• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 58-93)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Kecepatan pelayanan dan keramahan karyawan apotek perlu ditingkatkan untuk mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang optimal.

2. Penambahan sumber daya apoteker yang khusus menangani farmasi klinik dan konseling perlu dilakukan supaya pelayanan di apotek yang berlandaskan

patient oriented dan patient safety dapat berjalan dengan baik dan

3. Kelengkapan obat, ketepatan/ kesesuaian resep, keramahan, pengetahuan petugas apotek, kebersihan ruang racik dan informasi yang diberikan petugas apotek kepada pasien perlu dipertahankan.

Direksi PT. Kimia Farma Tbk. (2009). Surat Keputusan Direksi PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk. No. KEP. 12 A/ DIR/ VI/2009 tentang Struktur Organisasi PT Kimia Farma Persero Tbk. Jakarta: PT. Kimia Farma Tbk.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri

Kesehatan No. 922 Tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri

Kesehatan No. 1332 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri

Kesehatan No. 1027 Tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang No. 35 tahun 2009

tentang Narkotika. Jakarta: Lembar Negara Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasiaan. Jakarta:

Lembar Negara Republik Indonesia.

PT. Kimia Farma Tbk. (2011). 40 Tahun Kimia Farma, Melayani Sepenuh Hati. Jakarta: PT. Kimia Farma Tbk.

UNIVERSITAS INDONESIA

UPAYA PREVENTIF PENYAKIT

NYERI PUNGGUNG BAWAH

MELALUI MEDIA KOMUNIKASI KESEHATAN

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

WULAN YULIASTUTI, S.Farm.

1106047474

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK

JUNI 2012

ii

UPAYA PREVENTIF PENYAKIT

NYERI PUNGGUNG BAWAH

MELALUI MEDIA KOMUNIKASI KESEHATAN

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

WULAN YULIASTUTI, S.Farm.

1106047474

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK

JUNI 2012

HALAMAN JUDUL ... ii DAFTAR ISI ... iii DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) ... 3 2.1.1 Definisi ... 3 2.1.2 Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah Menurut

Penyebabnya ... 3 2.1.2.1 NPB Traumatik ... 3 2.1.2.2 NPB akibat Proses Degeneratif ... 4 2.1.2.3 NPB akibat Penyakit Inflamasi ... 5 2.1.2.4 NPB akibat Gangguan Metabolisme ... 6 2.1.2.5 NPB akibat Neoplasma ... 7 2.1.2.6 NPB akibat Kelainan Kongenital ... 7 2.1.2.7 NPB sebagai Referred Pain ... 7 2.1.2.8 NPB Psikoneurotik ... 8 2.1.2.9 NPB akibat Infeksi ... 9 2.1.3 Gejala ... 9 2.1.4 Faktor Risiko ... 9 2.1.4.1 Usia ... 9 2.1.4.2 Jenis Kelamin ... 9 2.1.4.3 Obesitas ... 10 2.1.4.4 Pekerjaan ... 10 2.1.4.5 Faktor Psikososial ... 10 2.1.4.6 Riwayat Cedera/ Trauma ... 10 2.1.4.7 Aktivitas ... 10 2.1.4.8 Merokok ... 11 2.1.5 Terapi ... 11 2.1.6 Pencegahan ... 13 2.2 Komunikasi ... 14 2.2.1 Komunikasi Kesehatan ... 16 BAB 3. MEDIA KOMUNIKASI KESEHATAN UNTUK PENYAKIT

NYERI PUNGGUNG BAWAH ... 19 BAB 4. PEMBAHASAN ... 20

5.2 Saran ... 24 DAFTAR ACUAN ... 25

Gambar 2.1. Gerakan-gerakan latihan untuk mencegah/ menanggulangi

NPB ... 12 Gambar 2.2. Ilustrasi poin a komunikasi kesehatan ... 15 Gambar 2.3. Ilustrasi poin b komunikasi kesehatan ... 15 Gambar 2.4. Ilustrasi poin c komunikasi kesehatan ... 15

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Media komunikasi kesehatan untuk penyakit nyeri punggung bawah ... 27

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang dapat diwujudkan melalui pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan besar artinya bagi pembangunan dan pembinaan sumber daya manusia Indonesia serta sebagai modal bagi pelaksanaan pembangunan nasional. Dengan memperhatikan peranan kesehatan tersebut maka diperlukan upaya yang memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan penyelenggaraan upaya kesehatan secara menyeluruh dan terpadu (Pemerintah RI, 2009).

Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui komunikasi kesehatan oleh tenaga-tenaga kesehatan, termasuk apoteker. Komunikasi kesehatan adalah proses untuk mengembangkan atau membagi pesan kesehatan kepada audiens tertentu dengan maksud mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan keyakinan mereka tentang pilihan perilaku hidup sehat. Informasi-informasi yang diberikan melalui komunikasi tersebut diharapkan dapat diterima masyarakat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-harinya, sehingga kualitas hidup masyarakat dapat meningkat.

Nyeri punggung bawah (NPB), atau yang dikenal juga sebagai “low back

pain”, adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat

merupakan nyeri lokal atau nyeri radikuler maupun keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki (Sidharta, 2005).

Usia merupakan faktor yang memperberat terjadinya NPB, sehingga biasanya NPB diderita oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama tulangnya sehingga tidak lagi elastis seperti di waktu muda. Namun, saat ini sering ditemukan orang berusia muda sudah terkena NPB. Bahkan anak-anak dan remaja saat ini ini semakin berisiko mengalami nyeri

punggung akibat menghabiskan terlalu banyak waktu membungkuk di depan komputer atau membawa tas sekolah yang berat (Lambeek et al, 2011).

NPB juga bisa merupakan gejala penyakit lain yang lebih parah. Hal ini menyebabkan perlunya meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap penyakit ini. Peningkatan kewaspadaan masyarakat dapat dilakukan dengan pemberian informasi, antara lain mengenai penyakit NPB itu sendiri, faktor risiko, serta pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat.

Oleh karena itu, melalui tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini penulis mencoba mengaplikasikan komunikasi kesehatan melalui media dengan pembuatan kalender yang berisi informasi mengenai NPB. Melalui pembuatan tugas khusus PKPA ini, diharapkan penulis dapat mengetahui lebih dalam mengenai penyakit NPB dan komunikasi kesehatan. Selain itu, diharapkan juga media yang dibuat dapat dimanfaatkan sebagai media komunikasi kesehatan untuk memberikan informasi mengenai NPB.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan tugas khusus ini adalah: a. Untuk memahami penyakit NPB.

2.1 Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) 2.1.1 Definisi

Dalam bahasa kedokteran Inggris, nyeri punggung bawah dikenal sebagai “low back pain”. Nyeri punggung bawah (NPB) adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal atau nyeri radikuler maupun keduanya. Nyeri ini terasa di antara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal atau lumbosakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri ke arah tungkai dan kaki. NPB yang terjadi lebih dari 6 bulan disebut kronik (Sidharta, 2005).

2.1.2 Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah Menurut Penyebabnya

Nyeri punggung bawah (NPB) menurut penyebabnya diklasifikasikan sebagai berikut:

2.1.2.1 NPB Traumatik (Sidharta, 2005)

Lesi traumatik dapat disamakan dengan lesi mekanik. Pada daerah punggung bawah, semua unsur susunan neuromuskoletal dapat terkena oleh trauma.

a. Trauma pada unsur miofasial

Setiap hari beribu-ribu orang mendapat trauma miofasial, mengingat banyaknya pekerja kasar yang gizinya kurang baik dengan kondisi kesehatan badan yang kurang optimal. Juga di kalangan sosial yang serba cukup atau berlebihan keadaan tubuh tidak optimal karena kegemukan, terlalu banyak duduk dan terlalu kaku karena tidak melakukan gerakan-gerakan untuk mengendurkan urat dan ototnya. NPB jenis ini disebabkan oleh lumbosakral strain dan pembebanan berkepanjangan yang mengenai otot, fasia, dan/ atau ligamen.

b. Trauma pada komponen keras

Akibat trauma karena jatuh fraktur kompresi dapat terjadi di vertebrata torakal bawah atau vertebra lumbal atas. Fraktur kompresi dapat terjadi juga pada kondisi tulang belakang yang patalogik. Karena trauma yang ringan (misal jatuh terduduk dari kursi pendek), kolumna vertebralis yang sudah osteoporotik mudah mendapat fraktur kompresi. Akibat trauma dapat terjadi spondilolisis atau spondilolistesis. Pada spondilolisis istmus pars interartikularis vertebrae patah tanpa terjadinya korpus vertebra. Spondilolistesis adalah pergeseran korpus vertebra setempat karena fraktur bilateral dari istmus pars interartikularis vertebra.

2.1.2.2 NPB akibat Proses Degeneratif (Lumbantobing & Arjatmo, 1986; Sidharta, 2005)

a. Spondilosis

Perubahan degeneratif pada vertebra lumbosakral dapat terjadi pada korpus vertebra berikut arkus dan prosesus artikularis serta ligamen yang menghubungkan bagian-bagian ruas tulang belakang satu dengan yang lain. Dulu proses ini dikenal sebagai osteoatritis deformans, tapi kini disebut sebagai spondilosis. Pada spondilosis terjadi rarefikasi korteks tulang belakang, serta penyempitan diskus dan osteofit-osteofit yang dapat menimbulkan penyempitan dari foramina intervetebralis.

b. Hernia nukleus pulposus

Perubahan degeneratif dapat juga mengenai annulus fibrosus diskus intervertebralis yang bila pada suatu saat terobek yang dapat disusul dengan protusio diskus intervertebralis yang akhirnya menimbulkan hernia nukleus pulposus.

c. Osteoatritis

Unsur tulang belakang lain yang sering dilanda proses degeneratif ialah kartilago artikularisnya, yang dikenal sebagai osteoatritis. Pada osteoatritis terjadi degenerasi akibat trauma kecil yang terjadi berulang-ulang selama bertahun-tahun. Terbatasnya pergerakan sepanjang kolumna vertebralis pada

osteoatritis akan menyebabkan tarikan dan tekanan pada otot-otot/ ligamen pada setiap gerakan sehingga menimbulkan NPB.

d. Stenosis spinal

Vertebrata lumbosakral yang sudah banyak mengalami penekanan, penarikan, benturan, dan sebagainya dalam kehidupan sehari-hari seseorang, sudah tentu akan memperlihatkan banyak kelainan degeneratif di sekitar diskus intervertebralis dan persendian fasetal posteriornya. Pada setiap tingkat terdapat tiga persendian, yaitu satu di depan yang dibentuk oleh korpus vertebra dengan diskus intervertebralis dan dua di belakang yang dibentuk oleh prosesus artularis superior dan inferior kedua korpus vertebra yang ada di atas dan di bawah diskus intervertebralis tersebut. Kelainan degeneratif yang terjadi di sekitar ketiga persendian itu berupa osteofit dan profilerasi jaringan kapsel persendian yang kemudian mengeras (hard lesion). Bangunan degeneratif itu menyempitkan lumen kanalis intervertebralis setempat dan menyempitkan foramen intervertebra.

2.1.2.3 NPB akibat Penyakit Inflamasi (Ngoerah, 1991; Lumbantobing & Arjatmo, 1986; Sidharta, 2005)

a. Artritis rematoid

Artritis rematoid termasuk penyakit autoimun yang menyerang persendian tulang. Sendi yang terjangkit mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri, dan kemudian sendi mengalami kerusakan. Akibat sinovitis (radang pada sinovium) yang menahun, akan terjadi kerusakan pada tulang rawan, sendi, tulang, tendon, dan ligamen di sendi.

b. Spondilitis angkilopoetika

Kelainan pada artikus sakroiliaka yang merupakan bagian dari poliartritis rematoid yang juga didapatkan di tempat lain. Rasa nyeri timbul akibat terbatasnya gerakan pada kolumna vertebralis , artikulus sakroiliaka, artikulus kostovertebralis, dan penyempitan foramen intervertebralis.

2.1.2.4 NPB akibat Gangguan Metabolisme (Sidharta, 2005)

Osteoporosis merupakan satu penyakit metabolik tulang yang ditandai oleh menurunnya massa tulang, oleh karena berkurangnya matriks dan mineral tulang disertai dengan kerusakan mikro arsitektur dari jaringan tulang, dengan akibat menurunnya kekuatan tulang, sehingga terjadi kecenderungan tulang mudah patah. Menurunnya massa tulang dan memburuknya arsitektur jaringan tulang ini, berhubungan erat dengan proses remodeling tulang. Pada proses remodeling, tulang secara kontinyu mengalami penyerapan dan pembentukan. Hal ini berarti bahwa pembentukan tulang tidak terbatas pada fase pertumbuhan saja, akan tetapi pada kenyataannnya berlangsung seumur hidup. Sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan tulang disebut osteoblas, sedangkan osteoklas bertanggung jawab untuk penyerapan tulang.

Pembentukan tulang terutama terjadi pada masa pertumbuhan. Pembentukan dan penyerapan tulang berada dalam keseimbangan pada individu berusia sekitar 30-40 tahun. Keseimbangan ini mulai terganggu dan lebih berat ke arah penyerapan tulang ketika wanita mencapai menopause. Pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone turnover, yaitu terjadinya proses penyerapan tulang lebih banyak dari pada proses pembentukan tulang. Peningkatan proses penyerapan tulang dibanding pembentukan tulang pada wanita pascamenopause antara lain disebabkan oleh karena defisiensi hormon estrogen, yang lebih lanjut akan merangsang keluarnya mediator-mediator yang berpengaruh terhadap aktivitas sel osteoklas, yang berfungsi sebagai sel penyerap tulang. Jadi yang berperan dalam terjadinya osteoporosis secara langsung adalah jumlah dan aktivitas dari sel osteoklas untuk menyerap tulang, yang dipengaruhi oleh mediatormediator, yang mana timbulnya mediator-mediator ini dipengaruhi oleh kadar estrogen.

NPB pada orang tua dan jompo, terutama kaum wanita, seringkali disebabkan oleh osteoporosis. Sakitnya bersifat pegal. Nyeri yang tajam atau radikular merupakan keluhan. Dalam hal itu terdapat fraktur kompresi yang menjadi komplikasi osteoporosis tulang belakang.

2.1.2.5 NPB akibat Neoplasma (Sidharta, 2005) a. Tumor benigna

Osteoma osteoid yang bersarang di pedikel atau lamina vertebra dapat mengakibatkan nyeri hebat yang dirasakan terutama pada malam hari. Hemangioma merupakan tumor yang berada di dalam kanalis vertebralis dan dapat membangkitkan NPB. Meningioma merupakan suatu tumor intadural namun ekstramedular. Tumor ini dapat menjadi besar sehingga menekan pada radiks-radiks. Maka dari itu tumor ini seringkali membangkitkan nyeri hebat pada daerah lumbosakral.

b. Tumor maligna

Tumor ganas di vertebra lumbosakral dapat bersifat primer dan sekunder. Tumor primer yang sering dijumpai adalah mieloma multiple. Tumor sekunder yaitu tumor metastatik mudah bersarang di tulang belakang, oleh karena tulang belakang kaya akan pembuluh darah. Tumor primernya bisa berada di mama, prostate, ginjal, paru, dan glandula tiroidea.

2.1.2.6 NPB akibat Kelainan Kongenital (Lumbantobing & Arjatmo, 1986; Sidharta, 2005)

Lumbalisasi atau adanya 6 bukan 5 korpus vertebra lumbalis merupakan variasi anatomik yang tidak mengandung arti patologik. Demikian juga sakralisasi, yaitu adanya 4 bukan 5 korpus vertebra lumbalis. Pada lumbalisasi lumbosakral strain lebih mudah terjadi oleh karena adanya 6 ruas lumbosakral, bagian lumbal kolum vertebral seolah-olah menjadi lebih panjang, hingga tekanan dan tarikan pada daerah lumbal pada tiap gerakan lebih besar daripada orang normal. Beban yang lebih berat pada otot-otot dan ligamen sering menimbulkan NPB.

2.1.2.7 NPB sebagai Referred Pain (Ngoerah, 1991; Sidharta, 2005)

Walaupun benar bahwa NPB dapat dirasakan seorang penderita ulkus peptikum, pankreatitis, tumor lambung, penyakit ginjal, dan lain-lainnya, namun penyakit visceral menghasilkan juga nyeri abdominal dengan manifestasi

masing-masing organ yang terganggu. NPB yang bersifar referred pain memiliki ciri-ciri khas yaitu:

a. Nyeri hanya dirasakan berlokasi di punggung bawah.

b. Daerah lumbal setempat tidak memperlihatkan tanda-tanda abnormal, yakni tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri gerak, tidak ada nyeri isometrik dan motalitas punggung tetap baik. Walaupun demikian, sikap tubuh mempengaruhi bertambah atau meredanya referred pain.

c. Referred pain lumbal ada kalanya merupakan ungkapan dini satu-satunya penyakit visceral.

d. Dalam tahap klinis dan selanjutnya, penyakit visceral mengungkapkan adanya keadaan patologik melalui manifestasi gangguan fungsi dan referred pain di daerah lumbal.

2.1.2.8 NPB Psikoneurotik (Sidharta, 2005)

Beban psikis yang dirasakan berat oleh penderita, dapat pula bermanifestasi sebagai nyeri punggung karena menegangnya otot-ototnya. NPB karena problem psikoneuretik misalnya disebabkan oleh histeria, depresi, atau kecemasan. NPB karena masalah psikoneurotik adalah NPB yang tidak mempunyai dasar organik dan tidak sesuai dengan kerusakan jaringan atau batas-batas anatomis, bila ada kaitan NPB dengan patologi organik maka nyeri yang dirasakan tidak sesuai dengan penemuan gangguan fisiknya.

Ada 3 jenis keluhan NPB pada penderita psikoneurotik. Pertama adalah seorang histerik. Ia sungguh-sungguh merasakan sakit di pinggang, tetapi sakit pinggangnya merupakan ungkapan penderitaan mentalnya kepada dunia luar. Kedua adalah seorang pengeluh. Dalam hidupnya banyak waktu terbuang untuk merengek-rengek saja. Letaknya nyerinya berubah ubah, misal di kepala, lain kali perutnya kembung, punggung bawah sakit dan seterusnya. Penyakitnya adalah sekaligus hobinya. Ketiga adalah seorang yang dengan keluhannya hendak memperoleh uang ganti rugi, dikenal sebagai NPB kompensantorik.

2.1.2.9 NPB akibat Infeksi (Tunjung, 2009)

Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. NPB yang disebabkan infeksi akut misalnya kuman pyogenik (stafilokokus, streptokokus). NPB yang disebabkan infeksi kronik misalnya spondilitis TB.

2.1.3 Gejala (Sidharta, 2005)

Gejala dari nyeri punggung bawah adalah rasa nyeri atau tidak nyaman, kadang-kadang dengan gejala disertai demam, bengkak, nyeri yang menjalar ke kaki, gangguan berkemih (buang air kecil) dan buang air besar, serta rasa kebas (semutan) di sekitar pinggul.

2.1.4 Faktor Risiko

Faktor risiko untuk NPB antara lain berdasarkan usia, jenis kelamin, obesitas, pekerjaan, faktor psikososial, riwayat cedera punggung sebelumnya, aktivitas, dan kebiasaan merokok.

2.1.4.1 Usia (Lambeek et al, 2011)

Usia merupakan faktor yang memperberat terjadinya NPB, sehingga biasanya NPB diderita oleh orang berusia lanjut karena penurunan fungsi-fungsi tubuhnya terutama tulangnya sehingga tidak lagi elastis seperti diwaktu muda. Penelitian telah memperlihatkan bahwa risiko dari NPB meningkat pada pasien yang semakin tua, tetapi ketika mencapai usia sekitar 65 tahun risiko akan berhenti meningkat. Namun, saat ini sering ditemukan orang berusia muda sudah terkena NPB. Bahkan anak-anak dan remaja saat ini ini semakin berisiko mengalami nyeri punggung akibat menghabiskan terlalu banyak waktu membungkuk di depan komputer atau membawa tas sekolah yang berat dari dan ke sekolah.

2.1.4.2 Jenis Kelamin (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011)

Laki-laki dan perempuan memiliki risiko yang sama terhadap keluhan nyeri punggung bawah sampai umur 60 tahun. Namun, pada kenyataannya jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya NPB, karena pada wanita

keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi. Selain itu, proses menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga memungkinkan terjadinya NPB.

2.1.4.3 Obesitas (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011)

Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih, risiko timbulnya NPB lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya NPB.

2.1.4.4 Pekerjaan (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011)

Faktor risiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot rangka terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang, gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis. Oleh karena itu, riwayat pekerjaan sangat diperlukan dalam penelusuran penyebab NPB.

2.1.4.5 Faktor Psikososial (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011)

Berbagai faktor psikologis dan sosial dapat meningkatkan risiko NPB. Kecemasan, depresi, stres, tanggung jawab, serta ketidakpuasan kerja dapat menempatkan orang-orang pada peningkatan risiko NPB kronis.

2.1.4.6 Riwayat Cedera/ Trauma (Albar, 2009)

Satu-satunya alat prediksi terbaik NPB adalah riwayat cedera/ trauma. Seseorang yang pernah mengalami cedera/ trauma sebelumnya berisiko untuk mengalami NPB dikarenakan faktor kekambuhan atau karena cedera tersebut berlangsung kronis.

2.1.4.7 Aktivitas (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011)

Sikap tubuh yang salah merupakan penyebab NPB yang sering tidak disadari oleh penderitanya. Terutama sikap tubuh yang menjadi kebiasaan. Kebiasaan seseorang seperti duduk, berdiri, tidur, serta mengangkat beban pada

posisi yang salah dapat menyebabkan NPB. Misalnya seorang pelajar/ mahasiswa yang seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak menopang tulang belakang. Posisi mengangkat beban dengan berdiri lalu langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah.

Selain sikap tubuh yang salah yang sering kali menjadi kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam sehari, melakukan aktivitas dengan duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari, dapat pula meningkatkan risiko timbulnya NPB.

2.1.4.8 Merokok (Prodiaho Occupational Health Institute, 2011)

Perokok lebih berisiko terkena NPB dibandingkan dengan yang bukan perokok. Diperkirakan hal ini disebabkan oleh penurunan pasokan oksigen ke cakram dan berkurangnya oksigen darah akibat nikotin terhadap penyempitan pembuluh darah arteri.

2.1.5 Terapi (DiPiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, & Posey, 2005)

Cara yang jelas untuk menghilangkan rasa sakit akibat nyeri punggung bawah adalah dengan menghilangkan penyebab yang mendasarinya. Namun, hal ini sering tidak mungkin atau sulit dilakukan. Hal tersebut menyebabkan tujuan pengobatan nyeri punggung belakang (NPB) difokuskan pada mengurangi gejala-gejala yang terjadi.

Terapi nonfarmakologi yang dapat dilakukan antara lain dengan menghindari atau meminimalkan penyebab/ faktor risiko NPB seperti obesitas, merokok, atau aktivitas yang terlalu berat, serta melakukan gerakan-gerakan latihan untuk mencegah atau menanggulangi NPB.

[Sumber: Relay Health, 2008]

Gambar 2.1. Gerakan-gerakan latihan untuk mencegah/ menanggulangi NPB Terapi farmakologi yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala yang disebabkan oleh NPB adalah analgesik baik non-opioid maupun non-opioid. Penggunaan analgesik harus dimulai dengan agen analgesik yang paling efektif yang memiliki efek samping paling sedikit.

Analgesik non-opioid yang dapat digunakan antara lain asetaminofen, asam asetilsalisilat (aspirin), dan obat anti-inflamasi nonsteroid (seperti ibuprofen,

natrium diklofenak, ketoprofen, naproksen, dan lain-lain). Obat-obat tersebut, kecuali asetaminofen, mencegah pembentukan produksi prostaglandin sebagai respon terhadap rangsangan berbahaya, sehingga mengurangi jumlah rasa sakit yang diterima oleh sistem saraf pusat. Analgesik opioid yang dapat digunakan antara lain morfin, fentanil, pentazosin, tramadol, dan lain-lain. Analgesik-analgesik tersebut yang digunakan dapat berupa sediaan oral, topikal, maupun injeksi, tergantung tingkat keparahan dan kebutuhan penderita NPB.

2.1.6 Pencegahan (Ikatan Dokter Ahli Saraf Indonesia, 1986; Ngoerah, 1991) Pencegahan ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat (tetap memiliki faktor risiko) agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Pencegahan dapat dilakukan antara lain dengan:

a. Lakukan aktivitas yang cukup dan tidak terlalu berat.

b. Selalu duduk dalam posisi yang tepat. Duduk harus tegap, sandaran tempat duduk harus tegak lurus, tidak boleh melengkung. Posisi duduk berarti membebani tulang belakang 3-4 kali berat badan, apalagi duduk dalam posisi yang tidak tepat. Sementara pada posisi berdiri, punggung hanya dibebani satu setengah kali berat badan normal.

c. Jangan terlalu lama duduk. Untuk orang normal, cukup satu setengah jam hingga dua jam. Setelah itu, sebaiknya berdiri dan lakukan peregangan dan duduk lagi lima menit kemudian.

d. Jangan membungkuk ketika berdiri atau duduk. Ketika berdiri, jaga titik berat badan agar seimbang pada kaki. Saat bekerja di rumah atau di kantor, pastikan permukaan pekerjaan berada pada ketinggian yang nyaman untuk bekerja. e. Jika tidur, pilih tempat tidur yang baik, misalnya yang memiliki matras (kasur)

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 58-93)

Dokumen terkait