• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

Harga adalah sejumlah uang yang harus diberikan seseorang untuk memperoleh barang dan jasa (Abdullah.N.S, 1995). Sedangkan Winardi (1998) mengemukakan bahwa harga adalah nilai tukar sesuatu benda atau jasa yang dinyatakan dalam bentuk uang (Anonimus1, 2012). Sedangkan harga jual adalah nilai yang

dibebankan kepada pembeli atau pemakai barang atau jasa. Menurut

Mulyadi (2001) harga jual adalah total biaya ditambah laba memadai yang diharapkan (Anonimus2, 2012).

Faktor terpenting dalam pembentukan harga adalah kekuatan permintaan dan penawaran. Permintaan dan penawaran akan berada dalam keseimbangan pada harga pasar jika jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan .

Terjadinya peningkatan harga akan membawa keuntungan atau surplus bagi produsen (petani). Untuk mencari besarnya surplus produsen harus menggunakan garis penawaran (supply). Teori surplus produsen adalah ukuran keuntungan yang diperoleh produsen karena mereka beroperasi pada suatu pasar komoditi. Keuntungan akan diperoleh produsen karena harga yang terbentuk di pasar melebihi harga yang ditawarkan pada tingkat penjualan tertentu. Sebenarnya produsen bersedia menjual barangnya di bawah harga keseimbangan tetapi dengan kompensasi barang yang ditawarkan lebih sedikit dari jumlah barang yang ditawarkan pada kondisi setimbang (Joesron dan Fathorrozi, 2003) .

Konsumen akan mendapatkan surplus apabila harga yang diperkirakan lebih tinggi dari harga keseimbangan pasar (harga yang terjadi di pasar). Artinya adalah bahwa harga dalam kondisi keseimbangan pasar lebih rendah dari harga yang mampu dibayarkan oleh konsumen untuk sebuah barang. Besarnya surplus tentu saja bergantung pada berapa banyak yang akan dibeli konsumen dikalikan dengan selisih harga (Putong, 2005).

Besarnya surplus konsumen dan surplus produsen dapat dilihat pada grafik 2.1. Daerah Surplus Konsumen Daerah Surplus Produsen

Grafik 2.1 menunjukkan bahwa harga yang terjadi di pasar adalah Po. Harga ini ditentukan oleh permintaan dan penawaran di pasar yang ditunjukkan secara grafik oleh titik potong antara garis BS dan garis AD. Harga Po inilah yang harus dibayarkan oleh konsumen. Selisih antara harga optimal dengan harga yang harus dibayar merupakan sumber surplus bagi konsumen. Besarnya surplus ini dihitung dari perbedaan harga dikalikan dengan kuantitas pembeliannya. Apabila dijumlahkan untuk semua konsumen akan diperoleh keseluruhan surplus konsumen yang ditunjukkan daerah AEPo. Apabila harga yang berlaku di pasar lebih tinggi dari harga kesediaan minimal tersebut, produsen memperoleh surplus. Disebut surplus karena pada tingkat harga yang lebih rendahpun sudah mencerminkan kedudukan terbaik (optimal) bagi produsen. Besarnya surplus produsen sama dengan besarnya perbedaan harga tersebut dikalikan dengan kuantitas yang berhasil dijualnya pada harga Po. Bila semua surplus produsen dijumlahkan besarnya secara grafik dicerminkan oleh daerah BEPo. Besarnya

Grafik 2.1. Surplus Konsumen dan Surplus Produsen P A Po 0 S D Qo Q (Kuantitas) Harga Pasar B E

surplus konsumen dan produsen ini sangat penting diketahui untuk mengetahui pengaruh dari berbagai kebijaksanaan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat (Sudarsono, 1995).

Komoditas pertanian bersifat khas yaitu disatu sisi sangat dibutuhkan akan tetapi disisi lain permintaannya bersifat inelastis dimana harga tidak berpengaruh besar terhadap permintaan. Oleh karena itu, besar kemungkinan produsen komoditas petanian disatu sisi akan banyak mengalami kerugian karena harga tidak berpengaruh besar pada permintaan. Pemerintah seringkali mengambil kebijakan untuk melindungi bagian dari masyarakat yang menderita. Hal ini tidak hanya berlaku pada beras/padi, melainkan juga untuk produk-produk pertanian/perkebunan lainnya. Kebijaksanaan dalam hal ini dapat dibagi dalam beberapa golongan, antara lain (Putong, 2005):

1. Pembatasan Jumlah Produk/Areal Produksi (Crop Restriction)

Kalau harga hasil pertanian terlalu rendah, maka untuk melindungi para petani ada kalanya jumlah areal dikurangi, untuk tiap petani ditentukan suatu kuota areal. Dengan demikian penawaran hasilnya turun dan harga produk naik. Dengan jalan ini konsumen menjadi korban karena ia harus membayar harga yang lebih mahal dan mendapat produk/barang yang kurang. Petani produsen menerima harga yang lebih mahal tetapi menjual dengan jumlah yang kurang. Apakah keadannya lebih baik atau lebih buruk, tergantung kepada elastisitas permintaan. Jika permintaan bersifat inelastis ditunjukkan pada grafik 2.2.

Dari grafik dapat dilihat bahwa permintaan adalah inelastis dimana hasil diturunkan oleh OS ke OS’, maka harga dari SE ke S’E’ atau dari OA ke OB. Jumlah hasil penjualan (revenue) yang diterima petani produsen mula-mula sebesar OSEA kemudian menjadi OS’E’B. Disini dapat dilihat bahwa bidang I yang hilang lebih kecil daripada bidang II yang diterima sebagai tambahan oleh petani sehingga para petani menerima hasil penjualan (revenue) yang lebih besar dan pembatasan jumlah produksi ini menguntungkan mereka. Ditambah lagi, karena produksinya turun, biaya (cost) nya juga turun sehingga revenue (profit) lebih tinggi (Kadariah, 1994).

Jika permintaan elastis dapat dilihat pada grafik 2.3. P B A 0 S’ S Q D R S’ S E E’ II I

II

I

Dari grafik dapat dilihat bahwa permintaan adalah elastis dimana hasil turun dari OS ke OS’, maka harga naik dari SE ke S’E’ atau dari OA ke OB. Jumlah yang diterima para petani produsen mula-mula sebesar OSEA, kemudian menjadi OS’E’B. Bidang I yang lebih besar daripada bidang II ditambahkan sehingga

petani menerima hasil penjualan (revenue) yang lebih kecil (selisih sebesar bidang I – bidang II). Jika selisih ini lebih besar daripada turunnya biaya produksi

(karena turunnya produksi) maka net revenue (profit) petani turun sehingga jumlah produksi ini merugikan petani. Jadi kebijaksanaan areal (produksi) ini harus melihat elastisitas permintaan. Konsumen tentu dirugikan, produsen belum tentu untung.

2. Penentuan Harga Dasar (Floor Price) dan Pembelian Kelebihan Hasil oleh Pemerintah

Pemerintah dapat menjamin kepada petani suatu tingkat harga yang lebih tinggi dari harga ekuilibrium dengan menggunakan price floor dimana tingkat harganya

Grafik 2.3 Permintaan Elastis P B A 0 S’ S Q D R S’ S E E’

produksi terbeli oleh konsumen. Sisanya dibeli oleh pemerintah dengan harga

floor price untuk ditimbun, jika tidak demikian maka harga akan turun kembali ke

tingkat semula (Kadariah, 1994).

Berikut ini akan dijelaskan penentuan harga dasar (price floor) dan pembelian kelebihan hasil oleh pemerintah pada grafik 2.4:

Dari grafik 2.4 dapat dilihat bahwa jumlah yang ditawarkan adalah OS dan harga

ekuilibrium adalah SE = OA. Jika tidak ada kebijaksanaan pemerintah,

penerimaan total (total revenue) petani produsen adalah OSEA. Setelah pemerintah menentukan floor price setinggi OB, maka jumlah yang dibeli konsumen turun sampai OS’. Sisanya sebesar SS’ dibeli oleh pemerintah dengan harga dasar (floor price) (Kadariah, 1994).

Grafik 2.4 Penentuan Harga Dasar (Floor Price) dan Pembelian Kelebihan Hasil Oleh Pemerintah

P B A 0 S’ S Q D S’ S E E’ F Floor Price

3. Pemerintah Menyupsidi Selisih antara Harga yang Dibayar Konsumen dan Floor Price

Pada kebijaksanaan ini kepada petani dijamin suatu harga dasar tetapi karena komoditas tersebut merupakan bahan makanan yang penting sekali untuk kehidupan masyarakat seperti beras maka tidak boleh bahan tersebut sampai busuk dalam timbunan dan harus dijual kepada konsumen dengan tingkat harga di pasar (harga ekuilibrium). Jadi konsumen tetap membayar harga ekuilibrium yang rendah dan mendapat jumlah yang terjual pada tingkat harga itu, sedang produsen menerima harga floor price yang dicantumkan oleh pemerintah juga untuk jumlah yang dibeli oleh konsumen. Selisih antara harga ekuilibrium dan floor price ini dibayar pemerintah berupa subsidi kepada petani. Disini konsumen tidak dirugikan (Kadariah, 1994).

Dari grafik 2.5 dapat dilihat bahwa jumlah yang dihasilkan adalah jumlah yang dibeli oleh konsumen = OS. Konsumen membayar harga ekuilibrium SE=OA.

Grafik 2.5 Pemerintah Menyupsidi Selisih antara Harga yang Dibayar Konsumen dan Floor Price

P B A 0 S Q D S E F Floor Price

dijamin pemerintah dan harga yang dibayar oleh konsumen adalah EF = AB. Subsidi pemerintah ini merupakan biaya bagi kebijaksanaan ini ialah sebesar AEFB.

4. Harga Atap (Ceilling Price)

Harga atap (ceilling price) adalah harga yang tertinggi yang diperbolehkan oleh pemerintah yang biasanya ditetapkan untuk melindungi konsumen jika harga

ekuilibrium yang terjadi di pasaran terlalu tinggi. Hal ini sering terjadi pada waktu

jumlah produksi/penawaran kurang, umpamanya pada waktu paceklik atau gagal panen.

Dari grafik dapat dilihat bahwa apabila diserahkan kepada mekanisme pasar maka harga (ekuilibrium) terjadi pada titik E yaitu setinggi OA. Pada tingkat harga ini yang dapat membeli komoditas hanyalah orang-orang yang mampu (kaya atau berpenghasilan tinggi) sedangkan orang-orang yang berpenghasilan rendah tidak dapat membeli. Untuk menolong orang-orang yang tidak mampu ini harga

Grafik 2.6 Harga Tertinggi (Ceilling Price) P A C 0 Q S D S T E Ceilling Price R

ditentukan lebih rendah daripada harga ekuilibrium misalnya OC. Dengan demikian maka akan terjadi excesss demand sebesar RT yang dapat menimbulkan perebutan barang. Jika pemerintah akan melakukan kebijaksanaan stabilisasi harga dengan melakukan kombinasi antara harga dasar (floor price) dan harga tertinggi (celling price) seperti pada grafik 2.7

Dari grafik 2.7 dapat dilihat apabila pemerintah mengadakan stabilisasi harga sebuah komoditas dengan mempertahankan harga pada tingkat OB maka pada waktu panen jika penawaran adalah SS pada gambar (a) dan harga ekuilibrium adalah SE=OA, pemerintah membeli sebanyak SS’ dengan harga OB (floor price) sehingga penawaran di pasar menjadi S’S’ dan ekuilibrium terdapat pada titik E’ pada harga OB, gambar (a).

Paceklik P A’ B 0 S Q S’ D S S’ E” E’ Ceilling Price (b) Panen P B A 0 S’ S Q D S’ S E E’ Floor Price (a)

Grafik 2.7 Kombinasi Harga Dasar (Floor Price) dengan Harga Atap/Tertinggi (Ceilling Price)

Pada waktu paceklik, jika penawaran menurun menjadi SS pada gambar (b) dan harga di pasar setinggi SE = OA’ maka komoditas yang ditimbun pemerintah pada waktu panen dilempar ke pasar sehingga penawaran menjadi S’S’ pada gambar (b) dan ekuilibrium terdapat pada titik E, pada harga OB (ceilling price). Dengan demikian maka harga dapat dipertahankan pada tingkat harga yang sama sepanjang tahun.

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam rumus sebagai

berikut (Rahim, 2008):

= �

dimana :

TR = Total Penerimaan (Total Reveniew) Y = Hasil produksi

Py = Harga Y

Produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan (input). Dengan demikian kegiatan produksi tersebut adalah mengkombinasikan berbagai masukan untuk menghasilkan keluaran (Agung, 2008).

Fungsi produksi merupakan suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Dalam bentuk

matematika sederhana, fungsi produksi ini dituliskan sebagai berikut (Daniel,2004):

Y = f (X1 , X 2, ,…….., X n ) dimana :

Y = hasil fisik

X1…X n = faktor-faktor produksi

Dalam produksi pertanian hubungan fungsinya sebagai berikut (Daniel,2004): P = f (A, C, L, M)

dimana : P = produksi A = faktor alam

C = faktor modal (capital) L = faktor tenaga kerja (labor) M = manajemenmeramalkan

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (a) Biaya tetap (fixed

cost); dan (b) Biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya

didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya pajak. Biaya untuk pajak tetap dibayar walaupun hasil usahatani itu besar atau gagal sekalipun.

Disisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Kalau ingin produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu

berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang diinginkan (Soekartawi, 1995).

Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (Rahim, 2008):

TR = Y x Py dimana :

TR : Total penerimaan

Y : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py : Harga Y

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya. Pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pedapatan kotor atau penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. Pendapatan bersih usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

� = −

dimana:

Pd = Pendapatan bersih usahatani TR = Total Penerimaan (total reveniew) TC = Total Biaya (total cost)

Dokumen terkait