• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Anak dan Ibu, Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Anak dan Ibu, Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2014"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK ANAK DAN IBU, STATUS GIZI ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SENTOSA BARU

KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN

TAHUN 2014

SKRIPSI

Oleh:

SRI NOVITA AMELIA NIM. 101000033

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KARAKTERISTIK ANAK DAN IBU, STATUS GIZI ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SENTOSA BARU

KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN

TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

SRI NOVITA AMELIA NIM. 101000033

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Indonesia masih dalam kondisi masalah gizi kompleks terlihat dari angka prevalensi gizi buruk meningkat 4,9% tahun 2010 menjadi 5,7% tahun 2013 dan prevalensi gizi kurang meningkat 17,9% tahun 2010 menjadi 19,6% tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Puskesmas Sentosa Baru merupakan Puskesmas dengan jumlah balita gizi buruk dan gizi kurang tertinggi sekota Medan pada desember 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi proporsi status gizi anak balita berdasarkan karakteristik anak dan ibu di wilayah kerja Puskesmas Sentosa baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah balita usia 7 – 59 bulan dengan sampel yang diambil secara purposive sampling yaitu 100 orang. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis secara univariat.

Hasil penelitian menunjukkan distribusi proporsi anak balita dengan gizi baik (61%), gizi kurang (24%), gizi buruk (11%) dan gizi lebih (4%). Proporsi balita gizi buruk berdasarkan karakteristik anak dan ibu yaitu 13 – 24 bulan (22,2%), laki-laki (16,7%), Asi Eksklusif (18,8%), imunisasi tidak lengkap (16,7%), ada riwayat penyakit infeksi (18,9%), ada riwayat penyakit ISPA (20,6%), ada riwayat penyakit diare (15,8%), bekerja (12,5%), pendidikan tinggi (12,0%), jumlah anak 1 – 2 orang (12,2%) dan pengetahuan kurang (11,4%). Proporsi balita gizi kurang berdasarkan karakteristik anak dan ibu yaitu 12 – 24 bulan (33,3%), perempuan (26,9%), ASI Eksklusif (25,0%), imunisasi tidak lengkap (33,3%), tidak ada riwayat penyakit infeksi (27,7%), tidak ada riwayat ISPA (25,8%), ada riwayat diare (21,1%), bekerja (25,0%), pendidikan rendah (32,0%), jumlah anak >2 orang (33,3%) dan pengetahuan kurang (40,0%). Proporsi balita gizi lebih berdasarkan karakteristik anak dan ibu yaitu 25 - 36 bulan (8,0%), laki-laki (4,2%), tidak ASI Eksklusif (4,8%), imunisasi lengkap (4,5%), tidak ada riwayat penyakit infeksi (4,3%), tidak ada riwayat ISPA (4,5%), ada riwayat diare (5,3%), bekerja (18,8%), pendidikan tinggi (4,0%) dan rendah (4,0%), jumlah anak >2 orang (11,1%) dan pengetahuan kurang (5,7%).

Pihak Puskesmas Sentosa Baru diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan mengenai manfaat ASI eksklusif dan pengetahuan gizi pada ibu serta dapat meningkatkan pemantauan status gizi anak balita.

(5)

Abstract

Indonesia is still in a state of complex nutritional problems seen from prevalence rate of severe nutrition increased 4.9% in 2010 to 5.7% in 2013 and prevalence rate of mild nutrition increased 17.9% in 2010 to 19.6% in 2013 (Riskesdas, 2013). Sentosa Baru Public Health Center is the highest number of children under five with severe-mild nutrition in Medan in December 2013.

The purpose of this study is to determine the distribution of nutritional status of children under five years‘s proportion based on the characteristics of children and mothers in the Puskesmas Sentosa Baru Medan Perjuangan Sub-District in 2014. This study is a descriptive study. The population is all children aged 7-59 months with samples taken by purposive sampling of 100 children. Data obtained from interviews with the questionnaire and analyzed using univariate.

The results show that the distributions of children under five’s proportion are good nutrition (61%), mild nutrition (24%), severe nutrition (11%) and over nutrition (4%). The proportions of children under five with severe nutrition based on the characteristics of children and mothers are 13-24 months (22.2%), male (16.7%), exclusive breastfeeding (18.8%), incomplete immunization (16.7%), no history of infectious disease (18.9%), no history of respiratory disease (20.6%), having history of diarrhea (15.8%), having a job (12.5%), high education (12.0%), having 1 – 2 children (12.2%) and low knowledge (11.4%). The proportion of children under five with mild nutrition based on the characteristics of children and mothers are 12-24 months (33.3%), female (26.9%), exclusive breastfeeding (25.0%), incomplete immunization (33.3%), no history of infectious diseases (27.7%), no history of respiratory infection (25.8%), having history of diarrhea (21.1%), having a job (25.0%), low education (32.0%), having >2 children (33.3%) and low knowledge (40.0%). The proportion of children under five with over nutrition based on the characteristics of children and mothers are 25-36 months (8.0%), males (4.2%), no exclusive breastfeeding (4.8%), complete immunization (4.5%), no history of infectious disease (4.3%), no history of respiratory infection (4.5%), having history of diarrhea (5.3%), having a job (18.8%), high education (4.0%) and low (4.0%), the number of children> 2 people (11.1%) and lack of knowledge (5.7%).

It is suggested to Sentosa Baru Public Health Center to improve counseling on the benefits of exclusive breastfeeding and nutritional knowledge and also to improve the monitoring of nutritional status of children under five.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sri Novita Amelia

Tempat/ Tanggal Lahir : Batusangkar/ 28 November 1992

Agama : Islam

Anak Ke : 4 dari 4 Bersaudara

Status Perkawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Desa Malintang, Kecamatan Salimpaung Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1997-1998 : TK Al-hidayah Malintang 2. Tahun 1998-2004 : SD Negeri 09 Malintang 3. Tahun 2004-2007 : MTsN Lawang Mandahiling 4. Tahun 2007-2010 : SMA Negeri 1 Sungai Tarab 5. Tahun 2010-2014 : Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Riwayat Organisasi : 1. Anggota Humas UKMI FKM USU Periode 2010 – 2011

2. Departemen Keuangan dan Perlengkapan HmI Komisariat FKM USU Periode 2011 – 2012

3. Wakil Bendahara Umum HmI Komisariat FKM USU Perioede 2011- 2012

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang berkat rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Anak dan Ibu, Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2014”, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat (SKM) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKMU-USU) Medan.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu dr. Rahayu Lubis, M.Kes, Ph.D selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing, memberi kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing, memberi kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

(8)

6. Ibu Dra. Jumirah, Apt. M.Kes selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

7. Ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penasehat Akademik yang telah memberikan bimbingan dan nasehat selama perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ibu Ratna Uli Tumanggor yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Ibu dr. Hanum Nasution selaku Kepala Puskesmas Sentosa Baru beserta staf yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian.

10.Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua penulis, Bapak Zainal Zen (alm) dan Ibu Yuliar yang telah membesarkan dan mendidik penulis, juga untuk do’a serta restu yang selalu diberikan kepada penulis.

11.Abang dan Kakak tersayang (uda BJ, uda Def, Uda Riki, kak Ina, kak Ini, kak

Nella) serta semua keluarga untuk do’a dan dukungannya.

12.Keluarga Barokah (Magda, Siti, Nur, Cya, Muthia, dan Anggi) yang selama 4 tahun ini telah menjadi sahabat yang selalu memberikan semangat, dukungan

dan do’a.

13.Sahabat-sahabat Jangak (Ebi, Riris, Hanif, Ria, Kak Nad, Cimab) yang telah

memberikan semangat, do’a dan juga bantuan pada penulis.

(9)

15.Kawan – kawan stambuk 2010 khususnya Riri Astika Indriani yang telah

membeikan dukungan, semangat dan do’a.

16.Teman-teman di peminatan Epidemiologi FKM USU atas semua do’a, bantuan serta semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan serta masih memerlukan penyempurnaan, hal ini tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang penulis miliki.

Medan, Juli 2014 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1. Tujuan Umum ... 8

1.3.2. Tujuan Khusus ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Gizi ... 10

2.2. Fungsi Gizi ... 10

2.3. Status Gizi ... 12

2.4. Penilaian Status Gizi ... 13

2.5. Metode Penilaian Status Gizi ... 13

2.5.1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung ... 13

2.5.2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung ... 16

2.6. Klasifikasi Status Gizi ... 17

2.7. Masalah Gizi Kurang ... 19

2.8. Epidemiologi Gizi Kurang ... 20

2.8.1. Distribusi dan Frekuensi Balita Gizi Kurang ... 20

2.8.2. Faktor Determinan Balita Gizi Kurang ... 21

2.9. Dampak Gizi Kurang ... 26

2.10. Pencegahan Gizi Kurang ... 27

2.10.1. Pencegahan Primer ... 27

2.10.2. Pencegahan Sekunder... 28

2.10.3. Pencegahan Tersier ... 28

2.11. Kerangka Konsep Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 30

3.2.2. Waktu Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1. Populasi ... 30

3.3.2. Sampel ... 30

3.4. Metode Pengambilan Sampel ... 31

(11)

3.5.1. Data Primer ... 31

3.5.2. Data Sekunder ... 31

3.6. Defenisi Operasional ... 31

3.7. Aspek Pengukuran ... 33

3.8. Instrumen Penelitian... 36

3.9. Analisa Data ... 36

BAB IV HASIL ... 37

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 37

4.1.1. Geografi... 37

4.1.2. Sosiodemografi ... 38

4.1.3. Tenaga Kesehatan ... 38

4.2. Karakteristik Anak Balita ... 39

4.2.1. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Umur ... 39

4.2.2. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

4.2.3. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Status ASI Eksklusif ... 40

4.2.4. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Status Imunisasi ... 40

4.2.5. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit Infeksi ... 41

4.2.6. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit ISPA ... 42

4.2.7. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Penyakit Diare .... 42

4.3. Karakteristik Ibu Balita ... 43

4.3.1. Distribusi Proporsi Ibu Balita Berdasarkan Pekerjaan ... 43

4.3.2. Distribusi Proporsi Ibu Balita Berdasarkan Pendidikan... 43

4.3.3. Distribusi Proporsi Ibu Balita Berdasarkan Jumlah Anak Balita ... 44

4.3.4. Distribusi Proporsi Ibu Balita Berdasarkan Pengetahuan Ibu ... 44

4.4. Status Gizi Anak Balita ... 47

BAB V PEMBAHASAN ... 54

5.1. Karakteristik Anak Balita ... 54

5.1.1. Umur Anak Balita ... 54

5.1.2. Jenis Kelamin Balita ... 54

5.1.3. Status ASI Eksklusif ... 55

5.1.4. Status Imunisasi ... 56

5.1.5. Riwayat Penyakit Infeksi ... 58

5.1.6. Riwayat Penyakit ISPA ... 58

5.1.7. Riwayat Penyakit Diare... 59

5.2. Karakteristik Ibu Balita ... 59

5.2.1. Pekerjaan Ibu ... 59

(12)

5.2.4. Pengetahuan Ibu ... 62

5.3. Status Gizi Anak Balita ... 62

5.3.1. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Umur... 64

5.3.2. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64

5.3.3. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Status ASI Eksklusif... 64

5.3.4. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Status Imunisasi... 65

5.3.5. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit Infeksi ... 66

5.3.6. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Pekerjaan Ibu ... 66

5.3.7. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Pendidikan Ibu... 66

5.3.8. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Jumlah Anak ... 67

5.3.9. Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Pengetahuan Ibu ... 67

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 69

6.1. Kesimpulan ... 69

6.2. Saran ... 70 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Kuesioner Penelitian 2. Master Data

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penentuan Status Gizi Anak ... 18

Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Sentosa Baru ... 38

Tabel 4.2. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Umur ... 39

Tabel 4.3. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Jenis Kelamin ... 39

Tabel 4.4. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Status ASI Eksklusif ... 40

Tabel 4.5. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Pemberian Kolostrum ... 40

Tabel 4.6. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Status Imunisasi ... 40

Tabel 4.7. Distribusi Proporsi Status Imunisasi Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014 ... 41

Tabel 4.8. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit Infeksi ... 41

Tabel 4.9. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit ISPA ... 42

Tabel 4.10. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit Diare ... 42

Tabel 4.11. Distribusi Proporsi Ibu Balita Berdasarkan Pekerjaan ... 43

Tabel 4.12. Distribusi Proporsi Ibu Balita Berdasarkan Pendidikan... 43

Tabel 4.13. Distribusi Proporsi Ibu Balita Berdasarkan Kategori Pendidikan... 44

Tabel 4.14. Distribusi Proporsi Ibu Balita Berdasarkan Jumlah Anak Balita ... 44

Tabel 4.15. Distribusi Proporsi Ibu Balita Berdasarkan Pengetahuan ... 44

Tabel 4.16. Distribusi Proporsi Ibu Balita Berdasarkan Kategori Pengetahuan ... 46

Tabel 4.17. Distribusi Proporsi Pengetahuan Ibu Berdasarkan Status Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2014 ... 47

(14)

Tabel 4.19. Distribusi Proporsi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik Anak ... 48 Tabel 4.20. Distribusi Proporsi Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Karakteristik

(15)

ABSTRAK

Indonesia masih dalam kondisi masalah gizi kompleks terlihat dari angka prevalensi gizi buruk meningkat 4,9% tahun 2010 menjadi 5,7% tahun 2013 dan prevalensi gizi kurang meningkat 17,9% tahun 2010 menjadi 19,6% tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Puskesmas Sentosa Baru merupakan Puskesmas dengan jumlah balita gizi buruk dan gizi kurang tertinggi sekota Medan pada desember 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui distribusi proporsi status gizi anak balita berdasarkan karakteristik anak dan ibu di wilayah kerja Puskesmas Sentosa baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah balita usia 7 – 59 bulan dengan sampel yang diambil secara purposive sampling yaitu 100 orang. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis secara univariat.

Hasil penelitian menunjukkan distribusi proporsi anak balita dengan gizi baik (61%), gizi kurang (24%), gizi buruk (11%) dan gizi lebih (4%). Proporsi balita gizi buruk berdasarkan karakteristik anak dan ibu yaitu 13 – 24 bulan (22,2%), laki-laki (16,7%), Asi Eksklusif (18,8%), imunisasi tidak lengkap (16,7%), ada riwayat penyakit infeksi (18,9%), ada riwayat penyakit ISPA (20,6%), ada riwayat penyakit diare (15,8%), bekerja (12,5%), pendidikan tinggi (12,0%), jumlah anak 1 – 2 orang (12,2%) dan pengetahuan kurang (11,4%). Proporsi balita gizi kurang berdasarkan karakteristik anak dan ibu yaitu 12 – 24 bulan (33,3%), perempuan (26,9%), ASI Eksklusif (25,0%), imunisasi tidak lengkap (33,3%), tidak ada riwayat penyakit infeksi (27,7%), tidak ada riwayat ISPA (25,8%), ada riwayat diare (21,1%), bekerja (25,0%), pendidikan rendah (32,0%), jumlah anak >2 orang (33,3%) dan pengetahuan kurang (40,0%). Proporsi balita gizi lebih berdasarkan karakteristik anak dan ibu yaitu 25 - 36 bulan (8,0%), laki-laki (4,2%), tidak ASI Eksklusif (4,8%), imunisasi lengkap (4,5%), tidak ada riwayat penyakit infeksi (4,3%), tidak ada riwayat ISPA (4,5%), ada riwayat diare (5,3%), bekerja (18,8%), pendidikan tinggi (4,0%) dan rendah (4,0%), jumlah anak >2 orang (11,1%) dan pengetahuan kurang (5,7%).

Pihak Puskesmas Sentosa Baru diharapkan dapat meningkatkan penyuluhan mengenai manfaat ASI eksklusif dan pengetahuan gizi pada ibu serta dapat meningkatkan pemantauan status gizi anak balita.

(16)

Abstract

Indonesia is still in a state of complex nutritional problems seen from prevalence rate of severe nutrition increased 4.9% in 2010 to 5.7% in 2013 and prevalence rate of mild nutrition increased 17.9% in 2010 to 19.6% in 2013 (Riskesdas, 2013). Sentosa Baru Public Health Center is the highest number of children under five with severe-mild nutrition in Medan in December 2013.

The purpose of this study is to determine the distribution of nutritional status of children under five years‘s proportion based on the characteristics of children and mothers in the Puskesmas Sentosa Baru Medan Perjuangan Sub-District in 2014. This study is a descriptive study. The population is all children aged 7-59 months with samples taken by purposive sampling of 100 children. Data obtained from interviews with the questionnaire and analyzed using univariate.

The results show that the distributions of children under five’s proportion are good nutrition (61%), mild nutrition (24%), severe nutrition (11%) and over nutrition (4%). The proportions of children under five with severe nutrition based on the characteristics of children and mothers are 13-24 months (22.2%), male (16.7%), exclusive breastfeeding (18.8%), incomplete immunization (16.7%), no history of infectious disease (18.9%), no history of respiratory disease (20.6%), having history of diarrhea (15.8%), having a job (12.5%), high education (12.0%), having 1 – 2 children (12.2%) and low knowledge (11.4%). The proportion of children under five with mild nutrition based on the characteristics of children and mothers are 12-24 months (33.3%), female (26.9%), exclusive breastfeeding (25.0%), incomplete immunization (33.3%), no history of infectious diseases (27.7%), no history of respiratory infection (25.8%), having history of diarrhea (21.1%), having a job (25.0%), low education (32.0%), having >2 children (33.3%) and low knowledge (40.0%). The proportion of children under five with over nutrition based on the characteristics of children and mothers are 25-36 months (8.0%), males (4.2%), no exclusive breastfeeding (4.8%), complete immunization (4.5%), no history of infectious disease (4.3%), no history of respiratory infection (4.5%), having history of diarrhea (5.3%), having a job (18.8%), high education (4.0%) and low (4.0%), the number of children> 2 people (11.1%) and lack of knowledge (5.7%).

It is suggested to Sentosa Baru Public Health Center to improve counseling on the benefits of exclusive breastfeeding and nutritional knowledge and also to improve the monitoring of nutritional status of children under five.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (Depkes RI, 2009). Setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan yang artinya harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat.

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik Indonesia (Depkes RI, 2009).

(18)

negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia yaitu : 1) Derajat Kesehatan; 2) Pendidikan; dan 3) Ekonomi (Depkes RI, 2009).

Menurut laporan penelitian yang dirilis oleh United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2013, nilai IPM Indonesia pada tahun 2012 meningkat dari 0,624 di tahun 2011 menjadi 0,629. Sehingga menjadikan Indonesia naik tiga posisi ke peringkat 121 dari 187 Negara. Menduduki peringkat yang sama dengan Indonesia adalah Afrika Selatan dan Kiribati. Meski naik tiga peringkat, IPM Indonesia masih di bawah rata-rata dunia 0,694 atau regional 0,683 (VoA, 2013).

Indonesia dikategorikan sebagai “Negara Pembangunan Menengah” bersama

45 negara lainnya. Peringkat Indonesia masih jauh di bawah beberapa negara anggota ASEAN. Singapura memiliki IPM tertinggi di antara negara-negara ASEAN dengan 0,895 dan peringkat 18 di seluruh dunia. Brunei memiliki IPM 0,855 dan berada di peringkat 30, sementara Malaysia memiliki IPM 0,769 dengan peringkat 64. Thailand dan Filipina masing-masing ada di peringkat 103 dan 114, dengan IPM 0,690 dan 0,654 (VoA, 2013)

Salah satu penentu kualitas sumber daya manusia adalah gizi. Pangan sebagai sumber zat gizi menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Karena begitu penting peranannya, pangan dan gizi dapat dianggap sebagai kebutuhan dan modal dasar pembangunan serta memberikan kontribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas (UNICEF, 2012).

(19)

dihadapkan dengan masalah gizi baru yaitu obesitas. Masalah gizi yang terjadi merupakan masalah multidimensi yang dipengaruhi oleh berbagai macam faktor seperti faktor ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pertanian dan kesehatan. Masalah gizi merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.

Masalah gizi secara garis besar disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor langsung yang mempengaruhi status gizi adalah asupan makanan (energi dan protein) dan penyakit penyerta. Sedangkan faktor tidak langsung adalah tingkat pengetahuan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, pola asuh, sosial budaya, ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan dan faktor lingkungan (Depkes RI, 2007).

Masalah gizi pada hakikatnya menjadi masalah kesehatan masyarakat namun, penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Oleh karena itu pendekatan penanggulangannya harus melibatkan berbagai sektor yang terkait. Masalah gizi tidak lagi semata-mata masalah kesehatan tetapi juga masalah kemiskinan, pemerataan, dan masalah kesempatan kerja (Supariasa, 2002).

(20)

dilaksanakan melalui pelayanan yang berkelanjutan pada periode kesempatan emas kehidupan, yaitu sejak janin dalam kandungan dan bayi baru lahir sampai berumur 2 tahun (Bappenas, 2010).

Menurut hasil UNICEF-WHO (2012), diperkirakan terdapat 101 juta anak dibawah usia lima tahun di seluruh dunia mengalami masalah berat badan kurang, menurun dibandingkan dengan perkiraan sebanyak 159 juta pada tahun 1990. Meskipun prevalensi berat badan kurang pada anak usia dibawah lima tahun mengalami penurunan sejak tahun 1990, rata-rata kemajuan kurang berarti dengan jutaan anak masih termasuk dalam kategori beresiko.

Pada periode tahun 1996-2005 kekurangan gizi pada balita di Timor Leste (46%), Kamboja (45%), dan Myanmar (32%). Sementara Thailand mampu menurunkan 50% kekurangan gizi pada anak hanya dalam waktu 4 tahun (1982-1986) melalui fokus pelayanan untuk kelompok ibu dan anak (Bappenas, 2011).

Di Indonesia, persoalan gizi ini juga merupakan salah satu persoalan utama dalam pembangunan manusia. Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas kependudukan yang sangat beraneka ragam, Indonesia dihadapi oleh dinamika persoalan gizi. Indonesia masih dalam kondisi masalah gizi yang kompleks terlihat dari angka nasional Indonesia, dimana 1 dari 23 anak meninggal sebelum usia 5 tahun dan 1 dari 3 anak balita terhambat pertumbuhannya (UNICEF, 2012).

(21)

2007 yaitu 18,4% menurun menjadi 17,9% tahun 2010 namun kemudian meningkat lagi menjadi 19,6% tahun 2013. Sementara itu prevalensi gizi buruk pada tahun 2007 yaitu 5,4% menurun menjadi 4,9% pada tahun 2010 namun kembali meningkat 5,7% tahun 2013. (Riskesdas, 2013).

Tidak berubahnya prevalensi status gizi, kemungkinan besar belum meratanya pemantauan pertumbuhan, dan terlihat kecenderungan proporsi balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari 25,5% pada tahun 2007 menjadi 34,3% pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Kesenjangan masalah gizi kurang menurut provinsi sangat lebar, beberapa provinsi mengalami kemajuan pesat dan prevalensinya sudah relatif rendah, tetapi beberapa provinsi lain prevalensi gizi kurang masih sangat tinggi (Riskesdas, 2010).

Dari 33 provinsi di Indonesia 18 provinsi diantaranya Sumatera Utara masih memiliki prevalensi gizi buruk dan gizi kurang di atas angka prevalensi nasional. yaitu berkisar antara 21,2% sampai 33,1% (Riskesda, 2013). Sementara itu menurut hasil survei Pemantauan Status Gizi (PSG) yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bekerja sama dengan FKM USU menujukkan bahwa prevalensi gizi kurang dan buruk mengalami kencenderungan penurunan sejak tahun 2006. Prevalensi gizi buruk pada balita menurun dari 8,1% pada tahun 2006 menjadi 4,2% pada tahun 2009 dan prevalensi gizi kurang menurun dari 20,8% menjadi 16,2% (Bapedda Provsu, 2012).

(22)

yang berat badannya tidak naik 2 kali beresiko mengalami gizi kurang 12,6 kali dibandingkan balita yang berat badannya naik terus. Bila frekuensi tidak naik lebih sering, maka resiko akan lebih besar (Depkes RI, 2005a).

Sejumlah penelitian telah menunjukkan peran penting zat gizi tidak saja pada pertumbuhan fisik tubuh tetapi juga dalam pertumbuhan otak, perkembangan perilaku, motorik, dan kecerdasan (Jalal, 2009). Kekurangan gizi pada masa kehamilan dan anak usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan gangguan perkembangan kognitif. Selain itu, akibat kekurangan gizi dapat berdampak pada perubahan perilaku sosial, berkurangnya perhatian dan kemampuan belajar sehingga berakibat pada rendahnya hasil belajar. Penelitian lain juga menyimpulkan bahwa intervensi gizi hanya akan efektif jika dilakukan selama kehamilan dan 2-3 tahun pertama kehidupan anak (Bappenas, 2010).

Anak yang memiliki status gizi kurang atau buruk (underweight) berdasarkan pengukuran berat badan terhadap umur (BB/U) yang sangat rendah dibanding standar WHO mempunyai resiko kehilangan tingkat kecerdasan atau intelligence quotient (IQ) sebesar 10-15 poin (Bappenas, 2010). Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan fisik dan perkembangan kecerdasaan, menurunkan produktifitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat meningkatnya kesakitan dan kematian (Direk Gizi RI, 2004).

(23)

dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik sehingga berakibat gizi buruk. Oleh karena itu, mencegah terjadinya infeksi juga dapat mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi buruk (Bappenas, 2010).

Penelitian Simbolon (2008) di Kecamatan Medan Belawan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita, mengemukakan variabel yang memiliki hubungan yang bermakna secara signifikan dengan status gizi anak balita adalah status imunisasi, penyakit ISPA, pola asuh, tingkat penghasilan keluarga dan kesehatan lingkungan. Penelitian Ihsan (2012) mengenai faktor yang berhubungan dengan status gizi anak balita menunjukkan bahwa riwayat diare mempunyai hubungan yang bermakna secara signifikan terhadap status gizi kurang pada balita.

Oleh karena beragamnya penyebab dari masalah gizi pada anak balita dan begitu juga dengan karakteristik anak balita serta karakteristik Ibu balita yang mengalami masalah gizi, maka perlu dilihat bagaimana karakteristik tersebut guna mempermudah upaya penanggulangan masalah gizi di masing-masing daerah. Begitupun di wilayah kerja Puskesmas Sentosa baru Kecamatan Medan Perjuangan yang merupakan daerah dengan jumlah kejadian gizi kurang tinggi di Kota Medan menurut laporan Dinas Kesehatan Kota Medan pada bulan Desember 2013.

(24)

1.2. Perumusan Masalah

Belum diketahuinya karakteristik anak dan ibu serta distribusi proporsi status gizi anak balita berdasarkan karakteristik anak dan ibu di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan kota Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik anak dan ibu serta distribusi proporsi status gizi anak balita berdasarkan karakteristik anak dan ibu di wilayah kerja Puskesmas Sentosa baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014.

1.3.2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui distribusi proporsi anak balita berdasarkan karakteristik anak (umur, jenis kelamin, status ASI Eksklusif, status imunisasi, dan riwayat penyakit infeksi meliputi penyakit ISPA dan diare) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014.

b) Mengetahui distribusi proporsi anak balita berdasarkan karakteristik ibu (pekerjaan ibu, pendidikan ibu, jumlah anak dan pengetahuan ibu) di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014. c) Mengetahui distribusi proporsi status gizi anak balita di wilayah kerja

Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014.

(25)

1.3.3. Manfaat Penelitian

a) Sebagai bahan informasi bagi Puskesmas Sentosa Baru dalam meningkatkan pelayanan khususnya upaya perbaikan status gizi balita di wilayah kerja. b) Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam upaya

penanggulangan masalah gizi kurang pada anak balita.

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gizi

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normaldari organ serta menghasilkan energi (Supariasa, 2002). WHO mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh, dan menghasilkan energi (Yuniastuti, 2008).

Zat gizi atau nutrient merupakan substansi yang diperoleh dari makanan dan digunakan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh. Berbagai zat gizi yang diperlukan tubuh dapat digolongkan ke dalam enam macam yaitu (1) karbohidrat, (2) protein, (3) lemak, (4) vitamin, (5) mineral dan (6) air. Sementara itu energi dapat diperoleh dari pembakaran karbohidrat, protein dan lemak di dalam tubuh.

2.2. Fungsi Gizi

(27)

a) Energi

Zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, protein dan lemak. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan aktivitas. Ketiga zat gizi ini termasuk ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar. Ketiga zat gizi ini terdapat dalam jumlah yang banyak dalam bahan pangan. Dalam fungsi sebagai zat pemberi energi, ketiga zat ini disebut dengan zat pembakar.

b) Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh

Protein, mineral dan air merupakan zat pembangun yang digunakan oleh tubuh untuk membentuk sel-sel baru, dan menggantikan sel-sel yang rusak (Almatsier, 2004).

c) Mengatur proses tubuh

(28)

Di dalam kehidupan manusia, ada empat manfaat makanan yang dibutuhkan manusia yaitu (1) pemelihara proses tubuh, (2) energi, (3) mengatur metabolisme dan keseimbangan air, mineral dan cairan tubuh lainnya, serta (4) berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi (Notoatmodjo, 1997).

2.3. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat mengonsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Secara klasik, kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energi, membangun dan memelihara jaringan tubuh serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh (Almatsier, 2004).

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan.Pengertian lain menyebutkan bahwa status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu , atau perwujudan daristatus tubuh yang berhubungan dengangizi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2002).

Status gizi baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan(Almatsier, 2004).

(29)

perkembangan status gizi anak (Depkes RI, 2002). Status gizi merupakan indikator kesehatan yang penting karena anak usia di bawah lima tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi (Handayani, 2008).

2.4. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang beresiko atau dengan status gizi buruk.

2.5. Metode Penilaian Status Gizi

Pada dasarnya penilaian status gizi dapat dibagi menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung.

2.5.1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung 1) Antropometri

Antropometri Gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

(30)

dengan pengukuran antropometri karena lebih praktis dan mudah dilakukan (Supariasa, 2002).

Beberapa indikator antropometri yang sering digunakan yaitu:

a) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Indikator BB/U memberikan gambaran tentang status gizi yang sifatnya umum, tidak spesifik namun sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek, lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, baik untuk mengatur status gizi akut dan kronis, berat badan dapat berfluktuasi serta dapat mendeteksi kegemukan.

Berat badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Dalam keadaan normal dan keadaan kesehatan baik, keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin maka berat badan berkembang mengikuti bertambahnya umur. Dalam keadaan abnormal ada dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

b) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

(31)

kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang pada kelompok usia balita di negara berkembang (Soekirman, 2000).

c) Berat Badan Menurut Tinggi badan (BB/TB)

Indikator BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini (Supariasa, 2002). Pada tahun 1978, WHO lebih menganjurkan penggunaan BB/TB karena dapat menghilangkan faktor umur yang menurut pengalaman sulit didapatkan secara benar, dan lebih menggambarkan keadaan kurang gizi akut pada waktu sekarang, walaupun tidak dapat menggambarkan keadaan gizi pada waktu lampau.

2) Klinis

(32)

karena itu, metode laboratorium harus digunakan sebagai pelengkap metode klinis.

3) Biokimia

Cara biokimia lazim juga disebut cara laboratorium. Cara ini dapat digunakan untuk mendeteksi keadaan defisiensi subklinis yang semakin penting dalam era pengobatan preventif. Metode ini sangat bersifat objektif, bebas dari factor emosi dan subjektif lain sehingga biasanya digunakan untuk melengkapi cara penilaian status gizi lainnya.

4) Biofisik

Cara biofisik adalah dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktir jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik, cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

2.5.2. Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status secara gizi tidak langsung dapat dibedakan menjadi tiga metode yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi (Supariasa, 2002).

1) Survei konsumsi makanan

(33)

jenis pangan yang dikonsumsi, metode pengumpulan data yang dapat dilakukan adalah metode recall 24 jam, food records, dan weighing method. Secara kualitatif akan diketahui frekuensi makan maupun cara memperoleh makanan. Metode yang dapat digunakan adalah food frequency questionnaire dan dietary history.

2) Statistik vital

Penilaian status gizi dengan menggunakan statistik vital adalah dengan menganalisis data statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyakit tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunannya dipertimbangkan sebagai indikator tidak langsung status gizi masyarakat.

3) Variabel ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi yang merupakan hasil akhir dari interaksi multi faktor dari faktor lingkungan fisik, biologi, sosial, ekonomi, politik dan budaya. Jumlah makanan yang tersedia juga bergantung pada keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.

2.6. Klasifikasi Status Gizi

(34)

National Centre for Health Statics) digunakan sebagai baku antropometri Indonesia (Depkes RI, 2011). Dimana penilaian status gizi balita dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan.

Tabel 2.1 Penentuan Status Gizi Anak Umur 0-60 Bulan

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z Score) Berat Badan Menurut

Umur (BB/U)

Gizi Buruk < -3 SD

Gizi Kurang -3 sampai -2 SD

Gizi Baik -2 SD sampai 2 SD

Gizi Lebih > 2 SD

Panjang Badan Menurut Umur (PB/U) Atau Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Sangat Pendek < -3 SD

Pendek -3 sampai -2 SD

Normal -2 SD sampai 2 SD

Tinggi > 2 SD

Berat Badan Menurut Panjang Badan (BB/PB)

Sangat Kurus < -3 SD

Kurus -3 sampai -2 SD

Normal -2 SD sampai 2 SD

Gemuk > 2 SD

Sumber : Standar Antropometri Dirjen Bina Gizi RI tahun 2011

Beberapa indikator status gizi sebagai hasil kesimpulan dari penilaian status gizi tersebut dikategorian sebagai berikut:

a. Jika BB/U dan TB/U rendah sedangkan BB/TB normal ; kesimpulannya keadaan gizi anak saat ini baik, tetapi anak tersebut mengalami masalah kronis, karena berat badan anak proporsional dengan tinggi badan.

(35)

c. BB/U , TB/U dan BB/TB rendah ; anak mengalami kurang gizi berat dan kronis. Artinya pada saat ini keadaan gizi anak tidak baik dan riwayat masa lalunya juga tidak baik.

d. BB/U, TB/U dan BB/TB normal ; kesimpulannya keadaan gizi anak baik pada saat ini dan masa lalu.

e. BB/U rendah; TB/U normal; BB/TB rendah ; kesimpulannya anak mengalami kurang gizi yang berat (kurus), keadaan gizi anak secara umum baik tetapi berat badannya kurang proporsional terhadap tinggi badannya karena tubuh anak jangkung.

2.7. Masalah Gizi Kurang

WHO pada tahun 1963 menyatakan bahwa dari segi kesehatan masyarakat, gizi kurang merupakan masalah terbesar di dunia. Suatu masyarakat disebut tidak mempunyai masalah kesehatan masyarakat bila 95% balita berstatus gizi baik (antara -2 SD s/d +2 SD). Dan dikatakan mempunyai masalah kesehatan masyarakat bila terdapat >2% gizi kurang (< -2 SD s/d -3 SD ) atau >0,5% gizi buruk (< -3 SD).

Gizi kurang merupakan gangguan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Kurang gizi meliputi kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Secara nasional ada 4 masalah gizi kurang utama di Indonesia yaitu: kurang kalori dan protein (KKP), kekurangan vitamin A, kekurangan zat besi dan anemia gizi besi, dan gangguan akibat kurang yodum (GAKY).

(36)

jika di telusuri adalah akibat langsung maupun tidak langsung dari kekurangan asupan gizi (Supariasa, 2002).

2.8. Epidemiologi Gizi Kurang

Epidemiologi gizi merupakan penerapan teknik epidemiologi dalam upaya memahami penyebab (kausa) dalam populasi yang terpajan dengan satu atau lebih faktor gizi yang diyakini sangat penting, dan juga untuk dapat menggambarkan distribusi serta frekuensi dari permasalahan gizi.

2.8.1. Distribusi dan Frekuensi Balita Gizi Kurang

a) Orang

(37)

b) Tempat dan Waktu

Pada periode tahun 1996-2005 Indonesia menduduki posisi ke-4 tertinggi angka kekurangan gizi pada balita yaitu sebesar 28% setelah Timor Leste (46%), Kamboja (45%), dan Myanmar (32%). Dibandingkan dengan negara yang rendah persentasinya yaitu Malaysia (11%) dan Thailand (18%), Indonesia masih jauh tinggi. Pada tahun 2007 prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang dan pendek masing-masing 18,4% dan 36,8% sehingga Indonesia termasuk di antara 36 negara di dunia yang memberi 90% kontribusi masalah gizi dunia.

Pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek secara nasional menurun menjadi masing-masing 17,9% dan 35,6%, tetapi masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Direk Gizi RI, 2004). provinsi yang masing berada diatas prevalensi nasional adalah 1. Nusa Tenggara Barat (30,5%), 2. Nusa Tenggara Timur (29,4%), 3. Kalimantan Barat (29,2%), 4. Kalimantan Tengah (27,6%), 5. Sulawesi Tengah (26,5%), 6. Papua Barat (26,5%), 7. Gorontalo (26,5%), 8. Maluku (26,2%), 9. Sulawesi Tengah (25%), 10. Aceh (23%), 11. Maluku Utara (23,6%), 12. Kalimantan Selatan (22,8%), 13. Sulawesi Tenggara (22,8%), 14. Sumatera Utara (21,3%), 15. Sulawesi Barat (20,5%), 16. Sumatera Selatan (19,9%), 17. Jambi (19,7%) dan 18. Banten (18,5%). (Riskesdas, 2010).

2.8.2. Faktor Determinan Balita Gizi Kurang

(38)

[image:38.612.63.550.100.562.2]

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi

Sumber: UNICEF 1990, disesuaikan dengan kondisi Indonesia.

Pola Asuh Pemberian

ASI/MP-ASI

Pola Asuh Psikososial Penyediaan MP-ASI Ketersediaan

dan Pola Konsumsi Rumah tangga

Status Gizi Anak Balita

Daya Beli, Akses Pangan, Akses Informasi, Akses Pelayanan Status Infeksi Konsumsi Makanan

Kemiskinan, ketahanan Pangan dan Gizi, Pendidikan

Pembangunan Ekonomi, Politik, Sosial, dan Budaya

Pelayanan Kesehatan

Dan Lingkungan

Dampak

Penyebab Langsung

Penyebab Tidak Langsung

(39)

Dari gambar diatas, terlihat bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita baik secara langsung maupun tidak langsung.

a. Faktor yang Mempengaruhi secara Langsung.

Faktor yang mempengaruhi secara langsung yaitu faktor kurang makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling mendorong (mempengaruhi). Sebagai contoh bayi dan anak yang tidak mendapatkan ASI dan makanan pendamping ASI yang tepat memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi sepert diare dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) mengakibatkan asupan zat gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik (Direk Gizi RI, 2004).

b. Faktor yang Mempengaruhi secara Tidak Langsung 1.) Tidak Mendapatkan Air Susu Ibu (ASI)

ASI merupakan sumber nutrisi yang sangat penting bagi bayi dan dalam jumlah yang cukup dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4-6 bulan pertama. ASI mengandung berbagai komposisi zat gizi yaitu protein, karbohidrat (glukosa, galaktosa,dan glukosamin), lemak, mineral, vitamin dan air. ASI juga mengandung antibodi yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi.

2.) Daya Beli dan Ketahanan Pangan Keluarga

(40)

3.) Pola Asuh Gizi

Pola asuh gizi yang salah dapat memberikan kontribusi kejadian gizi kurang pada balita. Pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat, karena diberikan terlalu dini atau terlambat, jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan bayi pada setiap tahapan usia dan tidak bergizi seimbang untuk memenuhi asupan kalori, protein dan gizi mikro (vitamin dan mineral). Hanya 41% keluarga yang mempunyai perilaku pemberian makanan bayi yang benar (Direk Gizi RI, 2004).

4.) Jumlah Anak dalam Keluarga

Jumlah anak akan mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga tak terkecuali anak balita. Dengan banyaknya jumlah anak dalam keluarga maka kebutuhan makanan yang seharusnya hanya diberikan pada satu anak akan terbagi dengan anak yang lain yang sama-sama memerlukan gizi yang optimal.

Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebagian memang demikian, sebab seandainya keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada anak-anak yang lebih tua.

5.) Tingkat Pendidikan Ibu

(41)

menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya.

6.) Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah yang timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga, ibu harus memiliki pengetahuan tentang gizi baik melalui pendidikan formal maupun informal. Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi.

Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan

jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi.

7.) Pekerjaan Ibu

Ibu yang sudah mempunyai pekerjaan penuh tidak lagi dapat memberikan perhatian penuh terhadap anak balitanya, apalagi untuk mengurusnya. Meskipun tidak semua ibu bekerja tidak mengurus anaknya, akan tetapi kesibukan dan beban kerja yang ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya. Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk tugas-tugas pemeliharaan anak.

8.) Sanitasi Lingkungan

(42)

Lingkungan yang kurang sehat dapat mengakibatkan balita mengalami penyakit diare, kecacingan, tiffus dan penyakit infeksi berbasis lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi gizi anak-anak.

Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan kebersihan lingkungan besar pengaruhnya terhadap pengasuhan anak. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, semakin kecil kemungkinan resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi.

9.) Pelayanan Kesehatan

Upaya pelayanan kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan status gizi anak sehingga terhindar dari kematian dini dan mutu fisik yang rendah. Pelayanan kesehatan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu dalam meningkatkan derajat kesehatan.

2.9. Dampak Gizi Kurang Balita

Anak berusia satu sampai lima tahun atau yang disebut dengan balita adalah salah satu kelompok pendudukan yang rawan terhadap kekurangan gizi. Masa balita sering dinyatakan sebagai masa kritis dalam rangka mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, terlebih pada periode 2 tahun pertama merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan otak yang optimal.

(43)

setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat esensial.

Pertumbuhan bayi sangat cepat terlihat dari pertambahan berat badan bayi menjadi 2 kali lipat dari berat badan waktu lahir saat berumur 4-6 bulan, dan menjadi 3 kali lipat pada saat berumur 1 tahun, serta panjang badan bertambah 50% dari panjang saat lahir pada tahun pertama, dan menjadi 2 kali lipat pada waktu berumur 4 tahun.

Kekurangan gizi adalah salah satu penyebab utama kematian bayi dan anak-anak, hal ini mengakibatkan berkurangnya kuantitas sumber daya manusia di masa depan. Secara kualitas keadaan gizi kurang juga mengakibatkan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan sehingga kemampuan anak-anak untuk belajar, beraktivitas dan bersikap akan lebih terbatas dibandingkan dengan anak yang normal. 2.10. Pencegahan Gizi Kurang

Tujuan dari pencegahan adalah menghalangi perkembangan penyakit dan kesakitan sebelum sempat berlanjut. Konsep pencegahan meluas, mencakup langkah-langkah untuk mengganggu atau memperlambat penyakit atau kelainan. Dari perluasan ide inilah tiga tahapan pencegahan dikembangkan (Timreck, 2004).

2.10.1.Pencegahan Primer

(44)

a. Promosi kesehatan seperti penyuluhan tentang ASI Eksklusif, penyuluhan tentang prilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pemantauan kadarzi (keluarga sadar gizi), dan penyebarluasan pedoman umum gizi seimbang (PUGS)

b. Proteksi spesifik seperti pemberian kapsul vitamin A untuh mencegah kekurangan vitamin A, pemberian tablet Fe, pemberian MP-ASI setelah umur 6 bulan, penggunan garam beriodium dan lain-lain.

2.10.2.Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder lebih ditujukan pada skrining kesehatan dan deteksi untuk menentukan status patogenik setiap individu di dalam populasi. Jika status patogenik ditemukan lebih dini, diagnosis dan pengobatan dini yang dilakukan dapat mencegah kondisi untuk berkembang dan dapat menghentikan atau memperlambat perkembangan penyakit (Timreck, 2004). Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam pencegahan sekunder:

a. Pendeteksian dini seperti pemantauan tumbuh kembang balita di Posyandu, pemantauan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), pemantauan konsumsi pangan keluarga, dan pemantauan status gizi (PSG).

b. Pengobatan dini yang tepat seperti pemberian makanan untuk pemulihan gizi kepada keluarga dengan gizi kurang.

2.10.3.Pencegahan Tersier

(45)

pengobatan, sekaligus pendidikan pasien yang sesuai, perubahan prilaku dan perubahan gaya hidup, semua diperlukan agar ketidakmampuan tidak terjadi lagi (Timreck, 2004). Adapun hal yang dapat dilakukan dalam pencegahan tersier adalah melakukan pencegahan meluasnya kasus dengan koordinasi lintas program dan lintas sektor dengan cara memberikan bantuan pangan dan pengobatan penyakit.

2.11. Kerangka Konsep Penelitian

Karakteristik Anak : Umur

Jenis Kelamin Status ASI Eksklusif Status Imunisasi

Riwayat Penyakit Infeksi Status Gizi

Anak Balita Karakteristik Ibu :

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru, kecamatan Medan Perjuangan kota Medan, dengan pertimbangan bahwa jumlah kasus gizi kurang pada balita di wilayah tersebut paling tinggi se-kota Medan per desember 2013.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan bulan Februari sampai Juli tahun 2014. 3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan kota Medan. Dari survei pendahuluan yang dilaksanakan diketahui bahwa jumlah anak balita adalah 13.348 anak balita.

3.3.2. Sampel

Sampel dihitung dengan menggunakan rumus Slovin:

n =

(47)

= 99.2564 99 anak balita

Dari perhitungan, didapatkan bahwa sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 99 anak balita digenapkan menjadi 100 anak balita.

3.4. Metode Pengambilan Sampel

Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Dengan kriteria inklusi :

1) Ibu balita yang datang ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru

2) Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru 3) Bersedia menjadi responden

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh dari ibu balita dengan metode wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner tertutup. Data-data tersebut adalah data karakteristik balita (umur, jenis kelamin, status ASI Eksklusif, status imunisasi dan riwayat penyakit infeksi yang meliputi penyakit ISPA dan diare), dan karakteristik ibu balita (pekerjaan ibu, pendidikan ibu, jumlah anak dan pengetahuan ibu).

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Sentosa Baru, dan KMS anak balita. 3.6. Defenisi Operasional

(48)

kemudian diinterpretasikan dengan standar WHO 2005 dengan menggunakan indikator BB/U.

b) Anak balita adalah anak berusia di bawah lima tahun (7-59 bulan) dari keluarga responden.

c) Umur adalah usia balita saat dilakukan penelitian. Umur dihitung dalam bulan yang ditentukan dari tanggal lahir sampai tanggal penimbangan berat badan dengan ketentuan :

1) Dilakukan pembulatan ke atas bila lebih dari 15 hari dan sebaliknya.

2) Bila tidak ingat tanggal lahir maka tanggal lahir ditentukan pada tanggal 15.

3) Bila tidak ingat bulan lahir maka bulan lahir ditentukan pada bulan 6

d) Status ASI Eksklusif adalah riwayat pemberian Air Susu Ibu (ASI) saja, tanpa disertai bahan makanan lain sampai umur bayi mencapai 6 bulan.

e) Status imunisasi adalah jenis imunisasi yang didapatkan anak balita sesuai dengan umurnya, yang dilihat dari KMS.

f) Riwayat penyakit infeksi adalah riwayat penyakit baik Infeksi Saluran Pernapasan atas Akut (ISPA) maupun diare yang pernah diderita anak dalam satu bulan terakhir dan saat pengambilan data dinilai dari jawaban responden pada kuesioner mengenai ISPA dan diare.

(49)

mengeluarkan ingus, tenggorokan sakit, demam, dan tanpa sesak napas.

2) Diare adalah penyakit yang pernah atau sedang diderita anak dalam satu bulan terakhir saat pengambilan data dengan gejala buang air

besar ≥ 4 kali sehari dengan konsistensi cair dengan atau tanpa

muntah.

g) Pendidikan Ibu adalah jenjang pendidikan terakhir yang berhasil ditamatkan oleh Ibu balita.

h) Pekerjaan Ibu adalah aktivitas rutin Ibu yang dilakukan pada saat survei dalam rangka memberikan penghasilan tambahan pada keluarga.

i) Jumlah anak adalah banyaknya anak balita yang dilahirkan oleh responden yang masih hidup dan tinggal dalam satu rumah.

j) Pengetahuan Ibu adalah tingkat pemahaman Ibu mengenai gizi anak balita. 3.7. Aspek Pengukuran

a) Status gizi dilihat dari skor z dengan indeks BB/U yang dihitung dengan menggunakan aplikasi WHO-Anthro.

Kategori status gizi berdasarkan skor z dengan indeks BB/U adalah: 1. Gizi lebih : > 2 SD

2. Gizi baik : - 2 SD s/d +2 SD 3. Gizi kurang : - 3 SD s/d -2 SD 4. Gizi buruk : < -3 SD

(50)

2. Perempuan

c) Umur anak balita dikategorikan atas : 1. 7-12 bulan

2. 13-24 bulan 3. 25-36 bulan 4. 37-59 bulan

d) Status ASI Eksklusif dikategorikan atas : 1. ASI Eksklusif

2. Tidak ASI eksklusif

e) Status Imunisasi dilihat dari catatan KMS responden dan dikategorikan atas : 1. Lengkap

2. Tidak lengkap : jika terdapat satu atau lebih imunisasi tidak diberikan. f) Penyakit Infeksi dikategorikan atas :

1. Ada 2. Tidak ada

1) ISPA dikategorikan atas : 1. Ada

2. Tidak ada

2) Diare dikategorikan atas : 1. Ada

2. Tidak ada

g) Pendidikan Ibu dibedakan atas:

(51)

2. Tamat SD/MI 3. Tamat SLTP/MTs 4. Tamat SLTA/MA 5. Tamat Akademi/PT

Dalam analisa statistik, pendidikan Ibu dikategorikan atas :

1. Pendidikan rendah, jika pendidikan responden tidak sekolah/tidak tamat SD/SD/SMP

2. Pendidikan tinggi, jika pendidikan responden tamat Akademi/PT h) Pekerjaan Ibu dibedakan atas :

1. Bekerja 2. Tidak Bekerja

i) Jumlah anak dalam keluarga dikategorikan atas : 1. >2 orang

2. 1-2 orang

j) Pengetahuan Ibu diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan mengenai pentingnya ASI, pentingnya penimbangan balita, pedoman pemberian makanan pada balita dan zat gizi pada makanan. Jika jawaban responden benar diberi nilai 1 dan jika salah diberi nilai 0. Berdasarkan skoring maka pengetahuan ibu dibedakan atas :

(52)

3.8. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data adalah : a) Kuesioner, yang berisi data identitas diri responden, identitas anak

balita, pertanyaan tentang status ASI Eksklusif, status imunisasi, riwayat penyakit infeksi, dan pengetahuan ibu.

b) Timbangan tipe Bathroom Scale dengan maksimum berat 100 kg dan ketelitian 100 g.

3.9. Analisa Data

Data yang diperoleh kemudian diolah dengan bantuan SPSS (Statistical Product and Service Solution) melalui tahapan editing, coding, entry dan cleaning data. Kemudian data disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan grafik.

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 4.1.1. Geografi

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru yang terletak di Jalan Sentosa Baru No.22 Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan, dengan batas wilayah :

a. Sebelah Utara : Kecamatan Medan Tembung dan Medan Timur b. Sebelah Selatan: Kecamatan Medan Tembung

c. Sebelah Barat : Kecamatan Medan Area dan Medan Kota d. Sebelah Timur : Kecamatan Medan Timur

Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru meliputi 9 kelurahan yaitu : a. Kelurahan Sei Kera Hilir I

(54)

Pada wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru terdapat 2 buah Puskesmas Pembantu (Pustu) yaitu Puskesmas Pembantu Sidorame Timur yang terdapat di Jalan Permai Lorong Kerto dan Puskesmas Pembantu Sei Rengas yang terletak di Jalan Madong Lubis.

Di wilayah kerja ini juga terdapat 64 posyandu. Posyandu ini dilaksanakan setiap hari senin sampai kamis di wilayah masing-masing dan didampingi oleh petugas kesehatan dari Puskesmas. Penelitian ini dilaksanakan di 15 Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru.

4.1.2. Sosio Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru yaitu 151.795 jiwa, yang terdiri dari 23.779 Kepala Keluarga.

[image:54.612.113.534.443.655.2]

4.1.3. Tenaga Kesehatan

Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sentosa Baru

Tenaga Kesehatan Jumlah (orang)

Dokter Umum 4

Dokter Gigi 2

Sarjana Kesehatan Masyarakat 2

Perawat 2

SPK 4

SPRG 1

SPRA 1

Akper 5

DIII Gizi 2

LCPK 1

DIII Bidan 5

DIII Analis 2

DIV Bidan 1

(55)

4.2. Karakteristik Anak Balita

Karakteristik anak balita pada penelitian ini terdiri dari variabel umur, jenis kelamin, status ASI Eksklusif, status imunisasi, dan riwayat penyakit infeksi yang meliputi penyakit ISPA dan diare. Adapun distribusi karakteristik anak balita adalah : 4.2.1 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja

[image:55.612.108.507.268.355.2]

Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2014

Tabel 4.2. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

Umur f %

7 – 12 Bulan 31 31

13 – 24 Bulan 18 18

25 – 36 Bulan 37 – 59 Bulan

25 26

25 26

Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.2. di atas dapat dilihat bahwa proporsi anak balita yang berumur 7 – 12 bulan yaitu 31%, umur 13 – 24 bulan yaitu 18%, umur 25 – 36 bulan yaitu 25% dan umur 37 – 59 bulan yaitu 26%.

4.2.2 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2014

Tabel 4.3. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

Jenis Kelamin f %

Laki-laki 48 48

Perempuan 52 52

Total 100 100

[image:55.612.108.533.529.593.2]
(56)

4.2.3 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Status ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2014

Tabel 4.4. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Status ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

ASI Eksklusif f %

Asi Eksklusif 16 16

Tidak ASI Eksklusif 84 84

Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.4.di atas dapat dilihat bahwa proporsi anak balita yang mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 16% dan yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif yaitu 84%.

Tabel 4.5. Distribusi Proporsi Pemberian Kolostrum Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

Pemberian Kolostrum f %

Ya 34 34

Tidak 66 66

Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.5. di atas dapat dilihat bahwa proporsi anak balita yang diberi kolostrum yaitu 34% dan yang tidak diberi kolostrum yaitu 66%.

4.2.4 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Status Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2014

Tabel 4.6. Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Status Imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

Status Imunisasi f %

Lengkap 88 88

Tidak lengkap 12 12

(57)
[image:57.612.105.537.202.296.2]

Berdasarkan tabel 4.6. di atas dapat dilihat bahwa proporsi anak balita yang mendapatkan imunisasi lengkap yaitu 88% dan yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap yaitu 12%.

Tabel 4.7. Distribusi Proporsi Status Imunisasi Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

Status Imunisasi

Umur

Total 7 – 12

Bulan

13 – 24 Bulan

25 – 36 Bulan

37 – 59 Bulan

f % f % f % f % f %

Lengkap 29 33,0 17 19,3 22 25,0 20 22,7 88 100 Tidak lengkap 2 16,7 1 8,3 3 25,0 6 50,0 12 100

Berdasarkan tabel 4.7. di atas dapat dilihat bahwa dari 88 anak balita yang berstatus imunisasi lengkap sebanyak 29 orang (33,0%) berumur 7 – 12 bulan, 17 orang (19,3%) berumur 13 – 24 bulan, 22 orang (25,0%) berumur 25 – 36 bulan dan 20 orang (22,7%) berumuur 37 – 59 bulan. Ada 12 anak balita dengan status imunisasi tidak lengkap sebanayk 2 orang (16,7%) berumur 7 – 12 bulan, 1 orang (8,3%) berumur 13 – 24 bulan, 3 orang (25,0%) berumur 25 – 36 bulan dan 6 orang (50,0%) berumur 37 – 59 bulan.

4.2.5 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit Infeksi di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2014

Tabel 4.8. Distribusi Proporsi Anak Balita berdasarkan Riwayat Penyakit Infeksi di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

Riwayat Penyakit Infeksi f %

Ada 53 53

Tidak ada 47 47

[image:57.612.111.533.592.656.2]
(58)

Berdasarkan tabel 4.8. di atas dapat dilihat bahwa proporsi anak balita yang memiliki riwayat penyakit infeksi yaitu 53% dan yang tidak memiliki riwayat penyakit infeksi yaitu 47%.

4.2.6 Distribusi Proporsi Anak Balita Berdasarkan Riwayat Penyakit ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Tahun 2014

Tabel 4.9. Distribusi Proporsi Anak Balita berdasarkan Riwayat Penyakit ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2014

ISPA f %

Ada 34 34

Tidak ada 66 66

Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.9. di atas dapat dilihat bahwa proporsi anak balita yang memiliki riwayat penyakit ISPA yaitu 34% dan yang tidak memiliki riwayat penyakit ISP

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi Sumber: UNICEF 1990, disesuaikan dengan kondisi Indonesia
Tabel 4.1. Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sentosa Baru
Tabel 4.3. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Anak Balita di Wilayah Kerja
Tabel 4.8. Distribusi Proporsi Anak Balita berdasarkan Riwayat Penyakit
+7

Referensi

Dokumen terkait

hubungan lama kesakitan ISPA dan diare dengan status gizi anak balita. di wilayah kerja Puskesmas

tentang gizi balit, asupan energi dan protein balita dengan status gizi. balita di wiayah kerja Puskesmas Banyudono I,

dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara status gizi kurang dan status gizi baik dengan lama rawat inap. Artinya, balita dengan status gizi kurang mempunyai

Saran yang diajukan, bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggali lagi faktor yang berhubungan dengan status gizi balita, bagi masyarakat diharapkan dapat melakukan

Puskesmas Sentosa Baru, Kecamatan Medan Perjuangan merupakan salah satu puskesmas dari 39 Puskesmas di Kota Medan yang memiliki kasus gizi buruk dan kurang pada balita

Hasil Penelitian: Hasil penelitian bivariat memperlihatkan ada hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi balita dengan status gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Pleret

Hasil analisis bivariat dan multivariat menunjukkan nilai p &lt; 0,05 yang berarti ada pengaruh yang bermakna pola asuh kesehatan terhadap status gizi balita .Hasil

Riwayat Status Gizi Pada Ibu Hamil Riwayat status gizi pada ibu hamil yang mempunyai balita diperoleh sebagian besar dari ibu responden kondisi normal tidak KEK saat hamil berjumlah