• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Status Gizi Balita Berdasarkan Antropometri Di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Status Gizi Balita Berdasarkan Antropometri Di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2016"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

KUESIONER

GAMBARAN STATUS GIZI ANAK BALITA BEDASARKAN ANTROPOMETRI DI PUSKESMAS SENTOSA BARU

KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN

A. Identitas Ibu Balita

1. Umur :... tahun

2. Pendidikan : 1. Tamat SD

2. SLTP 3. SLTA 4. DIII

5. S-1

3. Pekerjaan : 1. IRT

2. PNS

3. Pegawai swasta 4. Wiraswasta/Berdagang

5. Bertani/ berkebun

4. Pendapatan : 1. ≥ UMK Kota Medan (Rp.2.037.000) 2. < UMK Kota Medan (Rp.2.037.000)

5. Jumlah Anggota Keluarga : ... orang

B. Identitas Balita

1. Tanggal Lahir :

2. Jenis kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan

3. Anak ke :

C. Hasil Pengukuran Antropometri :

Berat Badan :... kg a. BB/U: buruk/kurang/baik/lebih*)

(2)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA SUBYEK PENELITIAN

Assalamualaikum Wr. Wb.

Dengan Hormat,

Nama Saya Harvinda Arya Pratiwi, sedang menjalani pendidikan kedokteran di

Program S1 Ilmu Kedokteran FK USU. Saya sedang melakukan penelitian yang

berjudul “Gambaran Status Gizi Balita Berdasarkan Antropometri Di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2016”.

Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri merupakan salah satu

metode untuk mengetahui status gizi seseorang. Dalam Antropometri, dilakukan

pengukuran berat badan dan tinggi badan yang dibandingkan dengan umur.

Kemudian hasil perbandingan akan disesuaikan dengan tabel standar WHO untuk

mengetahui kategori/klasifikasi status gizi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran dari

status gizi balita yang berada di wilayah Puskesmas Sentosa Baru. Adapun

manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data maupun

informasi mengenai status gizi balita di Puskesmas Sentosa Baru.

Saya akan melakukan pengukuran berat badan balita dengan menggunakan

timbangan/Baby Scale dan mengukur tinggi badan balita dengan papan

pengukur/microtoise. Pengukuran tidak akan menimbulkan rasa sakit dan tidak

memiliki efek samping. Kemudian, saya akan memberikan kuesioner kepada ibu

(3)

Partisipasi Saudara bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan dapat mengundurkan

diri sewaktu-waktu. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dirahasiakan

dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk penelitian Anda tidak akan

dikenakan biaya apapun. Bila Saudara membutuhkan penjelasan, maka dapat

menghubungi saya:

Nama : Harvinda Arya Pratiwi

Alamat : Jl. Selamat Pulau No. 24 Simpang Limun Medan

No. HP : 082165812724

Terima kasih saya ucapkan kepada Saudara yang telah ikut berpartisipasi pada

penelitian ini. Keikutsertaan Saudara dalam penelitian ini akan menyumbangkan

sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan

Saudara bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya persiapkan.

Medan, 2016

Peneliti

( Harvinda Arya Pratiwi)

(4)

Lampiran 3

SURAT PERSETUJUAN RESPONDEN

Yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama lengkap responden :

Alamat :

Dengan balita,

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Menyatakan bersedia dan tidak berkeberatan menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Harvinda Arya Pratiwi, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi balita berdasarkan antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan.

Surat persetujuan ini saya buat dengan kesadaran saya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari mana pun.

Medan, 2016

(5)

Lampiran 4

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

(6)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

(7)
(8)

Kategoriumur * GiziBBTB Crosstabulation

GiziBBTB Total

Sangat Kurus

Kurus Normal Gemuk

Kategoriumur

13-24

Count 1 20 17 0 38

% within Kategoriumur 2,6% 52,6% 44,7% 0,0% 100,0% % within GiziBBTB 50,0% 44,4% 51,5% 0,0% 46,3%

% of Total 1,2% 24,4% 20,7% 0,0% 46,3%

25-36

Count 0 10 11 1 22

% within Kategoriumur 0,0% 45,5% 50,0% 4,5% 100,0% % within GiziBBTB 0,0% 22,2% 33,3% 50,0% 26,8%

% of Total 0,0% 12,2% 13,4% 1,2% 26,8%

37-48

Count 0 11 3 1 15

% within Kategoriumur 0,0% 73,3% 20,0% 6,7% 100,0% % within GiziBBTB 0,0% 24,4% 9,1% 50,0% 18,3%

% of Total 0,0% 13,4% 3,7% 1,2% 18,3%

49-59

Count 1 4 2 0 7

% within Kategoriumur 14,3% 57,1% 28,6% 0,0% 100,0%

% within GiziBBTB 50,0% 8,9% 6,1% 0,0% 8,5%

% of Total 1,2% 4,9% 2,4% 0,0% 8,5%

Total

Count 2 45 33 2 82

% within Kategoriumur 2,4% 54,9% 40,2% 2,4% 100,0% % within GiziBBTB 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%

(9)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Harvinda Arya Pratiwi

Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 14 Juni 1996

Agama : Islam

Alamat : Jl. Selamat Pulau No. 24 Simpang Limun Medan

Nama Orang Tua : dr. Abdul Halim, SpOG

dr. Linda Pusri Winarni, M.Kes

Riwayat Pendidikan : 1. TK Nurul Fajar Binjai

2. SD Swasta Eria Medan

3. SMP Negeri 1 Medan

4. SMA Negeri 1 Medan

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(10)

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025. Jakarta: Depkes RI;2009.

2. UNICEF. Achieving MDGs through RPJMN. Nutrition Workshop. Jakarta: UNICEF; 2009.

3. Saputra W, Nurrizka R. Faktor Demografi dan Faktor Risiko Gizi Buruk dan Gizi Kurang. Makara Kesehatan. 2012 Desember:16(2):95-101.

4. Kemenkes RI. Kesehatan dalam Kerangka Sustainablee Development Goals (SDGs). Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.

5. UNICEF. Improving Child Nutrition. New York: Division of communication UNICEF; 2013.

6. Aries, Muhammad, Hardiansyah, Hendratno T. Determinan Gizi Kurang dan Stunting Anak Umur 0-36 bulan Berdasarkan Data Program keluarga Harapan. 2007:7(1):19-26.

7. Sutani. Memahami Kebutuhan Anak. Rosdakarya:Jakarta;2008. Hal. 18 8. Soegeng, S. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT Rineka Cipta;2009. Hal.71 9. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta;Kemenkes

RI;2013.

10.Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Medan:Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara; 2014. 11.Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi; 2009. Hal. 17

12.Supariasa, I Dewa Nyoman, Baliwati, Hartriyanti. Penilaian Status Gizi. Jakarta:EGC;2002. Hal. 1-3.

13.Depkes RI. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Depkes RI; 2002.

14.Suharjo. Pangan Gizi dan Pertanian. Jakarta:Universitas Indonesia;2003. Hal 256.

15.Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2009. Hal. 243, 245.

16.Siagian, A. Epidemiologi Gizi. Jakarta:Erlangga;2010. Hal. 43

17.Gibson, S. Principles of Nutrional Assesments. USA; Oxford University Press;2005. p 478-485, 711-720.

18.Hammond, Dietary and clinical Assesment In : Mahan, L.K. and Stump, S.E.

Krause’s food, Nutrition and Diet Therapy. USA: 2004. p 407-431.

19.Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan Pengembangan. Jakarta; Depkes RI; 2008.

20.World Health Organization. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: WHO; 2006. 21.Depkes RI. Gizi dalam Angka Dirjen Bina Masyarakat Direktorat Gizi

Masyarakat. Jakarta:Depkes RI; 2005.

22.UNHCR. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta; 2008.

23.Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Buku Bagan Tata Lakasana Anak Gizi Buruk:Program Perbaikan Gizi Masyarakat. 2007.

(11)

25.Pudjiadi, S Ilmu Gizi Klinis Anak. Jakarta: FK UI; 2005. Hal. 421.

26.Prihatini. Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhinya. Depok;2011.

27.Aritonang, L. Penyebab Gizi Buruk dan Kematiaan pada Anak Balita. Jurnal Nutrisia, Media Informasi Gizi Ilmiah. 2004:5(1):p 1-42.

28.Preston. Validation and Reproductibility of a Semi Quantitative Food Frequency Qustionnaire for Use in Puerto Rican Children. P.R. Health Scince Journal.2011:30(2):58-64.

29.Sandjaja, dkk. Kamus Gizi:Pelengkap kesehatan Keluarga. Bandung:Shinta Dharma;2009.

30.Azwar, A. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan. Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional. 2004.

31.Widjaja. Standar antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia;2007.

32.Sutomo, B. Menu Sehat Alami Untuk Balita dan Batita. Jakarta:PT. Agromedia Pustaka;2010. Hal. 24-27

33.Kemenkes RI. Panduan Penyelenggaraan PMT Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang. Jakarta:Kemenkes RI; 2011.

34.Sediautama, AD. Ilmu Gizi Jilid I. Jakarta:Dian Rakyat;2008. Hal. 297.

35.Faiza ,Elnovriza D, Syafiznti. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Anak (12-59 bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang . Media Gizi dan Keluarga. Padang; 2007.

36.Astari, LD. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Stunting Balita Usia 6-12 bulan di Kabupaten Bogor. Institut Pertanian Bogor : Bogor; 2008.

37.Atmarita, Fallah. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Widya-karya Nasional pangan dan gizi VIII. LIPI : Jakarta; 2004.

38.Adisasmito, W. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Radja Grafindo Persado; 2007. Hal. 55

39.Universitas Indonesia, Buku Kuliah Ilmu kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: Infomedika:2007

40.Kristiani D, Suriadi, Parjo. Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Balita di TK Salomo Pontianak. Pontianak:2013.

(12)

BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

PENELITIAN

3.1. Kerangka Teori

Gambar 3.1. Kerangka Teori Status Gizi

Langsung Tidak Langsung

Biokimia Klinis Antropometri Biofisik Survei

Konsumsi Makanan

Statistik Vital

BB/U TB/U BB/TB

Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih

Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

 Pendidikan ibu  Pekerjaan ibu  Pendapatan keluarga  Jumlah anggota

(13)

3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka sebagai kerangka konsep penelitian

tentang status gizi pada balita di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan

Perjuangan sebagai berikut:

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian Pengukuran Antropometri

a.Indikator BB/U

b.Indikator BB/TB

Status Gizi Anak Balita

a.Gizi buruk b.Gizi kurang c.Gizi baik d.Gizi lebih

a. Sangat kurus b. Kurus c. Normal d. Gemuk

Karakteristik Ibu balita a. Umur

b. Pendidikan c. Pekerjaan d. Pendapatan

(14)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional. Desain yang digunakan

dalam penelitian ini adalah cross sectional untuk mengetahui gambaran status gizi

anak balita berdasarkan Antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan

Medan Perjuangan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sampai dengan November 2016.

4.2.2.Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena kecamatan ini merupakan

salah satu kecamatan yang memiliki anak balita dengan status gizi buruk dan

kurang yang relatif masih tinggi di Kota Medan.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita di Puskesmas Sentosa Baru

Kecamatan Medan Perjuangan. Berdasarkan data Puskesmas Sentosa Baru,

jumlah populasi anak balita pada saat penelitian adalah sebanyak 13.541 anak

balita.

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah anak balita yang memiliki ibu dengan usia

balita 1-5 tahun. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus sampel

(15)

2

P = Perkiraan proporsi 0,69

q = 1 – p

Kriteria inklusi pemilihan sampel sebagai berikut :

a. Balita yang memiliki ibu dengan usia balita 1-5 tahun

b. Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru

c. Ibu balita yang datang ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru

d. Bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi, yaitu tidak bersedia mengikuti penelitian (menolak

menandatangani Informed Consent).

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini

adalah data primer dan data sekunder.

4.4.1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari ibu balita melalui wawancara

langsung dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh berupa data umur

balita, berat badan balita, tinggi badan balita dan karakteristik ibu balita (umur,

pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) serta status gizi

(16)

4.4.2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Puskesmas Sentosa Baru

berupa profil puskesmas dan KMS anak balita.

4.5. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan variabel dan istilah yang akan

digunakan dalam penelitian secara operasional, sehingga akhirnya mempermudah

pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Adapun definisi operasional dari

variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran Antropometri

a. Definisi : pengukuran pada dimensi tubuh manusia.

b. Cara ukur : melakukan variabel pengukuran BB, TB, dan umur kemudian

dilakukan perhitungan BB/TB dan BB/U.

c. Alat ukur : timbangan untuk mengukur BB, microtoise/papan pengukur untuk mengukur TB, serta data balita untuk mengetahui umur balita.

d. Skala pengukuran : numerik.

2. Berat Badan Balita

a. Definisi : berat badan balita saat dilakukan penelitian.

b. Cara ukur : pastikan timbangan injak diletakkan di lantai yang datar, lihat

posisi jarum harus menunjuk ke angka 0 (nol), anak sebaiknya memakai

baju yang tipis dan tidak memegang atau mengantongi sesuatu. Kemudian

anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegang. Kemudian baca angka

yang ditunjukkan oleh jarum. Balita yang belum dapat berdiri

menggunakan timbangan bayi (baby scale). Timbangan bayi diletakkan pada bidang datar. Pastikan posisi jarum menunjuk ke angka 0 (nol).

Kemudian letakkan balita di atas timbangan dan baca angka yang

ditunjukkan oleh jarum.

c. Alat ukur : balita yang belum dapat berdiri diukur dengan baby scale (timbangan bayi), sedangkan untuk balita yang telah dapat berdiri

digunakan timbangan injak.

(17)

3. Umur Balita

a. Definisi : usia balita saat dilakukan penelitian.

b. Cara ukur : Umur dihitung dalam bulan yang ditentukan

i. Pembulatan ke atas dilakukan bila lebih dari 15 hari dan sebaliknya.

ii. Bila tidak ingat tanggal lahir maka tanggal lahir ditentukan pada

tanggal 15.

iii. Bila tidak ingat bulan lahir maka bulan lahir ditentukan pada bulan ke

6

c. Alat ukur : data balita.

d. Skala ukur : numerik.

4. Tinggi Badan Balita

a. Definisi : tinggi badan balita saat dilakukan penelitian.

b. Cara ukur : bagi balita yang telah dapat berdiri dilakukan pengukuran

dengan microtoise. Posisikan badan dengan berdiri tegak menghadap ke depan, tumit menempel pada dinding. Turunkan batas atas pengukur

sampai menempel di ubun-ubun, kemudian baca angka pada batas

tersebut. Pastikan anak tidak memakai sandal atau sepatu. Bagi balita

yang belum dapat berdiri dilakukan pengukuran dengan papan pengukur.

Alat diletakkan pada permukaan yang rata. Lepaskan tutup kepala bayi

misalnya topi, hiasan rambut, dan kaos kaki bayi. Letakkan bayi dengan

kepala menempel pada bagian kepala atau head board. Luruskan tubuh bayi sejajar dengan bidang papan pengukur. Luruskan tungkai bayi bila

dengan cara lutut bayi secara lembut agar lurus. Dorong bagian kaki atau

foot board sehingga menempel dengan tumit bayi.

c. Alat Ukur : balita yang telah dapat berdiri diukur dengan microtoise, sedangkan balita yang belum dapat berdiri digunakan papan pengukur.

d. Skala pengukuran : numerik.

5. Status Gizi Anak Balita

a. Definisi : keadaan fisik anak balita yang ditentukan dengan melakukan

(18)

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri yaitu berat badan

menurut umur (BB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

kemudian diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS menggunakan indikator BB/U dan BB/TB.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U dan BB/TB.

d. Skala pengukuran : ordinal.

6. Gizi buruk

a. Definisi : status kondisi seseorang dengan nutrisinya di bawah standar

rata-rata (Z-score < -3,0).

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian

diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.

d. Skala pengukuran : ordinal.

7. Gizi kurang

a. Definisi : status kondisi menunjukkan kekurangan gizi dengan nilai

standar Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score <-2,0.

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian

diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.

d. Skala pengukuran : ordinal.

8. Gizi Baik

a. Definisi : status kondisi yang menunjukkan keseimbangan nutrisi dengan

nilai standar Z-score ≥-2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0.

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian

diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.

(19)

9. Gizi Lebih

a. Definisi : status kondisi yang menunjukkan dengan lebih dari normal dan

nilai standar Z-score > 2,0.

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian

diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.

d. Skala pengukuran : ordinal.

10.Sangat Kurus

a. Definisi : Keadaan gizi balita dengan nilai standar Z-score < -3,0.

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/TB kemudian

diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/TB.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/TB.

d. Skala pengukuran : ordinal.

11.Kurus

a. Definisi : Keadaan gizi balita dengan nilai standar Z-score ≥ -3,0 sampai

dengan Z-score < -2,0.

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/TB kemudian

diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/TB.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/TB.

d. Skala pengukuran : ordinal.

12.Normal

a. Definisi : Keadaan gizi balita dengan nilai standar Z-score ≥ -2,0 sampai

dengan Z-score ≤ 2,0.

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/TB kemudian

diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/TB.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/TB.

(20)

13.Gemuk

a. Definisi : Keadaan gizi balita dengan nilai standar Z-score > 2,0.

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/TB kemudian

diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/TB.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/TB

d. Skala pengukuran : ordinal.

14. Karakteristik Ibu Balita

a. Definisi: Umur ibu balita, pendidikan ibu balita, pekerjaan ibu balita,

pendapatan, jumlah anggota keluarga.

b. Cara ukur : wawancara.

c. Alat ukur : kuisioner.

d. Kategori :

I. Pendidikan ibu

i. Tamat SD

ii. Tamat SMP

iii. Tamat SMA

iv. Tamat D3

v. Tamat S1

II. Pekerjaan ibu

i. Ibu rumah tangga

ii. PNS

iii. Pegawai swasta

iv. Wiraswasta/berdagang

v. Bertani/berkebun

III. Pendapatan

i. < Rp 2.037.000,00

ii. ≥ Rp 2.037.000,00

IV. Jumlah anak dalam keluarga

i. 1-2 orang

(21)

V. Skala pengukuran : ordinal.

4.6. Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisa univariat, yaitu

analisis data dalam bentuk distribusi frekuensi dan dihitung persentasenya, yaitu

umur balita, berat badan balita, tinggi badan balita dan karakteristik ibu balita

(umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) serta status

gizi balita. Selanjutnya analisis statistik akan dilakukan dengan bantuan program

(22)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru yang

terletak di Jalan Sentosa Baru No. 22 Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan,

dengan Wilayah

a. Sebelah Utara : Kecamatan Medan Tembung dan Medan Timur

b. Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Tembung

c. Sebelah Barat : Kecamatan Medan Area dan Medan Kota

d. Sebelah Timur : Kecamatan Medan Timur

Wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru meliputi 9 (sembilan) kelurahan yaitu:

a. Kelurahan Sei Kera Hilir 1

b. Kelurahan Sei Hilir II

c. Kelurahan Sei Kera Hulu

d. Kelurahan Pahlawan

e. Kelurahan Pandan Hilir

f. Kelurahan Sidorame Barat I

g. Kelurahan Sidorame Barat II

h. Kelurahan Tegal Rejo

i. Kelurahan Sidorame Timur

Wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru terdapat 2 buah Puskesmas

Pembantu (Pustu), yaitu Pustu Sidorame Timur terletak di Jalan Permai Lorong

Kerto dan Pustu Sei Rengas terletak di jalan Madung Lubis. Sedangkan untuk

Posyandu terdapat 64 posyandu dengan jadwal pelaksanaan setiap hari Senin

sampai Kamis yang pelaksanaannya didampingi oleh petugas kesehatan dari

(23)

5.1.2. Sosio demografi

Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru berjumlah 151.795 jiwa,

yang terdiri dari atas 23.779 Kepala Keluarga.

5.1.3. Tenaga kesehatan

Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Sentosa Baru berjumlah 32 orang yang

terdiri dari:

a. Dokter Umum 4 orang

b. Dokter Gigi 2 orang

c. Sarjana Kesehatan Masyarakat 2 orang

d. Perawat 2 orang

e. SPK 4 orang

f. SPRG 1 orang

g. SPRA 1 orang

h. Akper 5 orang

i. DIII Gizi 2 orang

j. LCPK 1 orang

k. DIII Bidan 5 orang

l. DIII Analisis 2 orang

m. DIV Bidan 1 orang

5.2. Karakteristik Anak Balita

Karakteristik anak balita pada penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, umur,

berat badan dan tinggi badan.

1. Jenis kelamin Balita

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan jenis kelamin lebih banyak

perempuan, yaitu sebanyak 48 orang (58,5%).

Tabel 5.1.Karakteristik Balita Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 34 41,5

Perempuan 48 58,5

(24)

2. Umur Balita

Umur balita tertinggi adalah 59 bulan dan terendah 13 bulan.

Berdasarkan umur balita, lebih banyak umur 13-24 bulan sebanyak 38

orang (46,3%).

Tabel 5.2. Karakteristik Berdasarkan Umur Balita

Umur (Bulan) Jumlah Persentase (%)

13-24 38 46,3

Hasil penelitan menunjukkan berat badan tertinggi adalah 16,5 Kg dan

terendah adalah 6,0 Kg. Berdasarkan berat badan balita, lebih banyak

pada kelompok 9-11 Kg yaitu sebanyak 47 orang (57,3 %).

Tabel 5.3. Karakteristik Berdasarkan Berat Badan Balita

Berat Badan (Kg) Jumlah Persentase (%)

6-8 23 28,1

Tinggi badan balita tertinggi adalah 107,5 Cm dan terendah adalah 65

Cm. Berdasarkan tinggi badan balita, lebih banyak pada kelompok

76-86 Cm yaitu sebanyak 39 orang (47,6%).

Tabel 5.4. Karakteristik Berdasarkan Tinggi Badan Balita

Tinggi Badan (Cm) Jumlah Persentase (%)

65-75 15 18,2

76-86 39 47,6

87-97 24 29,3

98-108 4 4,9

(25)

5.3. Karakteristik Ibu Balita

Karakteristik ibu pada penelitian ini terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan,

pendapatan, dan jumlah anak dalam keluarga.

1. Umur ibu balita

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu balita dengan umur terbanyak

30-35 tahun, yaitu sebanyak 49 orang (59,8%).

Tabel 5.5. Karakteristik Berdasarkan Umur Ibu

Umur Jumlah Persentase (%)

Pada tabel 5.6 dapat dilihat pendidikan ibu balita lebih banyak tamat

SLTA, yaitu sebanyak 57 orang (69,5%)

Tabel 5.6 Karakteristik Berdasarkan Pendidikan Ibu Balita

Pendidikan Jumlah Persentase (%)

Tamat SD 2 2,4

Berdasarkan pekerjaan, pekerjaan ibu balita lebih banyak sebagai Ibu

Rumah Tangga (IRT), yaitu sebanyak 69 orang (84,1%).

Tabel 5.7 Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan Ibu Balita

Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

Ibu Rumah Tangga 69 84,1

PNS 3 3,7

Pegawai Swasta 6 7,3

Wiraswasta/Pedagang 4 4,9

(26)

4. Pendapatan keluarga

Dari hasil penelitian, pendapatan keluarga lebih banyak < Rp

2.037.000 (UMK Kota Medan), yaitu sebanyak 43 orang (52,4%).

Tabel 5.8 Karakteristik Berdasarkan Pendapatan Keluarga

Pendapatan Keluarga Jumlah Persentase (%)

< Rp 2.037.000 43 52,4

≥ Rp 2.037.000 39 47,6

Total 82 100

5. Jumlah anak

Berdasarkan jumlah anak dalam keluarga lebih banyak 1-2 orang, yaitu

sebanyak 63 orang (76,8%).

Tabel 5.9. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah Persentase (%)

1-2 orang 63 76,8

> 2 orang 19 23,2

Total 82 100

5.4. Status Gizi

Parameter yang digunakan dalam penilaian status gizi menggunakan indeks

antropometri, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U) dan Berat Badan menurut

Tinggi Badan (BB/TB) sesuai dengan tabel standar WHO/NHCS.

5.4.1 Gambaran status gizi balita

Gambaran status gizi balita berdasarkan BB/U ditemukan terbanyak dengan

status gizi kurang yaitu 47 orang (57,3%) dan gambaran status gizi balita

berdasarkan BB/TB ditemukan terbanyak dengan status gizi kurus yaitu 45 orang

(54,9%). Distribusi berdasarkan status gizi anak balita dapat dilihat pada tabel

(27)

Tabel 5.10. Distribusi Berdasarkan Status Gizi Anak Balita

Indeks Antropometri Kategori Jumlah Perentase (%)

penilaian status gizi dengan indeks BB/U secara umum terdapat jumlah penderita

gizi buruk dan kurang masih tinggi. Hal ini sesuai dengan latar belakang yang

dikemukan sebelumnya. Puskesmas Sentosa Baru merupakan daerah perkotaan

dengan tingkat ketersediaan pangan yang tinggi. Pengaruh ketersediaan pangan

tidak memberikan jaminan terhadap risiko penderita gizi buruk dan kurang di

Kota Medan.

5.4.2. Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Balita

Hasil penelitian didapatkanberdasarkan jenis kelamin, status gizi balita indeks

BB/U ditemukan perempuan lebih banyak mengalami status gizi kurang 28 orang

dibandingkan laki-laki 19 orang dan berdasarkan indeks BB/TB ditemukan secara

klinis perempuan lebih banyak tampak kurus dibanding laki-laki.

Tabel 5.11. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Status Gizi Jumlah

(28)

Berdasarkan umur, status gizi balita indeks BB/U ditemukan kelompok umur

13-24 bulan yaitu sebanyak 16 orang yang lebih banyak mengalami status gizi

kurang dan berdasarkan indeks BB/TB secara klinis tampak kurus.

Tabel 5.12 Distribusi Status Gizi Berdasarkan Umur Balta

Umur (Bulan) Status Gizi Jumlah

BB/U Buruk Kurang Baik Lebih

orang dan berdasarkan indeks BB/TB secara klinis lebih banyak tampak kurus

Tabel 5.13. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Berat Badan

Berat Badan

ditemukan kelompok dengan tinggi badan 76-86 Cm terbanyak mengalami status

gizi kurang sebanyak 18 orang dan berdasarkan indeks BB/TB secara klinis lebih

(29)

Tabel 5.14 Distribusi Status Gizi Berdasarkan Tinggi Badan

Tinggi Badan (Cm) Status Gizi Jumlah

Buruk Kurang Baik Lebih

n % n % n % % n %

BB/U

65-75 1 6,7 11 73,3 3 20,0 0 0,0 15 100,0

76-86 1 2,6 18 46,2 19 48,7 1 2,6 39 100,0

87-97 0 0,0 16 66,7 8 33,3 0 0,0 24 100,0

98-109 0 0,0 2 50,0 2 50,0 0 0,0 4 100,0

Sangat Kurus

Kurus Normal Gemuk Jumlah

BB/TB

65-75 1 6,7 11 73,3 3 20,0 0 0,0 15 100,0

76-86 1 2,6 18 46,2 19 48,7 1 2,6 39 100,0

87-97 0 0,0 16 66,7 8 33,3 0 0,0 24 100,0

(30)

5.4.3. Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita

(31)

Berdasarkan tabel 5.15, umur dengan jumlah responden terbanyak adalah

20-35 tahun dengan status gizi balitanya indeks BB/U termasuk gizi kurang sebanyak

32 orang dan secara klinis termasuk kurus. Pendidikan ibu balita lebih banyak

tamat SLTA dengan status gizi balita kurang sebanyak 30 orang dan secara klinis

kurus. Pekerjaan ibu balita lebih banyak sebagai Ibu Rumah Tangga dengan status

gizi kurang sebanyak 43 orang dan secara klinis tampak kurus. Pendapatan

keluarga lebih banyak < Rp 2.037.000 dengan status gizi balita kurang sebanyak

31 orang dan klinis tampak kurus. Jumlah anak lebih banyak 1-2 orang dengan

status gizi balita baik sebanyak 33 orang dengan klinis tampak normal.

5.5. Pembahasan

5.5.1. Distribusi status gizi berdasarkan karakteristik balita

Berdasarkan jenis kelamin, status gizi balita indeks BB/U ditemukan

perempuan lebih banyak mengalami status gizi kurang dibandingkan laki-laki dan

berdasarkan indeks BB/TB ditemukan secara klinis perempuan lebih banyak

tampak kurus dibanding laki-laki. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sri

(2014) dimana proporsi balita perempuan lebih besar (52%) dibandingkan jenis

kelamin laki-laki (48%). Hal ini dapat dipengaruhi oleh jumlah anak balita

perempuan yang berdasarkan data puskesmas memang lebih banyak dibandingkan

anak balita laki-laki di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru. Hal ini

mengindikasikan bahwa baik anak balita laki-laki maupun perempuan,

mempunyai kemungkinan relatif sama mengalami status gizi kurang. Pada hasil

penelitian sebelumnya juga ditemukan balita jenis kelamin paling banyak

mengalami gizi buruk dan kurang karena di kehidupan sehari-hari masih banyak

keluarga yang memberikan porsi lebih banyak kepada laki-laki daripada

perempuan dan mengutamakan makanan terlebih dahulu pada anak balita laki-laki

setelah itu baru perempuan.38

Berdasarkan umur, status gizi balita indeks BB/U ditemukan kelompok umur

13-24 bulan lebih banyak mengalami status gizi kurang dan berdasarkan indeks

BB/TB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Hal ini dapat terjadi karena anak

(32)

masa pertumbuhan yang cepat sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang paling

banyak dibandingkan dengan masa-masa selanjutnya.39 Umur balita bukan

merupakan faktor risiko gizi kurang pada anak balita. Namun demikian, hal ini

dapat mempengaruhi tumbuh kembang.40 41

Berdasarkan berat badan, status gizi balita BB/U, ditemukan kelompok

berat badan 9-11 Kg lebih banyak mengalami status gizi kurang dan berdasarkan

indeks BB/TB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Status gizi balita

berdasarkan indikasi BB/U lebih mencerminkan status gizi anak saat ini (current

nutritional status) bersifat umum dan tidak spesifik.21 Berat badan menggambarkan jumlah protein dan lemak, air serta mineral pada tulang yang

sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, seperti terserang penyakit infeksi,

penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Hal ini menunjukkan balita

mengalami gangguan pertumbuhan yang serius, yaitu balita menglami

ketidakseimbangan asupan protein dan energi, namun tidak memberikan indikasi

apakah masalah kekurangan gizi tersebut bersifat akut atau kronis. Oleh karena

itu, setiap gangguan kesehatan terutama memperlihatkan adanya gejala muntah,

diare, atau turunnya selera makan anak, segera bawa ke pelayanan terdekat.

Berdasarkan tinggi badan pada status gizi balita indeks BB/U ditemukan

kelompok dengan tinggi badan 76-86 Cm banyak mengalami status gizi kurang

dan berdasarkan indeks BB/TB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Status

gizi yang didasarkan pada indikator BB/TB menggambarkan status gizi bersifat

akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek

seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit. Dalam keadaan demikian, berat

badan anak akan cepat turun, sehingga tidak proporsional dengan tinggi badannya

dan anak menjadi kurus. Besarnya masalah kekurusan (kurus dan sangat kurus)

pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah jika

prevalensi kekurusan >5%. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius

bila prevalensi kekurusan antara 10,1% -15% dan dianggap kritis bila prevalensi

(33)

5.5.2. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita

Umur ibu balita, lebih banyak pada umur 20-35 tahun. Berdasarkan

pengukuran indeks BB/U ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang

dan berdasarkan indeks BB/U secara klinis lebih banyak tampak kurus. Hal ini

menunjukkan bahwa ibu balita lebih banyak pada kategori usia produktif.

Kurangnya pengetahuan tentang gizi, kemampuan untuk menerapkan informasi

dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu penyebab kejadian gangguan

kurang gizi.24

Ketidaktahuan ibu balita akan kebutuhuan gizi balita bisa mengakibatkan

asupan gizi pada anak tidak terpenuhi dengan baik, sehingga proses tumbuh

kembang anak akan terhambat dan anak dapat mengalami kekurangan gizi. Anak

yang mengalami defisiensi gizi pada usia muda, kemungkinan besar akan

mengalami hambatan pertumbuhan dan kapasitas intelektualnya rendah.34

Pendidikan ibu balita lebih banyak SLTA. Berdasarkan pengukuran indeks

BB/U ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang dan secara klinis

lebih banyak tampak kurus. Hal ini sesuai dengan penelitian Sri (2014) dimana

gizi kurang terjadi banyak pada pendidikan terakhir SLTA. Tingkat pendidikan

berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Pendidikan orang

tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak.

Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala

informasi dari luar. Menurut pendapat Notoatmodjo bahwa semakin tinggi

pendidikan seseorang maka tingkat pengetahuan seseorang juga semakin tinggi.24

Dari hasil penelitian sebelumnya ,dikatakan bahwa status gizi kurang dapat terjadi

pada pendidikan tinggi dikarenakan bahwa faktor status gizi balita tidak hanya

dipengaruhi pendidikan ibu.36

Pekerjaan ibu balita, lebih banyak sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT).

Berdasarkan pengukuran indeks BB/U ditemukan anak balita lebih banyak status

gizi kurang dan secara klinis lebih banyak tampak kurus. Penelitian ini sejalan

dengan penelitian Ihsan (2012) dimana proporsi ibu balita tidak bekerja lebih

(34)

merawat dan mengasuh anak balitanya. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan

bahwa ibu yang tidak bekerja memilki faktor risiko gizi kurang yang cendeung

sedikit. Hal ini disebabkan adanya faktor lain seperti pendapatan keluarga.

Dengan adanya ibu yang bekerja, maka dapat menambah pendapatan keluarga

sehingga mempengaruhi daya beli keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi anak

dana anggota keluarga lainnya.40

Pendapatan keluarga, lebih banyak <Rp 2.037.000 (UMK Kota Medan).

Berdasarkan pengukuran indeks BB/U ditemukan anak balita lebih banyak status

gizi kurang dan berdasarkan indeks BB/TB secara klinis lebih banyak tampak

kurus. Wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru sebagian besar pekerjaan kepala

keluarga berprofesi sebagai buruh harian (tukang becak, buruh pekerja bangunan,

tukang jahit, pekerja pabrik), sehingga hal ini terkait dengan pendapatan keluarga.

Pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan

keadaan gizi. Sebaliknya, pendapatan yang rendah akan mengakibatkan lemahnya

daya beli.

Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas

dan kuantitas pada makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjo

menyatakan bahwa pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap

perbaikan kesehatan dan keadaan gizi serta kemiskinan sebagai salah satu

determinan sosial ekonomi merupakan penyebab gizi kurang yang pada umumnya

menduduki posisi pertama.14

Jumlah anak dalam keluarga, lebih banyak 1-2 orang. Berdasarkan

pengukuran indeks BB/U ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang

dan secara klinis lebih banyak tampak kurus. Hal ini sesuai penelitian Sri (2014)

dengan proporsi gizi kurang lebih besar terjadi pada jumlah anak 1-2 orang.

Besar keluarga mungkin berpengaruh terhadap distribusi makanan dalam

keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu dalam

merawat dan membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila jumlah anak yang

dimilki besar. Bila besar keluarga ditambah, maka porsi makanan untuk setiap

anak berkurang.24 Hasil penelitian ini tidak menggambarkan bahwa semakin

(35)

Berdasarkan penelitian Saputra dan Rizka (2012), kondisi ini dapat terjadi akibat

ada indikasi anak dilibatkan dalam membantu ekonomi rumah tangga sehingga

total pendapatan rumah tangga menjadi meningkat yang selanjutnya berpengaruh

dalam peningkatan pola konsumsi. Pola konsumsi yang meningkat dapat membuat

(36)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Umur balita dengan jumlah tertinggi adalah 13-24 bulan dengan jumlah

sebanyak 38 orang (46,3%), berat badan balita 9-11 Kg, yaitu sebanyak 47

orang (57,3%), dan tinggi badan balita 76-86 Cm, yaitu Sebanyak 39

orang (47,6%).

2. Karakteristik ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru,

sebanyak 49 orang (59,8%) berumur 30-35 tahun, pendidikan sebanyak 57

orang (69,5%) SLTA, pekerjaan sebanyak 69 orang (84,1%) Ibu rumah

tangga (IRT), pendapatan keluarga sebanyak 43 orang (62,4%) < Rp

2.037.000 (UMK Kota Medan), dan jumlah anggota keluarga sebanyak 63

orang (76,8%) 1-2 orang.

3. Gambaran status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru

berdasarkaan Berat Badan/Umur (BB/U), sebanyak 2 orang (2,4%) gizi

buruk, sebanyak 47 orang (57,3%) gizi kurang, sebanyak 32 orang

(39,0%) gizi baik, dan sebanyak 1 orang (1,3%) gizi lebih.

4. Gambaran status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru

berdasarkan Berat Badan/Tinggi Badan (BB/TB), sebanyak 2 orang

(2,4%) sangat kurus, sebanyak 45 orang (54,9%) kurus, sebanyak 33 orang

(40,3%%) normal, dan sebanyak 2 orang (2,4%) gemuk.

6.2. Saran

1. Bagi pihak Puskesmas Sentosa Baru

a. Mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang gizi pada ibu balita

dengan menyesuaikan bahasa yang mudah dipahami oleh penduduk

setempat dan meningkatkan pemantauan status gizi anak balita di

(37)

b. Mengupayakan pemberian makanan tambahan (PMT) yang bervariasi

dan mengandung unsur gizi yang dibutuhkan balita.

2. Bagi ibu balita

Mengupayakan untuk memperhatikan asupan gizi anak, baik asupan

energi maupun protein.

3. Bagi institusi

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi

(38)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

Status gizi berarti keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.11

Menurut Supariasa, status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam

bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel

tertentu dan merupakan indeks yang statis.12

Menurut Depkes RI, status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang

akibat keseimbangan antara pemasukan dan penggunaan zat gizi yang berasal dari

pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator

yang digunakan.13 Menurut Suharjo, status gizi adalah keadaan kesehatan individu

atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi serta zat

gizi lainnya yang diperoleh dari pangan, makanan dan fisiknya dapat diukur

secara antropometri.14 Menurut Almatsier, status gizi adalah keadaan tubuh

sebagai akibat konsumsi makan dan penggunaan zat-zat gizi dan gangguan gizi

terjadi baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih.15

Status gizi balita yang tidak seimbang menyebabkan pertumbuhan seorang

anak akan terganggu, misalnya anak tersebut mengalami gizi kurang

(underweight), kurus (wasted), pendek (stunted) atau gizi lebih (overweight).

2.2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi, secara garis besar dibedakan atas 2 jenis yaitu: (1)

penilaian status gizi secara langsung yang terdiri dari: biokimia, klinis,

antropometri, dan biofisik, (2) penilaian status gizi secara tidak langsung terdiri

dari: survei konsumsi makanan, statistik vital dari faktor ekologi, penggunaan

metode penilaian status gizi dengan pertimbangan tujuan unit sampel, jenis

informasi tingkat reliabilitas dan akurasi, ketersediaan fasilitas dan peralatan,

(39)

Menurut Siagian, penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan

adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara umum, antropometri

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk

melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.16

Menurut Gibson, salah satu metode untuk menilai status gizi secara langsung

adalah dengan antropometri. Antropometri berarti ukuran tubuh manusia,

sehingga antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.17

Indeks antropometri yang direkomendasikan antara lain: berat badan menurut

umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut

umur (TB/U), lingkar lengan atas (LILA), lingkar dada menurut umur (LIDA),

lingkar kepala (LIKA), tebal lemak bawah kulit menurut umur dan rasio lingkar

panggul dengan pinggul.

2.2.1. Jenis parameter yang digunakan

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur

beberapa parameter. Parameter antropometri merupakan ukuran tunggal dari

tubuh manusia.12 Parameter tersebut terdiri dari :

a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan

umur akan menyebabkan kesalahan interpretasi status gizi.

b. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang paling sering digunakan

pada bayi baru lahir. Berat badan menggambarkan jumlah protein dan lemak, air

serta mineral pada tulang.

c. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter penting untuk menggambarkan riwayat

keadaan yang lalu dengan keadaan sekarang.

d. Lingkar Lengan Atas

(40)

f. Lingkar Dada

g. Jaringan Lunak

Parameter yang didapat sangat dipengaruhi oleh berat badan lahir, etnis, faktor

keluarga, dan lingkungan. Parameter antropometri terdiri dari tinggi atau panjang

badan; berat badan; lingkar kepala; ketebalan kulit, baik pinggang maupun lengan

atas; lingkar lengan atas; dan lingkar betis.18

Berdasarkan parameter antropometri yang telah disebutkan sebelumnya, ada

beberapa parameter antropometri yang utama. Pengukuran tersebut dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

Stature/tinggi badan Kepala, os. vertebralis, os. sacralis, ekstremitas bawah

Tulang

Berat badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan:

khususnya lemak, otot, tulang, dan air

Lingkar lengan Lemak bawah kulit Lemak (lebih sering

digunakan secara teknik di negara maju)

Otot, tulang Otot (secara teknik lebih

sedikit digunakan di negara maju)

Lipatan lemak Lemak bawah kulit, kulit Lemak

Sumber: Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265.

2.2.2. Indeks pengukuran status gizi dengan antropometri

Menurut Depkes RI, status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).19 Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam bentuk 3 indikator antropometri yaitu : berat badan menurut umur (BB/U), tinggi

(41)

balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (z-score) dengan menggunakan antropometri menurut WHO.20 Selanjutnya berdasarkannilai score masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut:

Kategori sangat pendek Z-score < -3,0

Kategori pendek Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score <-2,0

Menurut Depkes RI, status gizi balita berdasarkan indikator BB/U memberikan

gambaran tentang status gizi bersifat umum dan tidak spesifik.21 Tinggi rendahnya

prevalensi gizi buruk atau gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi

pada balita, namun tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut

bersifat akut atau kronis.

Status gizi yang didasarkan pada indikator BB/TB menggambarkan status gizi

bersifat akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang

pendek seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare.

Dalam keadaan demikian, berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak

proporsional dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. Selain

mengindikasikan masalah gizi bersifat akut, juga dapat digunakan sebagai

(42)

terhadap tinggi badan. Besarnya masalah kekurusan (kurus dan sangat kurus) pada

balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah jika

prevalensi kekurusan >5%. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius

bila prevalensi kekurusan antara 10,1% -15,0% dan dianggap kritis bila prevalensi

kekurusan sudah diatas 15,0%.22

Status gizi berdasarkan indikator TB/U menggambarkan status gizi bersifat

kronis, sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan,

perilaku pola asuh yang kurang baik, sering menderita penyakit secara berulang

karena higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menggunakan BB/U sebagai metode

pengukuran status gizi buruk dan BB/TB sebagai penentu status gizi anak.

Dengan alasan yang hampir sama, yaitu perubahan berat badan menunjukkan

gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat.23 Ini dapat diakibatkan oleh

penurunan nafsu makan, sakit (misalnya diare), ataupun kurang cukupnya makan.

Adapun hambatan pertambahan tinggi badan menunjukkan gangguan

pertumbuhan dalam waktu yang lama.13 Hal ini seperti dituliskan pada Gambar

(43)

Gambar 2.1. Mekanisme Pengawasan Pertumbuhan Anak

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2007. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk I, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hlm.18. BB/U= berat badan menurut umur, BB/TB= berat badan menurut tinggi badan, DS= Deviasi Standar, NCHS= National Centre for Health Statistics.

Berdasarkan rujukan tersebut, maka acuan yang dipakai untuk mengetahui status gizi anak balita pada penelitian ini adalah BB/U dan BB/TB.

ISI Kartu KMS Timbang

Anak

Bila BB/U >60% atau >-3 DS <-2 DS

Bila BB/U < 60% atau < -3 DS

ANAK : BB KURANG (kecuali ada edema → Gizi Buruk

Tentukan status gizi dengan BB/TB

Bila BB/TB ≥ 70% median NCHS atau ≥ -3

DS Skor Z

Bila BB/TB < 70% median NCHS atau

< -3 DS Skor Z

Anak : Kurus atau Gizi Kurang

(44)

2.2.3. Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri

Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel

2.2.

Tabel 2.2. Kelebihan dan Keterbatasan Pengukuran Antropometri

Kelebihan Keterbatasan

Relatif murah. Membutuhkan data referensi yang

relevan Cepat, sehingga dapat dilakukan pada

populasi yang besar

Kesalahan yang muncul, seperti kesalahan pada peralatan (belum dikalibrasi) dan kesalahan pada observer (kesalahan pengukuran dan pencatatan)

Objektif Hanya mendapatkan data

pertumbuhan, obesitas, malnutrisi karena kurang energi dan protein Gradabel, artinya dapat dirangking Tidak mendapatkan informasi

mengenai defisiensi zat gizi mikro Tidak menimbulkan rasa sakit pada

responden

Sumber: Rangkuman Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265

Berdasarkan kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri serta

adanya faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan, maka peneliti

menggunakan metode pengukuran antropometri. Faktor-faktor lain tersebut adalah

tujuan pengukuran, yaitu melihat fisik anak balita; unit sampel yang diukur, yaitu

kelompok masyarakat rawan gizi; ketersediaan fasilitas peralatan, tenaga, waktu

dan dana.12

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita

Akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah krisis ekonomi, politik dan

sosial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah pokok dalam

masyarakat, seperti: (a) pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan,

(b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya

(45)

Masalah-masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3 hal sebagai penyebab tidak

langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan pangan, (2) pola asuh anak

tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak

memadai. Timbulnya ketiga masalah tersebut mengakibatkan makanan tidak

seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang

gizi.5

Menurut Suhardjo, faktor-faktor yang memengaruhi status gizi adalah : (1)

faktor pertanian yang meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman

sampai dengan produksi dan pemasaran; (2) faktor ekonomi, yaitu besarnya

pendapatan keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan

keluarga; (3) faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, anggapan terhadap

suatu makanan yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan tertentu, kesukaan

terhadap jenis makanan tertentu; (4) faktor fisiologi, yaitu metabolisme zat gizi

dan pemanfaatannya oleh tubuh, keadaan kesehatan seseorang, adanya keadaan

tertentu misalnya hamil dan menyusui; dan (5) faktor infeksi, yaitu adanya suatu

penyakit infeksi dalam tubuh.14

Faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi selain faktor-faktor diatas

adalah besar keluarga, pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan seseorang.14 Besar

keluarga meliputi banyaknya jumlah individu dalam sebuah keluarga, pembagian

makan dalam keluarga dan jarak kelahiran anak.

Pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan

sehari-hari dalam menyediakan kebutuhan pangan, sedangkan tingkat pendidikan

seseorang akan memengaruhi daya nalar seseorang dalam interpretasi terhadap

suatu hal. Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang

erat dengan pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang

tinggi mungkin akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan

baik. Membesarkan anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun

seorang ibu perlu keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi

akan kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari

(46)

Beberapa variabel yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian kurang gizi pada anak balita sebagai berikut:

a. Asupan Zat Gizi

Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel

dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh

untuk tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Makanan yang ideal harus

mengandung cukup energi dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan

yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sendiri tetapi diperlukan bagi kesehatan dan

pertumbuhan) harus tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan

sehari-harinya. Jumlah energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan

normal tergantung dari kualitas zat gizi yang dikonsumsi, bagaimana zat gizi

dicerna, bagaimana zat gizi diserap dan penggunaan oleh tubuh itu sendiri.25

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam

peningkatan kualitas fisik, mental dan kecerdasan. Oleh karena itu asupan pangan

masih perlu dipelajari karena berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi

masyarakat atau individu di suatu wilayah.26 Status gizi buruk pada anak balita

akibat dari asupan gizi yang buruk, cenderung meningkat seiring dengan

menurunnya kemampuan masyarakat untuk memperoleh pangan.27

Menurut Siagian, salah satu metode dalam menilai kebiasaan asupan adalah

FFQ (Food Frequency Questionaire) merupakan salah satu metode yang cocok

untuk penilaian kebiasaan asupan pangan dalam kajian epidemiologis. Dengan

modifikasi, metode ini dapat menyediakan data asupan kebiasaan zat gizi. FFQ

sering dirancang untuk mendapatkan informasi yang spesifik, seperti asupan zat

gizi makro dan mikro.16

Penelitian Preston et al, pada anak sekolah di Puerto Rico, menunjukkan

bahwa validasi dengan menggunakan metode FFQ adalah tepat digunakan untuk

mengestimasi asupan energi pada anak sekolah di Puerto Rico, serta mikronutrien

pada anak sekolah menengah atas. Hasil dari penelitian ini kini menjadi instrumen

(47)

b. Penyakit Infeksi

Faktor lain yang secara langsung memengaruhi status gizi adalah adanya

infeksi. Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan

makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya

malnutrisi ringan akan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh, sehingga

dapat menyebabkan infeksi.25

Pada umumnya baik infeksi umum maupun infeksi lokal mendapat respon

metabolik bagi penderitanya yang disertai dengan kekurangan zat gizi. Penelitian

yang dilakukan menunjukkan bahwa kurang gizi dapat menyebabkan gangguan

pada pertahanan tubuh. Di lain pihak, penyakit infeksi akan memberikan efek

berupa gangguan pada tubuh yang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit

infeksi dapat menyebabkan kurang gizi, sebaliknya kurang gizi juga menyebabkan

penyakit infeksi. Ada tendensi di mana, adanya penyakit infeksi dan malnutrisi

(gizi lebih dan gizi kurang) yang terjadi secara bersamaan di mana akan saling

berhubungan secara sinergis.12

Beberapa penyakit infeksi yang sering diderita anak-anak antara lain;

a. Diare

Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar tidak

normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali.

Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronis. Diare akut, yaitu diare

yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta

berlangsung beberapa hari. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai lebih

dari 2 minggu, biasanya disertai dehidrasi. Diare umumnya disebabkan oleh

infeksi virus, parasit atau racun dari bakteri. Diare dapat juga merupakan gejala

dari penyakit seperti disentri, kolera atau botulisme.29

b. ISPA

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ISPA

meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pemafasan dan akut. Salah satu

penyebab kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan

oleh penyakit pneumonia. Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai

(48)

beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya

harus dilakukan sesuai waktu. Di samping itu, pemeliharaan higiene dan sanitasi

lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan infeksi.

c. Tuberkolosis Paru (TB Paru)

Penyakit tuberkulosis atau lazim disebut TBC merupakan suatu penyakit

menular yang dapat menyerang semua kelompok masyarakat. Semua orang dari

berbagai golongan umur, status sosial ekonomi, ras maupun suku bangsa dan

tempat tinggal memiliki risiko untuk terkena penyakit TBC. Infeksi tuberkulosis

jauh lebih berat pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Hal ini

disebabkan oleh memburuknya keadaan sosial ekonomi dan kesehatan individu

seperti kemiskinan dan nutrisi yang kurang memadai.

2.4. Pola Asuh

Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak termasuk

pangan dan gizi, kesehatan dasar, imunisasi, penimbangan, pengobatan,

pemukiman yang layak, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang dan

rekreasi. Pola asuh yang memadai pada bayi adalah pemenuhan kebutuhan fisik

dan biomedis anak terpenuhi secara optimal. Hal ini dilakukan melalui pemberian

gizi yang baik berupa pemberian ASI, pemberian makanan pendamping air susu

ibu (MP-ASI) tepat waktu dan bentuknya, melanjutkan menyusui sampai anak

berumur 2 tahun, kecukupan waktu ibu dalam merawat bayi, imunisasi dan

pemantauan status gizi melalui kegiatan penimbangan.11

Menurut Azwar, pola asuh adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan

waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang

dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak

merupakan sikap dan praktik ibu atau pengasuh lain dalam kedekatannya dengan

anak, cara merawat, cara memberi makan serta memberi kasih sayang.30

2.4.1. Pola asuh makan

(49)

orang atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Penanaman

pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi dan ibu

harus tahu serta mampu menerapkan pola makan sehat. Pola asuh makan balita

berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal

pertumbuhan.31

Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan

sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan

yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah

kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita karena rentan

terhadap masalah kesehatan dan gizi. Pada masa ini proses tumbuh kembang

berlangsung sangat cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana

pada masa ini otak berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia

tiga tahun. Balita yang sedang mengalami proses pertumbuhan dengan pesat

memerlukan asupan zat makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih

baik dan bergizi.32

Menurut Kemenkes RI 2011, pola makan yang baik bagi bayi dan balita

adalah sebagai berikut :

a. Usia 0-6 bulan

Usia 0-6 bulan pertama kehidupan bayi merupakan usia dimana bayi hanya

diberikan ASI saja. Yang harus diperhatikan oleh ibu adalah

1. Memberikan ASI yang pertama keluar (kolostrum).

2. Berikan hanya ASI (ASI eksklusif).

3. Tidak memberikan makanan maupun minuman lain selain ASI

4. Menyusui bayi sesering mungkin.

5. Memberikan ASI sekehendak keinginan bayi, minimal delapan kali

sehari.

6. Apabila bayi tidur lebih dari tiga jam, membangunkannya untuk

kemudian menyusukannya

7. Menyusui dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian.

8. Menyusui sampai payudara terasa kosong, baru kemudian pindah ke

(50)

b. Usia 6-8 bulan

Pada usia 6-8 bulan, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan

pendamping ASI. Yang harus diperhatikan ibu adalah :

1. Tetap meneruskan pemberian ASI sesering mungkin

2. Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti bubur

susu dan makanan lumat (bubur lumat, sayuran, daging, dan buah yang

dilumatkan, biskuit, dan lain-lain) sebanyak 2-3 kali sehari.

3. Memberikan MP-ASI secara bertahap sesuai umur anak, pada tahap awal

2-3 sendok makan kemudian secara bertahap ditambah hingga mencapai

setengah gelas atau 125 cc setiap kali makan.

4. Memberikan ASI terlebih dahulu kemudian MP-ASI.

5. Memberikan makanan selingan seperti jus buah dan biskuit 1-2 kali dalam

sehari

6. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak

mendapat ASI karena alasan medis.

c. Usia 9-11 bulan

Hal-hal yang harus diperhatikan ibu dalam memberi makan anak usia 9-11

bulan adalah:

1. Tetap meneruskan pemberian ASI.

2. Memberikan MP-ASI dalam bentuk makanan lunak seperti nasi tim atau

makanan yang dicincang kecil sehingga mudah ditelan anak dengan

frekuensi pemberian 3-4 kali sehari.

3. Memberikan makanan dengan porsi setengah gelas/mangkuk atau

sebanyak 125 cc perkali makan.

4. Memberikan makanan selingan yang dapat dipegang anak diantara waktu

makan lengkap sebanyak 1-2 kali sehari.

5. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak

(51)

d. Usia 1-2 tahun (12-24 bulan)

1. Mulai memperkenalkan anak dengan makanan keluarga yang terdiri dari

¾ gelas nasi (200 cc), 1 potong kecil ikan/daging/ayam/telur, 1 potong

kecil tempe/tahu atau 1 sdm kacang-kacangan, ¼ gelas sayur, dan 1

potong buah dengan frekuensi 3-4 kali sehari.

2. Memberikan makanan selingan seperti bubur dan kue dua kali sehari.

3. Meneruskan pemberian ASI apabila memungkinkan.

e. Usia 2-5 tahun (24-60 bulan)

1. Memberikan anak makanan orang dewasa dengan frekuensi tiga kali

sehari.

2. Memberikan anak ½ porsi makanan orang orang dewasa yang terdiri dari

makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah.

3. Memberikan makanan selingan seperti bubur kacang hijau, biskuit, dan

kue dua kali sehari di antara waktu makan.

4. Tidak memberikan makanan manis dekat dengan waktu makan, karena

dapat mengurangi nafsu makan anak.33

2.4.2. Pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan

Asuh kesehatan berdasarkan aspek pola asuh meliputi praktik kebersihan dan

sanitasi lngkungan dan perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti

pencarian pelayanan kesehatan. Anak balita adalah kelompok usia yang rentan

terserang penyakit, terkait dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah

tangga dan sekelilingnya. Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit,

penanganan anak balita sakit dan status imunisasi adalah faktor yang

memengaruhi tingkat kesehatan anak balita dan status gizi anak balita.

Perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang sakit dan pemantauan

kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat

memengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi

Gambar

Gambar 3.1. Kerangka Teori
Gambar 3.2.  Kerangka Konsep Penelitian  e. Jumlah anggota Keluarga
Tabel 5.2. Karakteristik Berdasarkan Umur Balita Umur (Bulan) Jumlah Persentase (%)
Tabel 5.5. Karakteristik Berdasarkan Umur Ibu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian Ihsan (2012) mengenai faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita menunjukkan bahwa riwayat diare mempunyai hubungan yang bermakna secara

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini tidak ada pengaruh pengorganisasian terhadap keberhasilan Puskesmas dalam perbaikan status gizi pada balita gizi

gizinya melalui indeks BB/TB.. Duma Rantna Sari Nasution : Gambaran Status Gizi Anak Balita Gizi Kurang Setelah Mendapatkan Pemberian Makanan Tambahan Di Puskesmas Mandala Medan

antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja. Puskesmas Pedan Klaten dengan pengukuran BB/TB pada kasus

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan menerapkan algoritma Learning Vector Quantization untuk klasifikasi status gizi balita ke dalam gizi buruk, gizi kurang, gizi baik

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisa univariat, yaitu analisis data dalam bentuk distribusi frekuensi dan dihitung persentasenya, yaitu umur

Hasil pengelompokkan data antropometri balita di desa jumput rejo sukodono menunjukkan bahwa terdapat bayi dengan status gizi buruk sebanyak 37 balita, gizi kurang sebanyak 30

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan menerapkan algoritma Learning Vector Quantization untuk klasifikasi status gizi balita ke dalam gizi buruk, gizi kurang, gizi baik