BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil
dan merata di seluruh wilayah Republik Indonesia.1
Derajat kesehatan yang optimal dapat dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsur–unsur mortalitas dan yang memengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi. Keadaan gizi yang baik adalah syarat utama untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam pembangunan kesehatan. Menurut UNICEF (United Nation of Children and Education Federation), masalah gizi dalam pembangunan kependudukan masih dianggap menjadi masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.2 Oleh karena itu, persoalan ini merupakan salah satu butir penting yang menjadi kesepakatan global dalam MDG’s (Milleneum Development Goals). Setiap negara secara bertahap harus mampu mengurangi jumlah balita bergizi buruk atau gizi kurang mencapai 15,5 % pada tahun 2015.3 Dalam Program Lanjutan MDG’s yaitu SDG’s (Sustainable Development Goals), salah satu perhatian khusus di bidang kesehatan adalah meningkatkan
gizi. Salah satu tujuan SDG’s pada tahun 2030 ialah mengakhiri segala bentuk
malnutrisi, termasuk mencapai target internasional 2025 untuk penurunan stunting
dan wasting pada balita menjadi <5%.4
Kekurangan gizi dapat memberikan konsekuensi buruk dimana manifestasi terburuk dapat menyebabkan kematian. Masalah gizi buruk dan gizi kurang tampaknya belum dapat teratasi dengan baik dalam skala internasional maupun nasional, dimana pada tahun 2013 tercatat 101 juta anak di dunia dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi.5
Permasalahan gizi di Indonesia juga merupakan salah satu persoalan utama dalam pembangunan manusia. Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas
kependudukan yang sangat beraneka ragam, Indonesia dihadapkan oleh dinamika persoalan gizi buruk.6
Masa balita merupakan masa keemasan kedua bagi anak. Pertumbuhan balita pada masa ini tidak bertumbuh sepesat saat masa bayi, tetapi kebutuhan nutrisi mereka tetap merupakan prioritas utama dalam perkembangan seorang anak.7 Status gizi merupakan indikator kesehatan yang penting. Menurut Soegeng,
ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, anak usia di bawah lima tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi.8 Jika gizi kurang
terjadi dan tidak segera ditangani maka dikhawatirkan akan berkembang menjadi gizi buruk.
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4% tahun 2007 menurun menjadi 17,9% tahun 2010 kemudian meningkat menjadi 19,6% tahun 2013. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk, yaitu dari 5,4% pada tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahun selama periode 2010-2013 ada peningkatan jumlah gizi kurang dan gizi buruk.9
Provinsi Sumatera Utara yang terdiri atas 33 kabupaten/kota memiliki angka prevalensi balita gizi buruk dan kurang masih tinggi. Prevalensi balita gizi buruk dan kurang berdasarkan analisis antropometri pada tahun 2013 sebesar 22,4% yang terdiri dari 8,3% gizi buruk dan 14,1% gizi kurang. Angka ini lebih tinggi 2,8% dengan angka prevalensi gizi buruk dan kurang secara nasional, yaitu 19,6%. Dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara, 17 kabupaten/kota memiliki prevalensi gizi buruk dan kurang diatas angka prevalensi provinsi, yaitu berkisar
antara 22,6% di Kabupaten Serdang Bedagai sampai 41,4% di Kabupaten Padang Lawas. Angka prevalensi gizi buruk dan kurang tertinggi terdapat pada 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Padang Lawas sebesar 41,4%, Nias Utara sebesar 40,7% dan Nias Barat sebesar 37,5%, sedangkan berdasarkan sasaran MDG’s 2015 prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita sebesar 15,5%.10
Satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mempertajam identifikasi akar masalah gizi buruk dan kurang, yaitu adanya fakta bahwa kasus gizi buruk dan
kurang tidak selalu terjadi pada keluarga miskin atau yang tinggal di lingkungan miskin. Balita yang tinggal di lingkungan baik juga dapat mengalami gizi buruk dan kurang. Terdapat juga beberapa faktor-faktor yang memengaruhi gizi balita seperti karakteristik ibu yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan serta faktor dari keluarga seperti jumlah anggota keluarga.
Kota Medan merupakan salah satu bagian wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang berdasarkan analisis antropometri di Kota Medan tahun 2013 sebesar 19,3% yang terdiri dari 4,2% gizi buruk dan 15,1%
gizi kurang. Angka prevalensi ini mendekati angka nasional, yaitu sebesar 19,6%.10
Puskesmas Sentosa Baru, Kecamatan Medan Perjuangan merupakan salah satu puskesmas dari 39 Puskesmas di Kota Medan yang memiliki kasus gizi buruk dan kurang pada balita masih tinggi. Berdasarkan hasil pemantauan status gizi di Puskesmas Sentosa Baru tahun 2014, ditemukan kasus gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 58 balita, terdiri dari 3 balita gizi buruk dan 55 balita gizi kurang. Tahun 2015 kasus gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 48 balita, terdiri dari 5 balita gizi buruk dan 43 balita gizi kurang meskipun Kecamatan Medan Perjuangan merupakan wilayah perkotaan.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan kajian tentang
“Gambaran Status Gizi Balita Berdasarkan Antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2016”.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran status gizi balita berdasarkan antropometri di
Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan ? 1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran status gizi balita berdasarkan Antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan.
1.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui Umur (U), Berat Badan (BB), dan Tinggi Badan (TB) anak balita di Puskesmas Sentosa Baru, Kecamatan Medan Perjuangan.
2. Untuk mengetahui karakteristik ibu balita, yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga di Puskesmas
Sentosa Baru, Kecamatan Medan Perjuangan.
3. Untuk mengetahui status gizi berdasarkan indeks Antropometri,
yaitu Berat Badan/Umur (BB/U), dan Berat Badan/Tinggi Badan Badan (BB/TB) pada anak balita di Puskesmas Sentosa Baru, Kecamatan Medan Perjuangan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk: 1. Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Kota Medan
Sebagai informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas di Kota medan, khususnya Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan.
2. Masyarakat
Sebagai bahan informasi tentang status gizi balita. 3. Peneliti
a. Menerapkan ilmu yang telah diperoleh dari perkuliahan ke dalam kehidupan sosial sekaligus dapat mengetahui status gizi subjek secara langsung dari data primer.
b. Menambah wawasan peneliti tentang Ilmu Gizi secara khusus dan Ilmu Kedokteran secara umum.