Lampiran 1
KUESIONER
GAMBARAN STATUS GIZI ANAK BALITA BEDASARKAN ANTROPOMETRI DI PUSKESMAS SENTOSA BARU
KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN
A. Identitas Ibu Balita
1. Umur :... tahun
2. Pendidikan : 1. Tamat SD
2. SLTP 3. SLTA 4. DIII
5. S-1
3. Pekerjaan : 1. IRT
2. PNS
3. Pegawai swasta 4. Wiraswasta/Berdagang
5. Bertani/ berkebun
4. Pendapatan : 1. ≥ UMK Kota Medan (Rp.2.037.000) 2. < UMK Kota Medan (Rp.2.037.000)
5. Jumlah Anggota Keluarga : ... orang
B. Identitas Balita
1. Tanggal Lahir :
2. Jenis kelamin : [ ] Laki-laki [ ] Perempuan
3. Anak ke :
C. Hasil Pengukuran Antropometri :
Berat Badan :... kg a. BB/U: buruk/kurang/baik/lebih*)
Lampiran 2
LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA SUBYEK PENELITIAN
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan Hormat,
Nama Saya Harvinda Arya Pratiwi, sedang menjalani pendidikan kedokteran di
Program S1 Ilmu Kedokteran FK USU. Saya sedang melakukan penelitian yang
berjudul “Gambaran Status Gizi Balita Berdasarkan Antropometri Di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2016”.
Antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri merupakan salah satu
metode untuk mengetahui status gizi seseorang. Dalam Antropometri, dilakukan
pengukuran berat badan dan tinggi badan yang dibandingkan dengan umur.
Kemudian hasil perbandingan akan disesuaikan dengan tabel standar WHO untuk
mengetahui kategori/klasifikasi status gizi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran dari
status gizi balita yang berada di wilayah Puskesmas Sentosa Baru. Adapun
manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data maupun
informasi mengenai status gizi balita di Puskesmas Sentosa Baru.
Saya akan melakukan pengukuran berat badan balita dengan menggunakan
timbangan/Baby Scale dan mengukur tinggi badan balita dengan papan
pengukur/microtoise. Pengukuran tidak akan menimbulkan rasa sakit dan tidak
memiliki efek samping. Kemudian, saya akan memberikan kuesioner kepada ibu
Partisipasi Saudara bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan dapat mengundurkan
diri sewaktu-waktu. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dirahasiakan
dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk penelitian Anda tidak akan
dikenakan biaya apapun. Bila Saudara membutuhkan penjelasan, maka dapat
menghubungi saya:
Nama : Harvinda Arya Pratiwi
Alamat : Jl. Selamat Pulau No. 24 Simpang Limun Medan
No. HP : 082165812724
Terima kasih saya ucapkan kepada Saudara yang telah ikut berpartisipasi pada
penelitian ini. Keikutsertaan Saudara dalam penelitian ini akan menyumbangkan
sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan
Saudara bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah saya persiapkan.
Medan, 2016
Peneliti
( Harvinda Arya Pratiwi)
Lampiran 3
SURAT PERSETUJUAN RESPONDEN
Yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama lengkap responden :
Alamat :
Dengan balita,
Nama :
Jenis kelamin :
Usia :
Menyatakan bersedia dan tidak berkeberatan menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh Harvinda Arya Pratiwi, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang bertujuan untuk mengetahui gambaran status gizi balita berdasarkan antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan.
Surat persetujuan ini saya buat dengan kesadaran saya sendiri tanpa tekanan atau paksaan dari mana pun.
Medan, 2016
Lampiran 4
JenisKelamin
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk
Kategoriumur * GiziBBTB Crosstabulation
GiziBBTB Total
Sangat Kurus
Kurus Normal Gemuk
Kategoriumur
13-24
Count 1 20 17 0 38
% within Kategoriumur 2,6% 52,6% 44,7% 0,0% 100,0% % within GiziBBTB 50,0% 44,4% 51,5% 0,0% 46,3%
% of Total 1,2% 24,4% 20,7% 0,0% 46,3%
25-36
Count 0 10 11 1 22
% within Kategoriumur 0,0% 45,5% 50,0% 4,5% 100,0% % within GiziBBTB 0,0% 22,2% 33,3% 50,0% 26,8%
% of Total 0,0% 12,2% 13,4% 1,2% 26,8%
37-48
Count 0 11 3 1 15
% within Kategoriumur 0,0% 73,3% 20,0% 6,7% 100,0% % within GiziBBTB 0,0% 24,4% 9,1% 50,0% 18,3%
% of Total 0,0% 13,4% 3,7% 1,2% 18,3%
49-59
Count 1 4 2 0 7
% within Kategoriumur 14,3% 57,1% 28,6% 0,0% 100,0%
% within GiziBBTB 50,0% 8,9% 6,1% 0,0% 8,5%
% of Total 1,2% 4,9% 2,4% 0,0% 8,5%
Total
Count 2 45 33 2 82
% within Kategoriumur 2,4% 54,9% 40,2% 2,4% 100,0% % within GiziBBTB 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% 100,0%
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Harvinda Arya Pratiwi
Tempat dan Tanggal Lahir : Medan, 14 Juni 1996
Agama : Islam
Alamat : Jl. Selamat Pulau No. 24 Simpang Limun Medan
Nama Orang Tua : dr. Abdul Halim, SpOG
dr. Linda Pusri Winarni, M.Kes
Riwayat Pendidikan : 1. TK Nurul Fajar Binjai
2. SD Swasta Eria Medan
3. SMP Negeri 1 Medan
4. SMA Negeri 1 Medan
5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes RI. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan 2005-2025. Jakarta: Depkes RI;2009.
2. UNICEF. Achieving MDGs through RPJMN. Nutrition Workshop. Jakarta: UNICEF; 2009.
3. Saputra W, Nurrizka R. Faktor Demografi dan Faktor Risiko Gizi Buruk dan Gizi Kurang. Makara Kesehatan. 2012 Desember:16(2):95-101.
4. Kemenkes RI. Kesehatan dalam Kerangka Sustainablee Development Goals (SDGs). Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2015.
5. UNICEF. Improving Child Nutrition. New York: Division of communication UNICEF; 2013.
6. Aries, Muhammad, Hardiansyah, Hendratno T. Determinan Gizi Kurang dan Stunting Anak Umur 0-36 bulan Berdasarkan Data Program keluarga Harapan. 2007:7(1):19-26.
7. Sutani. Memahami Kebutuhan Anak. Rosdakarya:Jakarta;2008. Hal. 18 8. Soegeng, S. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT Rineka Cipta;2009. Hal.71 9. Kemenkes RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta;Kemenkes
RI;2013.
10.Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Medan:Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara; 2014. 11.Soekirman. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi; 2009. Hal. 17
12.Supariasa, I Dewa Nyoman, Baliwati, Hartriyanti. Penilaian Status Gizi. Jakarta:EGC;2002. Hal. 1-3.
13.Depkes RI. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Depkes RI; 2002.
14.Suharjo. Pangan Gizi dan Pertanian. Jakarta:Universitas Indonesia;2003. Hal 256.
15.Almatsier, S. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2009. Hal. 243, 245.
16.Siagian, A. Epidemiologi Gizi. Jakarta:Erlangga;2010. Hal. 43
17.Gibson, S. Principles of Nutrional Assesments. USA; Oxford University Press;2005. p 478-485, 711-720.
18.Hammond, Dietary and clinical Assesment In : Mahan, L.K. and Stump, S.E.
Krause’s food, Nutrition and Diet Therapy. USA: 2004. p 407-431.
19.Depkes RI. Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan Pengembangan. Jakarta; Depkes RI; 2008.
20.World Health Organization. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: WHO; 2006. 21.Depkes RI. Gizi dalam Angka Dirjen Bina Masyarakat Direktorat Gizi
Masyarakat. Jakarta:Depkes RI; 2005.
22.UNHCR. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta; 2008.
23.Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. Buku Bagan Tata Lakasana Anak Gizi Buruk:Program Perbaikan Gizi Masyarakat. 2007.
25.Pudjiadi, S Ilmu Gizi Klinis Anak. Jakarta: FK UI; 2005. Hal. 421.
26.Prihatini. Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhinya. Depok;2011.
27.Aritonang, L. Penyebab Gizi Buruk dan Kematiaan pada Anak Balita. Jurnal Nutrisia, Media Informasi Gizi Ilmiah. 2004:5(1):p 1-42.
28.Preston. Validation and Reproductibility of a Semi Quantitative Food Frequency Qustionnaire for Use in Puerto Rican Children. P.R. Health Scince Journal.2011:30(2):58-64.
29.Sandjaja, dkk. Kamus Gizi:Pelengkap kesehatan Keluarga. Bandung:Shinta Dharma;2009.
30.Azwar, A. Aspek Kesehatan dan Gizi dalam Ketahanan Pangan. Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional. 2004.
31.Widjaja. Standar antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta: Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia;2007.
32.Sutomo, B. Menu Sehat Alami Untuk Balita dan Batita. Jakarta:PT. Agromedia Pustaka;2010. Hal. 24-27
33.Kemenkes RI. Panduan Penyelenggaraan PMT Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang. Jakarta:Kemenkes RI; 2011.
34.Sediautama, AD. Ilmu Gizi Jilid I. Jakarta:Dian Rakyat;2008. Hal. 297.
35.Faiza ,Elnovriza D, Syafiznti. Faktor Risiko Kejadian Gizi Buruk pada Anak (12-59 bulan) di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang . Media Gizi dan Keluarga. Padang; 2007.
36.Astari, LD. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Stunting Balita Usia 6-12 bulan di Kabupaten Bogor. Institut Pertanian Bogor : Bogor; 2008.
37.Atmarita, Fallah. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Widya-karya Nasional pangan dan gizi VIII. LIPI : Jakarta; 2004.
38.Adisasmito, W. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta: Radja Grafindo Persado; 2007. Hal. 55
39.Universitas Indonesia, Buku Kuliah Ilmu kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta: Infomedika:2007
40.Kristiani D, Suriadi, Parjo. Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Balita di TK Salomo Pontianak. Pontianak:2013.
BAB III
KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP
PENELITIAN
3.1. Kerangka Teori
Gambar 3.1. Kerangka Teori Status Gizi
Langsung Tidak Langsung
Biokimia Klinis Antropometri Biofisik Survei
Konsumsi Makanan
Statistik Vital
BB/U TB/U BB/TB
Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih
Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi
Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk
Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Pendapatan keluarga Jumlah anggota
3.2. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka sebagai kerangka konsep penelitian
tentang status gizi pada balita di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan
Perjuangan sebagai berikut:
Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian Pengukuran Antropometri
a.Indikator BB/U
b.Indikator BB/TB
Status Gizi Anak Balita
a.Gizi buruk b.Gizi kurang c.Gizi baik d.Gizi lebih
a. Sangat kurus b. Kurus c. Normal d. Gemuk
Karakteristik Ibu balita a. Umur
b. Pendidikan c. Pekerjaan d. Pendapatan
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional. Desain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah cross sectional untuk mengetahui gambaran status gizi
anak balita berdasarkan Antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan
Medan Perjuangan.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sampai dengan November 2016.
4.2.2.Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena kecamatan ini merupakan
salah satu kecamatan yang memiliki anak balita dengan status gizi buruk dan
kurang yang relatif masih tinggi di Kota Medan.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita di Puskesmas Sentosa Baru
Kecamatan Medan Perjuangan. Berdasarkan data Puskesmas Sentosa Baru,
jumlah populasi anak balita pada saat penelitian adalah sebanyak 13.541 anak
balita.
4.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah anak balita yang memiliki ibu dengan usia
balita 1-5 tahun. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus sampel
2
P = Perkiraan proporsi 0,69
q = 1 – p
Kriteria inklusi pemilihan sampel sebagai berikut :
a. Balita yang memiliki ibu dengan usia balita 1-5 tahun
b. Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru
c. Ibu balita yang datang ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru
d. Bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi, yaitu tidak bersedia mengikuti penelitian (menolak
menandatangani Informed Consent).
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder.
4.4.1. Data primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari ibu balita melalui wawancara
langsung dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh berupa data umur
balita, berat badan balita, tinggi badan balita dan karakteristik ibu balita (umur,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) serta status gizi
4.4.2. Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Puskesmas Sentosa Baru
berupa profil puskesmas dan KMS anak balita.
4.5. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan variabel dan istilah yang akan
digunakan dalam penelitian secara operasional, sehingga akhirnya mempermudah
pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Adapun definisi operasional dari
variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran Antropometri
a. Definisi : pengukuran pada dimensi tubuh manusia.
b. Cara ukur : melakukan variabel pengukuran BB, TB, dan umur kemudian
dilakukan perhitungan BB/TB dan BB/U.
c. Alat ukur : timbangan untuk mengukur BB, microtoise/papan pengukur untuk mengukur TB, serta data balita untuk mengetahui umur balita.
d. Skala pengukuran : numerik.
2. Berat Badan Balita
a. Definisi : berat badan balita saat dilakukan penelitian.
b. Cara ukur : pastikan timbangan injak diletakkan di lantai yang datar, lihat
posisi jarum harus menunjuk ke angka 0 (nol), anak sebaiknya memakai
baju yang tipis dan tidak memegang atau mengantongi sesuatu. Kemudian
anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegang. Kemudian baca angka
yang ditunjukkan oleh jarum. Balita yang belum dapat berdiri
menggunakan timbangan bayi (baby scale). Timbangan bayi diletakkan pada bidang datar. Pastikan posisi jarum menunjuk ke angka 0 (nol).
Kemudian letakkan balita di atas timbangan dan baca angka yang
ditunjukkan oleh jarum.
c. Alat ukur : balita yang belum dapat berdiri diukur dengan baby scale (timbangan bayi), sedangkan untuk balita yang telah dapat berdiri
digunakan timbangan injak.
3. Umur Balita
a. Definisi : usia balita saat dilakukan penelitian.
b. Cara ukur : Umur dihitung dalam bulan yang ditentukan
i. Pembulatan ke atas dilakukan bila lebih dari 15 hari dan sebaliknya.
ii. Bila tidak ingat tanggal lahir maka tanggal lahir ditentukan pada
tanggal 15.
iii. Bila tidak ingat bulan lahir maka bulan lahir ditentukan pada bulan ke
6
c. Alat ukur : data balita.
d. Skala ukur : numerik.
4. Tinggi Badan Balita
a. Definisi : tinggi badan balita saat dilakukan penelitian.
b. Cara ukur : bagi balita yang telah dapat berdiri dilakukan pengukuran
dengan microtoise. Posisikan badan dengan berdiri tegak menghadap ke depan, tumit menempel pada dinding. Turunkan batas atas pengukur
sampai menempel di ubun-ubun, kemudian baca angka pada batas
tersebut. Pastikan anak tidak memakai sandal atau sepatu. Bagi balita
yang belum dapat berdiri dilakukan pengukuran dengan papan pengukur.
Alat diletakkan pada permukaan yang rata. Lepaskan tutup kepala bayi
misalnya topi, hiasan rambut, dan kaos kaki bayi. Letakkan bayi dengan
kepala menempel pada bagian kepala atau head board. Luruskan tubuh bayi sejajar dengan bidang papan pengukur. Luruskan tungkai bayi bila
dengan cara lutut bayi secara lembut agar lurus. Dorong bagian kaki atau
foot board sehingga menempel dengan tumit bayi.
c. Alat Ukur : balita yang telah dapat berdiri diukur dengan microtoise, sedangkan balita yang belum dapat berdiri digunakan papan pengukur.
d. Skala pengukuran : numerik.
5. Status Gizi Anak Balita
a. Definisi : keadaan fisik anak balita yang ditentukan dengan melakukan
b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri yaitu berat badan
menurut umur (BB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
kemudian diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS menggunakan indikator BB/U dan BB/TB.
c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U dan BB/TB.
d. Skala pengukuran : ordinal.
6. Gizi buruk
a. Definisi : status kondisi seseorang dengan nutrisinya di bawah standar
rata-rata (Z-score < -3,0).
b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian
diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.
c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.
d. Skala pengukuran : ordinal.
7. Gizi kurang
a. Definisi : status kondisi menunjukkan kekurangan gizi dengan nilai
standar Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score <-2,0.
b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian
diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.
c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.
d. Skala pengukuran : ordinal.
8. Gizi Baik
a. Definisi : status kondisi yang menunjukkan keseimbangan nutrisi dengan
nilai standar Z-score ≥-2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0.
b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian
diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.
c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.
9. Gizi Lebih
a. Definisi : status kondisi yang menunjukkan dengan lebih dari normal dan
nilai standar Z-score > 2,0.
b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian
diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.
c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.
d. Skala pengukuran : ordinal.
10.Sangat Kurus
a. Definisi : Keadaan gizi balita dengan nilai standar Z-score < -3,0.
b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/TB kemudian
diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/TB.
c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/TB.
d. Skala pengukuran : ordinal.
11.Kurus
a. Definisi : Keadaan gizi balita dengan nilai standar Z-score ≥ -3,0 sampai
dengan Z-score < -2,0.
b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/TB kemudian
diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/TB.
c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/TB.
d. Skala pengukuran : ordinal.
12.Normal
a. Definisi : Keadaan gizi balita dengan nilai standar Z-score ≥ -2,0 sampai
dengan Z-score ≤ 2,0.
b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/TB kemudian
diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/TB.
c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/TB.
13.Gemuk
a. Definisi : Keadaan gizi balita dengan nilai standar Z-score > 2,0.
b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/TB kemudian
diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/TB.
c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/TB
d. Skala pengukuran : ordinal.
14. Karakteristik Ibu Balita
a. Definisi: Umur ibu balita, pendidikan ibu balita, pekerjaan ibu balita,
pendapatan, jumlah anggota keluarga.
b. Cara ukur : wawancara.
c. Alat ukur : kuisioner.
d. Kategori :
I. Pendidikan ibu
i. Tamat SD
ii. Tamat SMP
iii. Tamat SMA
iv. Tamat D3
v. Tamat S1
II. Pekerjaan ibu
i. Ibu rumah tangga
ii. PNS
iii. Pegawai swasta
iv. Wiraswasta/berdagang
v. Bertani/berkebun
III. Pendapatan
i. < Rp 2.037.000,00
ii. ≥ Rp 2.037.000,00
IV. Jumlah anak dalam keluarga
i. 1-2 orang
V. Skala pengukuran : ordinal.
4.6. Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisa univariat, yaitu
analisis data dalam bentuk distribusi frekuensi dan dihitung persentasenya, yaitu
umur balita, berat badan balita, tinggi badan balita dan karakteristik ibu balita
(umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) serta status
gizi balita. Selanjutnya analisis statistik akan dilakukan dengan bantuan program
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru yang
terletak di Jalan Sentosa Baru No. 22 Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan,
dengan Wilayah
a. Sebelah Utara : Kecamatan Medan Tembung dan Medan Timur
b. Sebelah Selatan : Kecamatan Medan Tembung
c. Sebelah Barat : Kecamatan Medan Area dan Medan Kota
d. Sebelah Timur : Kecamatan Medan Timur
Wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru meliputi 9 (sembilan) kelurahan yaitu:
a. Kelurahan Sei Kera Hilir 1
b. Kelurahan Sei Hilir II
c. Kelurahan Sei Kera Hulu
d. Kelurahan Pahlawan
e. Kelurahan Pandan Hilir
f. Kelurahan Sidorame Barat I
g. Kelurahan Sidorame Barat II
h. Kelurahan Tegal Rejo
i. Kelurahan Sidorame Timur
Wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru terdapat 2 buah Puskesmas
Pembantu (Pustu), yaitu Pustu Sidorame Timur terletak di Jalan Permai Lorong
Kerto dan Pustu Sei Rengas terletak di jalan Madung Lubis. Sedangkan untuk
Posyandu terdapat 64 posyandu dengan jadwal pelaksanaan setiap hari Senin
sampai Kamis yang pelaksanaannya didampingi oleh petugas kesehatan dari
5.1.2. Sosio demografi
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru berjumlah 151.795 jiwa,
yang terdiri dari atas 23.779 Kepala Keluarga.
5.1.3. Tenaga kesehatan
Jumlah tenaga kesehatan di Puskesmas Sentosa Baru berjumlah 32 orang yang
terdiri dari:
a. Dokter Umum 4 orang
b. Dokter Gigi 2 orang
c. Sarjana Kesehatan Masyarakat 2 orang
d. Perawat 2 orang
e. SPK 4 orang
f. SPRG 1 orang
g. SPRA 1 orang
h. Akper 5 orang
i. DIII Gizi 2 orang
j. LCPK 1 orang
k. DIII Bidan 5 orang
l. DIII Analisis 2 orang
m. DIV Bidan 1 orang
5.2. Karakteristik Anak Balita
Karakteristik anak balita pada penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, umur,
berat badan dan tinggi badan.
1. Jenis kelamin Balita
Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan jenis kelamin lebih banyak
perempuan, yaitu sebanyak 48 orang (58,5%).
Tabel 5.1.Karakteristik Balita Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
Laki-laki 34 41,5
Perempuan 48 58,5
2. Umur Balita
Umur balita tertinggi adalah 59 bulan dan terendah 13 bulan.
Berdasarkan umur balita, lebih banyak umur 13-24 bulan sebanyak 38
orang (46,3%).
Tabel 5.2. Karakteristik Berdasarkan Umur Balita
Umur (Bulan) Jumlah Persentase (%)
13-24 38 46,3
Hasil penelitan menunjukkan berat badan tertinggi adalah 16,5 Kg dan
terendah adalah 6,0 Kg. Berdasarkan berat badan balita, lebih banyak
pada kelompok 9-11 Kg yaitu sebanyak 47 orang (57,3 %).
Tabel 5.3. Karakteristik Berdasarkan Berat Badan Balita
Berat Badan (Kg) Jumlah Persentase (%)
6-8 23 28,1
Tinggi badan balita tertinggi adalah 107,5 Cm dan terendah adalah 65
Cm. Berdasarkan tinggi badan balita, lebih banyak pada kelompok
76-86 Cm yaitu sebanyak 39 orang (47,6%).
Tabel 5.4. Karakteristik Berdasarkan Tinggi Badan Balita
Tinggi Badan (Cm) Jumlah Persentase (%)
65-75 15 18,2
76-86 39 47,6
87-97 24 29,3
98-108 4 4,9
5.3. Karakteristik Ibu Balita
Karakteristik ibu pada penelitian ini terdiri dari umur, pendidikan, pekerjaan,
pendapatan, dan jumlah anak dalam keluarga.
1. Umur ibu balita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu balita dengan umur terbanyak
30-35 tahun, yaitu sebanyak 49 orang (59,8%).
Tabel 5.5. Karakteristik Berdasarkan Umur Ibu
Umur Jumlah Persentase (%)
Pada tabel 5.6 dapat dilihat pendidikan ibu balita lebih banyak tamat
SLTA, yaitu sebanyak 57 orang (69,5%)
Tabel 5.6 Karakteristik Berdasarkan Pendidikan Ibu Balita
Pendidikan Jumlah Persentase (%)
Tamat SD 2 2,4
Berdasarkan pekerjaan, pekerjaan ibu balita lebih banyak sebagai Ibu
Rumah Tangga (IRT), yaitu sebanyak 69 orang (84,1%).
Tabel 5.7 Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan Ibu Balita
Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
Ibu Rumah Tangga 69 84,1
PNS 3 3,7
Pegawai Swasta 6 7,3
Wiraswasta/Pedagang 4 4,9
4. Pendapatan keluarga
Dari hasil penelitian, pendapatan keluarga lebih banyak < Rp
2.037.000 (UMK Kota Medan), yaitu sebanyak 43 orang (52,4%).
Tabel 5.8 Karakteristik Berdasarkan Pendapatan Keluarga
Pendapatan Keluarga Jumlah Persentase (%)
< Rp 2.037.000 43 52,4
≥ Rp 2.037.000 39 47,6
Total 82 100
5. Jumlah anak
Berdasarkan jumlah anak dalam keluarga lebih banyak 1-2 orang, yaitu
sebanyak 63 orang (76,8%).
Tabel 5.9. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah Persentase (%)
1-2 orang 63 76,8
> 2 orang 19 23,2
Total 82 100
5.4. Status Gizi
Parameter yang digunakan dalam penilaian status gizi menggunakan indeks
antropometri, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U) dan Berat Badan menurut
Tinggi Badan (BB/TB) sesuai dengan tabel standar WHO/NHCS.
5.4.1 Gambaran status gizi balita
Gambaran status gizi balita berdasarkan BB/U ditemukan terbanyak dengan
status gizi kurang yaitu 47 orang (57,3%) dan gambaran status gizi balita
berdasarkan BB/TB ditemukan terbanyak dengan status gizi kurus yaitu 45 orang
(54,9%). Distribusi berdasarkan status gizi anak balita dapat dilihat pada tabel
Tabel 5.10. Distribusi Berdasarkan Status Gizi Anak Balita
Indeks Antropometri Kategori Jumlah Perentase (%)
penilaian status gizi dengan indeks BB/U secara umum terdapat jumlah penderita
gizi buruk dan kurang masih tinggi. Hal ini sesuai dengan latar belakang yang
dikemukan sebelumnya. Puskesmas Sentosa Baru merupakan daerah perkotaan
dengan tingkat ketersediaan pangan yang tinggi. Pengaruh ketersediaan pangan
tidak memberikan jaminan terhadap risiko penderita gizi buruk dan kurang di
Kota Medan.
5.4.2. Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Balita
Hasil penelitian didapatkanberdasarkan jenis kelamin, status gizi balita indeks
BB/U ditemukan perempuan lebih banyak mengalami status gizi kurang 28 orang
dibandingkan laki-laki 19 orang dan berdasarkan indeks BB/TB ditemukan secara
klinis perempuan lebih banyak tampak kurus dibanding laki-laki.
Tabel 5.11. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Status Gizi Jumlah
Berdasarkan umur, status gizi balita indeks BB/U ditemukan kelompok umur
13-24 bulan yaitu sebanyak 16 orang yang lebih banyak mengalami status gizi
kurang dan berdasarkan indeks BB/TB secara klinis tampak kurus.
Tabel 5.12 Distribusi Status Gizi Berdasarkan Umur Balta
Umur (Bulan) Status Gizi Jumlah
BB/U Buruk Kurang Baik Lebih
orang dan berdasarkan indeks BB/TB secara klinis lebih banyak tampak kurus
Tabel 5.13. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Berat Badan
Berat Badan
ditemukan kelompok dengan tinggi badan 76-86 Cm terbanyak mengalami status
gizi kurang sebanyak 18 orang dan berdasarkan indeks BB/TB secara klinis lebih
Tabel 5.14 Distribusi Status Gizi Berdasarkan Tinggi Badan
Tinggi Badan (Cm) Status Gizi Jumlah
Buruk Kurang Baik Lebih
n % n % n % % n %
BB/U
65-75 1 6,7 11 73,3 3 20,0 0 0,0 15 100,0
76-86 1 2,6 18 46,2 19 48,7 1 2,6 39 100,0
87-97 0 0,0 16 66,7 8 33,3 0 0,0 24 100,0
98-109 0 0,0 2 50,0 2 50,0 0 0,0 4 100,0
Sangat Kurus
Kurus Normal Gemuk Jumlah
BB/TB
65-75 1 6,7 11 73,3 3 20,0 0 0,0 15 100,0
76-86 1 2,6 18 46,2 19 48,7 1 2,6 39 100,0
87-97 0 0,0 16 66,7 8 33,3 0 0,0 24 100,0
5.4.3. Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita
Berdasarkan tabel 5.15, umur dengan jumlah responden terbanyak adalah
20-35 tahun dengan status gizi balitanya indeks BB/U termasuk gizi kurang sebanyak
32 orang dan secara klinis termasuk kurus. Pendidikan ibu balita lebih banyak
tamat SLTA dengan status gizi balita kurang sebanyak 30 orang dan secara klinis
kurus. Pekerjaan ibu balita lebih banyak sebagai Ibu Rumah Tangga dengan status
gizi kurang sebanyak 43 orang dan secara klinis tampak kurus. Pendapatan
keluarga lebih banyak < Rp 2.037.000 dengan status gizi balita kurang sebanyak
31 orang dan klinis tampak kurus. Jumlah anak lebih banyak 1-2 orang dengan
status gizi balita baik sebanyak 33 orang dengan klinis tampak normal.
5.5. Pembahasan
5.5.1. Distribusi status gizi berdasarkan karakteristik balita
Berdasarkan jenis kelamin, status gizi balita indeks BB/U ditemukan
perempuan lebih banyak mengalami status gizi kurang dibandingkan laki-laki dan
berdasarkan indeks BB/TB ditemukan secara klinis perempuan lebih banyak
tampak kurus dibanding laki-laki. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Sri
(2014) dimana proporsi balita perempuan lebih besar (52%) dibandingkan jenis
kelamin laki-laki (48%). Hal ini dapat dipengaruhi oleh jumlah anak balita
perempuan yang berdasarkan data puskesmas memang lebih banyak dibandingkan
anak balita laki-laki di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru. Hal ini
mengindikasikan bahwa baik anak balita laki-laki maupun perempuan,
mempunyai kemungkinan relatif sama mengalami status gizi kurang. Pada hasil
penelitian sebelumnya juga ditemukan balita jenis kelamin paling banyak
mengalami gizi buruk dan kurang karena di kehidupan sehari-hari masih banyak
keluarga yang memberikan porsi lebih banyak kepada laki-laki daripada
perempuan dan mengutamakan makanan terlebih dahulu pada anak balita laki-laki
setelah itu baru perempuan.38
Berdasarkan umur, status gizi balita indeks BB/U ditemukan kelompok umur
13-24 bulan lebih banyak mengalami status gizi kurang dan berdasarkan indeks
BB/TB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Hal ini dapat terjadi karena anak
masa pertumbuhan yang cepat sehingga memerlukan kebutuhan gizi yang paling
banyak dibandingkan dengan masa-masa selanjutnya.39 Umur balita bukan
merupakan faktor risiko gizi kurang pada anak balita. Namun demikian, hal ini
dapat mempengaruhi tumbuh kembang.40 41
Berdasarkan berat badan, status gizi balita BB/U, ditemukan kelompok
berat badan 9-11 Kg lebih banyak mengalami status gizi kurang dan berdasarkan
indeks BB/TB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Status gizi balita
berdasarkan indikasi BB/U lebih mencerminkan status gizi anak saat ini (current
nutritional status) bersifat umum dan tidak spesifik.21 Berat badan menggambarkan jumlah protein dan lemak, air serta mineral pada tulang yang
sangat sensitif terhadap perubahan mendadak, seperti terserang penyakit infeksi,
penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Hal ini menunjukkan balita
mengalami gangguan pertumbuhan yang serius, yaitu balita menglami
ketidakseimbangan asupan protein dan energi, namun tidak memberikan indikasi
apakah masalah kekurangan gizi tersebut bersifat akut atau kronis. Oleh karena
itu, setiap gangguan kesehatan terutama memperlihatkan adanya gejala muntah,
diare, atau turunnya selera makan anak, segera bawa ke pelayanan terdekat.
Berdasarkan tinggi badan pada status gizi balita indeks BB/U ditemukan
kelompok dengan tinggi badan 76-86 Cm banyak mengalami status gizi kurang
dan berdasarkan indeks BB/TB secara klinis lebih banyak tampak kurus. Status
gizi yang didasarkan pada indikator BB/TB menggambarkan status gizi bersifat
akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek
seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit. Dalam keadaan demikian, berat
badan anak akan cepat turun, sehingga tidak proporsional dengan tinggi badannya
dan anak menjadi kurus. Besarnya masalah kekurusan (kurus dan sangat kurus)
pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah jika
prevalensi kekurusan >5%. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius
bila prevalensi kekurusan antara 10,1% -15% dan dianggap kritis bila prevalensi
5.5.2. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita
Umur ibu balita, lebih banyak pada umur 20-35 tahun. Berdasarkan
pengukuran indeks BB/U ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang
dan berdasarkan indeks BB/U secara klinis lebih banyak tampak kurus. Hal ini
menunjukkan bahwa ibu balita lebih banyak pada kategori usia produktif.
Kurangnya pengetahuan tentang gizi, kemampuan untuk menerapkan informasi
dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu penyebab kejadian gangguan
kurang gizi.24
Ketidaktahuan ibu balita akan kebutuhuan gizi balita bisa mengakibatkan
asupan gizi pada anak tidak terpenuhi dengan baik, sehingga proses tumbuh
kembang anak akan terhambat dan anak dapat mengalami kekurangan gizi. Anak
yang mengalami defisiensi gizi pada usia muda, kemungkinan besar akan
mengalami hambatan pertumbuhan dan kapasitas intelektualnya rendah.34
Pendidikan ibu balita lebih banyak SLTA. Berdasarkan pengukuran indeks
BB/U ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang dan secara klinis
lebih banyak tampak kurus. Hal ini sesuai dengan penelitian Sri (2014) dimana
gizi kurang terjadi banyak pada pendidikan terakhir SLTA. Tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Pendidikan orang
tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak.
Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala
informasi dari luar. Menurut pendapat Notoatmodjo bahwa semakin tinggi
pendidikan seseorang maka tingkat pengetahuan seseorang juga semakin tinggi.24
Dari hasil penelitian sebelumnya ,dikatakan bahwa status gizi kurang dapat terjadi
pada pendidikan tinggi dikarenakan bahwa faktor status gizi balita tidak hanya
dipengaruhi pendidikan ibu.36
Pekerjaan ibu balita, lebih banyak sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT).
Berdasarkan pengukuran indeks BB/U ditemukan anak balita lebih banyak status
gizi kurang dan secara klinis lebih banyak tampak kurus. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian Ihsan (2012) dimana proporsi ibu balita tidak bekerja lebih
merawat dan mengasuh anak balitanya. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan
bahwa ibu yang tidak bekerja memilki faktor risiko gizi kurang yang cendeung
sedikit. Hal ini disebabkan adanya faktor lain seperti pendapatan keluarga.
Dengan adanya ibu yang bekerja, maka dapat menambah pendapatan keluarga
sehingga mempengaruhi daya beli keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi anak
dana anggota keluarga lainnya.40
Pendapatan keluarga, lebih banyak <Rp 2.037.000 (UMK Kota Medan).
Berdasarkan pengukuran indeks BB/U ditemukan anak balita lebih banyak status
gizi kurang dan berdasarkan indeks BB/TB secara klinis lebih banyak tampak
kurus. Wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru sebagian besar pekerjaan kepala
keluarga berprofesi sebagai buruh harian (tukang becak, buruh pekerja bangunan,
tukang jahit, pekerja pabrik), sehingga hal ini terkait dengan pendapatan keluarga.
Pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan
keadaan gizi. Sebaliknya, pendapatan yang rendah akan mengakibatkan lemahnya
daya beli.
Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas
dan kuantitas pada makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Suhardjo
menyatakan bahwa pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap
perbaikan kesehatan dan keadaan gizi serta kemiskinan sebagai salah satu
determinan sosial ekonomi merupakan penyebab gizi kurang yang pada umumnya
menduduki posisi pertama.14
Jumlah anak dalam keluarga, lebih banyak 1-2 orang. Berdasarkan
pengukuran indeks BB/U ditemukan anak balita lebih banyak status gizi kurang
dan secara klinis lebih banyak tampak kurus. Hal ini sesuai penelitian Sri (2014)
dengan proporsi gizi kurang lebih besar terjadi pada jumlah anak 1-2 orang.
Besar keluarga mungkin berpengaruh terhadap distribusi makanan dalam
keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu dalam
merawat dan membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila jumlah anak yang
dimilki besar. Bila besar keluarga ditambah, maka porsi makanan untuk setiap
anak berkurang.24 Hasil penelitian ini tidak menggambarkan bahwa semakin
Berdasarkan penelitian Saputra dan Rizka (2012), kondisi ini dapat terjadi akibat
ada indikasi anak dilibatkan dalam membantu ekonomi rumah tangga sehingga
total pendapatan rumah tangga menjadi meningkat yang selanjutnya berpengaruh
dalam peningkatan pola konsumsi. Pola konsumsi yang meningkat dapat membuat
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Umur balita dengan jumlah tertinggi adalah 13-24 bulan dengan jumlah
sebanyak 38 orang (46,3%), berat badan balita 9-11 Kg, yaitu sebanyak 47
orang (57,3%), dan tinggi badan balita 76-86 Cm, yaitu Sebanyak 39
orang (47,6%).
2. Karakteristik ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru,
sebanyak 49 orang (59,8%) berumur 30-35 tahun, pendidikan sebanyak 57
orang (69,5%) SLTA, pekerjaan sebanyak 69 orang (84,1%) Ibu rumah
tangga (IRT), pendapatan keluarga sebanyak 43 orang (62,4%) < Rp
2.037.000 (UMK Kota Medan), dan jumlah anggota keluarga sebanyak 63
orang (76,8%) 1-2 orang.
3. Gambaran status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru
berdasarkaan Berat Badan/Umur (BB/U), sebanyak 2 orang (2,4%) gizi
buruk, sebanyak 47 orang (57,3%) gizi kurang, sebanyak 32 orang
(39,0%) gizi baik, dan sebanyak 1 orang (1,3%) gizi lebih.
4. Gambaran status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru
berdasarkan Berat Badan/Tinggi Badan (BB/TB), sebanyak 2 orang
(2,4%) sangat kurus, sebanyak 45 orang (54,9%) kurus, sebanyak 33 orang
(40,3%%) normal, dan sebanyak 2 orang (2,4%) gemuk.
6.2. Saran
1. Bagi pihak Puskesmas Sentosa Baru
a. Mengupayakan peningkatan pengetahuan tentang gizi pada ibu balita
dengan menyesuaikan bahasa yang mudah dipahami oleh penduduk
setempat dan meningkatkan pemantauan status gizi anak balita di
b. Mengupayakan pemberian makanan tambahan (PMT) yang bervariasi
dan mengandung unsur gizi yang dibutuhkan balita.
2. Bagi ibu balita
Mengupayakan untuk memperhatikan asupan gizi anak, baik asupan
energi maupun protein.
3. Bagi institusi
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Status Gizi
Status gizi berarti keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.11
Menurut Supariasa, status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam
bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel
tertentu dan merupakan indeks yang statis.12
Menurut Depkes RI, status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang
akibat keseimbangan antara pemasukan dan penggunaan zat gizi yang berasal dari
pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator
yang digunakan.13 Menurut Suharjo, status gizi adalah keadaan kesehatan individu
atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi serta zat
gizi lainnya yang diperoleh dari pangan, makanan dan fisiknya dapat diukur
secara antropometri.14 Menurut Almatsier, status gizi adalah keadaan tubuh
sebagai akibat konsumsi makan dan penggunaan zat-zat gizi dan gangguan gizi
terjadi baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih.15
Status gizi balita yang tidak seimbang menyebabkan pertumbuhan seorang
anak akan terganggu, misalnya anak tersebut mengalami gizi kurang
(underweight), kurus (wasted), pendek (stunted) atau gizi lebih (overweight).
2.2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi, secara garis besar dibedakan atas 2 jenis yaitu: (1)
penilaian status gizi secara langsung yang terdiri dari: biokimia, klinis,
antropometri, dan biofisik, (2) penilaian status gizi secara tidak langsung terdiri
dari: survei konsumsi makanan, statistik vital dari faktor ekologi, penggunaan
metode penilaian status gizi dengan pertimbangan tujuan unit sampel, jenis
informasi tingkat reliabilitas dan akurasi, ketersediaan fasilitas dan peralatan,
Menurut Siagian, penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan
adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara umum, antropometri
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk
melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.16
Menurut Gibson, salah satu metode untuk menilai status gizi secara langsung
adalah dengan antropometri. Antropometri berarti ukuran tubuh manusia,
sehingga antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.17
Indeks antropometri yang direkomendasikan antara lain: berat badan menurut
umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut
umur (TB/U), lingkar lengan atas (LILA), lingkar dada menurut umur (LIDA),
lingkar kepala (LIKA), tebal lemak bawah kulit menurut umur dan rasio lingkar
panggul dengan pinggul.
2.2.1. Jenis parameter yang digunakan
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur
beberapa parameter. Parameter antropometri merupakan ukuran tunggal dari
tubuh manusia.12 Parameter tersebut terdiri dari :
a. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan
umur akan menyebabkan kesalahan interpretasi status gizi.
b. Berat Badan
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang paling sering digunakan
pada bayi baru lahir. Berat badan menggambarkan jumlah protein dan lemak, air
serta mineral pada tulang.
c. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter penting untuk menggambarkan riwayat
keadaan yang lalu dengan keadaan sekarang.
d. Lingkar Lengan Atas
f. Lingkar Dada
g. Jaringan Lunak
Parameter yang didapat sangat dipengaruhi oleh berat badan lahir, etnis, faktor
keluarga, dan lingkungan. Parameter antropometri terdiri dari tinggi atau panjang
badan; berat badan; lingkar kepala; ketebalan kulit, baik pinggang maupun lengan
atas; lingkar lengan atas; dan lingkar betis.18
Berdasarkan parameter antropometri yang telah disebutkan sebelumnya, ada
beberapa parameter antropometri yang utama. Pengukuran tersebut dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Stature/tinggi badan Kepala, os. vertebralis, os. sacralis, ekstremitas bawah
Tulang
Berat badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan:
khususnya lemak, otot, tulang, dan air
Lingkar lengan Lemak bawah kulit Lemak (lebih sering
digunakan secara teknik di negara maju)
Otot, tulang Otot (secara teknik lebih
sedikit digunakan di negara maju)
Lipatan lemak Lemak bawah kulit, kulit Lemak
Sumber: Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265.
2.2.2. Indeks pengukuran status gizi dengan antropometri
Menurut Depkes RI, status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).19 Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam bentuk 3 indikator antropometri yaitu : berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (z-score) dengan menggunakan antropometri menurut WHO.20 Selanjutnya berdasarkannilai score masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut:
Kategori sangat pendek Z-score < -3,0
Kategori pendek Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score <-2,0
Menurut Depkes RI, status gizi balita berdasarkan indikator BB/U memberikan
gambaran tentang status gizi bersifat umum dan tidak spesifik.21 Tinggi rendahnya
prevalensi gizi buruk atau gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi
pada balita, namun tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut
bersifat akut atau kronis.
Status gizi yang didasarkan pada indikator BB/TB menggambarkan status gizi
bersifat akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang
pendek seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare.
Dalam keadaan demikian, berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak
proporsional dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. Selain
mengindikasikan masalah gizi bersifat akut, juga dapat digunakan sebagai
terhadap tinggi badan. Besarnya masalah kekurusan (kurus dan sangat kurus) pada
balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah jika
prevalensi kekurusan >5%. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius
bila prevalensi kekurusan antara 10,1% -15,0% dan dianggap kritis bila prevalensi
kekurusan sudah diatas 15,0%.22
Status gizi berdasarkan indikator TB/U menggambarkan status gizi bersifat
kronis, sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan,
perilaku pola asuh yang kurang baik, sering menderita penyakit secara berulang
karena higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menggunakan BB/U sebagai metode
pengukuran status gizi buruk dan BB/TB sebagai penentu status gizi anak.
Dengan alasan yang hampir sama, yaitu perubahan berat badan menunjukkan
gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat.23 Ini dapat diakibatkan oleh
penurunan nafsu makan, sakit (misalnya diare), ataupun kurang cukupnya makan.
Adapun hambatan pertambahan tinggi badan menunjukkan gangguan
pertumbuhan dalam waktu yang lama.13 Hal ini seperti dituliskan pada Gambar
Gambar 2.1. Mekanisme Pengawasan Pertumbuhan Anak
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2007. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk I, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hlm.18. BB/U= berat badan menurut umur, BB/TB= berat badan menurut tinggi badan, DS= Deviasi Standar, NCHS= National Centre for Health Statistics.
Berdasarkan rujukan tersebut, maka acuan yang dipakai untuk mengetahui status gizi anak balita pada penelitian ini adalah BB/U dan BB/TB.
ISI Kartu KMS Timbang
Anak
Bila BB/U >60% atau >-3 DS <-2 DS
Bila BB/U < 60% atau < -3 DS
ANAK : BB KURANG (kecuali ada edema → Gizi Buruk
Tentukan status gizi dengan BB/TB
Bila BB/TB ≥ 70% median NCHS atau ≥ -3
DS Skor Z
Bila BB/TB < 70% median NCHS atau
< -3 DS Skor Z
Anak : Kurus atau Gizi Kurang
2.2.3. Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri
Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel
2.2.
Tabel 2.2. Kelebihan dan Keterbatasan Pengukuran Antropometri
Kelebihan Keterbatasan
Relatif murah. Membutuhkan data referensi yang
relevan Cepat, sehingga dapat dilakukan pada
populasi yang besar
Kesalahan yang muncul, seperti kesalahan pada peralatan (belum dikalibrasi) dan kesalahan pada observer (kesalahan pengukuran dan pencatatan)
Objektif Hanya mendapatkan data
pertumbuhan, obesitas, malnutrisi karena kurang energi dan protein Gradabel, artinya dapat dirangking Tidak mendapatkan informasi
mengenai defisiensi zat gizi mikro Tidak menimbulkan rasa sakit pada
responden
Sumber: Rangkuman Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265
Berdasarkan kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri serta
adanya faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan, maka peneliti
menggunakan metode pengukuran antropometri. Faktor-faktor lain tersebut adalah
tujuan pengukuran, yaitu melihat fisik anak balita; unit sampel yang diukur, yaitu
kelompok masyarakat rawan gizi; ketersediaan fasilitas peralatan, tenaga, waktu
dan dana.12
2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita
Akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah krisis ekonomi, politik dan
sosial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah pokok dalam
masyarakat, seperti: (a) pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan,
(b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya
Masalah-masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3 hal sebagai penyebab tidak
langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan pangan, (2) pola asuh anak
tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak
memadai. Timbulnya ketiga masalah tersebut mengakibatkan makanan tidak
seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang
gizi.5
Menurut Suhardjo, faktor-faktor yang memengaruhi status gizi adalah : (1)
faktor pertanian yang meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman
sampai dengan produksi dan pemasaran; (2) faktor ekonomi, yaitu besarnya
pendapatan keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan
keluarga; (3) faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, anggapan terhadap
suatu makanan yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan tertentu, kesukaan
terhadap jenis makanan tertentu; (4) faktor fisiologi, yaitu metabolisme zat gizi
dan pemanfaatannya oleh tubuh, keadaan kesehatan seseorang, adanya keadaan
tertentu misalnya hamil dan menyusui; dan (5) faktor infeksi, yaitu adanya suatu
penyakit infeksi dalam tubuh.14
Faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi selain faktor-faktor diatas
adalah besar keluarga, pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan seseorang.14 Besar
keluarga meliputi banyaknya jumlah individu dalam sebuah keluarga, pembagian
makan dalam keluarga dan jarak kelahiran anak.
Pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan
sehari-hari dalam menyediakan kebutuhan pangan, sedangkan tingkat pendidikan
seseorang akan memengaruhi daya nalar seseorang dalam interpretasi terhadap
suatu hal. Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang
erat dengan pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang
tinggi mungkin akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan
baik. Membesarkan anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun
seorang ibu perlu keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi
akan kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari
Beberapa variabel yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian kurang gizi pada anak balita sebagai berikut:
a. Asupan Zat Gizi
Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel
dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh
untuk tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Makanan yang ideal harus
mengandung cukup energi dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan
yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sendiri tetapi diperlukan bagi kesehatan dan
pertumbuhan) harus tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan
sehari-harinya. Jumlah energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan
normal tergantung dari kualitas zat gizi yang dikonsumsi, bagaimana zat gizi
dicerna, bagaimana zat gizi diserap dan penggunaan oleh tubuh itu sendiri.25
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam
peningkatan kualitas fisik, mental dan kecerdasan. Oleh karena itu asupan pangan
masih perlu dipelajari karena berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi
masyarakat atau individu di suatu wilayah.26 Status gizi buruk pada anak balita
akibat dari asupan gizi yang buruk, cenderung meningkat seiring dengan
menurunnya kemampuan masyarakat untuk memperoleh pangan.27
Menurut Siagian, salah satu metode dalam menilai kebiasaan asupan adalah
FFQ (Food Frequency Questionaire) merupakan salah satu metode yang cocok
untuk penilaian kebiasaan asupan pangan dalam kajian epidemiologis. Dengan
modifikasi, metode ini dapat menyediakan data asupan kebiasaan zat gizi. FFQ
sering dirancang untuk mendapatkan informasi yang spesifik, seperti asupan zat
gizi makro dan mikro.16
Penelitian Preston et al, pada anak sekolah di Puerto Rico, menunjukkan
bahwa validasi dengan menggunakan metode FFQ adalah tepat digunakan untuk
mengestimasi asupan energi pada anak sekolah di Puerto Rico, serta mikronutrien
pada anak sekolah menengah atas. Hasil dari penelitian ini kini menjadi instrumen
b. Penyakit Infeksi
Faktor lain yang secara langsung memengaruhi status gizi adalah adanya
infeksi. Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan
makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya
malnutrisi ringan akan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh, sehingga
dapat menyebabkan infeksi.25
Pada umumnya baik infeksi umum maupun infeksi lokal mendapat respon
metabolik bagi penderitanya yang disertai dengan kekurangan zat gizi. Penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa kurang gizi dapat menyebabkan gangguan
pada pertahanan tubuh. Di lain pihak, penyakit infeksi akan memberikan efek
berupa gangguan pada tubuh yang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit
infeksi dapat menyebabkan kurang gizi, sebaliknya kurang gizi juga menyebabkan
penyakit infeksi. Ada tendensi di mana, adanya penyakit infeksi dan malnutrisi
(gizi lebih dan gizi kurang) yang terjadi secara bersamaan di mana akan saling
berhubungan secara sinergis.12
Beberapa penyakit infeksi yang sering diderita anak-anak antara lain;
a. Diare
Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar tidak
normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali.
Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronis. Diare akut, yaitu diare
yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta
berlangsung beberapa hari. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai lebih
dari 2 minggu, biasanya disertai dehidrasi. Diare umumnya disebabkan oleh
infeksi virus, parasit atau racun dari bakteri. Diare dapat juga merupakan gejala
dari penyakit seperti disentri, kolera atau botulisme.29
b. ISPA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ISPA
meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pemafasan dan akut. Salah satu
penyebab kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan
oleh penyakit pneumonia. Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai
beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya
harus dilakukan sesuai waktu. Di samping itu, pemeliharaan higiene dan sanitasi
lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan infeksi.
c. Tuberkolosis Paru (TB Paru)
Penyakit tuberkulosis atau lazim disebut TBC merupakan suatu penyakit
menular yang dapat menyerang semua kelompok masyarakat. Semua orang dari
berbagai golongan umur, status sosial ekonomi, ras maupun suku bangsa dan
tempat tinggal memiliki risiko untuk terkena penyakit TBC. Infeksi tuberkulosis
jauh lebih berat pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Hal ini
disebabkan oleh memburuknya keadaan sosial ekonomi dan kesehatan individu
seperti kemiskinan dan nutrisi yang kurang memadai.
2.4. Pola Asuh
Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak termasuk
pangan dan gizi, kesehatan dasar, imunisasi, penimbangan, pengobatan,
pemukiman yang layak, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang dan
rekreasi. Pola asuh yang memadai pada bayi adalah pemenuhan kebutuhan fisik
dan biomedis anak terpenuhi secara optimal. Hal ini dilakukan melalui pemberian
gizi yang baik berupa pemberian ASI, pemberian makanan pendamping air susu
ibu (MP-ASI) tepat waktu dan bentuknya, melanjutkan menyusui sampai anak
berumur 2 tahun, kecukupan waktu ibu dalam merawat bayi, imunisasi dan
pemantauan status gizi melalui kegiatan penimbangan.11
Menurut Azwar, pola asuh adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan
waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang
dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak
merupakan sikap dan praktik ibu atau pengasuh lain dalam kedekatannya dengan
anak, cara merawat, cara memberi makan serta memberi kasih sayang.30
2.4.1. Pola asuh makan
orang atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Penanaman
pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi dan ibu
harus tahu serta mampu menerapkan pola makan sehat. Pola asuh makan balita
berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal
pertumbuhan.31
Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan
sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan
yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah
kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita karena rentan
terhadap masalah kesehatan dan gizi. Pada masa ini proses tumbuh kembang
berlangsung sangat cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana
pada masa ini otak berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia
tiga tahun. Balita yang sedang mengalami proses pertumbuhan dengan pesat
memerlukan asupan zat makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih
baik dan bergizi.32
Menurut Kemenkes RI 2011, pola makan yang baik bagi bayi dan balita
adalah sebagai berikut :
a. Usia 0-6 bulan
Usia 0-6 bulan pertama kehidupan bayi merupakan usia dimana bayi hanya
diberikan ASI saja. Yang harus diperhatikan oleh ibu adalah
1. Memberikan ASI yang pertama keluar (kolostrum).
2. Berikan hanya ASI (ASI eksklusif).
3. Tidak memberikan makanan maupun minuman lain selain ASI
4. Menyusui bayi sesering mungkin.
5. Memberikan ASI sekehendak keinginan bayi, minimal delapan kali
sehari.
6. Apabila bayi tidur lebih dari tiga jam, membangunkannya untuk
kemudian menyusukannya
7. Menyusui dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian.
8. Menyusui sampai payudara terasa kosong, baru kemudian pindah ke
b. Usia 6-8 bulan
Pada usia 6-8 bulan, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan
pendamping ASI. Yang harus diperhatikan ibu adalah :
1. Tetap meneruskan pemberian ASI sesering mungkin
2. Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti bubur
susu dan makanan lumat (bubur lumat, sayuran, daging, dan buah yang
dilumatkan, biskuit, dan lain-lain) sebanyak 2-3 kali sehari.
3. Memberikan MP-ASI secara bertahap sesuai umur anak, pada tahap awal
2-3 sendok makan kemudian secara bertahap ditambah hingga mencapai
setengah gelas atau 125 cc setiap kali makan.
4. Memberikan ASI terlebih dahulu kemudian MP-ASI.
5. Memberikan makanan selingan seperti jus buah dan biskuit 1-2 kali dalam
sehari
6. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak
mendapat ASI karena alasan medis.
c. Usia 9-11 bulan
Hal-hal yang harus diperhatikan ibu dalam memberi makan anak usia 9-11
bulan adalah:
1. Tetap meneruskan pemberian ASI.
2. Memberikan MP-ASI dalam bentuk makanan lunak seperti nasi tim atau
makanan yang dicincang kecil sehingga mudah ditelan anak dengan
frekuensi pemberian 3-4 kali sehari.
3. Memberikan makanan dengan porsi setengah gelas/mangkuk atau
sebanyak 125 cc perkali makan.
4. Memberikan makanan selingan yang dapat dipegang anak diantara waktu
makan lengkap sebanyak 1-2 kali sehari.
5. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak
d. Usia 1-2 tahun (12-24 bulan)
1. Mulai memperkenalkan anak dengan makanan keluarga yang terdiri dari
¾ gelas nasi (200 cc), 1 potong kecil ikan/daging/ayam/telur, 1 potong
kecil tempe/tahu atau 1 sdm kacang-kacangan, ¼ gelas sayur, dan 1
potong buah dengan frekuensi 3-4 kali sehari.
2. Memberikan makanan selingan seperti bubur dan kue dua kali sehari.
3. Meneruskan pemberian ASI apabila memungkinkan.
e. Usia 2-5 tahun (24-60 bulan)
1. Memberikan anak makanan orang dewasa dengan frekuensi tiga kali
sehari.
2. Memberikan anak ½ porsi makanan orang orang dewasa yang terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah.
3. Memberikan makanan selingan seperti bubur kacang hijau, biskuit, dan
kue dua kali sehari di antara waktu makan.
4. Tidak memberikan makanan manis dekat dengan waktu makan, karena
dapat mengurangi nafsu makan anak.33
2.4.2. Pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan
Asuh kesehatan berdasarkan aspek pola asuh meliputi praktik kebersihan dan
sanitasi lngkungan dan perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti
pencarian pelayanan kesehatan. Anak balita adalah kelompok usia yang rentan
terserang penyakit, terkait dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah
tangga dan sekelilingnya. Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit,
penanganan anak balita sakit dan status imunisasi adalah faktor yang
memengaruhi tingkat kesehatan anak balita dan status gizi anak balita.
Perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang sakit dan pemantauan
kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat
memengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi