• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI GAMBARAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN ANTROPOMETRI DI PUSKESMAS SENTOSA BARU KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN TAHUN 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI GAMBARAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN ANTROPOMETRI DI PUSKESMAS SENTOSA BARU KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN TAHUN 2016"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

GAMBARAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN ANTROPOMETRI DI PUSKESMAS SENTOSA BARU KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN TAHUN 2016

Oleh:

HARVINDA ARYA PRATIWI 130100117

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(2)

GAMBARAN STATUS GIZI BALITA BERDASARKAN ANTROPOMETRI DI PUSKESMAS SENTOSA BARU KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN TAHUN 2016

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

HARVINDA ARYA PRATIWI 130100117

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

(3)

i

(4)

ABSTRAK

Permasalahan gizi di Indonesia merupakan salah satu persoalan utama dalam pembangunan manusia. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi gizi kurang pada balita 18,4% tahun 2007 menurun menjadi 17,9% tahun 2010 kemudian meningkat menjadi 19,6% tahun 2013. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk, yaitu dari 5,4% pada tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% pada tahun 2013.

Puskesmas Sentosa Baru, merupakan salah satu puskesmas dari 39 Puskesmas di Kota Medan yang memiliki kasus gizi buruk dan kurang pada balita masih tinggi. Pengukuran status gizi yang standar dilakukan adalah antropometri.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status gizi balita berdasarkan antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2016.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan populasi penelitian adalah balita usia 1-5 tahun. Sampel berjumlah 82 orang. Data diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner dan dianalisis secara univariat.

Hasil penelitian menunjukkan distribusi proporsi anak balita jenis kelamin terbanyak permpuan (41,5%), umur 13-24 bulan (46,3%), berat badan 6-11kg (57,3%), dan tinggi badan 76-86cm (47,6%). Proporsi status gizi balita berdasarkan BB/U yaitu gizi buruk (2,4%), gizi kurang (48,8%), gizi baik (40,3%), dan gizi lebih (8,5%). Proporsi balita berdasarkan BB/TB yaitu gizi sangat kurus (2,4%), gizi kurus (54,9%), gizi normal (40,3%), dan gizi gemuk (2,4%). Distibusi karakteristik ibu berdasarkan umur, paling banyak berumur 20-35 tahun (59,8%), pendidikan tamat SLTA (69,5%), pekerjaan ibu rumah tangga (84,1%), pendapatan keluarga <Rp 2.037.000 (52,4%), dan jumlah anak 1- 2 orang (76,8%).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi balita di Puskesmas Sentosa Baru masih banyak terdapat gizi kurang dan buruk.

Kata Kunci : Status gizi Balita, Antropometri, Karakteristik Ibu.

ii

(5)

ABSTRACT

The nutritional problems in Indonesia were one of the problem of human development. The prevalence rate of mild nutrition was 18,4% in 2007 decreased to 17,9% in 2010, then increased to 19,6% in 2013. Prevalence rate of severe nutrition was 5,4% in 2007, 4,9% in 2010, and 5,7% in 2013. Sentosa Baru Public Health Center is the one of Public Health Center from 39 public health centers in Medan that the number of children under five with sever-mild nutrition is still high. The measurement of nutritional status that have standarized is antropometry.

The purpose of the study is to determine nutritional status of children under five years’s proportion in Sentosa Baru Public Health Center in 2016. This study is a descriptive study and the population are the children aged 1- 5 years. The sample are 82 children. Data obtained from interviews with the questonnaire and analyze univariate.

The results show that the ditributions of the children under five years are girls (47,6%), aged 13-24 months (46,3%), weight of 9-11kg (57,3%), and height of 76-86cm (47,6%). Proportions of nutrional status of children under five years are severe nutrition (2,4%), mild nutrition (48,8%), good nutrition (40,3%), over nutrition (8,5%).

Proportions of nutritional status based weight/height are very thin (2,4%), thin (54,9%), normal (40,3%), and overweight (2,4%). Distributions of mother’s characteristic based of age were 20-35 years (59,8%), last education were High school (69,5%), housewife proffession (84,1%), family’s economy < Rp 2.037.000 (52,4%) and the number of children in family are 1-2 children (76,8%).

Results of the study shows that nutirtional status of children under five years in Sentosa Baru Public Health Center ae Severe and mild nutrition.

Keywords : Nutritional status of Children under five, Antropometry, Characteristic of mother

iii

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. atas selesainya skripsi yang berjudul “Gambaran Status Gizi Balita Berdasarkan Antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2016” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran.

Dalam penyusunan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Aldy S Rambe, SpS(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan Saran dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), SpA(K) selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dalam penyelesaian skripsi ini.

3. dr. Sri Amelia, Mkes selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dalam penyusunan skripsi ini.

4. dr. Muhammad Rusda, SpOG (K) selaku Dosen Penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

5. drg Hj. Usma Polita Nasution, Mkes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan yangg telah memberikan izin penelitian kepada Penulis.

6. dr Yusuf Paska Ginting selaku Kepala Puskesmas Sentosa Baru beserta beberapa staf ang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

7. Saudara, kerabat dan teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan sebagai masukan penulisan selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Medan, Desember 2016

Harvinda Arya Pratiwi

iv

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

DAFTAR SINGKATAN... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Rumusan Masalah... 3

1.3.Tujuan Penelitian... 4

1.4.Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………..……... 6

2.1. Status Gizi... 6

2.2. Penilaian Status Gizi... 6

2.2.1. Jenis Parameter yang Digunakan... 7

2.2.2. Indeks Pengukuran Status Gizi dengan Antropometri... 8

2.2.3. Kelebihan dan Keterbatasan Pengukuran Antropometri... 12

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita... 12

2.4. Pola Asuh... 16

2.4.1. Pola Asuh Makan... 16

2.4.2. Pola Asuh Kesehatan dan Pelayanan Kesehatan... 19

2.5. Karakteristik Keluarga... 20

2.5.1. Pengetahuan Ibu... 20

2.5.2. Tingkat Pendidikan Ibu... 21

2.5.3. Tingkat Pendapatan Keluarga... 22

2.5.4. Jumlah Anggota Keluarga... 23

BAB III KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN... 24

3.1. Kerangka Teori Penelitian... 24

3.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 25

v

(8)

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian... 26

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 26

4.2.1. Waktu Penelitian... 26

4.2.2. Tempat Penelitian... 26

4.3. Populasi dan Sampel... 26

4.3.1. Populasi... 26

4.3.2. Sampel... 26

4.4. Teknik Pengumpulan Data... 27

4.4.1. Data Primer... 27

4.4.2. Data Sekunder... 27

4.5. Definisi Operasional... 28

4.6. Pengolahan dan Analisis Data... 33

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian... 33

5.1.1. Deskripsi lokasi penelitian... 33

5.1.2. Sosio demografi... 34

5.1.3. Tenaga kesehatan... 34

5.2. Karakteristik Anak Balita... 34

5.3. Karakteristik Ibu Balita... 36

5.4. Status Gizi... 37

5.4.1 Gambaran status gizi balita ... 38

5.4.2. Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Balita... 38

5.4.3. Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita... 41

5.5. Pembahasan... 42

5.5.1. Distribusi status gizi berdasarkan karakteristik balita... 42

5.5.2. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita ... 44

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 47

6.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA... 49

LAMPIRAN ... 51

vi

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Parameter Antropometri 7

2.2. Kelebihan dan Keterbatasan Pengukuran Antropometri 11 5.1. Karakteristik Balita Berdasarkan Jenis Kelamin 34

5.2. Karakteristik Berdasarkan Umur Balita 35

5.3. Karakteristik Berdasarkan Tinggi Badan Balita 35

5.4. Karakteristik Berdasarkan Berat Badan Balita 35

5.5 Karakteristik Berdasarkan Umur Ibu Balita 36

5.6. Karakteristik Berdasarkan Umur Ibu Balita 36

5.7. Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan Ibu Balita 36

5.8. Karakteristik Berdasarkan Pendapatan Keluarga 37

5.9. Karakteristik Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga 37

5,10 Distribusi Berdasarkan Status Gizi Anak Balita 38

5.11 Distribusi Status Gizi Berdasarkan Jenis Kelamin 38

5.12 Distribusi Status Gizi Berdasarkan Umur Balta 39

5.13 Distribusi Status Gizi Berdasarkan Berat Badan 39

5.14. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Tinggi Badan 40 5.15. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Karakteristik Ibu Balita 41

Vii

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Mekanisme Pengawasan Pertumbuhan Anak 11

Gambar 3.1. Kerangka Teori 24

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian 25

viii

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1. Kuesioner Gambaran Status Gizi Anak Balita Berdasarkan Antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan

Lampiran 2. Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua Subyek Penelitian Lampiran 3. Surat Persetujuan Responden

Lampiran 4. Tabel SPSS

Lampiran 5. Surat-surat Penelitian

ix

(12)

DAFTAR SINGKATAN

ASI = Air Susu Ibu BB = Berat Badan

BB/TB = Berat Badan/Tinggi Badan BB/U = Berat Badan/Umur

FFQ = Food Frequency Questionaire ISPA = Infeksi Saluran Pernafasan Atas KMS = Kartu Menuju Sehat

LIDA = Lingkar Dada LIKA = Lingkar Kepala LILA = Lingkar Lengan Atas

MDG’s = Millenium Development Goals NCHS = National Centre For Health Statistics SPSS = Statistical Product and Service Solution SD = Standar Deviasi

TB = Tiinggi Badan TB/U = Tinggi Badan/Umur

U = Umur

UNICEF = United Nation of Children and Education Federation WHO = World Health Organization

x

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2025 adalah meningkatnya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata di seluruh wilayah Republik Indonesia.1

Derajat kesehatan yang optimal dapat dilihat dari unsur kualitas hidup serta unsur–unsur mortalitas dan yang memengaruhinya, yaitu morbiditas dan status gizi. Keadaan gizi yang baik adalah syarat utama untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dalam pembangunan kesehatan. Menurut UNICEF (United Nation of Children and Education Federation), masalah gizi dalam pembangunan kependudukan masih dianggap menjadi masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.2 Oleh karena itu, persoalan ini merupakan salah satu butir penting yang menjadi kesepakatan global dalam MDG’s (Milleneum Development Goals). Setiap negara secara bertahap harus mampu mengurangi jumlah balita bergizi buruk atau gizi kurang mencapai 15,5 % pada tahun 2015.3 Dalam Program Lanjutan MDG’s yaitu SDG’s (Sustainable Development Goals), salah satu perhatian khusus di bidang kesehatan adalah meningkatkan gizi. Salah satu tujuan SDG’s pada tahun 2030 ialah mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk mencapai target internasional 2025 untuk penurunan stunting dan wasting pada balita menjadi <5%.4

Kekurangan gizi dapat memberikan konsekuensi buruk dimana manifestasi terburuk dapat menyebabkan kematian. Masalah gizi buruk dan gizi kurang tampaknya belum dapat teratasi dengan baik dalam skala internasional maupun nasional, dimana pada tahun 2013 tercatat 101 juta anak di dunia dibawah lima tahun menderita kekurangan gizi.5

Permasalahan gizi di Indonesia juga merupakan salah satu persoalan utama dalam pembangunan manusia. Sebagai salah satu negara dengan kompleksitas

(14)

kependudukan yang sangat beraneka ragam, Indonesia dihadapkan oleh dinamika persoalan gizi buruk.6

Masa balita merupakan masa keemasan kedua bagi anak. Pertumbuhan balita pada masa ini tidak bertumbuh sepesat saat masa bayi, tetapi kebutuhan nutrisi mereka tetap merupakan prioritas utama dalam perkembangan seorang anak.7 Status gizi merupakan indikator kesehatan yang penting. Menurut Soegeng, ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, anak usia di bawah lima tahun merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi.8 Jika gizi kurang terjadi dan tidak segera ditangani maka dikhawatirkan akan berkembang menjadi gizi buruk.

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran yang fluktuatif dari 18,4% tahun 2007 menurun menjadi 17,9% tahun 2010 kemudian meningkat menjadi 19,6%

tahun 2013. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk, yaitu dari 5,4% pada tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tahun selama periode 2010-2013 ada peningkatan jumlah gizi kurang dan gizi buruk.9

Provinsi Sumatera Utara yang terdiri atas 33 kabupaten/kota memiliki angka prevalensi balita gizi buruk dan kurang masih tinggi. Prevalensi balita gizi buruk dan kurang berdasarkan analisis antropometri pada tahun 2013 sebesar 22,4%

yang terdiri dari 8,3% gizi buruk dan 14,1% gizi kurang. Angka ini lebih tinggi 2,8% dengan angka prevalensi gizi buruk dan kurang secara nasional, yaitu 19,6%. Dari 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara, 17 kabupaten/kota memiliki prevalensi gizi buruk dan kurang diatas angka prevalensi provinsi, yaitu berkisar antara 22,6% di Kabupaten Serdang Bedagai sampai 41,4% di Kabupaten Padang Lawas. Angka prevalensi gizi buruk dan kurang tertinggi terdapat pada 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Padang Lawas sebesar 41,4%, Nias Utara sebesar 40,7% dan Nias Barat sebesar 37,5%, sedangkan berdasarkan sasaran MDG’s 2015 prevalensi gizi buruk dan kurang pada balita sebesar 15,5%.10

Satu hal penting yang perlu diperhatikan untuk mempertajam identifikasi akar masalah gizi buruk dan kurang, yaitu adanya fakta bahwa kasus gizi buruk dan

(15)

kurang tidak selalu terjadi pada keluarga miskin atau yang tinggal di lingkungan miskin. Balita yang tinggal di lingkungan baik juga dapat mengalami gizi buruk dan kurang. Terdapat juga beberapa faktor-faktor yang memengaruhi gizi balita seperti karakteristik ibu yang meliputi umur, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan serta faktor dari keluarga seperti jumlah anggota keluarga.

Kota Medan merupakan salah satu bagian wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Prevalensi gizi buruk dan gizi kurang berdasarkan analisis antropometri di Kota Medan tahun 2013 sebesar 19,3% yang terdiri dari 4,2% gizi buruk dan 15,1%

gizi kurang. Angka prevalensi ini mendekati angka nasional, yaitu sebesar 19,6%.10

Puskesmas Sentosa Baru, Kecamatan Medan Perjuangan merupakan salah satu puskesmas dari 39 Puskesmas di Kota Medan yang memiliki kasus gizi buruk dan kurang pada balita masih tinggi. Berdasarkan hasil pemantauan status gizi di Puskesmas Sentosa Baru tahun 2014, ditemukan kasus gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 58 balita, terdiri dari 3 balita gizi buruk dan 55 balita gizi kurang. Tahun 2015 kasus gizi buruk dan gizi kurang sebanyak 48 balita, terdiri dari 5 balita gizi buruk dan 43 balita gizi kurang meskipun Kecamatan Medan Perjuangan merupakan wilayah perkotaan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perlu dilakukan kajian tentang

“Gambaran Status Gizi Balita Berdasarkan Antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2016”.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran status gizi balita berdasarkan antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran status gizi balita berdasarkan Antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan.

(16)

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui Umur (U), Berat Badan (BB), dan Tinggi Badan (TB) anak balita di Puskesmas Sentosa Baru, Kecamatan Medan Perjuangan.

2. Untuk mengetahui karakteristik ibu balita, yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga di Puskesmas Sentosa Baru, Kecamatan Medan Perjuangan.

3. Untuk mengetahui status gizi berdasarkan indeks Antropometri, yaitu Berat Badan/Umur (BB/U), dan Berat Badan/Tinggi Badan Badan (BB/TB) pada anak balita di Puskesmas Sentosa Baru, Kecamatan Medan Perjuangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk:

1. Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas Kota Medan

Sebagai informasi kepada Dinas Kesehatan Kota Medan dan Puskesmas di Kota medan, khususnya Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan.

2. Masyarakat

Sebagai bahan informasi tentang status gizi balita.

3. Peneliti

a. Menerapkan ilmu yang telah diperoleh dari perkuliahan ke dalam kehidupan sosial sekaligus dapat mengetahui status gizi subjek secara langsung dari data primer.

b. Menambah wawasan peneliti tentang Ilmu Gizi secara khusus dan Ilmu Kedokteran secara umum.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Status Gizi

Status gizi berarti keadaan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuran-ukuran gizi tertentu.11 Menurut Supariasa, status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu dan merupakan indeks yang statis.12

Menurut Depkes RI, status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan penggunaan zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan.13 Menurut Suharjo, status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi serta zat gizi lainnya yang diperoleh dari pangan, makanan dan fisiknya dapat diukur secara antropometri.14 Menurut Almatsier, status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makan dan penggunaan zat-zat gizi dan gangguan gizi terjadi baik pada status gizi kurang maupun status gizi lebih.15

Status gizi balita yang tidak seimbang menyebabkan pertumbuhan seorang anak akan terganggu, misalnya anak tersebut mengalami gizi kurang (underweight), kurus (wasted), pendek (stunted) atau gizi lebih (overweight).

2.2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi, secara garis besar dibedakan atas 2 jenis yaitu: (1) penilaian status gizi secara langsung yang terdiri dari: biokimia, klinis, antropometri, dan biofisik, (2) penilaian status gizi secara tidak langsung terdiri dari: survei konsumsi makanan, statistik vital dari faktor ekologi, penggunaan metode penilaian status gizi dengan pertimbangan tujuan unit sampel, jenis informasi tingkat reliabilitas dan akurasi, ketersediaan fasilitas dan peralatan, tenaga dan waktu penilaian.

(18)

Menurut Siagian, penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara penilaian antropometri. Secara umum, antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.16

Menurut Gibson, salah satu metode untuk menilai status gizi secara langsung adalah dengan antropometri. Antropometri berarti ukuran tubuh manusia, sehingga antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.17 Indeks antropometri yang direkomendasikan antara lain: berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), tinggi badan menurut umur (TB/U), lingkar lengan atas (LILA), lingkar dada menurut umur (LIDA), lingkar kepala (LIKA), tebal lemak bawah kulit menurut umur dan rasio lingkar panggul dengan pinggul.

2.2.1. Jenis parameter yang digunakan

Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter antropometri merupakan ukuran tunggal dari tubuh manusia.12 Parameter tersebut terdiri dari :

a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan kesalahan interpretasi status gizi.

b. Berat Badan

Berat badan merupakan ukuran antropometri yang paling sering digunakan pada bayi baru lahir. Berat badan menggambarkan jumlah protein dan lemak, air serta mineral pada tulang.

c. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter penting untuk menggambarkan riwayat keadaan yang lalu dengan keadaan sekarang.

d. Lingkar Lengan Atas e. Lingkar Kepala

(19)

f. Lingkar Dada g. Jaringan Lunak

Parameter yang didapat sangat dipengaruhi oleh berat badan lahir, etnis, faktor keluarga, dan lingkungan. Parameter antropometri terdiri dari tinggi atau panjang badan; berat badan; lingkar kepala; ketebalan kulit, baik pinggang maupun lengan atas; lingkar lengan atas; dan lingkar betis.18

Berdasarkan parameter antropometri yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa parameter antropometri yang utama. Pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Parameter Antropometri Parameter

Pengukuran Komponen Jaringan Utama yang

Diukur Stature/tinggi badan Kepala, os. vertebralis,

os. sacralis, ekstremitas bawah

Tulang

Berat badan Seluruh tubuh Seluruh jaringan:

khususnya lemak, otot, tulang, dan air

Lingkar lengan Lemak bawah kulit Lemak (lebih sering digunakan secara teknik di negara maju)

Otot, tulang Otot (secara teknik lebih sedikit digunakan di negara maju)

Lipatan lemak Lemak bawah kulit, kulit Lemak

Sumber: Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265.

2.2.2. Indeks pengukuran status gizi dengan antropometri

Menurut Depkes RI, status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB).19 Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam bentuk 3 indikator antropometri yaitu : berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap

(20)

balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (z-score) dengan menggunakan antropometri menurut WHO.20 Selanjutnya berdasarkannilai score masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut:

a. Berdasarkan Indikator BB/U

Kategori gizi buruk Z-score < -3,0

Kategori gizi kurang Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score < -2,0 Kategori gizi baik Z-score ≥ -2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0 Kategori gizi lebih Z-score > 2,0

b. Berdasarkan Indikator TB/U

Kategori sangat pendek Z-score < -3,0

Kategori pendek Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score <-2,0 Kategori normal Z-score ≥ -2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0 Kategori tinggi Z-score > 2,0

c. Berdasarkan Indikator BB/TB

Kategori sangat kurus Z-score < -3,0

Kategori kurus Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score < -2,0 Kategori normal Z-score ≥ -2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0 Kategori gemuk Z-score > 2,0

Menurut Depkes RI, status gizi balita berdasarkan indikator BB/U memberikan gambaran tentang status gizi bersifat umum dan tidak spesifik.21 Tinggi rendahnya prevalensi gizi buruk atau gizi kurang mengindikasikan ada tidaknya masalah gizi pada balita, namun tidak memberikan indikasi apakah masalah gizi tersebut bersifat akut atau kronis.

Status gizi yang didasarkan pada indikator BB/TB menggambarkan status gizi bersifat akut sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung dalam waktu yang pendek seperti menurunnya nafsu makan akibat sakit atau karena menderita diare.

Dalam keadaan demikian, berat badan anak akan cepat turun sehingga tidak proporsional dengan tinggi badannya dan anak menjadi kurus. Selain mengindikasikan masalah gizi bersifat akut, juga dapat digunakan sebagai indikator kegemukan. Dalam hal ini berat badan akan melebihi proporsi normal

(21)

terhadap tinggi badan. Besarnya masalah kekurusan (kurus dan sangat kurus) pada balita yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat adalah jika prevalensi kekurusan >5%. Masalah kesehatan masyarakat sudah dianggap serius bila prevalensi kekurusan antara 10,1% -15,0% dan dianggap kritis bila prevalensi kekurusan sudah diatas 15,0%.22

Status gizi berdasarkan indikator TB/U menggambarkan status gizi bersifat kronis, sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti kemiskinan, perilaku pola asuh yang kurang baik, sering menderita penyakit secara berulang karena higiene dan sanitasi lingkungan yang kurang baik.

Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara menggunakan BB/U sebagai metode pengukuran status gizi buruk dan BB/TB sebagai penentu status gizi anak.

Dengan alasan yang hampir sama, yaitu perubahan berat badan menunjukkan gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat.23 Ini dapat diakibatkan oleh penurunan nafsu makan, sakit (misalnya diare), ataupun kurang cukupnya makan.

Adapun hambatan pertambahan tinggi badan menunjukkan gangguan pertumbuhan dalam waktu yang lama.13 Hal ini seperti dituliskan pada Gambar 2.1.

(22)

Gambar 2.1. Mekanisme Pengawasan Pertumbuhan Anak

Sumber : Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2007. Buku Bagan Tata Laksana Anak Gizi Buruk I, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan. Hlm.18. BB/U= berat badan menurut umur, BB/TB= berat badan menurut tinggi badan, DS= Deviasi Standar, NCHS=

National Centre for Health Statistics.

Berdasarkan rujukan tersebut, maka acuan yang dipakai untuk mengetahui status gizi anak balita pada penelitian ini adalah BB/U dan BB/TB.

ISI Kartu KMS Timbang

Anak

Bila BB/U >60% atau >-3 DS

<-2 DS

Bila BB/U < 60% atau

< -3 DS

ANAK : BB KURANG (kecuali ada edema → Gizi Buruk

Tentukan status gizi dengan BB/TB

Bila BB/TB ≥ 70%

median NCHS atau ≥ -3 DS Skor Z

Bila BB/TB < 70%

median NCHS atau

< -3 DS Skor Z

Anak : Kurus atau Gizi Kurang

Anak : Gizi Buruk (sangat kurus)

(23)

2.2.3. Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri

Kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kelebihan dan Keterbatasan Pengukuran Antropometri

Kelebihan Keterbatasan

Relatif murah. Membutuhkan data referensi yang

relevan Cepat, sehingga dapat dilakukan pada

populasi yang besar

Kesalahan yang muncul, seperti kesalahan pada peralatan (belum dikalibrasi) dan kesalahan pada observer (kesalahan pengukuran dan pencatatan)

Objektif Hanya mendapatkan data

pertumbuhan, obesitas, malnutrisi karena kurang energi dan protein Gradabel, artinya dapat dirangking Tidak mendapatkan informasi

mengenai defisiensi zat gizi mikro Tidak menimbulkan rasa sakit pada

responden

Sumber: Rangkuman Jellife DB & Jellife EFP, 1989. Community Nutritional Assessment. Oxford University Press dalam Syafiq, A et al, 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat, Rajagrafindo, Jakarta. Hlm 265

Berdasarkan kelebihan dan keterbatasan pengukuran antropometri serta adanya faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan, maka peneliti menggunakan metode pengukuran antropometri. Faktor-faktor lain tersebut adalah tujuan pengukuran, yaitu melihat fisik anak balita; unit sampel yang diukur, yaitu kelompok masyarakat rawan gizi; ketersediaan fasilitas peralatan, tenaga, waktu dan dana.12

2.3. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi Anak Balita

Akar masalah faktor penyebab gizi kurang adalah krisis ekonomi, politik dan sosial. Hal tersebut menyebabkan terjadinya berbagai masalah pokok dalam masyarakat, seperti: (a) pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan, (b) kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumber daya masyarakat serta (c) kurang pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Masalah-

(24)

masalah pokok pada masyarakat menyebabkan 3 hal sebagai penyebab tidak langsung kurang gizi, yaitu (1) tidak cukup persediaan pangan, (2) pola asuh anak tidak memadai, dan (3) sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan dasar tidak memadai. Timbulnya ketiga masalah tersebut mengakibatkan makanan tidak seimbang serta menimbulkan penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kurang gizi.5

Menurut Suhardjo, faktor-faktor yang memengaruhi status gizi adalah : (1) faktor pertanian yang meliputi seluruh usaha pertanian mulai dari penanaman sampai dengan produksi dan pemasaran; (2) faktor ekonomi, yaitu besarnya pendapatan keluarga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga; (3) faktor sosial budaya meliputi kebiasaan makan, anggapan terhadap suatu makanan yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan tertentu, kesukaan terhadap jenis makanan tertentu; (4) faktor fisiologi, yaitu metabolisme zat gizi dan pemanfaatannya oleh tubuh, keadaan kesehatan seseorang, adanya keadaan tertentu misalnya hamil dan menyusui; dan (5) faktor infeksi, yaitu adanya suatu penyakit infeksi dalam tubuh.14

Faktor lain yang berpengaruh terhadap status gizi selain faktor-faktor diatas adalah besar keluarga, pengetahuan gizi dan tingkat pendidikan seseorang.14 Besar keluarga meliputi banyaknya jumlah individu dalam sebuah keluarga, pembagian makan dalam keluarga dan jarak kelahiran anak.

Pengetahuan gizi akan berpengaruh terhadap pola konsumsi pangan sehari- hari dalam menyediakan kebutuhan pangan, sedangkan tingkat pendidikan seseorang akan memengaruhi daya nalar seseorang dalam interpretasi terhadap suatu hal. Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mungkin akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik. Membesarkan anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu perlu keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan penyebab kejadian gangguan kurang gizi.24

(25)

Beberapa variabel yang merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian kurang gizi pada anak balita sebagai berikut:

a. Asupan Zat Gizi

Status gizi terutama ditentukan oleh ketersediaan zat-zat gizi pada tingkat sel dalam jumlah cukup dan dalam kombinasi yang tepat yang diperlukan tubuh untuk tumbuh, berkembang dan berfungsi normal. Makanan yang ideal harus mengandung cukup energi dan semua zat gizi esensial (komponen bahan makanan yang tidak dapat disintesis oleh tubuh sendiri tetapi diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan) harus tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan sehari-harinya. Jumlah energi dan protein yang diperlukan untuk pertumbuhan normal tergantung dari kualitas zat gizi yang dikonsumsi, bagaimana zat gizi dicerna, bagaimana zat gizi diserap dan penggunaan oleh tubuh itu sendiri.25 Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam peningkatan kualitas fisik, mental dan kecerdasan. Oleh karena itu asupan pangan masih perlu dipelajari karena berhubungan dengan keadaan kesehatan dan gizi masyarakat atau individu di suatu wilayah.26 Status gizi buruk pada anak balita akibat dari asupan gizi yang buruk, cenderung meningkat seiring dengan menurunnya kemampuan masyarakat untuk memperoleh pangan.27

Menurut Siagian, salah satu metode dalam menilai kebiasaan asupan adalah FFQ (Food Frequency Questionaire) merupakan salah satu metode yang cocok untuk penilaian kebiasaan asupan pangan dalam kajian epidemiologis. Dengan modifikasi, metode ini dapat menyediakan data asupan kebiasaan zat gizi. FFQ sering dirancang untuk mendapatkan informasi yang spesifik, seperti asupan zat gizi makro dan mikro.16

Penelitian Preston et al, pada anak sekolah di Puerto Rico, menunjukkan bahwa validasi dengan menggunakan metode FFQ adalah tepat digunakan untuk mengestimasi asupan energi pada anak sekolah di Puerto Rico, serta mikronutrien pada anak sekolah menengah atas. Hasil dari penelitian ini kini menjadi instrumen terbaru yang digunakan pada studi dietary pada anak di Puerto Rico.28

(26)

b. Penyakit Infeksi

Faktor lain yang secara langsung memengaruhi status gizi adalah adanya infeksi. Infeksi berat dapat memperburuk keadaan gizi melalui gangguan masukan makanan dan meningkatnya kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan akan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh, sehingga dapat menyebabkan infeksi.25

Pada umumnya baik infeksi umum maupun infeksi lokal mendapat respon metabolik bagi penderitanya yang disertai dengan kekurangan zat gizi. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kurang gizi dapat menyebabkan gangguan pada pertahanan tubuh. Di lain pihak, penyakit infeksi akan memberikan efek berupa gangguan pada tubuh yang dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit infeksi dapat menyebabkan kurang gizi, sebaliknya kurang gizi juga menyebabkan penyakit infeksi. Ada tendensi di mana, adanya penyakit infeksi dan malnutrisi (gizi lebih dan gizi kurang) yang terjadi secara bersamaan di mana akan saling berhubungan secara sinergis.12

Beberapa penyakit infeksi yang sering diderita anak-anak antara lain;

a. Diare

Bayi dan balita dinyatakan menderita diare, apabila buang air besar tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali.

Diare yang bersifat akut dapat berubah menjadi kronis. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung secara mendadak, tanpa gejala gizi kurang dan demam serta berlangsung beberapa hari. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai lebih dari 2 minggu, biasanya disertai dehidrasi. Diare umumnya disebabkan oleh infeksi virus, parasit atau racun dari bakteri. Diare dapat juga merupakan gejala dari penyakit seperti disentri, kolera atau botulisme.29

b. ISPA

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pemafasan dan akut. Salah satu penyebab kematian bayi dan anak balita disebabkan oleh ISPA yang diakibatkan oleh penyakit pneumonia. Pemeliharaan gizi anak harus diperhatikan sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit infeksi. Pemberian imunisasi terhadap

(27)

beberapa penyakit seperti penyakit tuberkulosa, campak, polio dan sebagainya harus dilakukan sesuai waktu. Di samping itu, pemeliharaan higiene dan sanitasi lingkungan sangat penting sebagai upaya pencegahan infeksi.

c. Tuberkolosis Paru (TB Paru)

Penyakit tuberkulosis atau lazim disebut TBC merupakan suatu penyakit menular yang dapat menyerang semua kelompok masyarakat. Semua orang dari berbagai golongan umur, status sosial ekonomi, ras maupun suku bangsa dan tempat tinggal memiliki risiko untuk terkena penyakit TBC. Infeksi tuberkulosis jauh lebih berat pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Hal ini disebabkan oleh memburuknya keadaan sosial ekonomi dan kesehatan individu seperti kemiskinan dan nutrisi yang kurang memadai.

2.4. Pola Asuh

Pola asuh adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak termasuk pangan dan gizi, kesehatan dasar, imunisasi, penimbangan, pengobatan, pemukiman yang layak, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, sandang dan rekreasi. Pola asuh yang memadai pada bayi adalah pemenuhan kebutuhan fisik dan biomedis anak terpenuhi secara optimal. Hal ini dilakukan melalui pemberian gizi yang baik berupa pemberian ASI, pemberian makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) tepat waktu dan bentuknya, melanjutkan menyusui sampai anak berumur 2 tahun, kecukupan waktu ibu dalam merawat bayi, imunisasi dan pemantauan status gizi melalui kegiatan penimbangan.11

Menurut Azwar, pola asuh adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pola pengasuhan anak merupakan sikap dan praktik ibu atau pengasuh lain dalam kedekatannya dengan anak, cara merawat, cara memberi makan serta memberi kasih sayang.30

2.4.1. Pola asuh makan

Pola asuh makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu

(28)

orang atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Penanaman pola makan yang beraneka ragam makanan harus dilakukan sejak bayi dan ibu harus tahu serta mampu menerapkan pola makan sehat. Pola asuh makan balita berkaitan dengan kebiasaan makan yang telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan.31

Kasus gizi buruk banyak terjadi pada kelompok balita sehingga dikatakan sebagai kelompok rentan karena pada usia tersebut merupakan masa pertumbuhan yang pesat di mana memerlukan zat gizi yang optimal. Sampai saat ini masalah kesehatan dan gizi masih diprioritaskan untuk kelompok balita karena rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi. Pada masa ini proses tumbuh kembang berlangsung sangat cepat disebut dengan masa keemasan (golden age), di mana pada masa ini otak berkembang sangat cepat dan akan berhenti saat anak berusia tiga tahun. Balita yang sedang mengalami proses pertumbuhan dengan pesat memerlukan asupan zat makanan relatif lebih banyak dengan kualitas yang lebih baik dan bergizi.32

Menurut Kemenkes RI 2011, pola makan yang baik bagi bayi dan balita adalah sebagai berikut :

a. Usia 0-6 bulan

Usia 0-6 bulan pertama kehidupan bayi merupakan usia dimana bayi hanya diberikan ASI saja. Yang harus diperhatikan oleh ibu adalah

1. Memberikan ASI yang pertama keluar (kolostrum).

2. Berikan hanya ASI (ASI eksklusif).

3. Tidak memberikan makanan maupun minuman lain selain ASI 4. Menyusui bayi sesering mungkin.

5. Memberikan ASI sekehendak keinginan bayi, minimal delapan kali sehari.

6. Apabila bayi tidur lebih dari tiga jam, membangunkannya untuk kemudian menyusukannya

7. Menyusui dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian.

8. Menyusui sampai payudara terasa kosong, baru kemudian pindah ke payudara sisi yang lainnya.

(29)

b. Usia 6-8 bulan

Pada usia 6-8 bulan, bayi sudah dapat diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI. Yang harus diperhatikan ibu adalah :

1. Tetap meneruskan pemberian ASI sesering mungkin

2. Mulai memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) seperti bubur susu dan makanan lumat (bubur lumat, sayuran, daging, dan buah yang dilumatkan, biskuit, dan lain-lain) sebanyak 2-3 kali sehari.

3. Memberikan MP-ASI secara bertahap sesuai umur anak, pada tahap awal 2-3 sendok makan kemudian secara bertahap ditambah hingga mencapai setengah gelas atau 125 cc setiap kali makan.

4. Memberikan ASI terlebih dahulu kemudian MP-ASI.

5. Memberikan makanan selingan seperti jus buah dan biskuit 1-2 kali dalam sehari

6. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI karena alasan medis.

c. Usia 9-11 bulan

Hal-hal yang harus diperhatikan ibu dalam memberi makan anak usia 9-11 bulan adalah:

1. Tetap meneruskan pemberian ASI.

2. Memberikan MP-ASI dalam bentuk makanan lunak seperti nasi tim atau makanan yang dicincang kecil sehingga mudah ditelan anak dengan frekuensi pemberian 3-4 kali sehari.

3. Memberikan makanan dengan porsi setengah gelas/mangkuk atau sebanyak 125 cc perkali makan.

4. Memberikan makanan selingan yang dapat dipegang anak diantara waktu makan lengkap sebanyak 1-2 kali sehari.

5. Memberikan tambahan 1-2 gelas susu perhari pada bayi yang tidak mendapat ASI karena alasan medis.

(30)

d. Usia 1-2 tahun (12-24 bulan)

1. Mulai memperkenalkan anak dengan makanan keluarga yang terdiri dari

¾ gelas nasi (200 cc), 1 potong kecil ikan/daging/ayam/telur, 1 potong kecil tempe/tahu atau 1 sdm kacang-kacangan, ¼ gelas sayur, dan 1 potong buah dengan frekuensi 3-4 kali sehari.

2. Memberikan makanan selingan seperti bubur dan kue dua kali sehari.

3. Meneruskan pemberian ASI apabila memungkinkan.

e. Usia 2-5 tahun (24-60 bulan)

1. Memberikan anak makanan orang dewasa dengan frekuensi tiga kali sehari.

2. Memberikan anak ½ porsi makanan orang orang dewasa yang terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, dan buah.

3. Memberikan makanan selingan seperti bubur kacang hijau, biskuit, dan kue dua kali sehari di antara waktu makan.

4. Tidak memberikan makanan manis dekat dengan waktu makan, karena dapat mengurangi nafsu makan anak.33

2.4.2. Pola asuh kesehatan dan pelayanan kesehatan

Asuh kesehatan berdasarkan aspek pola asuh meliputi praktik kebersihan dan sanitasi lngkungan dan perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti pencarian pelayanan kesehatan. Anak balita adalah kelompok usia yang rentan terserang penyakit, terkait dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya. Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit, penanganan anak balita sakit dan status imunisasi adalah faktor yang memengaruhi tingkat kesehatan anak balita dan status gizi anak balita.

Perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang sakit dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat memengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi akan lebih rendah mengalami risiko penyakit. Anak balita yang dipantau status

(31)

gizinya di Posyandu melalui kegiatan penimbangan akan lebih dini mendapatkan informasi akan adanya gangguan status gizi. Sakit yang lama, berulang akan mengurangi nafsu makan yang berakibat pada rendahnya asupan gizi.

2.5. Karakteristik Keluarga 2.5.1. Pengetahuan Ibu

Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan gizi mempunyai hubungan yang erat dengan pendidikan. Anak dari ibu dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mungkin akan dapat kesempatan untuk hadir dan tumbuh kembang dengan baik.

Membesarkan anak sehat tidak hanya dengan kasih sayang belaka namun seorang ibu perlu keterampilan yang baik. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan penyebab kejadian gangguan kurang gizi.24

Ibu yang mempunyai pengetahuan tentang makanan yang bergizi, cenderung mempunyai anak dengan status gizi yang baik. Tingkat pengetahuan gizi ibu akan berpengaruh terhadap sikap perawatan anak serta dalam perawatan memilih makanan. Menurut Suharjo, suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada :

a. Tingkat pengetahuan sangat penting dalam meningkatkan status gizi yang optimal. Status gizi yang cukup merupakan syarat penting untuk kesehatan.

b. Pengetahuan gizi seseorang akan mempengaruhi status gizinya jika makanan yang dimakan dapat menyediakan zat-zat gizi yang nantinya diperlukan untuk pertumbuhan tubuh.

c. Dengan adanya ilmu gizi masyarakat dapat belajar menggunakan pangan untuk perbaikan gizi.14

Pengetahuan ibu tentang gizi seimbang sangatlah penting. Mengingat peran ibu dalam keluarga sebagai pengelola makanan. Ibu yang tidak mengetahui gizi makanan akan menghidangkan makanan yang tidak seimbang gizinya. Berbagai faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada balita adalah ketidaktahuan akan hubungan makananan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makananan tertentu, adanya kebiasaan atau

(32)

pantangan yang merugikan, kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat.

Ketidaktahuan ibu balita akan kebutuhan gizi balita bisa mengakibatkan asupan gizi pada anak tidak terpenuhi dengan baik sehingga proses tumbuh kembang anak akan terhambat dan anak dapat mengalami kekurangan gizi. Anak yang mengalami defisiensi gizi pada usia muda, kemungkinan besar akan mengalami hambatan pada pertumbuhan dan kapasitas intelektualnya rendah.34

2.5.2. Tingkat pendidikan ibu

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tinggi rendahnya pendidikan yang ditempuh ibu sangat berkaitan dengan pengetahuan terhadap gizi.35 Pengetahuan ibu tentang gizi berpengaruh pada perilaku ibu dalam menyedikan makanan bagi anaknnya. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi baik diharapkan mampu menyediakan makanan dengan jenis dan jumlah yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.36 Tingkat pendidikan gizi yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan menerapkan dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari khususnya dalam kesehatan dan gizi. Dengan demikian, pendidikan ibu yang relatif rendah akan berkaitan dengan sikap dan tindakan ibu dalam menangani masalah kurang gizi pada anak balitanya.37

Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orangtua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan dan sebagainya.

Pendidikan ibu merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan untuk mengembangkan diri. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam merespon sesuatu yang datang dari luar, seperti sikap atau penerimaan anjuran atau nasihat. Orang berpendidikan tidak akan memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan orang yang berpendidikan rendah maupun yang tidak berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah mengembangkan

(33)

pengetahuan dan teknologi sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan keluarga.

Menurut Adisasmito, unsur pendidikan ibu berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak, apabila ibu berpendidikan lebih baik maka ia mengerti cara pemberian makan, menggunakan pelayanan kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan bebas dari penyakit. Ibu yang berpendidikan lebih baik kemungkinan menggunakan perawatan kesehatan dan fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan yang ada daripada ibu yang tidak memiliki pendidikan.38

2.5.3. Tingkat pendapatan keluarga

Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan dalam kualitas dan kuantitas pada makanan. Pendapatan yang meningkat maka berpengaruh terhadap perbaikan kesehatan dan keadaan gizi. Sebaliknya, pendapatan yang rendah akan mengakibatkan lemahnya daya beli sehingga tidak memungkinkan untuk mengatasi kebiasaan makan dengan cara-cara tertentu secara efektif terutama untuk anak mereka.24

Indikator dari masalah gizi dapat diketahui dari taraf ekonomi keluarga dan ukuran yang dipakai adalah garis kemiskinan. Stabilitas keluarga dengan ukuran frekuensi nikah-cerai-rujuk, anak-anak yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang tidak stabil akan sangat rentan terhadap penyakit gizi kurang, dan kurangnya pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan di bidang memasak, konsumsi anak keragaman jenis makanan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.8 Kemiskinan sebagai penyebab kurang gizi menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum, sehingga perlu mendapat perhatian yang serius karena kemiskinan berpengaruh besar terhadap konsumsi makanan. Warga masyarakat yang tergolong miskin adalah mereka yang mempunyai keterbatasan kemampuan dan akses pada sumber daya dan dalam memperoleh pelayanan serta prasarana untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Masyarakat harus mengerti bahwa anak mereka membutuhkan makanan dengan cukup zat gizi demi masa depan mereka sehingga anak tersebut tidak terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi. Kelompok anak balita merupakan kelompok yang menunjukan pertumbuhan

(34)

badan yang pesat. Anak balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi.34

2.5.4. Jumlah anggota keluarga

Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi terlihat nyata pada masing-masing keluarga. Sumber pangan keluarga terutama mereka yang miskin akan lebih mudah memenuhi kebutuhan makannya jika yang harus dilayani jumlahnya sedikit. Besar keluarga mungkin berpengaruh terhadap distribusi makanan dalam keluarga. Keadaan demikian juga dapat mengakibatkan perhatian ibu terhadap perawatan anak menjadi berkurang, karena perhatian ibu dalam merawat dan membesarkan anak balita dapat terpengaruh bila banyak anak yang dimiliki. Bila besar keluarga bertambah maka porsi makanan untuk setiap anak berkurang.24

Keadaan ekonomi yang lemah dalam keluarga besar dapat menyebabkan anak- anak menderita karena penghasilan keluarga harus digunakan oleh banyak orang.

Semakin banyak jumlah anggota keluarga, tentunya akan semakin bervariasi aktivitas, pekerjaan dan seleranya, sehingga jumlah anggota keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi yang dipengaruhi oleh konsumsi makanan.

Dalam hal ini faktor selera dari masing-masing anggota keluarga sangat berpengaruh, karena tidak semua anggota keluarga menyukai jenis makanan yang sama.14

(35)

BAB III

KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1. Kerangka Teori

Gambar 3.1. Kerangka Teori Status Gizi

Langsung Tidak Langsung

Biokimia Klinis Antropometri Biofisik Survei

Konsumsi Makanan

Statistik Vital

BB/U TB/U BB/TB

Gizi buruk Gizi kurang Gizi baik Gizi lebih

Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi

Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk

 Pendidikan ibu

 Pekerjaan ibu

 Pendapatan keluarga

 Jumlah anggota keluarga

(36)

3.2. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka sebagai kerangka konsep penelitian tentang status gizi pada balita di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan sebagai berikut:

Gambar 3.2. Kerangka Konsep Penelitian Pengukuran Antropometri

a. Indikator BB/U

b. Indikator BB/TB

Status Gizi Anak Balita a.Gizi buruk

b.Gizi kurang c.Gizi baik d.Gizi lebih a. Sangat kurus b. Kurus c. Normal d. Gemuk Karakteristik Ibu balita a. Umur

b. Pendidikan c. Pekerjaan d. Pendapatan

e. Jumlah anggota Keluarga

(37)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional untuk mengetahui gambaran status gizi anak balita berdasarkan Antropometri di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2016 sampai dengan November 2016.

4.2.2. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan. Alasan pemilihan lokasi penelitian karena kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan yang memiliki anak balita dengan status gizi buruk dan kurang yang relatif masih tinggi di Kota Medan.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak balita di Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan Medan Perjuangan. Berdasarkan data Puskesmas Sentosa Baru, jumlah populasi anak balita pada saat penelitian adalah sebanyak 13.541 anak balita.

4.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah anak balita yang memiliki ibu dengan usia balita 1-5 tahun. Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus sampel Cross Sectional, sebagai berikut :

(38)

2 2

d pq Z

n

Keterangan : n = Jumlah Sampel Zα2= 1,96 pada α = 0,05 P = Perkiraan proporsi 0,69 q = 1 – p

d = presisi (10%)

2 2

1 , 0

) 69 , 0 1 ( 69 , 0 96 ,

1 

x x

n

n = 82,17 orang. Jadi, jumlah sampel minimal dibulatkan menjadi 82 orang.

Kriteria inklusi pemilihan sampel sebagai berikut : a. Balita yang memiliki ibu dengan usia balita 1-5 tahun b. Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru

c. Ibu balita yang datang ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Sentosa Baru d. Bersedia menjadi responden.

Kriteria eksklusi, yaitu tidak bersedia mengikuti penelitian (menolak menandatangani Informed Consent).

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

4.4.1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari ibu balita melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner. Data yang diperoleh berupa data umur balita, berat badan balita, tinggi badan balita dan karakteristik ibu balita (umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, jumlah anggota keluarga) serta status gizi balita.

(39)

4.4.2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari Puskesmas Sentosa Baru berupa profil puskesmas dan KMS anak balita.

4.5. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional, sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian. Adapun definisi operasional dari variabel penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran Antropometri

a. Definisi : pengukuran pada dimensi tubuh manusia.

b. Cara ukur : melakukan variabel pengukuran BB, TB, dan umur kemudian dilakukan perhitungan BB/TB dan BB/U.

c. Alat ukur : timbangan untuk mengukur BB, microtoise/papan pengukur untuk mengukur TB, serta data balita untuk mengetahui umur balita.

d. Skala pengukuran : numerik.

2. Berat Badan Balita

a. Definisi : berat badan balita saat dilakukan penelitian.

b. Cara ukur : pastikan timbangan injak diletakkan di lantai yang datar, lihat posisi jarum harus menunjuk ke angka 0 (nol), anak sebaiknya memakai baju yang tipis dan tidak memegang atau mengantongi sesuatu. Kemudian anak berdiri di atas timbangan tanpa dipegang. Kemudian baca angka yang ditunjukkan oleh jarum. Balita yang belum dapat berdiri menggunakan timbangan bayi (baby scale). Timbangan bayi diletakkan pada bidang datar. Pastikan posisi jarum menunjuk ke angka 0 (nol).

Kemudian letakkan balita di atas timbangan dan baca angka yang ditunjukkan oleh jarum.

c. Alat ukur : balita yang belum dapat berdiri diukur dengan baby scale (timbangan bayi), sedangkan untuk balita yang telah dapat berdiri digunakan timbangan injak.

d. Skala pengukuran : numerik.

(40)

3. Umur Balita

a. Definisi : usia balita saat dilakukan penelitian.

b. Cara ukur : Umur dihitung dalam bulan yang ditentukan

i. Pembulatan ke atas dilakukan bila lebih dari 15 hari dan sebaliknya.

ii. Bila tidak ingat tanggal lahir maka tanggal lahir ditentukan pada tanggal 15.

iii. Bila tidak ingat bulan lahir maka bulan lahir ditentukan pada bulan ke 6

c. Alat ukur : data balita.

d. Skala ukur : numerik.

4. Tinggi Badan Balita

a. Definisi : tinggi badan balita saat dilakukan penelitian.

b. Cara ukur : bagi balita yang telah dapat berdiri dilakukan pengukuran dengan microtoise. Posisikan badan dengan berdiri tegak menghadap ke depan, tumit menempel pada dinding. Turunkan batas atas pengukur sampai menempel di ubun-ubun, kemudian baca angka pada batas tersebut. Pastikan anak tidak memakai sandal atau sepatu. Bagi balita yang belum dapat berdiri dilakukan pengukuran dengan papan pengukur.

Alat diletakkan pada permukaan yang rata. Lepaskan tutup kepala bayi misalnya topi, hiasan rambut, dan kaos kaki bayi. Letakkan bayi dengan kepala menempel pada bagian kepala atau head board. Luruskan tubuh bayi sejajar dengan bidang papan pengukur. Luruskan tungkai bayi bila dengan cara lutut bayi secara lembut agar lurus. Dorong bagian kaki atau foot board sehingga menempel dengan tumit bayi.

c. Alat Ukur : balita yang telah dapat berdiri diukur dengan microtoise, sedangkan balita yang belum dapat berdiri digunakan papan pengukur.

d. Skala pengukuran : numerik.

5. Status Gizi Anak Balita

a. Definisi : keadaan fisik anak balita yang ditentukan dengan melakukan pengukuran antropometri.

(41)

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri yaitu berat badan menurut umur (BB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) kemudian diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS menggunakan indikator BB/U dan BB/TB.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U dan BB/TB.

d. Skala pengukuran : ordinal.

6. Gizi buruk

a. Definisi : status kondisi seseorang dengan nutrisinya di bawah standar rata-rata (Z-score < -3,0).

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.

d. Skala pengukuran : ordinal.

7. Gizi kurang

a. Definisi : status kondisi menunjukkan kekurangan gizi dengan nilai standar Z-score ≥ -3,0 sampai dengan Z-score <-2,0.

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.

d. Skala pengukuran : ordinal.

8. Gizi Baik

a. Definisi : status kondisi yang menunjukkan keseimbangan nutrisi dengan nilai standar Z-score ≥-2,0 sampai dengan Z-score ≤ 2,0.

b. Cara ukur : melakukan pengukuran antropometri BB/U kemudian diintepretasikan berdasarkan standar WHO-NCHS dengan indikator BB/U.

c. Alat ukur : Grafik WHO-NCHS berdasarkan BB/U.

d. Skala pengukuran : ordinal.

Gambar

Gambar 2.1. Mekanisme Pengawasan Pertumbuhan Anak
Gambar 3.1. Kerangka Teori Status Gizi
Gambar 3.2.  Kerangka Konsep Penelitian Pengukuran Antropometri

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 22 Januari 2016 menunjukkan ada hubungan higiene saitasi dengan keberadaan bakteri Escherichia coli pada depot air

memberikan angin yang segar bagi daerah. Pembentukan daerah otonom baru diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya

kan bahw a Standar NasionalP endidikan

Sasaran masyarakat dari program kreatifitas mahasiswa pengabdian masyarakat (PKMM) adalah anak usia dini di Paud Sekar Nagari Unnes. Kawasan Unnes adalah kawasan yang telah

Hasil dari penggunaan metode DRP adalah diperoleh peramalan jumlah produksi yang akan diproduksi agar jumlah yang diproduksi mendekati jumlah permintaan, order quantity

(1) Analisis faktor-faktor penentu keberhasilan pelaksanaan proyek perumahan berdasarkan biaya, mutu, dan waktu, (a) faktor penentu keberhasilan pelaksanaan proyek

Kondisi ekspor Indonesia ke Tiongkok yang dapat dipengaruhi kondisi inflasi Indonesia, nilai tukar rupiah Indonesia ke Tiongkok dan juga inflasi Indonesia yang dapat dipengaruhi

Kepala Bidang Pembudayaan Olahraga, Kasi Pembinaan Sentra, PPLP dan PPLM PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017. DINAS PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN