersyaratkan (lihat Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.) Tiap kegiatan pembuatan membutuhkan tingkat kebersihan ruangan yang sesuai dalam keadaan operasional untuk meminimalkan risiko pencemaran oleh partikulat dan/atau mikroba pada produk dan/atau bahan yang ditangani.

Tabel 2.1 Jumlah maksimum partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan

Kelas

Ukuran partikel

Non operasional Operasional

Jumlah maksimum partikel/m3 yang diperbolehkan ≥ 0,5 µm ≥ 5 µm ≥0,5 µm ≥5 µm A 3.520 20 3.520 20 B 3.520 29 352.000 2.900 C 352.000 2.900 3.520.000 29.000 D 3.520.000 29.000 Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan

[sumber: Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012]

Keadaan “non operasional” adalah kondisi di mana fasilitas telah terpasang dan beroperasi, lengkap dengan peralatan produksi tetapi tidak ada personil. Kondisi “operasional” adalah kondisi di mana fasilitas dalam keadaan berjalan sesuai modus pengoperasian yang ditetapkan dengan sejumlah tertentu personil yang sedang bekerja.

Batas yang disarankan untuk cemaran mikroba* Kelas Sampel udara cfu/m3 Cawan papar (d=90 mm) cfu/4 jam ** Cawan kontak (d = 55 mm) cfu/plate Sarung tangan 5 jari cfu/sarung tangan A < 1 < 1 < 1 < 1 B 10 5 5 5 C 100 50 25 - D 200 100 50 -

Keterangan: * Nilai rata-rata

** Cawan papar dapat dipaparkan kurang dari 4 jam [sumber: Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012]

Area bersih dapat dimasuki melalui ruang penyangga udara untuk personil dan/atau peralatan dan bahan. Area bersih hendaklah dijaga tingkat kebersihannya sesuai standar kebersihan yang ditetapkan dan dipasok dengan udara yang telah melewati filter dengan efisiensi yang sesuai. Di area bersih, semua permukaan yang terpapar hendaklah halus, kedap air dan tidak retak untuk mengurangi pelepasan atau akumulasi partikel atau mikroba dan untuk memungkinkan penggunaan berulang bahan pembersih dan bahan disinfektan.

Berbagai kegiatan persiapan komponen, pembuatan produk dan pengisian hendaklah dilakukan di ruang terpisah di dalam area bersih. Kegiatan pembuatan produk steril dapat digolongkan dalam dua kategori; pertama produk yang disterilkan dalam wadah akhir dan disebut juga sterilisasi akhir, kedua produk yang diproses secara aseptis pada sebagian atau semua tahap. Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk steril.

Kelas A adalah zona untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal zona pengisian, wadah tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis. Umumnya kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air flow) di tempat kerja. Sistem udara laminar hendaklah mengalirkan udara dengan kecepatan merata berkisar 0,36 – 0,54 m/detik (nilai acuan) pada posisi kerja dalam ruang bersih terbuka. Keadaan laminar yang selalu terjaga hendaklah dibuktikan dan divalidasi. Kelas B adalah zona untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, Kelas ini adalah lingkungan latar belakang untuk zona

pembuatan yang mengandung risiko lebih rendah.

2.2 Pengertian Validasi dan Protokol Validasi 2.2.1 Validasi (World Health Organization, 2006)

Validasi adalah bagian yang penting dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Validasi merupakan elemen program pemastian mutu yang berhubungan dengan proses atau produk. Prinsip dasar dari pemastian mutu adalah menghasilkan produk sesuai dengan tujuan penggunaannya. Setiap tahapan yang kritis dari setiap proses harus divalidasi. Tahapan lainnya dalam proses tersebut harus dikontrol untuk memaksimalkan produk dihasilkan secara konsisten dan memenuhi spesifikasi kualitas dan desain. Dokumentasi yang berhubungan dengan validasi antara lain:

a. Standard Operating Procedures (SOP) b. Spesifikasi

c. Rencana Induk Validasi (RIV) d. Protokol dan laporan kualifikasi e. Protokol dan laporan validasi

Implementasi kegiatan validasi memerlukan penilaian sumber daya yaitu: a. Waktu: secara umum kegiatan validasi dilakukan sesuai jadwal

b. Keuangan: validasi memerlukan teknologi yang mahal dan personil yang ahli c. Manusia: validasi memerlukan kolaborasi ahli dari berbagai bidang (misalnya

tim multidisipliner yang terdiri dari petugas Quality Assurance (QA), teknik, produksi dan lainnya tergantung produk atau proses yang akan divalidasi).

Terdapat dua jenis validasi yaitu validasi yang berdasarkan bukti yang diperoleh melalui pengujian (validasi prospektif dan konkuren) dan validasi yang berdasarkan analisis kumpulan data yang sudah ada (validasi retrospektif). Jika mungkin, validasi prospektif lebih direkomendasikan untuk dilakukan. Validasi retrospektif tidak direkomendasikan pada pembuatan produk steril.

Validasi harus dilakukan untuk alat, fasilitas, sistem, proses dan prosedur baru, pada interval periode tertentu dan jika terdapat perubahan yang

harus dipertimbangkan.

Berikut adalah revalidasi yang perlu dilakukan (Pharmaceutical Inspection Convention, 2011):

a. Kinerja regular dari uji simulasi proses

b. Pemantauan lingkungan, prosedur disinfeksi, pembersihan dan sterilisasi alat (termasuk wadah dan penutup)

c. Perawatan rutin dan rekualifikasi alat seperti autoklaf, oven, sistem HVAC (Heating, Ventilation and Air Conditioning), sistem pengolahan air, dan lain-lain.

d. Uji integritas untuk filter produk, wadah, penutup, dan filter udara e. Revalidasi setelah adanya perubahan

Industri sebaiknya mempunyai Rencana Induk Validasi (RIV). RIV merupakan dokumen yang berisi kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi, format dokumen (format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan), pengendalian perubahan dan acuan dokumen yang digunakan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).

2.2.2 Protokol Validasi

Protokol validasi merupakan dokumen yang menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan pada proses validasi termasuk kriteria penerimaan untuk persyaratan proses produksi atau untuk penggunaan rutin. Validasi harus dilakukan sesuai dengan protokol validasi tertulis dan laporan hasil validasi juga harus dibuat (World Health Organization, 2006).

Protokol validasi diperlukan untuk menetapkan hal yang spesifik dan aktivitas yang akan dilakukan pada kegiatan validasi. Protokol validasi merinci kualifikasi dan validasi yang akan dilakukan. Protokol dikaji dan disetujui kepala bagian pemastian mutu (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Segala perubahan atau perbedaan dari protokol validasi harus didokumentasikan dengan justifikasi yang tepat (Pharmaceutical Inspection Convention, 2013).

Pembersihan adalah penghilangan partikel padat atau residu produk dari permukaan dengan menggunakan bahan kimia dan dilakukan secara manual atau dengan menggunakan mesin. Sanitasi adalah destruksi organisme pada tahap vegetatif (Sadeghipour, F., 2008).

Sanitasi area bersih sangatlah penting. Area tersebut hendaklah dibersihkan secara menyeluruh sesuai program tertulis. Bila menggunakan disinfektan hendaklah memakai lebih dari satu jenis. Pemantauan hendaklah dilakukan secara berkala untuk mendeteksi kontaminasi atau adanya mikroba yang merupakan indikasi bahwa prosedur pembersihan tidak efektif. Dengan mempertimbangkan efektivitasnya yang terbatas, lampu ultraviolet hendaklah tidak digunakan untuk menggantikan disinfektan kimiawi. Disinfektan dan deterjen yang digunakan untuk area Kelas A dan B hendaklah disterilkan sebelum digunakan. Fumigasi dalam area bersih dapat bermanfaat untuk mengurangi kontaminasi mikrobiologis pada tempat yang tidak terjangkau (World Health Organization, 2011).

2.3.1 Validasi Pembersihan dan Sanitasi

Prosedur pembersihan dan prosedur sanitasi hendaklah divalidasi dan dinilai secara berkala untuk memastikan bahwa efektifitas kegiatan memenuhi persyaratan (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Validasi pembersihan dan sanitasi merupakan bukti terdokumentasi bahwa proses atau prosedur pembersihan dan sanitasi secara konsisten dapat menghilangkan kontaminan yang potensial hingga memenuhi batas kebersihan yang disyaratkan.

Prosedur pembersihan dan sanitasi harus divalidasi. Secara umum validasi pembersihan dan sanitasi harus dilakukan pada keadaan atau tahapan proses yang memiliki resiko terbesar untuk menimbulkan kontaminasi. Prosedur pembersihan dan sanitasi harus dipantau secara berkala setelah pelaksanaan validasi untuk memastikan prosedur tersebut efektif jika dilkukan selama kegiatan produksi rutin (Pharmaceutical Inspection Convention, 2013).

2.3.2 Protokol Validasi Pembersihan dan Sanitasi

Protokol validasi pembersihan harus dibuat, disetujui dan dilaksanakan sesuai dengan SOP pada tempat dan waktu yang ditentukan. Protokol tersebut harus memuat tujuan, metodologi uji dan cara pengambilan sampel dan kriteria penerimaan (Nassani, M., 2005).

a. Tujuan

Bagian ini menjelaskan tujuan dan cakupan kegiatan validasi pembersihan dan sanitasi.

b. Metodologi uji dan cara pengambilan sampel

Bagian ini menjelaskan tahapan demi tahapan teknik pengambilan sampel dan prosedur uji yang dilakukan. Selain itu harus dijelaskan juga laboratorium yang melaksanakan uji tersebut dan hal-hal yang harus diperhatikan selama kegiatan validasi.

c. Kriteria penerimaan

Kriteria penerimaan untuk kegiatan validasi pembersihan dan sanitasi adalah batasan dari jumlah mikroba dan partikel berdasarkan hasil perhitungan. Kriteria penerimaan didasarkan pada penilaian jenis kontaminan, fasilitas, dan resiko kepada operator, produk dan pasien.

Protokol validasi pembersihan harus menjelaskan lokasi yang akan dibersihkan, prosedur, bahan, kriteria penerimaan, parameter yang dipantau dan dikontrol dan metode uji. Protokol juga harus berisi jenis sampel yang diperoleh dan bagaimana sampel tersebut diperoleh dan diberi label (Pharmaceutical Inspection Convention, 2013).

2.3.3 Metode Uji 2.3.3.1 Inspeksi Visual

Inspeksi visual dapat mendeteksi adanya bagian yang kotor pada area yang kecil yang tidak dapat diperoleh atau dideteksi dengan sampling dan/atau analisis (Pharmaceutical Inspection Convention, 2013). Inspeksi visual dapat dengan segera mengidentifikasi adanya prosedur pembersihan yang kurang baik.

T.C. Lehman, 2007):

a. Terlalu banyak variabel yang dapat mempengaruhi hasil b. Harus dilihat dalam kondisi yang sama

c. Pencahayaan harus sama

d. Sudut penglihatan/angle harus sama

e. Jarak antara personil dengan permukaan harus sama f. Hasil tidak kuantitatif

2.3.3.2 Metode Pemantauan Mikrobiologi

Penetapan lokasi pengambilan sampel ditentukan berdasarkan (Pradja Pharin, 2013):

a. Akar luas ruangan.

b. Lokasi dimana produk terekspos oleh lingkungan sekitar (di area filling).

c. Tempat lalu lalang personil (high traffic).

d. Di bawah difuser karena turbulensi tertinggi terjadi dibawah difuser.

e. Metode paling baik untuk pengambilan sampel di daerah dengan turbulensi tinggi (contoh : LAF) adalah air sampler.

Metode yang dapat digunakan untuk memantau mikrobiologi lingkungan antara lain: surface monitoring, active air monitoring, dan passive air monitoring (Food and Drug Administration, 2004).

2.3.3.3 Surface Monitoring

Pemantauan lingkungan dengan metode ini berupa pengambilan sampel dari berbagai permukaan untuk memantau kualitas mikrobiologi. Permukaan yang kontak dengan produk, lantai, dinding dan alat harus diuji secara rutin. Touch

plates, swabs, dan contact plates dapat digunakan untuk pengambilan sampel

(Food and Drug Administration, 2004).

Metode swab merupakan metoda yang sering digunakan dan merupakan metode pengambilan sampel secara langsung. Setelah dibersihkan, permukaan diswab untuk mengetahui tingkat kebersihan permukaan tersebut. Pemilihan

metode ini adalah ke keseragaman dari permu area sampel untuk seluru Swab yang digu partikel kecil, memiliki (Kalelkar, S., 2010). sejajar satu arah atau bo penting untuk menguba swab dengan arah yang dengan gerakan zigzag yang akan diuji (lihat Ga

[Sum

2.3.3.4 Active Air Monit Metode ini dilak dapat digunakan untuk udara. Sebaiknya alat mengevaluasi area pros mengetahui kemampua untuk penggunaan di sampel, kebersihan, d

i adalah ketidakmampuan untuk mengakses semua n dari permukaan yang terkontaminasi dan harus mengek l untuk seluruh permukaan (Sadeghipour, F., 2008).

b yang digunakan harus terbuat dari bahan yang memi cil, memiliki daya absorbsi yang tinggi dan interferens

. Cara swab yang umum digunakan adalah den arah atau bolak-balik. Dalam melakukan swab dengan

k mengubah kepala swab ke sisi lainnya dan melaku an arah yang berlawanan (lihat Gambar 2.1A). Metode

akan zigzag dan kepala swab selalu menempel pada per iuji (lihat Gambar 2.1B)

[Sumber: Lingenfelter, E.A., dan T.C. Lehman, 2007]

Gambar 2.1 Pola swab

ir Monitoring (Food and Drug Administration, 2004)

ode ini dilakukan dengan menggunakan air sampler nakan untuk mengetahui jumlah organisme setiap vo aiknya alat tersebut dapat digunakan selama shift pro

si area proses aseptik pada lokasi yang dipilih. Ope kemampuan air sampler dan alat tersebut harus diuji k gunaan di lingkungan aseptik berdasarkan efisiensi ebersihan, dan kemampuan untuk dapat disterilisas

ses semua area, asumsi arus mengekstrapolasikan

yang memiliki serat dan n interferensi yang kecil n adalah dengan gerakan wab dengan cara tersebut dan melakukan kembali A). Metode lainnya yaitu pel pada permukaan area

, 2004)

sampler. Alat tersebut

e setiap volume sampel ma shift produksi untuk dipilih. Operator harus harus diuji kesesuaiannya an efisiensi pengambilan disterilisasi dan tidak

pengambilan sampel. Air sampler harus dikalibrasi dan digunakan sesuai prosedur yang sesuai.

2.3.3.5 Passive Air Monitoring (Food and Drug Administration, 2004)

Metode ini menggunakan settling plate yaitu cawan petri berisi medium pertumbuhan yang dipaparkan ke lingkungan. Settling plate dapat digunakan sebagai pemantau udara kualitatif atau semikuantitatif karena hanya mikroorganisme yang jatuh ke dalam agar yang dapat terdeteksi. Penempatan

settle plate merupakan parameter kritis sehingga cawan petri tersebut harus

ditempatkan di lokasi dengan resiko kontaminasi produk yang paling besar. Sebagai bagian dari metode validasi, laboratorium pengawasan mutu harus mengevaluasi kondisi media yang dapat mengoptimalkan recovery dari isolat lingkungan pada level yang rendah. Data hasil pemantauan dengan metode ini dapat digunakan sebagai pembanding dari hasil active air monitoring menggunakan air sampler.

3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 13 - 28 Mei 2013 yang bertempat Departemen Quality Control dan Ruang Produksi Sterile Liquid Injection PT. Pradja Pharin (Prafa).

3.2 Metode Pengkajian

Metode yang digunakan adalah pengkajian Standard Operating Procedure (SOP) terkait dan penelusuran literatur (studi pustaka). Selanjutnya dilakukan analisis permasalahan serta solusi yang dapat dilakukan.

4.1 Validasi Pembersihan dan Sanitasi

Produk steril dibuat dengan persyaratan khusus dengan tujuan memperkecil risiko pencemaran mikroba, partikulat dan pirogen, yang sangat tergantung dari keterampilan, pelatihan dan sikap personil yang terlibat. Pembuatan produk steril dilakukan di ruangan dengan kelas kebersihan tertentu yaitu kelas A, B, C dan D (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Ruangan dan alat yang digunakan untuk produksi harus dipastikan status kebersihannya sebelum kegiatan produksi dilakukan. Oleh karena itu, pembersihan dan sanitasi merupakan bagian yang penting dan merupakan aspek kritis dalam kegiatan produksi.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengharuskan setiap industri farmasi mempunyai standar prosedur operasional tertulis mengenai proses pembersihan secara jelas dan dapat dengan mudah dipahami. Buku log hendaklah dibuat untuk pencatatan pembersihan yang telah dilakukan termasuk tanggal dan personil yang melakukan kegiatan tersebut (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Untuk pemenuhan persyaratan di atas, setiap ruangan di area produksi

Sterile Liquid Injection (SLI) telah memiliki standar prosedur operasional

pembersihan dan sanitasi ruangan serta buku record pencatatan kegiatan tersebut. Buku tersebut dapat digunakan untuk mengetahui status kebersihan ruangan dan pemenuhan persyaratan kebersihan ruangan agar kegiatan produksi dapat dilaksanakan.

Ruangan SLI selalu dibersihkan dan disanitasi pada saat sebelum dan sesudah digunakan untuk produksi yaitu hanya pada hari kerja. Jika terdapat libur panjang maka ruangan tidak digunakan untuk produksi sehingga pada hari tersebut ruangan tidak dibersihkan dan disanitasi sehingga kebersihan ruangan tersebut tidak terkontrol. Ruangan akan kembali dibersihkan dan disanitasi pada hari kerja selanjutnya yaitu pada saat akan dilaksanakan produksi.

atas, pembersihan dan sanitasi ruangan Sterile Liquid Injection (SLI) divalidasi untuk mengetahui jangka waktu dari kegiatan sanitasi setelah libur panjang atau ruangan tidak digunakan hingga ruangan tersebut dapat digunakan kembali untuk kegiatan produksi. Kriteria libur panjang atau ruangan tidak digunakan yang dimaksud di atas adalah ruangan tidak digunakan lebih dari dua hari. Validasi pembersihan dan sanitasi ruangan tersebut diharapkan menjamin proses produksi tetap memenuhi persyaratan kebersihan meskipun sebelumnya lingkungan produksi tidak terkontrol. Oleh karena itu, validasi tersebut dapat membuat kegiatan produksi di ruang SLI menjadi lebih efektif dan efisien.

Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan tiga kali berurutan dengan hasil yang memenuhi syarat untuk membuktikan bahwa prosedur pembersihan tersebut telah tervalidasi (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012). Oleh karena itu, pada validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI, dilakukan pengujian selama tiga periode dengan tiga kali pengambilan sampel dalam tiga hari berurutan. Setiap periode pengujian dilaksanakan setelah ruang produksi tidak digunakan lebih dari dua hari. Pengambilan sampel dilakukan setelah ruangan tersebut dibersihkan dan disanitasi.

4.2 Protokol Validasi Pembersihan dan Sanitasi

Protokol validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI dibuat dan disetujui oleh manajer pemastian mutu dan manajer pabrik. Protokol validasi ini menjelaskan mengenai tujuan, prosedur, kriteria penerimaan, prosedur kualifikasi, lembar persetujuan, prosedur pengontrol perubahan, lampiran dan tim yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan validasi. Protokol ini digunakan untuk melaksanakan kegiatan validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI untuk pemenuhan persyaratan CPOB dan standar PT. Pradja Pharin (Prafa).

Protokol validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI memuat sembilan lampiran. Lampiran tersebut menjelaskan teknis pelaksanaan kegiatan validasi pembersihan dan sanitasi ruang SLI. Selain itu, lampiran juga memuat kriteria penerimaan, tabel hasil pengujian dan formulir lain yang harus dilengkapi saat kegiatan validasi berlangsung. Lampiran tersebut antara lain rencana pengujian dan justifikasi, penilaian kebersihan ruangan dan prosedur pembersihan dan

sanitasi, daftar agen sanitasi dan pembersih yang digunakan, daftar alat-alat yang digunakan, daftar metode atau prosedur pengujian, inspeksi visual, metode sampling mikrobiologi, hasil dan rekomendasi, dan laporan penyimpangan.

Prosedur pembersihan dan sanitasi akan divalidasi dengan menggunakan inspeksi visual, level mikroba dan evaluasi dokumen terkait dan konfirmasi bahwa hasil validasi tersebut sesuai dengan spesifikasi kebersihan. Metode pemantauan yang digunakan adalah surface monitoring dengan metode swab, passive air

monitoring dengan menggunakan settle plate, dan active air monitoring dengan

menggunakan air sampler. Protokol memuat denah lokasi pengambilan sampel untuk ketiga metode tersebut. Hal ini untuk memperjelas titik pengambilan sampel. Jika dalam pengujian ada hal yang menyimpang atau tidak sesuai, hal tersebut dituliskan dalam laporan penyimpangan.

Setelah validasi dilaksanakan, dibuat laporan hasil validasi yang mengacu pada protokol validasi. Laporan ini memuat hasil yang diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam protokol didokumentasikan.

Dokumen terkait