• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

1. Petugas Kesehatan

Memberikan informasi tentang hubungan OMSK dengan rinitis alergi bahwa orang dengan rinitis alergi lebih berisiko mengalami OMSK dengan orang tanpa rinitis alergi.

2. Masyarakat

Bagi penderita dengan riwayat bersin berulang yang kambuh dengan adanya pemicu alergen, pernah tes alergi positif serta ada riwayat keluarga menderita alergi agar lebih waspada terhadap gangguan telinga, yaitu OMSK.

3. Penelitian selanjutnya

Penelitian ini masih bisa dikembangkan dengan menambah jumlah sampel, durasi penelitian, dan hasil penelitian yang lebih terperinci.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Telinga

Perkembangan telinga dimulai pada minggu ke-3 kehidupan intra-uteri dan berakhir pada dewasa. Prosesnya mencakup perkembangan bagian dalam, tengah, dan luar telinga yang kompleks. Telinga tengah terdiri atas kavum telinga tengah, osikel, additus, resesus antrum yang menghubungkan kavum telinga tengah dengan kavum mastoid, kompartemen superior atik dengan tegmentum timpanikum pada atapnya. Tuba eustakius menhubungkan telinga tengah dengan nasofaring. Fungsi telinga tengah mencakup transformasi, transmisi, dan amplifikasi suara dalam proses mendengar. Fungsi ini mrnurun pada otitis media (Rask, 2008).

2.1.1. Telinga Bagian Luar

Gambar 2.1. Gambaran Umum Telinga (Ellis, 2006)

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan meatus auditori eksterna. Daun telinga terdiri atas tulang keras dan tulang rawan yang ditutupi oleh jaringan kulit, lemak, dan fibrosa. Otot-otot intrinsik dan ekstrinsik tidak memiliki fungsi yang berarti bagi manusia. Meatus auditori eksternal

meluas ke dalam sampai ke membran timpani. Panjangnya sekitar 1,5 inchi (37 mm), dan memiliki bidang unik berbentuk S yang mengarah ke medial atas dan ke depan, kemudian ke medial belakang dan ke medial depan dan bawah. Membran timpani, atau gendang telinga, memisahkan telinga tengah dari meatus auditori eksterna. Membran timpani terdiri dari lapisan kulit luar, bersambung dengan kulit pada meatus auditori eksterna yang berupa lapisan mukoperiosteum dari kavum timpani. Bentuknya oval di bagian luar dan sedikit cekung ke luar, dan tembus pandang sehinga memungkinkan pada pemeriksaan untuk melihat dasar maleus dan bagian dari inkus . Bagian yang lebih besar dikenal sebagai pars tensa. Di atas proses lateral malleus ada area segitiga kecil di mana membran tipis dan longgar yang disebut pars flaccida (Ellis, 2006).

2.1.2. Telinga tengah

Telinga tengah, atau kavum timpani, adalah rongga yang menyerupai celah sempit di bagian petrosa tulang temporal yang berisi tiga tulang pendengaran. Dinding lateral dibentuk terutama oleh membran timpani, yang memisahkannya dari meatus auditori eksternal, dan di bagian atasnya adalah bagian skuamosa tulang temporal. Bagian atas dari kavum timpani dikenal sebagai resesus epitimpani; pada bagian ini terdapat inkus dan kepala maleus. Dinding medial, yang memisahkan kavum dari telinga interna terlihat cochleae fenestra ( jendela bulat ), ditutupi oleh membran timpani sekunder membran; vestibule fenestra (jendela oval), ditempati oleh dasar dari stapes yaitu promontorium. Di bagian anterior, kavum berhubungan dengan faring melalui pharyngotympanic atau tuba Eustakius. Di bagian posterior, kavum berhubungan dengan mastoid atau antrum timpani dan sel-sel udara mastoid. Antrum mastoid adalah rongga kecil di bagian posterior tulang temporal, terhubung ke reses epitympanic dari telinga tengah melalui aditus. Tuba Eustakius memiliki panjang sekitar 1.5 inchi (37mm) dengan 0.5 inchi (12mm) pertama merupakan tulang keras, dan sisanya adalah tulang rawan.Tuba dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia Membran

mukosanya tipis pada baguan yang keras, tetapi pada bagian kartilago banyak mengandung kelenjar mukus, dan pada bagian orifisium faring terdapat banyak jaringan limfoid yang disebut tubal tonsil, yang bisa membengkak bila terjadi infeksi (Ellis, 2006).

Telinga tengah terdiri dari: membran timpani, kavum timpani, tuba Eustakius, prosesus mastoideus dengan sellule mastoidea. Tuba Eustakius memiliki tiga fungsi, yaitu: ventilasi, proteksi, dan drainase kavum timpani. Ketiga fungsi ini sangat vital guna menunjang agar telinga tengah tidak mengalami patologi dan dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Ventilasi memungkinkan terjadinya aerasi dan penyeimbangan tekanan kavum timpani dengan atmosfer. Aerasi atau pengudaraan adalah pemberian udara segar (kaya oksigen) dari nasofaring yang selalu sama dengan atmosfer ke kavum timpani melalui tuba. Mengingat tuba hanya membuka pada waktu tertentu saja (menguap, menelan), yaitu sekitar 3 menit sekali waktu terjaga dan 5 menit sekali waktu tidur, maka aerasi pun hanya terjadi pada waktu tertentu saja. Bersamaan dengan aerasi terjadi pula penyeimbangan tekanan udara di kavum timpani dengan di dinding nasofaring. Kedua proses ini (aerasi dan penyaimbangan tekanan) pada dasarnya adalah upaya mengkoreksi penurunan oksigen dan tekanan udara di kavum timpani akibat resorbsi oleh mukosa. Proteksi bertujuan agar proses infeksi di saluran nafas atas tidak mudah meluas ke kevum timpani. Sementara itu drainase berfungsi untuk membuang sekret yang ada di cavum timpani ke nasofaring. Drainase ini terjadi melalui mekanisme transport mukosiliar yang dimiliki tuba (Philip, 1997).

Gambar 2.2. Labirin Membranosa (Ellis, 2006)

Gambar 2.3. Membran Timpani Dilihat dengan Auroskop (Ellis, 2006) 2.1.3. Telinga dalam

Telinga dalam terdiri atas tulang labirin yang keras yang disusun oleh vestibula sentralis, di bagian posterior terhubung dengan ketiga duktus semisirkularis dan di bangian anterior dengan koklea spiralis. Rongga ini mengandung cairan perilymph serta labirin membranosa, yang terdiri atas utrikulus dan sakulus, yang berhubungan dengan kanalis semisirkularis dan kanalis koklea (Ellis, 2006).

G

Gambar 2.4. Vaskularisasi dan Persarafan Telinga (Standring, 2008)

Vaskularisasi telinga dalam berasal dari A. Labirintin cabang A. Cerebelaris anteroinferior atau cabang dari A. Basilaris atau A. Verteberalis. Arteri ini masuk ke meatus akustikus internus dan terpisah menjadi A. Vestibularis anterior dan A. Kohlearis communis yang bercabang pula menjadi A. Kohlearis dan A. Vestibulokohlearis. A. Vestibularis anterior memperdarahi N. Vestibularis, urtikulus dan sebagian duktus semisirkularis. A.Vestibulokohlearis sampai di mediolus daerah putaran basal kohlea terpisah menjadi cabang terminal vestibularis dan cabang kohlear. Cabang vestibular memperdarahi sakulus, sebagian besar kanalis semisirkularis dan ujung basal kohlea. Cabang kohlear memperdarahi ganglion spiralis, lamina spiralis ossea, limbus dan ligamen spiralis. A. Kohlearis berjalan mengitari N. Akustikus di kanalis akustikus internus dan didalam kohlea mengitari modiolus. Vena dialirkan ke

V.Labirintin yang diteruskan ke sinus petrosus inferior atau sinus sigmoideus. Vena-vena kecil melewati akuaduktus vestibularis dan kohlearis ke sinus petrosus superior dan inferior. N.Vestibulokohlearis (N.akustikus) yang dibentuk oleh bagian kohlear dan vestibular, didalam meatus akustikus internus bersatu pada sisi lateral akar N.Fasialis dan masuk batang otak antara pons dan medula. Sel-sel sensoris vestibularis dipersarafi oleh N.Kohlearis dengan ganglion vestibularis (scarpa) terletak didasar dari meatus akustikus internus (Ahmad, 1999).

2.2. Otitis Media

Otitis media merupakan peradangan pada telinga tengah. Menurut GG (2008) dalam Ibekwe (2006), otitis media dapat digolongkan berdasarkan:

a. Durasi – otitis media akut dan otitis media kronis b. Jenis cairan telinga – supuratif dan non-supuratif c. Otitis media dengan efusi dan aero-otitis media

d. Organisme penyebab – otitis media bakterial dan otitis media karena organisme spesifik, seperti: otitis media tuberkulosis dan sifilis.

Beberapa jenisnya akan dibahas seperti berikut: a. Otitis Media Akut

OMA merupakan infeksi akut pada mukosa telinga tengah, juga termasuk sel udara mastoid. OMA kebanyakan terjadi pada anak-anak (Berman, 1995; Dhingra, 2004; Clare, 2007). Tampilan klinis mencakup gejala lokal dan gejala sistemik. Pada anak dapat ditemui demam dengan suhu tinggi mencapai 41-42 C, tidak mau makan, tangisan yang tidak berhenti, dan mudah terusik (Ibekwe, 2007; Aino, 2006)

b. Otitis Media Efusi

OME mempunyai ciri adanya akumulasi cairan (non-purulen) pada telinga tengah dengan membran timpani yang utuh. Cairannya dapat berupa mukus dengan konsistensi tebal maupun cairan serosa dengan konsistensi tipis. OME biasanya mengalami tuli konduktif, ringan sampai sedang (≤40dB). OME sering pada balita (Akindale, 1998).

c. Otitis Media Spesifik

Otitis media tuberkulosa memang tidak umum. Tetapi, jumlahnya semakin meningkat (Matsumoto, 2007). Ciri-cirinya adalah adanya cairan telinga tanpa nyeri telinga dan adanya multi-perforasi membran timpani yang dapat mengenai semua usia terutama anak-anak dan dewasa muda (Sethi, 2006; Chandra 2007). Otitis media sifilis disebabkan oleh spiroseta yang menginfeksi koklear dan kanalis semisirkularis. Dijumpai adanya tuli sensorineural dan vertigo (I, 1999). Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan cairan telinga pada mikroskop lapangan gelap (Lukehart, 2005).

d. Otitis Media Kronis

Tabel 2.1. Klasifikasi Otitis Media Kronis menurut Browning (1977) (Ibekwe, 2006)

Faktor predisposisi kronisitas otitis media diduga karena:

1. Disfungsi tuba auditoria kronik, infeksi fokal seperti sinusitis kronik, adenoiditis kronik dan tonsilitis kronik yang menyebabkan infeksi kronik atau berulang saluran napas atas dan selanjutnya mengakibatkan udem serta obstruksi tuba auditoria. Beberapa kelainan seperti hipertrofi adenoid, celah palatum mengganggu fungsi tuba auditoria. Gangguan kronik fungsi tuba auditoria menyebabkan proses infeksi di telinga tengah menjadi kronik (Utami, 2010). 2. Perforasi membran timpani yang menetap menyebabkan mukosa telinga tengah selalu berhubungan dengan udara luar. Bakteri yang berasal dari kanalis

auditorius eksterna atau dari luar lebih leluasa masuk ke dalam telinga tengah menyebabkan infeksi kronik mukosa telinga tengah (Mawson, 1974).

3. Pseudomonas aeruginusa dan Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang tersering diisolasi pada OMSKB, sebagian besar telah resisten terhadap antibiotika yang lazim digunakan. Ketidaktepatan atau terapi yang tidak adekuat menyebabkan kronisitas infeksi (Rianto, 1998).

4. Faktor konstitusi, alergi merupakan salah satu faktor konstitusi yang dapat menyebabkan kronisitas. Pada keadaan alergi ditemukan perubahan berupa bertambahnya sel goblet dan berkurangnya sel kolumner bersilia pada mukosa telinga tengah dan tuba auditoria sehingga produksi cairan mukoid bertambah dan efisiensi silia berkurang (Gladstone, 1995). Penyakit alergi adalah suatu penyimpangan reaksi tubuh terhadap paparan bahan asing yang menimbulkan gejala pada orang yang berbakat atopi sedangkan pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apapun (Restuti, 2006).

2.3. Otitis Media Supuratif Kronis 2.3.1. Definisi

OMSK merupakan inflamasi kronis pada telinga tengah dan mukosa mastoid pada membran timpani yang tidak utuh (perforasi atau akibat timpanostomi) dan ditemukan adanya cairan telinga (Verhoeff, 2005). Perubahan inflamasi pada garis mukoperiosteal di celah telinga tengah dan terbentuk jaringan patologis yang ireversibel (Ibekwe, 2006). Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorhea) lebih dari 3 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukus atau purulen (Amaleen, ‎2011).

Umumnya, pasien dengan perforasi membran timpani dengan keluhan telinga berair 6 minggu hingga 3 bulan digolongkan sebagai OMSK. Definisi menurut WHO yaitu pasien dengan keluhan otore 2 minggu, namun otolaringologis menggunakan durasi yang lebih lam, yaitu 3 bulan. Adanya perforasi membran timpani dengan telinga berair yang berasal dari telinga tengah

membedakan OMSK dengan jenis otitis media kronis lainnya. OMSK juga disebut otitis media kronis mukosal aktif, oto-mastoiditis kronis, dan timpanomastoiditis kronis. OMSK mungkin memiliki kolesteatoma dan komplikasi supuratif lainnya. (WHO, 2004).

2.3.2. Klasifikasi

Tabel 2.2. Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronis (Asroel, 2011) 1. Tubo timpanal Karakteristik perforasi pada pars tensa.

Penyakit tipe ini biasanya tidak berisiko komplikasi seperti sepsis intrakranial.

2. Atiko antral Tipe ini mengenai pars plasida dan karakteristik dengan pembentukan “ retraction pocket“, di mana terkumpul keratin untuk membentuk kolesteatoma. Kolesteatoma dibagi atas :

1. Kongenital 2. Didapat

2.3.3. Epidemiologi

Menurut Roland (1999) dalam Dewi (2013), pada survei yang dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan prevalensi OMSK sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Ini berarti bahwa dari 220 juta penduduk Indonesia, diperkirakan terdapat 6, 6 juta penderita OMSK. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran, Departemen Kesehatan, tahun 1993-1996 prevalensi OMSK adalah 3, 1%-5, 20% populasi. Sedangkan usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18 tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMSK. Penelitian yang dilakukan di RS St.Elisabeth pada tahun 1998, dari 135 penderita OMSK, 62,40% adalah kelompok umur 10-20 tahun.

Menurut WHO (2004), klasifikasi prevalensi OMSK: Tabel 2.3. Klasifikasi negara berdasarkan prevalensi OMSK

Sehingga, menurut WHO, Indonesia termasuk dalam klasifikasi prevalensi OMSK tinggi.

Sekitar 164 juta kasus penurunan pendengaran diakibatkan OMSK dan 90% kasus ada di negara berkembang. Pada tahun 1993, World Development Report memperkirakan sekitar 5.12 juta disability-adjusted life-years (DALYs) menderita akibat otitis media.were lost from otitis media, 91% berasal dari negara berkembang. Jumlah ini menurun padatahun 1996 menjadi 2.163 juta DALYs dengan 94% masih tetap berasal dari negara berkembang (WHO, 2004).

Semakin besar perforasi membran timpani, maka semakin berpotensi seseorang menderita OMSK. Beberapa studi memperkirakan insidensi OMSK tiap tahun mencapai 39 kasus per 100.000 orang pada anak dan dewasa yang berusia 15 tahun dan lebih muda. Di Inggris, 0,9% anak dan 0,5% dewasa mengalami OMSK. Di Israel, hanya 0.039% anak yang terkena OMSK (Akbaril, 2004).

2.3.4. Faktor Risiko

Faktor risiko yang diketahui mempengaruhi perkembangan dari otitis media antara lain infeksi saluran pernapasan atas akibat virus, fungsi imun yang tidak adekuat, disfungsi tuba eustakius, anatomi kraniofasial, perokok pasif, pekerja aktif siang hari, durasi menyusui yang tidak adekuat, alergi, dan gastroesophageal reflux disease (GERD) (Skoner, 2009).

Infeksi virus dan bakteri ditambah dengan faktor disfungsi tuba Eustakius, usia muda dan status imun yang tidak sempurna, alergi sistem pernapasan atas, faktor genetik, jenis kelamin laki-laki, makanan botol, jam aktivitas siang, dan perokok pasif juga merupakan faktor penyebab OMSK. Penggunaan dot dan posisi tidur juga mungkin berhubungan. Selain itu, onset awal otitis media mungkin juga berhubungan dengan diet ibu, penggunaan alkohol semasa hamil dan rendahnya antibodi pneumokokus pada darah tali pusar (WHO, 1996).

Fliss et al. (1991) dalam Verhoeff (2005) mengenali bahwa otitis media akut maupun yang berulang, riwayat orangtua mengalami otitis media kronis, dan suasana yang padat (keluarga dengan banyak anak, seringnya bekerja di siang hari) merupakan faktor risiko yang signifikan pada OMSK.

2.3.5. Patogenesis

OMSK merupakan infeksi bakteri piogenik yang menginfeksi telinga tengah. Streptococcus pneumonia (pneumococci) merupakan penyebab terbanyak pada berbagai kelompok usia (30% to 40%). Haemophilus influenzae menyebabkan sekitar 20% kasus namun lebih sering meningkat seiring penambahan usia. Jika eksudat purulen ini menumpuk di telinga tengah, gendang telinga dapat ruptur dan pus akan mengalir keluar (Rubin, 2014).

Gambar 2.5. OMSK. Eksudat purulen (tanda panah lurus) pada telinga tengah. Mukosa (tanda panah lengkung) menebal akibat inflamasi kronis dan granulasi (Rubin, 2014)

Otitis media biasanya disebabkan oleh infeksi virus yang selain menginfeksi sel epitel bersilia, juga memenuhi rongga udara dengan cairan. Pneumococci lalu semakin berkembang dengan adanya jaringan yang kaya nutrisi, kemudian dari infeksi sinus atau telinga tengah dapat menyebar ke selaput mening terdekat. Selain itu, virus yang menginfeksi sel epitel pernapasan di hidung dapat menyebabkan produksi mukus dan edema. Sel yang terinfeksi menghasilkan mediator inflamasi, seperti bradikinin, yang berperan dalam terlihatnya gejala common cold. Pada keadaan ini terjadi peningkatan mukus nasal dan obstruksi tuba Eustakius. Sehingga, terjadi stasis hasil sekresi tersebut yang dapat memicu infeksi bakteri sekunder dan dapat menyebabkan sinusitis bakteri dan otitis media (Rubin, 2014).

Infeksi asenden menuju endometrium, tuba fallopi dan ovarium dapat menyebakan oklusi tuba dan infertilitas. Klamidia juga dapat menginfeksi kelenjar Bartolini sehingga terjadi uretritis akut. Bayi yang lahir per vaginam dari ibu yang terinfeksi seperti ini dapat mengalami konjungtivitis, otitis media, dan pneumonia di kemudian hari. Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi komplit atau

parsial pada tuba Eustakius, sehingga dapat menjadi otitis media. Infeksi masuk melalui antrum mastoid menuju sel mastoid. Ketika nasofaring ikut terinfeksi, mikroorganisme dapat mencapai telinga tengah melalui infeksi asenden ke tuba (Rubin, 2014).

2.3.6. Patofisiologi

Inflamasi nasal akibat serangan alergen mengakibatkan tanda dan gejala klasik RA dan disfungsi tuba Eustakius. Disfungsi tuba Eustakius menyebabkan peningkatan tekanan negatif pada telinga tengah dan ventilasi yang kurang. Keduanya baik ISPA maupun reaksi alergi nasal memicu inflamasi nasal, disfungsi tuba Eustakius, dan peningkatan protein transudat dan sekresi nasal yang dimodulasi bertahap oleh mediator inflamasi (Fireman, 1997). Obstruksi hidung dan infeksi, alergi, dan keduanya termasuk dalam penyebab otitis media. Pemicunya bisa karena tuba yang lunak dengan tekanan positif nasofaring, sekresi telinga tengah, atau dengan tekanan negatif nasofaring, seperti pipa yang dicegah terbuka dan akhirnya menjadi tersumbat (Fireman, 1997).

OMSK yang merupakan bagian dari otitis media dimulai dengan episode infeksi akut. Patofisiologi dimulai dengan iritasi dan inflamasi pada mukosa telinga tengah yang menghasilkan edema mukosa. Selanjutnya dapat berkembang menjadi ulkus mukosa dan kerusakan batas epitel hingga akhirnya terbentuk jaringan granulasi yang bisa menjadi polip (Roland, 2013).

2.3.7. Diagnosis a. Anamnesa

Anamnesa akurat tergantung pada daya ingat pasien, derajat penurunan pendengaran, dan pengaruhnya pada keadaan sekarang. Pada negara nerkembang, otore sering dianggap normal pada anak-anak.Di Malaysia, 42% anak dengan OMSK tidak mengeluhkan telinga berair sebelumnya. Di Afrika selatan, tak satupun orang dengan OMSK mengeluhkan gangguan. Riwayat penyakit diperlukan untuk mengetahui adanya gejala seperti nyeri telinga, cairan telinga, dan keluhan dan kelainan telinga lainnya. Riwayat adanya sekret telinga sebelumnya, khususnya ditambah dengan adanya udara dingin, nyeri kerongkongan, batuk, dan gejala infeksi

saluran napas atas lainnya dapat meningkatkan kecurigaan OMSK (WHO 2004).

Selain itu, manifestasi klinis dan laboratorium rinitis alergi berupa inflamasi jaringan lokal dan disfungsi organ pernapasan bagian atas merupakan manifestasi hipersensitifitas tipe I. Respon inflamasi diperantarai oleh ikatan antara antigen-IgE dengan sel mast dan basofil yang memicu pelepasan zat vasoaktif, enzimatik, dan mediator kemotaktik. Pengaktifan sel mast dan basofil memacu pelepasan mediator yang belum terbentuk sebelumnya (seperti histamin, chemotacting factor dan enzim) dan sintesa dan penghasilan mediator yang baru muncul (seperti prostaglandin, leukotrien, dan platelet activating factor). Sel mast dan basofil juga mampu mensintesa sitokin pro-inflamasi, faktor tumbuh dan regulasi yang berhubungan. Interaksi ini memicu respon bifasik: reaksi awal pada pembuluh darah, otot polos, dan kelenjar sekretori; dan reaksi lambat berupa edema mukosa dan influks sel inflamasi. Reaksi awal terjadi sesaat setelah pajanan antigen. Sedangkan reaksi lambat terjadi 2-4 jam setelah pajanan,maksimal pada 6-12 jam, dan biasanya selesai dalam 12-24 jam. Manifestasi klinis yang terlihat seperti: bersin, pruritus, hipersekresi mukus, hidung tersumbat, hiperresponsif jalan napas, dan adanya eosinofil nasal. Selain itu dapat ditemui alergen spesifik IgE, otitis media serosa, dan sinusitis (Shames, 1997).

Menurut Shenoi (2014), gejala klasik akibat keluarnya cairan dari telinga baik unilateral maupun bilateral yang tidak disertai nyeri berarti belum mengalami komplikasi. Jenis dan durasi keluarnya cairan dari telinga sering berhubungan dengan perubahan histopatologi pada telinga tengah dan mastoid dan berfungsi sebagai tanda yang berguna untuk mengukur keparahan penyakit secara klinis. Pada tipe tubotimpani, cairan hilang timbul dan biasanya mukoid atau mukopurulen, sering dipicu oleh infeksi saluran pernapasan atau melalui masuknya air melalui membaran yang mengalami perforasi sewaktu berenang. Biasanya cairannya tidak berbau. Sebaliknya pada tipe atikoantral, cairan biasanya sedikit, mungkin juga

banyak karena adanya infeksi aktif, sehingga cairan dan jarang sekali kering.

Gejala utama pada OMSK adalah cairan telinga yang purulen dan kronis yang berasal dari perforasi gendang telinga. Ketulian biasanya bersifat konduktif, dan gejalanya baik kuantitas maupun kualitasnya bergantung pada jenisnya, yaitu safe dan unsafe. OMSK safe cairannya bersifat mukoid tetapi ketika menjadi unsafe dapat berubah menjadi nanah yang kental (UOBabylon, 2014).

b. Otoskopi

Diagnosis OMSK adalah dengan memastikan adanya cairan yang keluar dari perforasi membran timpani. Hal ini memungkinkan dengan menghilangkan wax yang menyumbat cairan telinga, debris dan/atau massa pada kanalis auditori eksterna. Pemeriksaan membutuhkan cermin kepala, lampu kepala, otoskop atau otomikroskop, peralatan suction dan peralatan kecil lainnya.Tidak semua telinga berair disebut OMSK. Otitis media akut dan otitis eksterna akut juga bermanifestasi telinga yang nyeri dan berair. Namun, nyeri pada tragus dijumpai pada otitis eksterna, sedangkan nyeri mastoid dijumpai pada otitis media. Cairan pada otitis eksterna tidak dalam dan berbau busuk juga tidak dijumpai mukus, yang dapat diuji dengan cotton mop. Demam juga lebih tinggi dijumpai pada otitis media daripada otitis eksterna. OMSK menghasilkan cairan mukus dari telingan tanpa adanya demam, kecuali disertai dengan otitis eksterna atau infeksi sudah mencapai ekstrakranial atau intrakranial. Tanpa otoskopi pun OMSK bisa diperkirakan dengan adanya cairan telinga yang berlangsung lebih dari 2-3 bulan, sedangkan OMA dan otitis eksterna bisa sembuh dengan sendirinya (WHO, 2004).

c. Kultur Bakteri

Kulltur bakteri dilakukan karena 90-100% sekret yang kronis dari telinga disebabkan oleh bakteri, baik aerob maupun anaerob. Karena kebanyakan dengan pengobatan topikal sudah efektif dengan penggunaan antibiotik yang ditentukan secara empiris, biasanya pemeriksaan ini sudah jarang

dilakukan. Antibiotik yang digunakan biasanya antibiotik dengan spektrum luas (WHO, 2004).

Meskipun pengobatan dapat membasmi bakteri di telinga tengah, tapi hal ini tidak menjamin telinga berair tidak berulang atau pengobatan tuntas OMSK. Leiberman et al. (1992) dalam WHO (2004) melaporkan bahwa Pseudomonas aeruginosa dari telinga yang berair ditemukan sebelum pengobatan dan pada fase lanjut. Karena pengobatan topikal sering kali efektif dan jarang merugikan, kebanyakan OMSK akan diobati dengan antibiotik berspektrum luas berdasarkanempiris dan kultur dilakukan jika diduga adanya resistensi obat.

OMSK juga dapat dibedakan dengan OMA dari segi bakteri penyebab. Pada OMA, bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae,

Dokumen terkait