• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Status Gizi Balita Berdasarkan Antropometri Di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Status Gizi Balita Berdasarkan Antropometri Di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2016"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

Status gizi berarti keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang

ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.11

Menurut Supariasa, status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam

bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel

tertentu dan merupakan indeks yang statis.12

Menurut Depkes RI, status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang

akibat keseimbangan antara pemasukan dan penggunaan zat gizi yang berasal dari

pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator

yang digunakan.13 Menurut Suharjo, status gizi adalah keadaan kesehatan individu

atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi serta zat

gizi lainnya yang diperoleh dari pangan, makanan dan fisiknya dapat diukur

secara antropometri.14 Menurut Almatsier, status gizi adalah keadaan tubuh

sebagai akibat konsumsi makan dan penggunaan zat-zat gizi dan gangguan gizi

terjadi baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih.15

Status gizi balita yang tidak seimbang menyebabkan pertumbuhan seorang

anak akan terganggu, misalnya anak tersebut mengalami gizi kurang

(underweight), kurus (wasted), pendek (stunted) atau gizi lebih (overweight).

2.2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi, secara garis besar dibedakan atas 2 jenis yaitu: (1)

penilaian status gizi secara langsung yang terdiri dari: biokimia, klinis,

antropometri, dan biofisik, (2) penilaian status gizi secara tidak langsung terdiri

dari: survei konsumsi makanan, statistik vital dari faktor ekologi, penggunaan

metode penilaian status gizi dengan pertimbangan tujuan unit sampel, jenis

informasi tingkat reliabilitas dan akurasi, ketersediaan fasilitas dan peralatan,

(2)

Menurut Siagian, penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan

adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara umum, antropometri

berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi

tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk

melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.16

Menurut Gibson, salah satu metode untuk menilai status gizi secara langsung

adalah dengan antropometri. Antropometri berarti ukuran tubuh manusia,

sehingga antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran

dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.17

Indeks antropometri yang direkomendasikan antara lain: berat badan menurut

umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut

umur (TB/U), lingkar lengan atas (LILA), lingkar dada menurut umur (LIDA),

lingkar kepala (LIKA), tebal lemak bawah kulit menurut umur dan rasio lingkar

panggul dengan pinggul.

2.2.1. Jenis parameter yang digunakan

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur

beberapa parameter. Parameter antropometri merupakan ukuran tunggal dari

tubuh manusia.12 Parameter tersebut terdiri dari :

a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan

umur akan menyebabkan kesalahan interpretasi status gizi.

b. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang paling sering digunakan

pada bayi baru lahir. Berat badan menggambarkan jumlah protein dan lemak, air

serta mineral pada tulang.

c. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter penting untuk menggambarkan riwayat

keadaan yang lalu dengan keadaan sekarang.

d. Lingkar Lengan Atas

(3)

f. Lingkar Dada

g. Jaringan Lunak

Parameter yang didapat sangat dipengaruhi oleh berat badan lahir, etnis, faktor

keluarga, dan lingkungan. Parameter antropometri terdiri dari tinggi atau panjang

badan; berat badan; lingkar kepala; ketebalan kulit, baik pinggang maupun lengan

atas; lingkar lengan atas; dan lingkar betis.18

Berdasarkan parameter antropometri yang telah disebutkan sebelumnya, ada

beberapa parameter antropometri yang utama. Pengukuran tersebut dapat dilihat

pada Tabel 2.1.

Stature/tinggi badan Kepala, os. vertebralis, os. sacralis, ekstremitas bawah

Tulang

Berat badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan:

khususnya lemak, otot, tulang, dan air

Lingkar lengan Lemak bawah kulit Lemak (lebih sering digunakan secara teknik di negara maju)

Otot, tulang Otot (secara teknik lebih sedikit digunakan di negara maju)

Lipatan lemak Lemak bawah kulit, kulit Lemak

Sumber: Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford Univer sity Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265.

2.2.2. Indeks pengukuran status gizi dengan antropometri

Menurut Depkes RI, status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan

(BB) dan tinggi badan (TB).19 Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam

bentuk 3 indikator antropometri yaitu : berat badan menurut umur (BB/U), tinggi

badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

(4)

balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (z-score) dengan

menggunakan antropometri menurut WHO.20 Selanjutnya berdasarkannilai score

masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan

sebagai berikut:

a. Berdasarkan Indikator BB/U

Kategori gizi buruk Z-score < -3,0

Kategori gizi kurang Z-score≥ -3,0 sampai dengan Z-score < -2,0

Kategori gizi baik Z-score≥ -2,0 sampai dengan Z-score≤ 2,0

Kategori gizi lebih Z-score > 2,0

b. Berdasarkan Indikator TB/U

Kategori sangat pendek Z-score < -3,0

Kategori pendek Z-score≥ -3,0 sampai dengan Z-score <-2,0

Kategori normal Z-score≥ -2,0 sampai dengan Z-score≤ 2,0

Kategori tinggi Z-score > 2,0

c. Berdasarkan Indikator BB/TB

Kategori sangat kurus Z-score < -3,0

Kategori kurus Z-score≥ -3,0 sampai dengan Z-score < -2,0

Kategori normal Z-score≥ -2,0 sampai dengan Z-score≤ 2,0

Kategori gemuk Z-score > 2,0

Menurut Depkes RI, status gizi balita berdasarkan indikator BB/U memberikan

gambaran tentang status gizi bersifat umum dan tidak spesifik.21 Tinggi rendahnya

prevalensi gizi buruk atau gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi

pada balita, namun tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut

bersifat akut atau kronis.

Status gizi yang didasarkan pada indikator BB/TB menggambarkan status gizi

bersifat akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang

pendek seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare.

Dalam keadaan demikian, berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak

proporsional dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. Selain

mengindikasikan masalah gizi bersifat akut, juga dapat digunakan sebagai

(5)

terhadap tinggi badan. Besarnya masalah kekurusan (kurus dan sangat kurus) pada

balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah jika

prevalensi kekurusan >5%. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius

bila prevalensi kekurusan antara 10,1% -15,0% dan dianggap kritis bila prevalensi

kekurusan sudah diatas 15,0%.22

Status gizi berdasarkan indikator TB/U menggambarkan status gizi bersifat

kronis, sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan,

perilaku pola asuh yang kurang baik, sering menderita penyakit secara berulang

karena higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menggunakan BB/U sebagai metode

pengukuran status gizi buruk dan BB/TB sebagai penentu status gizi anak.

Dengan alasan yang hampir sama, yaitu perubahan berat badan menunjukkan

gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat.23 Ini dapat diakibatkan oleh

penurunan nafsu makan, sakit (misalnya diare), ataupun kurang cukupnya makan.

Adapun hambatan pertambahan tinggi badan menunjukkan gangguan

pertumbuhan dalam waktu yang lama.13 Hal ini seperti dituliskan pada Gambar

(6)

Gambar 2.1. Mekanisme Pengawasan Pertumbuhan Anak

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2007. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk I, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hlm.18. BB/U= berat badan menurut umur, BB/TB= berat badan menurut tinggi badan, DS= Deviasi Standa r, NCHS= National Centre for Health Statistics.

Berdasarkan rujukan tersebut, maka acuan yang dipakai untuk mengetahui

status gizi anak balita pada penelitian ini adalah BB/U dan BB/TB.

ISI Kartu KMS Timbang

Anak

Bila BB/U >60% atau >-3 DS <-2 DS

Bila BB/U < 60% atau < -3 DS

ANAK : BB KURANG (kecuali ada edema → Gizi Buruk

Tentukan status gizi dengan BB/TB

Bila BB/TB ≥ 70% median NCHS atau ≥ -3

DS Skor Z

Bila BB/TB < 70% median NCHS atau

< -3 DS Skor Z

Anak : Kurus atau Gizi Kurang

(7)

2.2.3. Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri

Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel

2.2.

Tabel 2.2. Kelebihan dan Keterbatasan Pengukuran Antropometri

Kelebihan Keterbatasan

Relatif murah. Membutuhkan data referensi yang relevan

Cepat, sehingga dapat dilakukan pada populasi yang besar

Kesalahan yang muncul, seperti kesalahan pada peralatan (belum dikalibrasi) dan kesalahan pada observer (kesalahan pengukuran dan pencatatan)

Objektif Hanya mendapatkan data

pertumbuhan, obesitas, malnutrisi karena kurang energi dan protein Gradabel, artinya dapat dirangking Tidak mendapatkan informasi

mengenai defisiensi zat gizi mikro Tidak menimbulkan rasa sakit pada

responden

Sumber: Rangkuman Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265

Berdasarkan kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri serta

adanya faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan, maka peneliti

menggunakan metode pengukuran antropometri. Faktor-faktor lain tersebut adalah

tujuan pengukuran, yaitu melihat fisik anak balita; unit sampel yang diukur, yaitu

kelompok masyarakat rawan gizi; ketersediaan fasilitas peralatan, tenaga, waktu

dan dana.12

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita

Akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah krisis ekonomi, politik dan

sosial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah pokok dalam

masyarakat, seperti: (a) pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan,

(b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya

(8)

Masalah-masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3 hal sebagai penyebab tidak

langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan pangan, (2) pola asuh anak

tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak

memadai. Timbulnya ketiga masalah tersebut mengakibatkan makanan tidak

seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang

gizi.5

Menurut Suhardjo, faktor-faktor yang memengaruhi status gizi adalah : (1)

faktor pertanian yang meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman

sampai dengan produksi dan pemasaran; (2) faktor ekonomi, yaitu besarnya

pendapatan keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan

keluarga; (3) faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, anggapan terhadap

suatu makanan yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan tertentu, kesukaan

terhadap jenis makanan tertentu; (4) faktor fisiologi, yaitu metabolisme zat gizi

dan pemanfaatannya oleh tubuh, keadaan kesehatan seseorang, adanya keadaan

tertentu misalnya hamil dan menyusui; dan (5) faktor infeksi, yaitu adanya suatu

penyakit infeksi dalam tubuh.14

Faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi selain faktor-faktor diatas

adalah besar keluarga, pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan seseorang.14 Besar

keluarga meliputi banyaknya jumlah individu dalam sebuah keluarga, pembagian

makan dalam keluarga dan jarak kelahiran anak.

Pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan

sehari-hari dalam menyediakan kebutuhan pangan, sedangkan tingkat pendidikan

seseorang akan memengaruhi daya nalar seseorang dalam interpretasi terhadap

suatu hal. Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang

erat dengan pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang

tinggi mungkin akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan

baik. Membesarkan anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun

seorang ibu perlu keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi

akan kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari

(9)

Beberapa variabel yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian kurang gizi pada anak balita sebagai berikut:

a. Asupan Zat Gizi

Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel

dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh

untuk tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Makanan yang ideal harus

mengandung cukup energi dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan

yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sendiri tetapi diperlukan bagi kesehatan dan

pertumbuhan) harus tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan

sehari-harinya. Jumlah energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan

normal tergantung dari kualitas zat gizi yang dikonsumsi, bagaimana zat gizi

dicerna, bagaimana zat gizi diserap dan penggunaan oleh tubuh itu sendiri.25

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam

peningkatan kualitas fisik, mental dan kecerdasan. Oleh karena itu asupan pangan

masih perlu dipelajari karena berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi

masyarakat atau individu di suatu wilayah.26 Status gizi buruk pada anak balita

akibat dari asupan gizi yang buruk, cenderung meningkat seiring dengan

menurunnya kemampuan masyarakat untuk memperoleh pangan.27

Menurut Siagian, salah satu metode dalam menilai kebiasaan asupan adalah

FFQ (Food Frequency Questionaire) merupakan salah satu metode yang cocok

untuk penilaian kebiasaan asupan pangan dalam kajian epidemiologis. Dengan

modifikasi, metode ini dapat menyediakan data asupan kebiasaan zat gizi. FFQ

sering dirancang untuk mendapatkan informasi yang spesifik, seperti asupan zat

gizi makro dan mikro.16

Penelitian Preston et al, pada anak sekolah di Puerto Rico, menunjukkan

bahwa validasi dengan menggunakan metode FFQ adalah tepat digunakan untuk

mengestimasi asupan energi pada anak sekolah di Puerto Rico, serta mikronutrien

pada anak sekolah menengah atas. Hasil dari penelitian ini kini menjadi instrumen

(10)

b. Penyakit Infeksi

Faktor lain yang secara langsung memengaruhi status gizi adalah adanya

infeksi. Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan

makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya

malnutrisi ringan akan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh, sehingga

dapat menyebabkan infeksi.25

Pada umumnya baik infeksi umum maupun infeksi lokal mendapat respon

metabolik bagi penderitanya yang disertai dengan kekurangan zat gizi. Penelitian

yang dilakukan menunjukkan bahwa kurang gizi dapat menyebabkan gangguan

pada pertahanan tubuh. Di lain pihak, penyakit infeksi akan memberikan efek

berupa gangguan pada tubuh yang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit

infeksi dapat menyebabkan kurang gizi, sebaliknya kurang gizi juga menyebabkan

penyakit infeksi. Ada tendensi di mana, adanya penyakit infeksi dan malnutrisi

(gizi lebih dan gizi kurang) yang terjadi secara bersamaan di mana akan saling

berhubungan secara sinergis.12

Beberapa penyakit infeksi yang sering diderita anak-anak antara lain;

a. Diare

Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar tidak

normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali.

Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronis. Diare akut, yaitu diare

yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta

berlangsung beberapa hari. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai lebih

dari 2 minggu, biasanya disertai dehidrasi. Diare umumnya disebabkan oleh

infeksi virus, parasit atau racun dari bakteri. Diare dapat juga merupakan gejala

dari penyakit seperti disentri, kolera atau botulisme.29

b. ISPA

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ISPA

meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pemafasan dan akut. Salah satu

penyebab kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan

oleh penyakit pneumonia. Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai

(11)

beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya

harus dilakukan sesuai waktu. Di samping itu, pemeliharaan higiene dan sanitasi

lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan infeksi.

c. Tuberkolosis Paru (TB Paru)

Penyakit tuberkulosis atau lazim disebut TBC merupakan suatu penyakit

menular yang dapat menyerang semua kelompok masyarakat. Semua orang dari

berbagai golongan umur, status sosial ekonomi, ras maupun suku bangsa dan

tempat tinggal memiliki risiko untuk terkena penyakit TBC. Infeksi tuberkulosis

jauh lebih berat pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Hal ini

disebabkan oleh memburuknya keadaan sosial ekonomi dan kesehatan individu

seperti kemiskinan dan nutrisi yang kurang memadai.

2.4. Pola Asuh

Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak termasuk

pangan dan gizi, kesehatan dasar, imunisasi, penimbangan, pengobatan,

pemukiman yang layak, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang dan

rekreasi. Pola asuh yang memadai pada bayi adalah pemenuhan kebutuhan fisik

dan biomedis anak terpenuhi secara optimal. Hal ini dilakukan melalui pemberian

gizi yang baik berupa pemberian ASI, pemberian makanan pendamping air susu

ibu (MP-ASI) tepat waktu dan bentuknya, melanjutkan menyusui sampai anak

berumur 2 tahun, kecukupan waktu ibu dalam merawat bayi, imunisasi dan

pemantauan status gizi melalui kegiatan penimbangan.11

Menurut Azwar, pola asuh adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan

waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang

dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak

merupakan sikap dan praktik ibu atau pengasuh lain dalam kedekatannya dengan

anak, cara merawat, cara memberi makan serta memberi kasih sayang.30

2.4.1. Pola asuh makan

Pola asuh makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam

(12)

orang atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Penanaman

pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi dan ibu

harus tahu serta mampu menerapkan pola makan sehat. Pola asuh makan balita

berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal

pertumbuhan.31

Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan

sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan

yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah

kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita karena rentan

terhadap masalah kesehatan dan gizi. Pada masa ini proses tumbuh kembang

berlangsung sangat cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana

pada masa ini otak berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia

tiga tahun. Balita yang sedang mengalami proses pertumbuhan dengan pesat

memerlukan asupan zat makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih

baik dan bergizi.32

Menurut Kemenkes RI 2011, pola makan yang baik bagi bayi dan balita

adalah sebagai berikut :

a. Usia 0-6 bulan

Usia 0-6 bulan pertama kehidupan bayi merupakan usia dimana bayi hanya

diberikan ASI saja. Yang harus diperhatikan oleh ibu adalah

1. Memberikan ASI yang pertama keluar (kolostrum).

2. Berikan hanya ASI (ASI eksklusif).

3. Tidak memberikan makanan maupun minuman lain selain ASI

4. Menyusui bayi sesering mungkin.

5. Memberikan ASI sekehendak keinginan bayi, minimal delapan kali

sehari.

6. Apabila bayi tidur lebih dari tiga jam, membangunkannya untuk

kemudian menyusukannya

7. Menyusui dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian.

8. Menyusui sampai payudara terasa kosong, baru kemudian pindah ke

(13)

b. Usia 6-8 bulan

Pada usia 6-8 bulan, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan

pendamping ASI. Yang harus diperhatikan ibu adalah :

1. Tetap meneruskan pemberian ASI sesering mungkin

2. Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti bubur

susu dan makanan lumat (bubur lumat, sayuran, daging, dan buah yang

dilumatkan, biskuit, dan lain-lain) sebanyak 2-3 kali sehari.

3. Memberikan MP-ASI secara bertahap sesuai umur anak, pada tahap awal

2-3 sendok makan kemudian secara bertahap ditambah hingga mencapai

setengah gelas atau 125 cc setiap kali makan.

4. Memberikan ASI terlebih dahulu kemudian MP-ASI.

5. Memberikan makanan selingan seperti jus buah dan biskuit 1-2 kali dalam

sehari

6. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak

mendapat ASI karena alasan medis.

c. Usia 9-11 bulan

Hal-hal yang harus diperhatikan ibu dalam memberi makan anak usia 9-11

bulan adalah:

1. Tetap meneruskan pemberian ASI.

2. Memberikan MP-ASI dalam bentuk makanan lunak seperti nasi tim atau

makanan yang dicincang kecil sehingga mudah ditelan anak dengan

frekuensi pemberian 3-4 kali sehari.

3. Memberikan makanan dengan porsi setengah gelas/mangkuk atau

sebanyak 125 cc perkali makan.

4. Memberikan makanan selingan yang dapat dipegang anak diantara waktu

makan lengkap sebanyak 1-2 kali sehari.

5. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak

(14)

d. Usia 1-2 tahun (12-24 bulan)

1. Mulai memperkenalkan anak dengan makanan keluarga yang terdiri dari

¾ gelas nasi (200 cc), 1 potong kecil ikan/daging/ayam/telur, 1 potong

kecil tempe/tahu atau 1 sdm kacang-kacangan, ¼ gelas sayur, dan 1

potong buah dengan frekuensi 3-4 kali sehari.

2. Memberikan makanan selingan seperti bubur dan kue dua kali sehari.

3. Meneruskan pemberian ASI apabila memungkinkan.

e. Usia 2-5 tahun (24-60 bulan)

1. Memberikan anak makanan orang dewasa dengan frekuensi tiga kali

sehari.

2. Memberikan anak ½ porsi makanan orang orang dewasa yang terdiri dari

makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah.

3. Memberikan makanan selingan seperti bubur kacang hijau, biskuit, dan

kue dua kali sehari di antara waktu makan.

4. Tidak memberikan makanan manis dekat dengan waktu makan, karena

dapat mengurangi nafsu makan anak.33

2.4.2. Pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan

Asuh kesehatan berdasarkan aspek pola asuh meliputi praktik kebersihan dan

sanitasi lngkungan dan perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti

pencarian pelayanan kesehatan. Anak balita adalah kelompok usia yang rentan

terserang penyakit, terkait dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah

tangga dan sekelilingnya. Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit,

penanganan anak balita sakit dan status imunisasi adalah faktor yang

memengaruhi tingkat kesehatan anak balita dan status gizi anak balita.

Perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang sakit dan pemantauan

kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat

memengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi

(15)

gizinya di Posyandu melalui kegiatan penimbangan akan lebih dini mendapatkan

informasi akan adanya gangguan status gizi. Sakit yang lama, berulang akan

mengurangi nafsu makan yang berakibat pada rendahnya asupan gizi.

2.5. Karakteristik Keluarga

2.5.1. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat

dengan pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi

mungkin akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik.

Membesarkan anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang

ibu perlu keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan

kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan

penyebab kejadian gangguan kurang gizi.24

Ibu yang mempunyai pengetahuan tentang makanan yang bergizi, cenderung

mempunyai anak dengan status gizi yang baik. Tingkat pengetahuan gizi ibu akan

berpengaruh terhadap sikap perawatan anak serta dalam perawatan memilih

makanan. Menurut Suharjo, suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya

pengetahuan gizi didasarkan pada :

a. Tingkat pengetahuan sangat penting dalam meningkatkan status gizi yang

optimal. Status gizi yang cukup merupakan syarat penting untuk kesehatan.

b. Pengetahuan gizi seseorang akan mempengaruhi status gizinya jika makanan

yang dimakan dapat menyediakan zat-zat gizi yang nantinya diperlukan untuk

pertumbuhan tubuh.

c. Dengan adanya ilmu gizi masyarakat dapat belajar menggunakan pangan

untuk perbaikan gizi.14

Pengetahuan ibu tentang gizi seimbang sangatlah penting. Mengingat peran

ibu dalam keluarga sebagai pengelola makanan. Ibu yang tidak mengetahui gizi

makanan akan menghidangkan makanan yang tidak seimbang gizinya. Berbagai

faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama

pada balita adalah ketidaktahuan akan hubungan makananan dan kesehatan,

(16)

pantangan yang merugikan, kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis

makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang

rapat.

Ketidaktahuan ibu balita akan kebutuhan gizi balita bisa mengakibatkan

asupan gizi pada anak tidak terpenuhi dengan baik sehingga proses tumbuh

kembang anak akan terhambat dan anak dapat mengalami kekurangan gizi. Anak

yang mengalami defisiensi gizi pada usia muda, kemungkinan besar akan

mengalami hambatan pada pertumbuhan dan kapasitas intelektualnya rendah.34

2.5.2. Tingkat pendidikan ibu

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku

hidup sehat. Tinggi rendahnya pendidikan yang ditempuh ibu sangat berkaitan

dengan pengetahuan terhadap gizi.35 Pengetahuan ibu tentang gizi berpengaruh

pada perilaku ibu dalam menyedikan makanan bagi anaknnya. Ibu yang memiliki

pengetahuan gizi baik diharapkan mampu menyediakan makanan dengan jenis

dan jumlah yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.36

Tingkat pendidikan gizi yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau

masyarakat untuk menyerap informasi dan menerapkan dalam perilaku dan gaya

hidup sehari-hari khususnya dalam kesehatan dan gizi. Dengan demikian,

pendidikan ibu yang relatif rendah akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu

dalam menangani masalah kurang gizi pada anak balitanya.37

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh

kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat

menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang

baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya.

Pendidikan ibu merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan

untuk mengembangkan diri. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam

merespon sesuatu yang datang dari luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran

atau nasihat. Orang berpendidikan tidak akan memberikan respon yang lebih

rasional dibandingkan orang yang berpendidikan rendah maupun yang tidak

(17)

pengetahuan dan teknologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan

kesejahteraan keluarga.

Menurut Adisasmito, unsur pendidikan ibu berpengaruh pada kualitas

pengasuhan anak, apabila ibu berpendidikan lebih baik maka ia mengerti cara

pemberian makan, menggunakan pelayanan kesehatan, menjaga kebersihan

lingkungan bebas dari penyakit. Ibu yang berpendidikan lebih baik kemungkinan

menggunakan perawatan kesehatan dan fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan

yang ada daripada ibu yang tidak memiliki pendidikan.38

2.5.3. Tingkat pendapatan keluarga

Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan

kuantitas pada makanan. Pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap

perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sebaliknya, pendapatan yang rendah akan

mengakibatkan lemahnya daya beli sehingga tidak memungkinkan untuk

mengatasi kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu secara efektif terutama

untuk anak mereka.24

Indikator dari masalah gizi dapat diketahui dari taraf ekonomi keluarga dan

ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan. Stabilitas keluarga dengan ukuran

frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga

yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang, dan kurangnya

pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan di bidang memasak, konsumsi anak

keragaman jenis makanan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.8

Kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi menduduki posisi pertama pada

kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena

kemiskinan berpengaruh besar terhadap konsumsi makanan. Warga masyarakat

yang tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai keterbatasan kemampuan

dan akses pada sumber daya dan dalam memperoleh pelayanan serta prasarana

untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Masyarakat harus mengerti bahwa anak

mereka membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka

sehingga anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan

(18)

badan yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering

menderita akibat kekurangan gizi.34

2.5.4. Jumlah anggota keluarga

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi terlihat nyata pada

masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin

akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus dilayani

jumlahnya sedikit. Besar keluarga mungkin berpengaruh terhadap distribusi

makanan dalam keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian

ibu terhadap perawatan anak menjadi berkurang, karena perhatian ibu dalam

merawat dan membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang

dimiliki. Bila besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap anak

berkurang.24

Keadaan ekonomi yang lemah dalam keluarga besar dapat menyebabkan

anak-anak menderita karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.

Semakin banyak jumlah anggota keluarga, tentunya akan semakin bervariasi

aktivitas, pekerjaan dan seleranya, sehingga jumlah anggota keluarga berkaitan

dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan.

Dalam hal ini faktor selera dari masing-masing anggota keluarga sangat

berpengaruh, karena tidak semua anggota keluarga menyukai jenis makanan yang

Gambar

Tabel 2.1. Parameter Antropometri
Gambar 2.1. Mekanisme Pengawasan Pertumbuhan Anak

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Orang-orang berkelompok dan kekerja sama dalam suatu organisasi untuk mencapai satu tujuan organisasi berbekal pengetahuan, tujuan, problem dan keyakinan berbeda yang

[r]

Pada kondisi ini, kepentingan pengguna jasa berupa faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan berada pada tingkat tinggi (dianggap penting), sedangkan dari sisi

adalah diperoleh peramalan jumlah produksi yang akan diproduksi agar jumlah yang diproduksi mendekati jumlah permintaan, order quantity untuk setiap DC sehingga

Hasil dari penggunaan metode DRP adalah diperoleh peramalan jumlah produksi yang akan diproduksi agar jumlah yang diproduksi mendekati jumlah permintaan, order quantity

(1) Analisis faktor-faktor penentu keberhasilan pelaksanaan proyek perumahan berdasarkan biaya, mutu, dan waktu, (a) faktor penentu keberhasilan pelaksanaan proyek

Kondisi ekspor Indonesia ke Tiongkok yang dapat dipengaruhi kondisi inflasi Indonesia, nilai tukar rupiah Indonesia ke Tiongkok dan juga inflasi Indonesia yang dapat dipengaruhi