• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

1. Bagi pihak Puskesmas Sentosa Baru

a. Mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang gizi pada ibu balita dengan menyesuaikan bahasa yang mudah dipahami oleh penduduk setempat dan meningkatkan pemantauan status gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru.

b. Mengupayakan pemberian makanan tambahan (PMT) yang bervariasi dan mengandung unsur gizi yang dibutuhkan balita.

2. Bagi ibu balita

Mengupayakan untuk memperhatikan asupan gizi anak, baik asupan energi maupun protein.

3. Bagi institusi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan bahan bacaan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

Status gizi berarti keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.11 Menurut Supariasa, status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu dan merupakan indeks yang statis.12

Menurut Depkes RI, status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan penggunaan zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.13 Menurut Suharjo, status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi serta zat gizi lainnya yang diperoleh dari pangan, makanan dan fisiknya dapat diukur secara antropometri.14 Menurut Almatsier, status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makan dan penggunaan zat-zat gizi dan gangguan gizi terjadi baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih.15

Status gizi balita yang tidak seimbang menyebabkan pertumbuhan seorang anak akan terganggu, misalnya anak tersebut mengalami gizi kurang (underweight), kurus (wasted), pendek (stunted) atau gizi lebih (overweight).

2.2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi, secara garis besar dibedakan atas 2 jenis yaitu: (1) penilaian status gizi secara langsung yang terdiri dari: biokimia, klinis, antropometri, dan biofisik, (2) penilaian status gizi secara tidak langsung terdiri dari: survei konsumsi makanan, statistik vital dari faktor ekologi, penggunaan metode penilaian status gizi dengan pertimbangan tujuan unit sampel, jenis informasi tingkat reliabilitas dan akurasi, ketersediaan fasilitas dan peralatan, tenaga dan waktu penilaian.

Menurut Siagian, penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara umum, antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.16

Menurut Gibson, salah satu metode untuk menilai status gizi secara langsung adalah dengan antropometri. Antropometri berarti ukuran tubuh manusia, sehingga antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.17 Indeks antropometri yang direkomendasikan antara lain: berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut umur (TB/U), lingkar lengan atas (LILA), lingkar dada menurut umur (LIDA), lingkar kepala (LIKA), tebal lemak bawah kulit menurut umur dan rasio lingkar panggul dengan pinggul.

2.2.1. Jenis parameter yang digunakan

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter antropometri merupakan ukuran tunggal dari tubuh manusia.12 Parameter tersebut terdiri dari :

a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan kesalahan interpretasi status gizi.

b. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang paling sering digunakan pada bayi baru lahir. Berat badan menggambarkan jumlah protein dan lemak, air serta mineral pada tulang.

c. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter penting untuk menggambarkan riwayat keadaan yang lalu dengan keadaan sekarang.

d. Lingkar Lengan Atas e. Lingkar Kepala

f. Lingkar Dada g. Jaringan Lunak

Parameter yang didapat sangat dipengaruhi oleh berat badan lahir, etnis, faktor keluarga, dan lingkungan. Parameter antropometri terdiri dari tinggi atau panjang badan; berat badan; lingkar kepala; ketebalan kulit, baik pinggang maupun lengan atas; lingkar lengan atas; dan lingkar betis.18

Berdasarkan parameter antropometri yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa parameter antropometri yang utama. Pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Parameter Antropometri

Parameter

Pengukuran Komponen

Jaringan Utama yang Diukur

Stature/tinggi badan Kepala, os. vertebralis, os. sacralis, ekstremitas bawah

Tulang

Berat badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan:

khususnya lemak, otot, tulang, dan air

Lingkar lengan Lemak bawah kulit Lemak (lebih sering

digunakan secara teknik di negara maju)

Otot, tulang Otot (secara teknik lebih

sedikit digunakan di negara maju)

Lipatan lemak Lemak bawah kulit, kulit Lemak

Sumber: Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265.

2.2.2. Indeks pengukuran status gizi dengan antropometri

Menurut Depkes RI, status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).19 Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam bentuk 3 indikator antropometri yaitu : berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap

balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (z-score) dengan menggunakan antropometri menurut WHO.20 Selanjutnya berdasarkannilai score masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut:

a. Berdasarkan Indikator BB/U

Kategori gizi buruk Z-score < -3,0

Kategori gizi kurang Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score < -2,0 Kategori gizi baik Z-score ≥ -2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0

Kategori gizi lebih Z-score > 2,0 b. Berdasarkan Indikator TB/U

Kategori sangat pendek Z-score < -3,0

Kategori pendek Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score <-2,0 Kategori normal Z-score ≥ -2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0

Kategori tinggi Z-score > 2,0

c. Berdasarkan Indikator BB/TB

Kategori sangat kurus Z-score < -3,0

Kategori kurus Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score < -2,0 Kategori normal Z-score ≥ -2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0

Kategori gemuk Z-score > 2,0

Menurut Depkes RI, status gizi balita berdasarkan indikator BB/U memberikan gambaran tentang status gizi bersifat umum dan tidak spesifik.21 Tinggi rendahnya prevalensi gizi buruk atau gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi pada balita, namun tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat akut atau kronis.

Status gizi yang didasarkan pada indikator BB/TB menggambarkan status gizi bersifat akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare. Dalam keadaan demikian, berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak proporsional dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. Selain mengindikasikan masalah gizi bersifat akut, juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan. Dalam hal ini berat badan akan melebihi proporsi normal

terhadap tinggi badan. Besarnya masalah kekurusan (kurus dan sangat kurus) pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah jika prevalensi kekurusan >5%. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kekurusan antara 10,1% -15,0% dan dianggap kritis bila prevalensi kekurusan sudah diatas 15,0%.22

Status gizi berdasarkan indikator TB/U menggambarkan status gizi bersifat kronis, sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang kurang baik, sering menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menggunakan BB/U sebagai metode pengukuran status gizi buruk dan BB/TB sebagai penentu status gizi anak. Dengan alasan yang hampir sama, yaitu perubahan berat badan menunjukkan gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat.23 Ini dapat diakibatkan oleh penurunan nafsu makan, sakit (misalnya diare), ataupun kurang cukupnya makan. Adapun hambatan pertambahan tinggi badan menunjukkan gangguan pertumbuhan dalam waktu yang lama.13 Hal ini seperti dituliskan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Mekanisme Pengawasan Pertumbuhan Anak

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2007. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk I, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hlm.18. BB/U= berat badan menurut umur, BB/TB= berat badan menurut tinggi badan, DS= Deviasi Standar, NCHS= National Centre for Health Statistics.

Berdasarkan rujukan tersebut, maka acuan yang dipakai untuk mengetahui status gizi anak balita pada penelitian ini adalah BB/U dan BB/TB.

ISI Kartu KMS Timbang

Anak

Bila BB/U >60% atau >-3 DS <-2 DS

Bila BB/U < 60% atau < -3 DS

ANAK : BB KURANG (kecuali ada edema → Gizi Buruk

Tentukan status gizi dengan BB/TB Bila BB/TB ≥ 70% median NCHS atau ≥ -3 DS Skor Z Bila BB/TB < 70% median NCHS atau < -3 DS Skor Z

Anak : Kurus atau Gizi Kurang

Anak : Gizi Buruk (sangat kurus)

2.2.3. Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri

Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kelebihan dan Keterbatasan Pengukuran Antropometri

Kelebihan Keterbatasan

Relatif murah. Membutuhkan data referensi yang

relevan Cepat, sehingga dapat dilakukan pada

populasi yang besar

Kesalahan yang muncul, seperti kesalahan pada peralatan (belum dikalibrasi) dan kesalahan pada observer (kesalahan pengukuran dan pencatatan)

Objektif Hanya mendapatkan data

pertumbuhan, obesitas, malnutrisi karena kurang energi dan protein Gradabel, artinya dapat dirangking Tidak mendapatkan informasi

mengenai defisiensi zat gizi mikro Tidak menimbulkan rasa sakit pada

responden

Sumber: Rangkuman Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265

Berdasarkan kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri serta adanya faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan, maka peneliti menggunakan metode pengukuran antropometri. Faktor-faktor lain tersebut adalah tujuan pengukuran, yaitu melihat fisik anak balita; unit sampel yang diukur, yaitu kelompok masyarakat rawan gizi; ketersediaan fasilitas peralatan, tenaga, waktu dan dana.12

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita

Akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah krisis ekonomi, politik dan sosial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah pokok dalam masyarakat, seperti: (a) pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan, (b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat serta (c) kurang pendidikan, pengetahuan dan keterampilan.

Masalah-masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3 hal sebagai penyebab tidak langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan pangan, (2) pola asuh anak tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak memadai. Timbulnya ketiga masalah tersebut mengakibatkan makanan tidak seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang gizi.5

Menurut Suhardjo, faktor-faktor yang memengaruhi status gizi adalah : (1) faktor pertanian yang meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman sampai dengan produksi dan pemasaran; (2) faktor ekonomi, yaitu besarnya pendapatan keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga; (3) faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, anggapan terhadap suatu makanan yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan tertentu, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu; (4) faktor fisiologi, yaitu metabolisme zat gizi dan pemanfaatannya oleh tubuh, keadaan kesehatan seseorang, adanya keadaan tertentu misalnya hamil dan menyusui; dan (5) faktor infeksi, yaitu adanya suatu penyakit infeksi dalam tubuh.14

Faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi selain faktor-faktor diatas adalah besar keluarga, pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan seseorang.14 Besar keluarga meliputi banyaknya jumlah individu dalam sebuah keluarga, pembagian makan dalam keluarga dan jarak kelahiran anak.

Pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan sehari-hari dalam menyediakan kebutuhan pangan, sedangkan tingkat pendidikan seseorang akan memengaruhi daya nalar seseorang dalam interpretasi terhadap suatu hal. Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mungkin akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik. Membesarkan anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu perlu keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan penyebab kejadian gangguan kurang gizi.24

Beberapa variabel yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kurang gizi pada anak balita sebagai berikut:

a. Asupan Zat Gizi

Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh untuk tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Makanan yang ideal harus mengandung cukup energi dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sendiri tetapi diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan) harus tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan sehari-harinya. Jumlah energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan normal tergantung dari kualitas zat gizi yang dikonsumsi, bagaimana zat gizi dicerna, bagaimana zat gizi diserap dan penggunaan oleh tubuh itu sendiri.25 Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam peningkatan kualitas fisik, mental dan kecerdasan. Oleh karena itu asupan pangan masih perlu dipelajari karena berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi masyarakat atau individu di suatu wilayah.26 Status gizi buruk pada anak balita akibat dari asupan gizi yang buruk, cenderung meningkat seiring dengan menurunnya kemampuan masyarakat untuk memperoleh pangan.27

Menurut Siagian, salah satu metode dalam menilai kebiasaan asupan adalah FFQ (Food Frequency Questionaire) merupakan salah satu metode yang cocok untuk penilaian kebiasaan asupan pangan dalam kajian epidemiologis. Dengan modifikasi, metode ini dapat menyediakan data asupan kebiasaan zat gizi. FFQ sering dirancang untuk mendapatkan informasi yang spesifik, seperti asupan zat gizi makro dan mikro.16

Penelitian Preston et al, pada anak sekolah di Puerto Rico, menunjukkan bahwa validasi dengan menggunakan metode FFQ adalah tepat digunakan untuk mengestimasi asupan energi pada anak sekolah di Puerto Rico, serta mikronutrien pada anak sekolah menengah atas. Hasil dari penelitian ini kini menjadi instrumen terbaru yang digunakan pada studi dietary pada anak di Puerto Rico.28

b. Penyakit Infeksi

Faktor lain yang secara langsung memengaruhi status gizi adalah adanya infeksi. Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan akan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh, sehingga dapat menyebabkan infeksi.25

Pada umumnya baik infeksi umum maupun infeksi lokal mendapat respon metabolik bagi penderitanya yang disertai dengan kekurangan zat gizi. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kurang gizi dapat menyebabkan gangguan pada pertahanan tubuh. Di lain pihak, penyakit infeksi akan memberikan efek berupa gangguan pada tubuh yang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit infeksi dapat menyebabkan kurang gizi, sebaliknya kurang gizi juga menyebabkan penyakit infeksi. Ada tendensi di mana, adanya penyakit infeksi dan malnutrisi (gizi lebih dan gizi kurang) yang terjadi secara bersamaan di mana akan saling berhubungan secara sinergis.12

Beberapa penyakit infeksi yang sering diderita anak-anak antara lain; a. Diare

Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali. Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronis. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta berlangsung beberapa hari. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai lebih dari 2 minggu, biasanya disertai dehidrasi. Diare umumnya disebabkan oleh infeksi virus, parasit atau racun dari bakteri. Diare dapat juga merupakan gejala dari penyakit seperti disentri, kolera atau botulisme.29

b. ISPA

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pemafasan dan akut. Salah satu penyebab kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan oleh penyakit pneumonia. Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi terhadap

beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya harus dilakukan sesuai waktu. Di samping itu, pemeliharaan higiene dan sanitasi lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan infeksi.

c. Tuberkolosis Paru (TB Paru)

Penyakit tuberkulosis atau lazim disebut TBC merupakan suatu penyakit menular yang dapat menyerang semua kelompok masyarakat. Semua orang dari berbagai golongan umur, status sosial ekonomi, ras maupun suku bangsa dan tempat tinggal memiliki risiko untuk terkena penyakit TBC. Infeksi tuberkulosis jauh lebih berat pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Hal ini disebabkan oleh memburuknya keadaan sosial ekonomi dan kesehatan individu seperti kemiskinan dan nutrisi yang kurang memadai.

2.4. Pola Asuh

Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak termasuk pangan dan gizi, kesehatan dasar, imunisasi, penimbangan, pengobatan, pemukiman yang layak, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang dan rekreasi. Pola asuh yang memadai pada bayi adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak terpenuhi secara optimal. Hal ini dilakukan melalui pemberian gizi yang baik berupa pemberian ASI, pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) tepat waktu dan bentuknya, melanjutkan menyusui sampai anak berumur 2 tahun, kecukupan waktu ibu dalam merawat bayi, imunisasi dan pemantauan status gizi melalui kegiatan penimbangan.11

Menurut Azwar, pola asuh adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak merupakan sikap dan praktik ibu atau pengasuh lain dalam kedekatannya dengan anak, cara merawat, cara memberi makan serta memberi kasih sayang.30

2.4.1. Pola asuh makan

Pola asuh makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu

orang atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Penanaman pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi dan ibu harus tahu serta mampu menerapkan pola makan sehat. Pola asuh makan balita berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan.31

Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita karena rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Pada masa ini proses tumbuh kembang berlangsung sangat cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana pada masa ini otak berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang sedang mengalami proses pertumbuhan dengan pesat memerlukan asupan zat makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik dan bergizi.32

Menurut Kemenkes RI 2011, pola makan yang baik bagi bayi dan balita adalah sebagai berikut :

a. Usia 0-6 bulan

Usia 0-6 bulan pertama kehidupan bayi merupakan usia dimana bayi hanya diberikan ASI saja. Yang harus diperhatikan oleh ibu adalah

1. Memberikan ASI yang pertama keluar (kolostrum). 2. Berikan hanya ASI (ASI eksklusif).

3. Tidak memberikan makanan maupun minuman lain selain ASI 4. Menyusui bayi sesering mungkin.

5. Memberikan ASI sekehendak keinginan bayi, minimal delapan kali sehari.

6. Apabila bayi tidur lebih dari tiga jam, membangunkannya untuk kemudian menyusukannya

7. Menyusui dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian.

8. Menyusui sampai payudara terasa kosong, baru kemudian pindah ke payudara sisi yang lainnya.

b. Usia 6-8 bulan

Pada usia 6-8 bulan, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI. Yang harus diperhatikan ibu adalah :

1. Tetap meneruskan pemberian ASI sesering mungkin

2. Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti bubur susu dan makanan lumat (bubur lumat, sayuran, daging, dan buah yang dilumatkan, biskuit, dan lain-lain) sebanyak 2-3 kali sehari.

3. Memberikan MP-ASI secara bertahap sesuai umur anak, pada tahap awal 2-3 sendok makan kemudian secara bertahap ditambah hingga mencapai setengah gelas atau 125 cc setiap kali makan.

4. Memberikan ASI terlebih dahulu kemudian MP-ASI.

5. Memberikan makanan selingan seperti jus buah dan biskuit 1-2 kali dalam sehari

6. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI karena alasan medis.

c. Usia 9-11 bulan

Hal-hal yang harus diperhatikan ibu dalam memberi makan anak usia 9-11 bulan adalah:

1. Tetap meneruskan pemberian ASI.

2. Memberikan MP-ASI dalam bentuk makanan lunak seperti nasi tim atau makanan yang dicincang kecil sehingga mudah ditelan anak dengan frekuensi pemberian 3-4 kali sehari.

3. Memberikan makanan dengan porsi setengah gelas/mangkuk atau sebanyak 125 cc perkali makan.

4. Memberikan makanan selingan yang dapat dipegang anak diantara waktu makan lengkap sebanyak 1-2 kali sehari.

5. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI karena alasan medis.

d. Usia 1-2 tahun (12-24 bulan)

1. Mulai memperkenalkan anak dengan makanan keluarga yang terdiri dari ¾ gelas nasi (200 cc), 1 potong kecil ikan/daging/ayam/telur, 1 potong kecil tempe/tahu atau 1 sdm kacang-kacangan, ¼ gelas sayur, dan 1 potong buah dengan frekuensi 3-4 kali sehari.

2. Memberikan makanan selingan seperti bubur dan kue dua kali sehari. 3. Meneruskan pemberian ASI apabila memungkinkan.

e. Usia 2-5 tahun (24-60 bulan)

1. Memberikan anak makanan orang dewasa dengan frekuensi tiga kali sehari.

2. Memberikan anak ½ porsi makanan orang orang dewasa yang terdiri dari

Dokumen terkait