• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

1. Dari distribusi frekuensi jawaban responden untuk variabel persepsi kualitas, jawaban responden kurang setuju cukup besar terhadap pernyataan “Sepatu merek Nike jarang ditemukan konsumen dalam keadaan cacat”. Maka disarankan agar perusahan sepatu Nike mampu meberikan persepsi kualitas yang baik sehingga para konsumen selalu membeli produk yang asli bukan produk tiruan.

2. Variabel kesadaran merek , persepsi kualitas dan promosi ternyata berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian sepatu Nike di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara, hal ini menandakan bahwa pihak perusahaan sepatu Nike harus terus memberikan perhatian terhadap keputusan pembelian sepatu Nike dengan tetap mempertahankan kesadaran konsumen akan merek sepatu Nike. Memberikan inovasi dalam performa, desain yang menarik serta teknologi terbaru dan baik untuk meningkatkan persepsi kualitas konsumen terhadap sepatu Nike. Memberikan promosi berupa discount atau potongan harga yang menarik, karena dilihat dari kesadaran merek dan persepsi kualitas konsumen sangat tinggi, maka potongan harga juga sangat mempengaruhi keputusan pembelian sepatu Nike.

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat meneruskan dan mengembangkan penelitian ini pada masa yang akan datang melalui penelitian yang lebih mendalam dengan menambahkan variabel-variabel lain untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal mengenai pengaruh kesadaran merek, persepsi kualitas dan promosi terhadap keputusan pembelian.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Konsumen

2.1.1 Pengertian Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan dan mendisposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.

Menurut Suryani (2008:5) perilaku konsumen mencakup pemahaman terhadap tindakan yang langsung yang dilakukan konsumen dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan tersebut.

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

Menurut Sunarto (2006:83) faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen, yaitu:

1. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling dalam terhadap perilaku konsumen. Komponen-komponen yang membentuk kebudayaan yaitu: Budaya, Sub-budaya, dan Kelas Sosial.

2. Faktor Sosial

Disini kita melihat bahwa individu itu memang makhluk sosial. Individu pada dasarnya sangat mendapatkan pengaruh dari orang-orang disekitarnya saat membeli barang.

3. Faktor Pribadi

Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti: Umur dan Tahap Siklus Hidup, Pekerjaan, Keadaan Ekonomi, Gaya Hidup, Kepribadiaan dan Konsep Diri.

4. Faktor Psikologi

Pilihan pembeliaan seseorang dipengaruhi empat faktor psikologi yang utama yaitu: Motivasi, Persepsi, Pembelajaran, Keyakinan dan Sikap.

2.2. Merek

Menurut American Marketing Association (dalam Kotler dan Keller, 2009:258) merek (brand) yaitu nama, istilah, tanda, simbol, atau desain atau panduan dari hal-hal tersebut yang dimaksudkan untuk memberikan identitas bagi barang atau jasa yang dibuat atau disediakan suatu penjual atau kelompok penjual serta membedakannya dari barang atau jasa yang disediakan pesaing.

Merek telah menjadi elemen krusial yang berkontribusi terhadap kesuksesan sebuah organisasi pemasaran, baik organisasi bisnis maupun nirlaba, pemanufaktur maupun penyedia jasa dan organisasi lokal , regional, maupun global.( Tjiptono, 2011:3)

Menurut Tjiptono dan Diana (2000: 40) dalam suatu merek terkandung 6 macam makna, yaitu:

1. Atribut

Merek menyampaikan atribut-atribut tertentu, misalnya Mercedes mengisyaratkan tahan lama (awet), mahal, desain berkualitas, nilai jual kembali yang tinggi, cepat dan sebagainya.

9 2. Manfaat

Merek bukanlah sekedar sekumpulan atribut, sebab yang dibeli oleh konsumen adalah manfaat, bukannya atribut.

3. Nilai – nilai

Merek juga menyatakan nilai-nilai yang dianut produsennya. Contohnya Mercedes mencerminkan kinerja tinggi, keamanan dan prestise.

4. Budaya

Dalam merek juga terkandung pula budaya tertentu. 5. Kepribadian

Merek bias pula mempoyeksikan kepribadian tertentu. Apabila suatu merek divisualisasikan dengan orang, binatang, atau suatu proyek, yang akan terbayangkan.

6. Pemakai

Merek juga mengisyaratkan tipe konsumen yang membeli atau menggunakan produknya.

Merek merupakan sesuatu yang sangat penting bagi konsumen maupun produsen. Merek mempermudah pembelian konsumen. Tanpa merek, konsumen terpaksa mengevaluasi semua produk yang tidak memiliki merek setiap kali konsumen melakukan pembelian. Merek juga dapat meyakinkan konsumen bahwa mereka akan memperoleh kualitas yang konsisten ketika mereka mereka membeli suatu produk dengan merek tertentu (Rangkuti, 2004: 5).

2.2.1 Tujuan Merek

Menurut Tjiptono, (2005:39) penggunaan merek memiliki berbagai macam tujuan yaitu :

1. Merek sebagai identitas perusahaan yang membedakannya dengan produk pesaing, sehingga pelanggan mudah mengenali dan melakukan pembelian ulang.

2. Merek sebagai alat promosi yang menonjolkan daya tarik produk. 3. Merek untuk membina citra, yaitu dengan memberikan keyakinan,

jaminan kualitas, serta citra prestise tertentu kepada konsumen.

4. Merek sebagai pengendalian dan mendominasi pasar.artinya dengan membangun merek yang terkenal, bercitra baik, dan dilindungan hak eksklusif berdasarkan hak cipta/paten, maka perusahaan dapat meraih dan mempertahankan loyalitas pelanggan.

2.2.2 Manfaat Merek

Tjiptono (2011:43), merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. 1. Bagi produsen, merek berperan penting sebagai:

a. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam pengorganisasian sediaan dan pencatatan akuntansi.

b. Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang unik.

c. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi di lain waktu.

11 e. Sumber keunggulan kompetitif , terutama melalui perlindungan hukum,

loyalitas pelanggan, dan citra unik yang terbentuk dalam benak konsumen. f. Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan di masa yang

akan datang.

2. Tjiptono (2011:44), bagi konsumen, merek berperan penting sebagai :

a. Fungsi identifikasi dapat dilihat dengan jelas; memberikan makna bagi produk; gampang mengidenfikasi produk yang dibutuhkan atau dicari. b. Fungsi praktikalitas yaitu memfasilitasi penghematan waktu dan energi

melalui pembelian ulang identik dan loyalitas.

c. Fungsi jaminan yaitu memberikan jaminan bagi konsumen bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun pembelian dilakukan pada waktu dan di tempat yang berbeda.

d. Fungsi optimisasi yaitu memberikan kepastian bahwa konsumen dapat membeli alternatif terbaik dalam kategori produk tertentu dan pilihan terbaik untuk tujuan spesifik.

e. Fungsi karakterisasi yaitu mendapatkan konfirmasi mengenai citra diri konsumen atau citra yang ditampilkannya kepada orang lain.

f. Fungsi kontinuitas yaitu kepuasan terwujud melalui familiaritas dan intimasi dengan merek yang telah digunakan atau dikonsumsi pelanggan selama bertahun-tahun.

g. Fungsi hedonistik yaitu kepuasan terkait dengan daya tarik merek, logo, dan komunitasnya.

h. Fungsi etis adalah kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung jawab merek bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat.

2.3 Ekuitas Merek

Ekuitas berarti nilai. Nilai sebuah merek sebenarnya didapatkan dari kata-kata dan tindakan konsumennya. Keputusan pembelian konsumen didasarkan pada faktor-faktor yang menurut merek penting, semakin banyak faktor yang dinilai penting maka merek tersebut dapat dikatakan sebagai merek yang bernilai.

Ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Ekuitas merek dapat tercermin dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak dalam hubungannya dengan merek, dan juga harga, pangsa pasar, dan profitabilitas, yang diberikan, merek bagi perusahaan (Kotler dan Keller 2009: 26).

Menurut Ferrinadewi (2008:169) ekuitas merek (brand equity) adalah ketika konsumen menyadari keberadaan merek dan memiliki asosiasi merek yang unik, kuat dan cenderung positif. Nilai sebuah merek bagi perusahaan diciptakan melalui konsumen. Aktivitas konsumen dalam pembelajaran dan proses keputusan pembeliannya dapat membentuk dan mendorong terbentuknya brand equity.

Aaker dalam Tjiptono (2005:40) memformulasikan brand equity dari sudut pandang manajerial dan strategi korporat, meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker menjabarkan asset merek yang berkontribusi pada penciptaan brand equity kedalam empat dimensi, yakni:

1. Brand Awareness, yaitu kemampuan konsumen untuk mengenali atau

mengingat bahwa suatu merek merupakan anggota dari kategory produk tertentu.

2. Perceived Quality merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab

13 itu perceived quality didasarkan pada evaluasi subyektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk.

3. Brand Associations, yakni segala sesuatu yang terkait pada memori

terhadap sebuah merek. Brand Associations berkaitan erat dengan brand image, yang didefenisikan sebagai serangkain asosiasi merek dengan makna tertentu. Asosiasi merek memiliki tingkat kekuatan tertentu dan akan semakin kuat seiring dengan bertambahnya pengalaman konsumsi atau eksposur dengan merek spesifik.

4. Brand Loyalty, yaitu adalah ukuran dari kesetiaan konsumen terhadap

suatu merek.

Sumber: Tjiptono (2005:41)

Gambar 2.1 Elemen Brand Equity

Dalam ukuran ekuitas merek, pengukuran sangat tergantung pada konseptualisasinya. Menurut Feldwick dalam Tjiptono (2005:47) mengelompokkan berbagai makna brand equity ke dalam 3 kategori :

1. Brand Valuation atau brand value: nilai total sebuah merek sebagai

asset terpisah

2. Brand Strength atau Brand Loyalty: ukuran menyangkut seberapa kuat

konsumen “terikat” dengan merek tertentu

Brand Equity Brand Associations Brand Loyalty Perceived Quality Brand Awareness

3. Brand Image (citra merek): deskripsi tentang asosiasi dan keyakinan

konsumen terhadap merek tertentu

2.4Kesadaran Merek

Kesadaran merek adalah kemampuan seorang pelanggan untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu (Aaker 1997:90). Kesadaran merek membutuhkan jangkauan kontinum (continum ranging) dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu dikenal menjadi keyakinan bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya dalam kelas produk yang bersangkutan.

Jangkauan kontinum ini terdiri dari empat tingkatan kesadaran merek, yakni:

Sumber: David A. Aaker

Gambar 2.2

Piramida Kesadaran Merek

a. Tidak Menyadari Merek (Unware of Brand)

Ini adalah tingkatan merek yang paling rendah dimana konsumen sama sekali tidak menyadari eksistensi atau keberadaan dari sebuah merek.

15 b. Pengenalan Merek (Brand Recognition)

Pada tingkatan ini, konsumen tidak ingat akan sebuah merek, namun konsumen akan kembali ingat dan sadar akan merek tersebut jika diingatkan kembali, misalnya dengan bantuan daftar merek, cap merek, atau daftar gambar.

c. Pengingatan Kembali Merek (Brand Recall)

Merek yang termasuk dalam kategori ini adalah merek-merek yang diingat konsumen setelah menyebutkan merek yang pertama kali disebut.

d. Puncak Pikiran (Top of Mind)

Merek yang menjadi top of mind adalah merek yang muncul pertama kali dibenak konsumen ketika dikaitkan dengan produk tertentu, yang dengan kata lain merek tersebut merupakan merek utama yang ada di dalam benak konsumen.

Ada empat indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui seberapa jauh konsumen aware terhadap suatu merek, antara lain adalah sebagai berikut : a. Recall, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengingat ketika ditanya merk apa

saja yang diingat.

b. Recognition, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merk tersebut termasuk dalam kategori tertentu.

c. Purchase, yaitu seberapa jauh konsumen akan memasukkan suatu merk kedalam alternatif pilihan ketika akan membeli produk atau jasa.

d. Consumption, yaitu seberapa jauh konsumen dapat mengenali merk ketika sedang menggunakan produk atau jasa pesaing.

Kesadaran merek merupakan kunci atau syarat untuk dapat masuk ke elemen lainnya, sehingga jika kesadaran merek sangat rendah, maka hampir dapat dipastikan bahwa elemen yang lainnya juga rendah, sehingga keadaan tersebut dapat menggambarkan ekuitas merek yang rendah. Oleh karena itu, tingkat kesadaran konsumen terhadap suatu merek dapat ditingkatkan melalui beberapa upaya berikut:

a. Suatu merek harus dapat menyampaikan pesan yang mudah diingat oleh konsumen

b. Pesan yang disampaikan harus berbeda dibandingkan merek lainnya. Selain itu, pesan yang disampaikan harus memiliki hubungan dengan merek dan kategori produknya.

c. Perusahaan disarankan memakai jingle lagu dan slogan yang menarik agar merek lebih mudah diingat oleh konsumen.

d. Simbol yang digunakan perusahaan sebaiknya memiliki hubungan dengan mereknya.

e. Perusahaan dapat meggunakan merek untuk melakukan perluasan produk, sehingga merek tersebut akan semakin diingat oleh konsumen.

f. Perusahaan dapat memperkuat kesadaran merek melalui suatu isyarat yang sesuai dengan kategori produk, merek, atau keduanya.

g. Membentuk ingatan dalam pikiran konsumen akan lebih sulit dibandingkan dengan memperkenalkan suatu produk baru, sehingga perusahaan harus selalu melakukan pengulangan untuk meningkatkan ingatan konsumen terhadap merek.

17

2.5 Persepsi Kualitas (Perceived Quality)

Persepsi adalah proses dimana kita memilih, mengatur, dan menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang berarti (Kotler dan Keller, 2009:179). Persepsi kualitas disini menggambarkan keseluruhan keunggulan yang diberikan oleh sebuah produk kepada konsumen, yang memiliki tujuan, maksud, dan manfaat yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh konsumen dalam memenuhi kebutuhannya.

Menurut Tjiptono (2005:40) Persepsi kualitas (perceived quality) merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas produk secara keseluruhan. Oleh sebab itu, persepsi kualitas didasarkan pada evaluasi subjektif konsumen (bukan manajer atau pakar) terhadap kualitas produk.

Kunci dalam mendapatkan persespsi kualitas tinggi yaitu memberikan kualitas yang tinggi, memahami tanda-tanda kualitas bagi konsumen, mengidentifikasi dimensi yang penting dari kualitas, serta mengkomunikasikan pesan kualitas dengan cara menyakinkan (Aaker, 1997:407).

Aaker mengukur persepsi kualitas dengan teknik kuantitatif dengan memberikan pertanyaan - pertanyaan seputar kualitas produk dan jasa.

1. Kualitas produk

a. Performance (Seberapa baik suatu produk melakukan fungsinya) b. Features (Karakteristik produk)

c. Conformance with specifications (Kesesuaian dengan spesifikasi) d. Reliability (Keterandalan)

e. Serviceability (Pelayanan) f. Fit and finish (Hasil akhir)

2. Kualitas jasa

a. Reliability (Keterandalan) b. Responsiveness (Ketanggapan) c. Assurance (Jaminan)

d. Emphaty (Empati) e. Tangibles (Bentuk fisik)

Sedemikian pentingnya peran persepsi kualitas bagi suatu merek sehingga upaya membangun persepsi kualitas yang kuat harus dapat merebut dan menaklukkan pasar di setiap kategori produk. Membangun persepsi kualitas harus diikuti peningkatan kualitas nyata dari produknya karena akan sia-sia meyakinkan pelanggan bahwa kualitas merek produknya adalah tinggi bilamana kenyataan menunjukkan kebalikannya. Hal ini karena pelanggan yang pada tahap awal memutuskan untuk membeli produk karena persepsi kualitasnya, pada gilirannya akan sampai pada tahap evaluasi yang menghantarkan pada rasa puas atau tidak.

Produsen sebuah produk hendaknya memperhatikan bagaimana konsumen dalam mempersepsikan atas produk-produk yang dikeluarkan, karena dengan mengetahui persepsi konsumen tersebut maka produsen dapat menentukan strategi yang dapat diambil guna memperkuat persepsi konsumennya terhadap merek yang dimiliki oleh produsen produk tersebut.

Persepsi konsumen terhadap kualitas suatu produk akan berbeda-beda berdasarkan pikiran dan faktor lingkungan yang memperngaruhinya. Ada konsumen yang mempersepsikan kualitas produk dari bentuk kemasannya. Ada juga konsumen yang mempersepsikan kualitas dari harga produknya. Dalam rentang harga tertentu untuk suatu produk, konsumen mungkin mempunyai

19 persepsi bahwa harga yang lebih mahal mencerminkan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, konsumen mungkin mempunyai persepsi harga yang lebih murah mencerminkan kualitas yang kurang baik (Setiadi, 2003:177). Setiadi juga mengungkapkan bahwa persepsi kualitas yang kuat, selain melalu desain kemasan dan penetapan harga produk, juga dapat dibangun melalui citra merek yang dimiliki suatu perusahaan.

Menurut Garvin dalam Tjiptono dan Gregorious (2005: 130-131), produk memiliki delapan dimensi kualitas yang bisa digunakan sebagai kerangka perencanaan dan analisis strategik, yaitu :

1. Kinerja (Performance) : karakteristik operasi pokok dari produk inti yang dibeli serta kemampuan dalam menjalankan fungsi dari produk tersebut.

2. Tampilan (Feature) : aspek performasi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.

3. Keandalan (Reliability) : kemungkinan bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan pada produk, maka produk tersebut semakin dapat diandalkan.

4. Kesesuaian dengan spesifikasi (Conformance) : sejauh mana karakteristik desain, kinerja, dan mutu memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.

5. Daya tahan (Durability) : berapa lama produk dapat bertahan dan terus digunakan sebelum harus diganti. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun ekonomis.

6. Pelayanan (Serviceability) : kemudahan layanan atau reparasi produk ketika dibutuhkan, tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual, yang juga mencakup layanan reparasi dan ketersediaan komponen.

7. Estetika (Esthetic) : daya tarik produk terhadap panca indera dan merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai yang estetika yang berhubungan dengan harapan konsumen terhadap kualitas ptoduk.

8. Kualitas yang dipersepsikan (Perceived quality) : penilaian pelanggan terhadap mutu dan kualitas produk yang disesuikan dengan apa yang diharapkan pelanggan.

2.6 Promosi

2.6.1 Pengertian Promosi

Alma (2000:135) menyatakan bahwa: “Promosi adalah sejenis komunikasi yang memberi penjelasan yang menyakinkan calon konsumen tentang barang dan jasa”. Tujuan promosi adalah memperoleh perhatian, mendidik, mengingatkan, dan meyakinkan konsumen.

Menurut Mursid (2008:95) promosi adalah komunikasi yang persuasif, mengajak, mendesak, membujuk dan meyakinkan. Ciri dari komunikasi yang persuasif adalah ada komunikator yang terencana mengatur berita dan penyampaiannya untuk mendapatkan akibat tertentu dalam sikap dan tingkah laku sipenerima (target pendengar). Jadi promosi merupakan salah satu aspek yang penting dalam manajemen pemasaran dan sering dikatakan proses berlanjut. Dengan promosi menyebabkan orang yang sebelumnya tidak tertarik untuk

21 membeli suatu produk akan menjadi tertarik dan mencoba produk sehingga konsumen melakukan pembelian.

2.6.2 Tujuan Promosi

Menurut Tjiptono (2008:221) tujuan utama dari promosi adalah menginformasikan, mempengaruhi dan membujuk serta mengingatkan pelanggan sasaran tentang perusahaan dan bauran pemasaranya. Secara rinci ketiga tujuan utama dari promosi tersebut adalah :

1. Menginformasikan (informing) dapat berupa:

a. Menginformasikan pasar mengenai keadaan suatu produk baru b. Memperkenalkan cara pemakaian yang baru dari suatu produk c. Menyampaikan perubahan harga kepada pasar

d. Menjelaskan kerja suatu produk

e. Menginformasikan jasa-jasa yang disediakan oleh perusahaan f. Meluruskan kesan yang keliru

g. Mengurangi ketakutan atau kekhawatiran pembeli h. Membangun citra perusahaan.

2. Membujuk pelanggan sasaran (persuading) untuk: a. Membentuk pilihan merek

b. Mengalihkan pilihan ke merek tertentu

c. Mengubah persepsi pelanggan terhadap atribut produk d. Mendorong pembeli untuk berbelanja saat itu juga

3. Mengingatkan (reminding), dapat terdiri atas:

a. Mengingatkan pembeli bahwa produk yang bersangkutan dibutuhkan dalam waktu dekat.

b.Mengingatkan pembeli akan tempat-tempat yang menjual produk perusahaan c. Membuat pembeli tetap ingat walaupun tidak ada kampanye iklan

d. Menjaga agar ingatan pertama pembeli jatuh pada produk perusahaan

2.6.3 Indikator Promosi

Lupiyoadi (2006:120), mengatakan promosi bukan saja berfungsi sebagai alat komunikasi antara pemberi jasa dengan konsumen, melainkan juga sebagi alat untuk mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian. Menurut Lupiyoadi (2006:121-122) dalam promosi terdapat beberapa komponen yang secara rinci dapat dijabarkan sebagi berikut :

a. Periklanan (Advertising) Periklanan merupakan suatu bentuk dari komunikasi impersonal yang digunakan oleh perusahaan untuk membangun kesadaran terhadap keberadaan jasa yang ditawarkan, menambah pengetahuan konsumen akan jasa yang ditawarkan serta membedakan diri perusahaan dengan para kompetitornya. Terdapat beberapa tujuan periklanan, diantaranya:

1) Iklan yang memberikan informasi 2) Iklan membujuk

3) Iklan pengingat 4) Iklan pemantapan

b. Penjualan Personal (Personal Selling) Penjualan personal merupakan suatu bentuk interaksi langsung dengan suatu calon pembeli atau lebih untuk melakukan persentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesan dari satu

23 calon pembeli. Penjualan personal mempunyai peranan yang penting dalam pemasaran jasa, karena memiliki kekuatan unik yaitu wiraniaga dapat mengumpulkan pengetahuan tentang konsumen dan mendapatkan umpan balik dari konsumen.

c. Promosi penjualan (Sales Promotion) Promosi penjualan adalah kegiatan promosi selain periklanan, penjualan perorangan maupun publisitas yang bersifat jangka pendek dan tidak dilakukan secara berulang serta tidak rutin, yang ditujukkan untuk mendorong penjualan, serta lebih mempercepat respon pasar yang ditargetkan.

d. Publisitas dan Hubungan Masyarakat (Publicity and Public Relation) Publisitas dan hubungan masyarakat merupakan stimulasi non persoanal terhadap permintaan barang, jasa, ide, dan sebagainya dengan berita komersial yang berarti dalam media masa dan tidak dibayar untuk mempromosikan dan atau melindungi citra perusahaan atau produk individualnya.

e. Informasi dari mulut ke mulut (Word of mouth) Dalam hal promosi jasa, peranan orang sangat penting. Pelanggan dekat dengan penyampaian pesan, dengan kata lain pelanggan tersebut akan berbicara kepada pelanggan lain yang berpotensial tentang pengalamannya dalam menerima jasa tersebut.

f. Pemasaran Langsung (direct marketing) Pemasaran ini merupakan unsur terakhir dalam bauran komunikasi promosi ada enam area pemasaran langsung direct mail, mail order, direct response, direct selling, telemarketing, digital marketing.

Berdasarkan uraian tersebut maka komponen bauran promosi digunakan sebagai indikator promosi pada penelitian ini meliputi : periklanan, penjualan personal, promosi penjualan, publisitas dan hubungan masyarakat, informasi dari mulut ke mulut, dan pemasaran langsung.

2.7 Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian konsumen adalah membeli merek yang paling disukai (Kotler dan Amstrong, 2008:181). Proses pengambilan keputusan yang rumit sering melibatkan beberapa keputusan. Suatu keputusan melibatkan pilihan diantara dua atau lebih alternatif tindakan (perilaku). Keputusan selalu mensyaratkan pilihan diantara perilaku yang berbeda.

Menurut Setiadi (2003:16) keputusan pembelian merupakan perilaku konsumen dalam menggunakan atau mengkonsumsi suatu produk. Proses pengambilan keputusan sangat bervariasi, ada yang sederhana ada pula yang kompleks. Hawkins dan Engel dalam Tjiptono (2005:21) membagi 3 jenis proses keputusan pembelian yaitu :

1.Proses pengambilan keputusan yang luas: merupakan jenis pengambilan keputusan yang paling lengkap, mulai dari pengenalan masalah, pencarian informasi, dan mengevaluasi seberapa baik masing-masing alternative tersebut. Evaluasi produk atau merek akan mengarahkan kepada keputusan pembelian.

2. Proses pengambilan keputusan terbatas: hal ini terjadi apabila konsumen mengenal masalahnya, kemudian mengevaluasi beberapa alternative produk atu merek berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tanpa berusaha mencari informasi baru tentang produk atau merek tersebut.

25 3. Proses pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan: merupakan proses yang paling sederhana, yaitu konsumen mengenal masalahnya kemudian langsung mengambil keputusan untuk membeli merek favorit/kegemarannya (tanpa evaluasi alternatif).

Adapun inti dari pengambilan keputusan konsumen (comsumer decision

making) adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan

untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu diantaranya.

Tahapan – tahapan proses pengambilan keputusan pembelian adalah:

Dokumen terkait