• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan teoritis

1.1. Latar Belakang Masalah

Kinerja pemerintah daerah dalam memajukan pembangunan dalam berbagai bidang menjadi hal yang sangat penting bagi pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemerintah untuk menjadi tata pemerintahan yang baik ( Good Governance ). Undang-undang Nomor 22 dan 25 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah yang selanjutnya diubah oleh Undang-undang nomor 32 dan 33 tahun 2004, telah mengantarkan Indonesia memasuki proses pemerintahan desentralisasi setelah lebih dari 30 tahun berada di bawah rezim orde baru yang serba sentralistis. Implementasi kedua undang-undang tersebut menjadi momentum perpindahan pengawasan, sumber daya fiskal, otonomi politik dan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selama rentang perpindahan yang lebih dari satu dasawarsa ini, berbagai pengalaman lokal yang heterogen telah muncul ke permukaan, seiring longgarnya pengawasan pusat atas daerah dan meningkatnya wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik. Berpindahnya sebagian tanggung jawab penyelenggaraan negara ke daerah ini, tentu saja harus didukung oleh kesiapan daripada stakeholder penyelenggara daerah.

Good Governance atau tata pemerintahan mulai mengemuka di Indonesia

interaksi pemerintah Indonesia dengan negara luar sebagai negara-negara pemberi bantuan yang banyak menyoroti kondisi obyektif perkembangan ekonomi dan politik Indonesia. Istilah ini seringkali disangkutpautkan dengan kebijaksanaan pemberian bantuan dari negara donor, dengan menjadikan masalah isu tata pemerintahan sebagai salah satu aspek yang dipertimbangkan dalam pemberian bantuan, baik berupa

pinjaman maupun hibah. Good Governance merupakan konfigurasi komponen

masyarakat dan pemerintah dalam pembangunan.

Pencapaian kinerja suatu organisasi pada dasarnya merupakan prestasi para anggota organisasi itu sendiri mulai dari tingkat atas sampai pada tingkat bawah. Sistem perencanaan dan pengendalian manajemen merupakan sistem-sistem yang diperlukan untuk menjadikan organisasi sebagai organisasi yang berhasil. Dalam pembacaan rekomendasi penyelenggaraan pemerintah daerah Kabupaten Asahan tahun 2012, DPRD Asahan memberikan nilai kinerja Pemkab Asahan dengan kalimat BAIK. Penilaian tersebut dibacakan oleh Ketua Pansus Pembahsan LKPJ Bupati Asahan, Warisno dalam sidang paripurna yang menyatakan kinerja Pemkab Asahan ditahn 2012 baik. “ Kita menilai program tahun 2011 banyak hal-hal yang dicapai Pemkab Asahan, meskipun ada beberapa yang belum tercapai, namun hal ini sudah kami nilai suatu hal yang baik, “ demikian kata, Warisno dalam sidang Paripurna DPRD, Senin 30 April 2012. Namun DPRD Asahan juga menyampaikan saran dan kritik untuk Pemkab Asahan, diantaranya permasalahan dibidang Pendidikan ada 4 item yakni, Pemkab Asahan diminta untuk mengantisipasi anak putus sekolah. Saran yang diberikan, pemkab diminta untuk melakukan koordinasi sampai ketingkat Desa agar tidak ada lagi putra/putri Asahan yang tidak selesai wajib belajar 9 tahun.

Kemudian persoalan bidang Pekerjaan umum tentang kwalitas dan jembatan, data base jalan dan irigasi, saran yang diberikan. Pemkab Asahan diminta untuk meningkatkan pengawasannya dan anggaran harus sesuai dengan standart dan diminta untuk melakukan pendataan panjang jaringan jalan dan irigasi. Selanjutnya kepada kepegawaian daerah dminta untuk melakukan penempatan dan pengakatan harus sesuai dengan disiplin ilmu dan keahlian pejabat bersangkutan.

Partisipasi anggaran adalah merupakan cara untuk menciptakan sistem pengendalian manajemen yang baik sehingga diharapkan dapat tercapai tujuan institusi yang terkait. Selain itu, beberapa studi juga melaporkan hubungan yang negatif antara partisipasi dan anggaran, menyarankan bahwa penetapan tujuan otoriter mungkin mengarah kepada kinerja atasan yang dihubungkan dengan penetapan tujuan anggaran. Pertanyaan yang muncul bagaimana menyatukan hasil yang bertentangan tersebut di atas. Satu cara untuk melakukan ini ialah dengan menggunakan pendekatan teori kontijensi. Govindarajan (1986), sebagai contoh, menggunakan ketidakpastian lingkungan sebagai variabel kontijen dalam mengevaluasi hubungan antara kinerja dan partisipasi anggaran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa partisipasi yang tinggi meningkatkan kinerja dalam lingkungan dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi, tetapi menghambat kinerja dalam situasi dengan tingkat ketidakpastian yang rendah. Partisipasi dapat menurunkan motivasi dan usaha pekerja dalam mencapai tujuan organisasi jika paertisipasi diterapkan dalam situasi yang tidak tepat. Partisipasi aparat pemerintah daerah dalam proses penganggaran pemerintah daerah dalam menyusun anggaran daerah serta pelaksananya untuk

mencapai target anggaran. Perangkat daerah pada pemerintahan yang terlibat dalam proses penganggaran pemerintah daerah diberi kesempatan untuk ambil bagian dalam pengambilan keputusan melalui perencanaan penyusunan anggaran, Aparat SKPD pemerintah daerah akan merasa lebih produktif dan puas terhadap pekerjaannya sehingga munculnya perasaan berprestasi yang akan meningkatkan kinerjanya. Dari hasil penelitian Sinambela (2003) melihatkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara partisipasi penyusunan aggaran dengan kinerja pegawai, sedangkan Batubara (2008) menyatakan bahwa adanya pengaruh yang negatif antara partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial. Pendekatan partisipasi anggaran juga merupakan pendekatan penganggaran yang berfokus kepada upaya untuk meningkatkan motivasi para karyawan sehingga dapat mencapai tujuan dari perusahaan. Semakin tinggi partisipasi anggaran, maka akan semakin tinggi pula motivasi karyawan.

Untuk mendorong kinerja SKPD maka dibutuhkan Motivasi, yang merupakan suatu proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melaksanakan sesuatu dalam rangka mencapai tujuan yang kita inginkan. Tujuan diberikannya motivasi adalah untuk mendorong gairah dan semangat kerja pegawai, menignkatkan moral dan kepuasan kerja, meningkatkan produktivitas, mempertahankan loyalitas, dan kestabilan pegawai, serta menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik. Kita sering mendengar permasalahan yang ada pada pegawai yaitu seperti tidak bekerjanya pegawai pada saat jam kerja, kurangnya kedisiplinan, penyelewengan, dan lain-lain. Hal ini tentu sangat berpengaruh pada kinerja pemerintah daerah itu sendiri. Dengan demikian, upaya memperbaiki kinerja organisasi tidak mungkin dapat berhasil jika

tidak ada motivasi dari dalam pegawai itu sendiri. Informasi hasil pengukuran kinerja dapat dijadikan feedback (umpan balik) untuk mengarahkan perilaku pegawai menuju perbaikan kinerja selanjutnya. Menurut Luthas (2006:250), terdapat hubungan yang positif antara komitmen organisasi, gaya kepemimpinan, kepuasan kerja, motivasi gaji, terhadap kinerja tingkat pergantian karyawan yang rendah dan tingkat ketidakhadiran yang rendah, serta terdapat bukti bahwa komitmen karyawan berhubungan persepsi iklim organisasi yang hangat dan mendukung, dan menjadi anggota tim yang baik dan siap membantu.

Anggaran digunakan sebagai pedoman kerja sehingga proses penyusunannya memerlukan organisasi anggaran yang baik, pendekatan yang tepat, serta model model perhitungan besaran (simulasi) anggaran yang mampu meningkatkan kinerja pada seluruh jajaran manajemen dalam organisasi. Proses penyusunan anggaran,

dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan yaitu topdown, bottom up dan

partisipasi (Nasution, 2009).

Dalam sistem penganggaran top-down, dimana rencana dan jumlah anggaran telah ditetapkan oleh atasan/pemegang kuasa anggaran sehingga bawahan/pelaksana anggaran hanya melakukan apa yang telah ditetapkan oleh anggaran tersebut. Penerapan sistem ini mengakibatkan kinerja bawahan/pelaksana anggaran menjadi tidak efektif karena target yang diberikan terlalu menuntut namun sumber daya yang diberikan tidak mencukupi (overloaded). Atasan/pemegang kuasa anggaran kurang mengetahui potensi dan hambatan yang dimiliki oleh bawahan/pelaksana anggaran sehingga memberikan target yang sangat menuntut dibandingkan dengan kemampuan bawahan/pelaksana anggaran. Oleh karena itu, entitas mulai menerapkan sistem

penganggaran yang dapat menanggulangi masalah di atas yakni sistem penganggaran partisipatif (participative budgeting). Melalui sistem ini, bawahan/pelaksana anggaran dilibatkan dalam penyusunan anggaran yang menyangkut subbagiannya sehingga tercapai kesepakatan antara atasan/pemegang kuasa anggaran dan bawahan/pelaksana anggaran mengenai anggaran tersebut (Omposunggu dan Bawono, 2007).

Penganggaran partisipatif (participative budgeting) merupakan pendekatan penganggaran yang berfokus pada upaya untuk meningkatkan motivasi karyawan untuk mencapai tujuan organisasi. Konsep penganggaran ini sudah berkembang pesat dalam sektor swasta (bisnis), namun tidak demikian halnya pada sektor publik. Dalam sektor publik, penganggaran partisipatif belum mempunyai sistem yang mapan sehingga penerapannya pun belum optimal.

Anggaran merupakan rencana tindakan-tindakan pada masa yang akan datang untuk mencapai tujuan organisasi. Pada organisasi sektor swasta (bisnis), tujuan dimaksud adalah mencari laba (profit oriented) dan pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, sementara pada organisasi sektor publik/non-bisnis tidak (nonprofit oriented) serta pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan. Anggaran sektor publik merupakan instrumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Oleh karena tujuannya berbeda, maka rencana kerja yang disusun juga berbeda. Dengan demikian, pendekatan dalam penyusunan

anggaran di kedua jenis organisasi juga berbeda. Menurut Mardiasmo (2004:122), anggaran merupakan pernyataaan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh partisipasi anggaran dan motivasi pegawai terhadap kinerja SKPD di Pemerintah Kabupaten Asahan dan Kabupaten Asahan sebagai objek penelitian karena Kabupaten Asahan sangat dekat dengan rumah peneliti sehingga memudahkan peneliti berinteraksi langsung dengan responden dan telah diterapkan sistem anggaran berbasis kinerja di pemerintahan ini. Sistem yang semakin baik ini hendaknya sejalan dengan penigkatan kinerja pemerintahahan. Anggaran yang disusun sangat erat kaitannya dengan publik. Pemerintah daerah dituntun untuk mampu mengelola keuangannyadengan efisien, efektif, dan ekonomis. Namun, bagaimana pengaruh partisipasi ini terhadap kinerja pemerintah itu sendiri. Hal ini penting untuk dievaluasi mengingat banyaknya peraturan tertulis yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat sampai pada kebijakan pemerintah daerah itu sendiri. Berdasarkan latar yang telah diuraikan diatas, peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Partisipasi

Penysuusunan Anggaran dan Motivasi Pegawai Terhadap Kinerja SKPD pada Pemerintah Kabupaten Asahan”.

Dokumen terkait