• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya terhadap keanekaragaman plankton berdasarkan variasi musiman untuk melihat bagaimana persebaran kelimpahan plankton berdasarkan variasi musiman.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekosistem Sungai

Habitat air tawar menempati daerah yang relatif lebih kecil pada permukaan bumi dibandingkan dengan habitat laut, tetapi bagi manusia kepentingannya jauh lebih berarti dibandingkan dengan luas daerahnya. Hal ini disebabkan karena: 1) habitat air tawar merupakan sumber air yang paling praktis dan murah untuk kepentingan domestik maupun industri. 2) ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Odum, 1994).

Ekosistem air yang terdapat di daratan (inland water) secara umum di bagi atas dua yaitu perairan lentik (perairan tenang atau diam, misalnya: danau, waduk, kolam, rawa dan telaga) dan perairan lotik (perairan berarus deras, misalnya: parit, kanal, dan sungai). Perbedaan utama antara perairan lotik dengan perairan lentik adalah kecepatan arus. Perairan lentik mempunyai kecepatan arus yang lambat serta terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sementara perairan lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).

Sungai sebagai salah satu contoh dari perairan mengalir (lotik). Kondisi sungai digambarkan sebagai badan air yang umumnya dangkal, arus biasanya searah, dasar sungai berupa batu kerikil dan berpasir, ada endapan atau erosi, temperatur air berfluktuasi, atas bawah hampir uniform. Habitat sungai dan kolam dibedakan dalam hal ada tidaknya arus air, jenis endapan, volume air, kekeruhan, dan tipe makanan yang tersedia sehingga kedua organisme memiliki komunitas yang sangat berbeda. Perbedaan organisme itu dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti faktor fisik, kimia dan biologi. Sebuah sistem perairan faktor fisik, kimia maupun faktor biologinya akan selalu mengalami perubahan dimana perubahan ini dapat mempengaruhi hidrobiota yang hidup didalamnya. Ada tidaknya hidrobiota ini dapat dijadikan sebagai penujuk kualitas air yang bersangkutan. Sungai juga ditandai

dengan adanya anak sungai yang menampung dan menyimpan serta mengalirkan air hujan ke laut melalui sungai utama (Naughton& Larry, 1990).

Ekosistem sungai terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling berinteraksi membentuk satu kesatuan yang teratur dan tidak ada satu komponen yang dapat berdiri sendiri melainkan mempunyai keterikatan dengan komponen lain langsung atau tidak langsung, besar atau kecil. Aktivitas suatu komponen selalu memberi pengaruh pada komponen ekosistem yang lain (Asdak, 1995).

2.2 Defenisi dan Pembagian Plankton

Defenisi umum menyatakan bahwa yang dimaksud dengan plankton adalah suatu golongan jasad hidup akuatik berukuran mikroskopik, biasanya berenang atau tersuspensi dalam air, tidak bergerak atau hanya bergerak sedikit untuk melawan atau mengikuti arus, dibedakan menjadi dua golongan yakni tumbuhan atau fitoplankton (plankton nabati) yang umumnya mempunyai klorofil dan golongan hewan atau zooplankton (plankton hewani) (Wibisono, 2005). Fitoplankton dapat memproduksi bahan organik melalui proses fotosintesis, kehidupan di perairan dimulai dan terus berlanjut ke tingkat kehidupan yang lebih tinggi dari tingkatan zooplankton sampai ikan-ikan besar dan tingkatan terakhir sampailah pada manusia yang memanfaatkan ikan sebagai makanannya (Wiadyana, 2006).

Berdasarkan siklus hidupnya plankton dapat dikenal sebagai holoplankton yaitu plankton yang seluruh siklus hidupnya bersifat planktonik dan meroplankton yaitu plankton yang hanya sebagian siklus hidupnya bersifat planktonik. Sebenarnya plankton mempunyai alat gerak (misalnya Flagelata dan Ciliata) sehingga secara terbatas plankton akan melakukan gerakan-gerakan, tetapi gerakan tersebut tidak cukup untuk mengimbangi gerakan air di sekelilingnya (Barus, 2004).

Menurut Nybakken (1992), plankton dapat digolongkan berdasarkan ukuran, penggolongan ini tidak membedakan antara fitoplankton dan zooplankton. Golongan plankton ini terdiri atas:

a. Megaplankton yaitu plankton yang berukuran 2,0 mm. b. Makroplankton yaitu plankton yang berukuran 0,2-2,0 mm.

c. Mikroplankton yaitu plankton yang berukuran 20 µm-0,2 m.m d. Nanoplankton yaitu plankton yang berukuran 2 µm-20 µm. e. Ultraplankton yaitu plankton yang berukuran kurang dari 2 µm

Menurut Basmi (1995), bahwa plankton dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa hal, yakni:

1. Nutrient pokok yang dibutuhkan, terdiri atas:

a. Fitoplankton, yakni plankton nabati (> 90% terdiri dari algae) yang mengandung klorofil yang mampu mensintesa nutrienanorganik menjadi zat organik melalui proses fotosintesis dengan energi yang berasal dari sinar surya.

b. Saproplankton, yakni kelompok tumbuhan (bakteri dan jamur) yang tidak mempunyai pigmen fotosintesis, dan memperoleh nutrisi dan energi dari sisa organisme lain yang telah mati.

c. Zooplankton, yakni plankton hewani yang makanannya sepenuhnya tergantung pada organisme-organisme lain yang masih hidup maupun partikel-partikel sisa organisme, seperti detritus dan debris. Di samping itu plankton ini juga mengkonsumsi fitoplankton.

2. Berdasarkan lingkungan hidupnya terdiri atas:

a. Limnoplankton, yakni plankton yang hidupnya di air tawar. b. Haliplankton, yakni plankton yang hidup di laut.

c. Hipalmyroplankton, yakni plankton yang hidup di air payau. d. Heleoplankton, yakni plankton yang hidupnya di kolam.

3. Berdasarkan ada tidaknya sinar di tempat mereka hidup, terdiri atas: a. Hipoplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona afotik. b. Epiplankton, yakni plankton yang hidupnya di zona eurofik.

c. Bathiplankton, yakni plankton yang hidupnya di dekat dasar perairan yang juga umumnya tanpa sinar. Baik hipoplankton maupun bathiplankton terdiri dari zooplankton seperti Mysid dari jenis Crustacea dan hewan-hewan planktonis yang tidak membutuhkan sinar.

4. Berdasarkan asal usul plankton, dimana ada plankton yang hidup dan berkembang dari perairan itu sendiri da nada yang berasal dari luar, terdiri atas: a. Autogenik plankton, yakni plankton yang berasal dari perairan itu sendiri. b. Allogenik plankton, yakni plankton yang dating dari perairan lain.

2.3 Ekologi Plankton

Kehadiran plankton di suatu ekosistem perairan sangatlah penting, karena fungsinya sebagai produsen primer atau karena kemampuannya untuk mensintesa senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis (Heddy & Kurniati,1996). Dalam ekosistem air, hasil dari fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton bersama dengan tumbuhan air lainnya disebut sebagai produktivitas primer. Fitoplankton terutama pada lapisan perairan yang mendapat cahaya matahari yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas proses fotosintesis (Barus, 2004).

Peran utama fitoplankton dalam ekosistem air tawar adalah sebagai produsen primer.Sebagai produsen, fitoplankton merupakan makanan bagi komponen ekosistem lainnya khususnya ikan.Posisinya di piramida makan mempertahankan kesehatan lingkungan air. Bila ada gangguan terhadap fitoplankton, maka seketika komunitas lain akan terpengaruh. Komposisi fitoplankton bergantung pada kualitas air, karena itu jenis alga tertentu dapat digunakan sebagai indikator eutrifikasi air. Keasaman air juga mempengaruhi kelimpahan fitoplankton (Monk et al, 2000).

Fitoplankton adalah organisme mikroskopik yang hidup melayang, mengapung dalam air serta memiliki kemampuan gerak yang terbatas.Fitoplankton berperan sebagai salah satu bioindikator yang mampu menggambarkan kondisi suatu perairan,kosmopolit dan perkembangannya bersifat dinamis karena dominasi satu spesies dapat diganti dengan lainnya dalam interval waktu tertentu dan dengan kualitas perairan yang tertentu juga. Perubahan kondisi lingkungan perairan akan menyebabkan perubahan pula pada struktur komunitas komponen biologi (Prabandani et al, 2007). Menurut Raymont (1981), hubungan antara komunitas fitoplankton dengan produktivitas perairan adalah positif. Bila kelimpahan

fitoplankton di suatu perairan tinggi, maka dapat juga diduga perairan tersebut memiliki produktivitas tinggi.

Distribusi zooplankton menggambarkan penyebaran zooplankton di dalam suatu perairan, baik sifat (pola) penyebaran maupun jumlah individu yang ada di perairan tersebut.Pola distribusi zooplankton dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan kaulitas lingkungan. Makanan zooplankton yang utama adalah fitoplankton namun pada kondisi tertentu zooplankton dapat pula memanfaatkan bakteri dan detritus (Pennak, 1978).

Zooplankton yang merupakan plankton yang bersifat hewani sangat beraneka ragam dan bentuk dewasa yang mewakili hampir seluruh filum hewan. Namun dari sudut ekologi, hanya satu golongan zooplankton yang sangat penting yaitu subkelas Kopepoda. Kopepoda ialah Crustacea holoplanktonik berukuran kecil yang mendominasi zooplankton, merupakan herbivora primer (Nybakken, 1992).

Perkembangan fitoplankton sangat dipengaruhi oleh zooplankton. Harvey et al (1932) dalam Basmi (1988) mengemukakan teori grazing¸ yang menyatakan jika di suatu perairan terdapat populasi zooplankton yang tinggi maka populasi fitoplankton akan menurun karena dimangsa oleh zooplankton. Basmi (2000) mengemukakan pertumbuhan fitoplankton akan mengikuti laju pertumbuhan differensial, zooplankton mempunyai siklus reproduksi lebih lambat, maka untuk mencapai populasi maksimum akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan fitoplankton.

2.4 Faktor-Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Keanekaragaman Plankton

Menurut Nybakken (1992), sifat fisik kimia perairan sangat penting dalam ekologi. Oleh karena itu, selain melakukan pengamatan terhadap faktor abiotik, perlu juga dilakukan pengamatan faktor-faktor abiotik (fisik-kimia) perairan, karena antara faktor abiotik dengan biotik saling berinteraksi.

Faktor abiotik (fisik kimia perairan yang mempengaruhi kehidupan plankton antara lain:

2.4.1 Temperatur

Pengukuran temperatur air merupakan hal yang mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di dalam air serta semua aktivitas biologis-fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur 10o

C (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari., pertukaran panas antara air dan udara di sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi dari pepohonan yang tumbuh di tepi perairan (Barus, 2004).

Menurut Kinne (1960) dalam Supriharyono (2000), menyatakan bahwa kenaikan temperatur di atas kisaran toleransi organisme dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan, reproduksi, dan aktivitas organisme. Kenaikan laju metabolisme dan aktivitas ini berbeda untuk setiap spesies, proses, dan level atau kisaran temperatur. Temperatur juga salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan hewan plankton. Batas toleransi hewan plankton terhadap temperatur tergantung dari spesiesnya.Umumnya temperatur di atas 30°C dapat menekan pertumbuhan populasi hewan plankton yang terdapat pada perairan (James & Evison, 1979).

2.4.2 Kecepatan Arus

Arus mempunyai peranan yang sangat penting terutama pada perairan mengalir (lotik). Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme air, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air yang mengalir akan bervariasi secara vertikal. Arus air akan semakin lambat bila semakin dekat ke bagian dasar sungai (Barus, 2004).

2.4.3 Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)

Oksigen adalah gas tak berbau, tak berasa dan hanya sedikit larut alam air.Untuk mempertahankan hidupnya, mahluk yang tinggal dalam air, baik tumbuhan maupun hewan, bergantung kepada oksigen yang terlarut ini. Kadar oksigen terlarut dapat

dijadikan ukuran untuk menentukan kualitas air. Kehidupan di air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 mg/L. Selanjutnya bergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifannya, kehadiran bahan pencemar, dan suhu air. Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan atmosfir yang masuk ke dalam air dengan kecepatan tertentu (Kristanto, 2002).

DO (Disolved Oxygen) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan.oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosisstem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air terutama sangat dipengaruhi oleh faktor suhu, dimana kelarutan maksimum terdapat pada suhu 0oC, yaitu sebesar 14,16mg/L O2. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut. Sumber utama oksigen terlarut dalam air berasal dari adanya kontak antara permukaan air dengan udara dan juga dari proses fotosintesis. Air kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer dan melalui aktivitas respirasi dari organisme akuatik. Kisaran tolernsi plankton terhadap oksigen terlarut berbeda-beda (Barus, 2004).

2.4.4 BOD (Biochemical Oxygen Demand)

BOD (Biochemical Oxygen Demand ) menunjukkan jumlah oksigen yang terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk menguraikan atau mengoksidasi bahan-bahan buangan (limbah) di dalam air. Jika konsumsi oksigen tinggi, yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut di dalam air, maka berarti kandungan bahan buangan yang membutuhkan oksigen adalah tinggi (Kristanto, 2002).

Konsentrasi BOD menunjukkan kualitas suatu perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi O2 selama periode 5 hari berkisar 5 mg/L O2 maka perairan tersebut tergolong baik, apabila konsumsi O2 berkisar antara 10 mg/L O2 menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi dan untuk air limbah BOD umumnya lebih dari 100 mg/L (Brower et al, 1990).

2.4.5 Intensitas Cahaya

Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan terbentuknya kedalaman lapisan air, intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat mengalami pembiasaan yang menyebabkan kolam air yang jernih akan terlihat bewarna biru pada permukaan. Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan karena intensitas dari warna ini paling baik ditarnsmisi dalam air sampai ke lapisan dasar (Barus, 2004).

Menurut Romimohtarto & Juwana (2001), banyaknya cahaya yang menembus permukaan perairan dan menerangi lapisan perairan setiap hari dan perubahan intensitas memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton. Cahaya mempunyai pengaruh yang sangat besar yaitu sebagai sumber energi untuk membantu proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber makanannya.

2.4.6 Derajat Keasaman (pH)

Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hidrogen dalam suatu larutan.Setiap spesies memiliki kisaran toleransi yang berbeda terhadap pH.pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik termasuk plankton pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyababkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Di samping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang bersifat toksik semakin tinggi yang tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme akuatik. Sementara pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu, dimana kenaikan pH akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi organisme tersebut (Barus, 2004).

Perairan dengan pH antara 6-9 merupakan perairan dengan kesuburan yang tinggi dan tergolong produktif karena meiliki kisaran pH yang dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada di dalam perairan menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasikan oleh fitoplankton (Odum, 1994).

2.4.7 Penetrasi Cahaya

Kemampuan daya tembus sinar matahri ke dalam perairan sangat ditentukan oleh warna perairan, kandungan bahan-bahan organik maupun anorganik yang tersuspensi dalam perairan dan kepadatan plankton (Sumich, 1992).Wardoyo (1981) menyatakan bahwa kecerahan dan kekeruhan pada perairan merupakan salah satu faktor penting yang mengendalikan produktivitas perairan. Kekeruhan yang tinggi akan menurunkan kecerahan perairan serta mengurangi pentrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam air, sehingga akan membatasi proses fotosintesis dan proses produktivitas perairan.

2.4.8 Nitrat dan Phosfat

Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Sumber fosfor lebih sedikit dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan dan keberadaan fosfor di perairan alami biasanya relatif sedikit dengan konsentrasi yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen. Sumber antropogenik fosfor di peraian adalah limbah industri dan domestik, yaitu fosfor yan berasal dari detergen. Limpahan dari daerah pertanian yang menggunakan pupuk juga memberikan kontribusi yang cukup besar bagi keberadaan fosfor (Effendi, 2003).

Nitrat adalah bentuk utama dari nitrogen di perairan alami yng merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat juga merupakan zat hara penting bagi organisme autotrof (Wijaya, 2009)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ekosistem sungai dipengaruhi oleh aktivitas alam dan aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS). Pada umumnya aktivitas manusia yang mempengaruhi ekosistem sungai meliputi kegiatan pertanian, pemukiman, pariwisata, dan industri. Secara langsung atau tidak langsung sampah atau limbah pertanian, pemukiman san industri yang masuk ke sungai dapat mengakibatkan perubahan faktor fisik, kimia maupun sifat biologi sungai (Wargadinata, 1995).

Masuknya limbah dan bahan-bahan organik dari kegiatan pemukiman, pertanian, pariwisata, dan industri ke dalam sungai akan mengakibatkan terjadinya perubahan faktor fisik-kimia seperti, meningkatkan kekeruhan air sungai dan menurunkan kandungan oksigen terlarut. Selain itu dapat menyebabkan perubahan faktor biologis seperti, menghilangnya jenis organisme asli, perubahan komposisi dan munculnya organisme jenis lain yang lebih tahan terhadap kondisi lingkungan baru (Jones, 1997 dan Handayani et al., 2005).

Sungai Sibiru-biru berada di Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang yang jaraknya sekitar 45 km dari kota Lubuk Pakam dan sekitar 25 km dari pusat Kota Medan.Sungai Sibiru-biru merupakan anak sungai Deli yang berhulu di daerah Kabupaten Karo, tepatnya di kaki Gunung Sibayak, dan bermuara di daerah laut Belawan. Sungai ini mengalir deras dengan adanya aktivitas masyarakat di sekitarnya seperti penambangan batu sungai, pemukiman, pariwisata, dan persawahan. Dengan adanya berbagai aktivitas tersebut, maka akan berpengaruh terhadap kehidupan biotik dan abiotik, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan biota air yang ada di sungai tersebut.

Plankton adalah organisme yang terapung atau melayang-layang didalam air dan berperan penting dalam ekosistem perairan. Pergerakan dari plankton relatif pasif, sehingga selalu terbawa oleh arus air. Plankton terdiri dari fitoplankton dan

zooplankton. Fitoplankton merupakan produsen primer yang mampu membentuk zat organik dari zat anorganik dalam proses fotosintesis (Nontji, 2006).

Plankton dalam ekosistem perairan mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam rantai makanan, karena plankton merupakan produsen utama yang memberikan sumbangan terbesar pada produksi primer total suatu perairan. Peranan penting plankton bagi produktivitas primer perairan, karena plankton dapat melakukan proses fotosintesis yang menghasilkan bahan organik yang kaya energi maupun kebutuhan oksigen bagi organisme yang tingkatannya lebih tinggi (Sari et al. 2008). Keberadaan plankton juga dapat dijadikan sebagai bioindikator adanya perubahan lingkungan perairan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan suatu ekosistem akibat pencemaran (Ferianita et al. 2008).

Sejauh ini belum diketahui informasi tentang keanekaragaman plankton di sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru.Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian ini.

1.2Permasalahan

Berbagai aktivitas manusia yang berlangsung di sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, seperti penambangan batu sungai, pemukiman, pariwisata, dan persawahan mengakibatkan perubahan faktor fisik-kimia perairan yang berdampak pada keanekaragaman plankton. Namun sejauh ini belum diketahui keanekaragaman plankton di kawasan sungai Sibiru-biru dan hubungannya dengan faktor fisik-kimia perairan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman plankton di Perairan Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang dan hubungannya dengan faktor fisik dan kimia air.

1.4Manfaat Penelitian

1) Memberikan informasi mengenai keanekaragaman plankton di perairan Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang.

2) Memberikan informasi yang berguna bagi pihak yang membutuhkan data tentang kondisi lingkungan perairan Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang.

ABSTRAK

Penelitian di Sungai Sibiru-biru telah dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman plankton, hubungan faktor fisik dan kimia perairan dengan keanekaragaman plankton. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Purpossive Random Sampling pada 4 stasiun, berdasarkan perbedaan aktivitas masyarakat yang berlangsung pada masing-masing stasiun penelitian. Berdasarkan hasil penelitian, fitoplankton diklasifikasikan dalam 4 kelas, 16 famili dan 22 genus. Zooplankton diklasifikasikan dalam 6 kelas, 7 famili dan 7 genus. Nilai kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun 1sebesar 5.306,122 ind/L dan terendah terdapat pada stasiun 4 sebesar 2.285,714ind/L.

Indeks keanekaragaman (H’) tertinggi pada stasiun 4 sebesar 2,842 sedangkan

indeks keanekaragaman terendah pada stasiun 1 sebesar 2,548. Indeks keseragaman tertinggi (E) pada stasiun 2 sebesar 0,966, sedangkan Indeks keseragaman terendah pada stasiun 1 sebesar 0,919. Parameter kimia dan fisik (suhu dan oksigen terlarut) memiliki korelasi sangat kuat terhadap keanekaragaman plankton.

PLANKTON DIVERSITY OF SIBIRU-BIRU RIVER, DELI SERDANG, NORTH SUMATERA

ABSTRACT

An experiment in Sibiru-biru River has been conducted to know plankton diversity, physical and chemical parameters of water in relation to the diversity of

plankton. Plankton diversity assessed through “purposive random sampling” at

five locations according to community activities in the area. Phytoplankton was classified into 4 classes,16 families and 22 genera. Zooplankton was classified into 6 classes,7 families and 7 genera. The highest abundance is recorded from the first station with the number 5,306.122 ind/L, while the lowest is found at the fourth station with the number 2,587.714 ind/L. For the diversity index, the highest is recorded from the forth station (2.842),while the lowest is found at the first station (2.548). The highest of equitability index was 0.966 at the second station and the lowest was 0,919 at the first station. Chemical and physical parameters (temperature and dissolved oxygen) are evidently correlated with the plankton diversity.

SERDANG, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

HANS WILLIAM PURBA

090805038

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUNATERA UTARA

MEDAN 2016

DELI SERDANG, SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

HANS WILLIAM PURBA

090805038

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

Judul : Keanekaragaman Plankton di Sungai Sibiru-biru, Kecamatan Sibiru-biru, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera utara

Kategori : Skripsi

Nama : Hans William Purba

Nomor Induk Mahasiswa : 090805038

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Departemen : Biologi

Fakultas : Marematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Dokumen terkait