• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang sistem perakaran jarak pagar dengan pengambilan sampel dengan memperhatikan jumlah total dari tanaman jarak pagar.

2. Pengukuran intensitas cahaya matahari dan suhu harus pada waktu yang bersamaan agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti Y. 2011. Budidaya dan Manfaat Jarak Pagar (Jatropha curcas L). [Terhubung Berkala]. http://journal.mercubuana.ac.id/data/BUDIDAYA-DAN-MANFAAT-JARAK-PAGAR.pdf [17Desember 2011].

Daniel TW, Helms JA, Baker FS. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Djoko Marsono, penerjemah; Oemi Hani’in Soeseno, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Departemen Kehutanan. 2001. Informasi Singkat Benih No. 5 Maret 2001

Swietenia macrophylla King. [Terhubung Berkala].

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/swietenia_macrophylla. pdf [5 Agustus 2011].

Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestry. Bahan Ajaran 1. Bogor : World Agroforestry Centre (ICRAF).

Hambali E, Suryani A, Dadang, Hariyadi, Hanafie H, Reksowardojo IK, Rivai M, Ihsanur M, Suryadarma P, Tjirtrosemito S, et al. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodisel. Jakarta : Penebar Swadaya.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo

Islami T, Utomo HW.1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. Semarang : IKIP Semarang Press.

Jumin HB. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. Jakarta : Raja Grafindo Persada Nurunnajah, Wijayanto N. 2011. Sistem Perakaran Mahoni (Swietenia macrphylla

King.) di RPH Babakan Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. Seminar Hasil Penelitian.

Omon RM, Adman B. 2007. Pengaruh jarak tanam dan teknik pemeliharaan terhadap pertumbuhan kenuar (Shorea johorensis Foxw.) di hutan semak belukar wanariset Samboja, Kalimantan Timur. Jurnal pnelitian dipterokarpa I (1) : 47-54.

Pandey SN, Sinha B.K. 1972. Plant Physiologi. New Delhi : Vikas Publishing House PVD LTD.

Prihamdana R, Hendroko R. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Jakarta : Agro Media Pustaka.

Prihatiningtyas E. 2010. Pengaruh Agroforestri Jarak Pagar (Jatropha Curcas

Linn.) Terhadap Produktivitas Lahan dan Kualitas Lingkungan di Areal Perum Perhutani KPH Bogor [Tesis]. Bogor: Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Prihatiningtyas E. 2010. Pengaruh Agroforestri Jarak Pagar (Jatropha curcas

Linn.) Terhadap Produktivitas Lahan dan Kualitas Lingkungan di Areal Perum Perhutani KPH Bogor. Jurnal Silvikultur III (I) : 113-118.

Puslitbang Pertanian. 2008. Info Teknologi Jarak (Jatropha curcas Linn.). [Terhubung berkala] http//perkebunan.litbang.deptan.go.id [10 Oktober 2011].

Raden I. 2009. Hubungan Arsitektur Tajuk Dengan Fotosintesis, Produksi dan Kandungan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) [Tesis]. [Terhubung Berkala] http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/ 40552/Bab%20I_2009ira.pdf?sequence=3 [ 15 Juli 2011].

Raden I, Purwoko BS, Hariyadi, Ghulamahdi M, Santosa E. 2009. Pengaruh tinggi batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara terhadap produksi minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.).Agronomi Indonesia 37 (2): 159-166.

Rusdiana O, Fakuara Y, Kusmana C, Hidayat Y. 2000. Respon pertumbuhan akar tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) terhadap kepadatan dan kandungan air tanah podsolik merah kuning. Jurnal Manajemen Hutan Tropika VI (2) : 43-53.

Sardjono MA, Djogo T, Arifin HS, Wijayanto N. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Pola Agroforestri. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF).

Setyaningsih D, Hambali E, Yulianti S, Sumangat D. 2008. Peningkatan Kualitas Jarak Pagar Melalui Sintesis Gliserol Eter sebagai Aditif Penurun Titik Awan dan Titik Tuang [Laporan Akhir Hasil Penelitian]. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Sudrajat HR. 2006. Memproduksi Biodisel Jarak Pagar. Jakarta : Penebar Swadaya.

Suprayogo D, Hairiah K, Wijayanto N, Sunaryo, Noordwijk. 2003. Peran Agroforestri pada Skala Plot : Analisis Komponen Agroforestri sebagai Kunci Keberhasilan atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan. Bogor : World Agroforestry Center.

Suryanto P, Aryono WB, Sabarnudin MS. 2006. Perkembangan tajuk pohon jati berasal dari biji, kultur jaringan dan stek pucuk. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman III (1) : 35-42.

Syah ANA. 2006. Biodisel Jarak Pagar Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. Jakarta: Agromiedia Pustaka.

Widianto, Hairiah K, Suharjitno D, Sardjono MA. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF).

Lampiran foto-foto hasil penelitian

1. Akar mahoni melewati jarak pagar

2. Akar jarak pagar pada tanah bekas injakan kerbau

3. Jarak pagar yang masih terdapat polybag 4. Buah jarak pagar siap panen

6. Pertumbuhan jarak pagar tidak normal

5. Jarak tanam terlalu dekat antara mahoni dengan jarak pagar

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasokan energi bahan bakar fosil semakin menurun setiap tahunnya karena disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk di Indonesia. Penurunan ini disebabkan oleh produksi yang rendah dibandingkan dengan tingkat konsumsi. Perlu adanya solusi atau alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yaitu dengan menggunakan minyak nabati atau biodisel. Biodisel merupakan salah satu solusi untuk masalah lingkungan berupa pemanasan global yang diakibatkan oleh bahan bakar fosil. Biodisel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan karena sifatnya yang dapat diperbaharui (renewable) dan dapat diproduksi secara lokal dan juga bersahabat dengan lingkungan (Setyaningsih et al. 2008).

Jarak pagar memiliki kandungan minyak sebesar 20 – 40 % di dalam bijinya. Kandungan minyak yang tinggi pada jarak pagar dapat digunakan sebagai bahan baku biodisel. Untuk itu perlu adanya pengembangan komoditas jarak pagar. Selain adanya kandungan minyak nabati yang tinggi, jarak pagar juga bermanfaat sebagai tanaman obat, sekat bakar, tanaman konservasi tanah dan air. Jarak pagar juga memiliki sifat intercroping. Sifat intercroping merupakan sifat tanaman yang dapat tumbuh dengan tanaman lain. Adanya manfaat dari jarak pagar dan sifat intercroping, jarak pagar memiliki potensi untuk dijadikan sebagai tanaman tumpangsari di dalam agroforestri.

Agroforestri merupakan salah satu alternatif bentuk penggunaan lahan terdiri dari campuran pepohonan, semak dengan atau tanpa tanaman semusim dan ternak dalam satu bidang lahan (Widianto et al. 2003). Agroforestri memiliki banyak keuntungan, selain ekonomi keuntungan yang lain adalah dari segi ekologi atau lingkungan. Pada Perum Perhutani agroforestri digunakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi penjarahan hutan oleh masyarakat desa sekitar hutan melalui program PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat). Dalam PHBM ini selain menguntungkan masyarakat juga menguntungkan bagi pihak Perhutani.

Agroforestri antara tegakan mahoni dengan jarak pagar mulai dikembangkan di RPH Babakan Madang BKPH Bogor, KPH Bogor Pengembangan ini diharapkan dapat mengurangi penjarahan hutan dengan pemanfaatan tanaman jarak pagar. Namun, penanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni masih perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena tanaman jarak pagar merupakan salah satu tanaman yang membutuhkan cukup cahaya. Salah satu aspek yang menarik untuk dikaji yaitu melihat pengaruh dari tegakan mahoni terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King.) terhadap pertumbuhan dan produksi dari jarak pagar (Jatropha curcas Linn.).

1.3 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak Perum Perhutani atau masyarakat tentang pengembangan jarak pagar di bawah tegakan sebagai tanaman tumpangsari di dalam agroforestri.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroforestri

Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada (Lundgren dan Raintree (1982) di dalam Hairiah et al. (2003). Huxley (1999) diacu dalam

Hairiah et al. (2003) menyatakan bahwa agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture). Kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah dan ikan), sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.

Agroforestri pada dasarnya terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian, dan peternakan. Dimana masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai suatu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau kelompok produk yang serupa (Hairiah et al. 2003). Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kombinasi antara lain :

1. Agrisilvikultur merupakan kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu, dll) dengan komponen pertanian. Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non-kayu jenis tanaman semusim (annual crops).

2. Silvopastura merupakan sistem agroforestri yang meliputi komponen kehutanan (atau tanaman / berkayu) dengan komponen peternakan (atau binatang ternak/pasture).

3. Agrosilvopastura merupakan pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/ binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan merupakan

agrosilvopastura, walaupun ketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai dalam ekosistem dimaskud (Sardjono et al. 2003)

Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree (1982) diacu dalam Hairiah et al. (2003) :

1. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan). Paling tidak satu diantaranya tumbuhan berkayu.

2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.

3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.

4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.

5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.

6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.

7. Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.

Agroforestri merupakan salah satu alternatif bentuk penggunaan lahan terdiri dari campuran pepohonan, semak dengan atau tanpa tanaman semusim dan ternak dalam satu bidang lahan. Melihat komposisinya yang beragam, maka agroforestri memiliki fungsi dan peran yang lebih dekat kepada hutan dibandingkan dengan pertanian, perkebunan, lahan kosong atau terlantar. Sampai batas tertentu agroforestri memiliki beberapa fungsi dan peran yang menyerupai hutan baik dalam aspek biofisik, sosial maupun ekonomi. Agroforestri merupakan

salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini oleh banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan (Widianto et al. 2003)

Salah satu kunci keberhasilan dari agroforestri terletak pada usaha meningkatkan pemahaman terhadap interaksi antar tanaman (tujuan jangka pendek), dan dampakanya terhadap perubahan kesuburan tanah (tujuan jangka waktu panjang (Suprayogo et al. 2003). Pada prinsipnya ada tiga macam interaksi dalam sistem agroforestri, yaitu :

1. Interaksi positif (complementary) : bila peningkatan produksi satu jenis tanaman diikuti oleh peningkatan produksi tanaman yang lainnya. 2. Interaksi netral : bila kedua tanaman tidak saling mempengaruhi,

peningkatan produksi tanaman semusim tidak mempengaruhi produksi pohon atau peningkatan produksi pohon tidak mempengaruhi produksi tanaman semusim

3. Interaksi negatif (kompetisi/persaingan) : apabila peningkatan produksi satu jenis tanaman diikuti oleh penurunan produksi tanaman lainnya, ada kemungkinan pula terjadi penurunan produksi keduanya.

2.2 Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) 2.2.1 Klasifikasi dan Penyebaran Jarak Pagar

Penyebaran jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan didistribusikan oleh pelaut Portugis melalui Pulau Cape Verde ke berbagai negara di Afrika dan Asia. Jarak pagar telah lama dikenal masyarakat di berbagai daerah Indonesia, yaitu semenjak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942-an, saat itu masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak sebagai pagar pekarangan (Hambali et al. 2006). Jarak pagar mempunyai beberapa nama, antara lain : purging nut (Inggris), pourghere, pignon d’ Inde (Prancis), purgernoot

(Belanda), habel meluk (Arab), pinoncillo (Meksiko), kadam (Nepal), yu-lu-tzu

(Cina), sabudam (Thailand), tubang-bakod (Filipina), jarak budeg, jarak pagar (Indonesia), tempate (Costa Rika), tartago (Puerto Rico), dan pinol (Peru). Di Indonesia jarak pagar terkenal dengan sebutan nawaih (NAD), jarak gundul, jarak cina, jarak pagar (Jawa), dan palla kaniki (Bugis) (Syah 2006).

Menurut Hambali et al. (2006), jarak pagar adalah tanaman yang masih satu keluarga dengan tanaman karet, dan umbi kayu, adapun klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : J. curcas Linn.

2.2.2. Deskripsi Botani

Jarak pagar termasuk tanaman semak besar dengan cabang yang tidak teratur. Umur tanaman jarak pagar bisa mencapai 50 tahun. Cabang pohonnya mengandung getah (lateks) (Syah 2006). Selain itu menurut Hambali et al. (2006) yang menyebutkan bahwa pohon jarak pagar berupa perdu dengan tinggi tanaman 1-7 m, bercabang tidak teratur. Batangnya berkayu, silindris, bila terluka mengeluarkan getah. Tanaman jarak pagar adalah daun tunggal berlekuk, bersudut 3 atau 5, yang tesebar disepanjang batangnya. Permukaan bagian atas dan bawah daun berwarna hijau dimana bagian bawah lebih pucat dibandingkan dengan permukaan atas. Daun lebar, berbentuk jantung atau bulat telur melebar dengan panjang 5-15 cm, helai daunnya bertoreh, berlekuk dan ujungnya meruncing. Tulang daunnya menjari dengan jumlah 5 – 7 tulang daun utama. Daunnya dihubungkan dengan tangkai daun sepanjang 4 – 15 cm ke batang. Bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk cawan, muncul diujung batang atau ketiak daun. Buah berupa buah kotak berbentuk bulat, diameter 2 - 4 cm, berwarna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah jarak terbagi 3 ruang yang masing-masing ruang diisi 3 biji. Biji berbentuk bulat lonjong, warna coklat kehitaman. Biji inilah yang banyak mengandung minyak dengan rendemen sekitar 30-50 %.

Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500 m dpl. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 625 mm/tahun. Namun, tanaman ini dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan antara 300-2.380 mm/tahun. Kisaran suhu yang sesuai untuk bertanam jarak pagar adalah 20-26º C. Pada daerah dengan suhu terlalu tinggi (di atas 35 ºC) atau terlalu rendah (di bawah 15ºC) akan menghambat pertumbuhan. Tanaman jarak pagar memiliki perakaran yang mampu menahan air dan tanah. Jarak pagar juga dapat tumbuh pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu¸tanah berpasir, maupun tanah berlempung atau tanah liat. Selain itu, jarak pagar juga dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur atau tanah bergaram, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5,0 - 6,5 (Hambali et al. 2006).

2.2.3.Kegunaan Jarak Pagar

Jarak pagar dapat digunakan untuk mereklamasi lahan-lahan tererosi dan dapat menyerap pencemaran udara yang disebabkan oleh gas CO2 (Karbon Dioksida ), NOx, 10 dan SOx . Kemampuan Jarak pagar menyerap gas CO2 dari atmosfir cukup tinggi, sebesar 1,8 kg/ kg bagian kering tanaman. Jarak pagar juga tahan terhadap stress air, sehingga cocok ditanam di daerah yang kekurangan air. Pada musim kemarau dapat menggugurkan daunnya, tetapi akarnya mampu menahan air dan tanah, sehingga disebut juga sebagai tanaman pioner, tanaman penahan erosi dan dapat mengurangi kecepatan angin. Jadi usaha penghijauan dengan jarak pagar sangat bermanfaat. Disamping itu juga jarak pagar bermanfaat sebagai bahan baku berbagai macam obat-obatan, pembuatan sabun, cat dan kosmetika. Ampas bijinya merupakan sumber pupuk organik dan pakan ternak setelah mengalami proses detoksifikasi ( penghilangan racun ). Pemanfaatan biji atau minyak jarak pagar tidak berkompetisi dengan penggunaan minyak sawit, minyak kelapa yang biasa digunakan untuk minyak makan atau industri oleokimia, sehingga harganya dapat diharapkan relatif stabil. Jarak pagar mengandung zat penyamak sebesar 11 – 18 %, sedangkan bijinya berisi minyak curcos kurang lebih 35 – 45 % yang terdiri dari gliserida-gliseria, asam palmitat, stearat dan kurkanolat. Minyak yang diambil dari pengepresan biji masih mengandung protein racun yang disebut krusin, alkaoid dan saponin. Minyak biji

jarak pagar sangat beracun, berwarna kuning, kental dan tidak berbau. Oleh karena itu minyak biji dan getah batang atau daunnya hanya boleh dipakai sebagai obat luar, seperti obat kumur atau salep penyembuh luka, misalnya gigi lubang. Air perasan daun jarak pagar yang kental dapat digunakan sebagai peluntur, obat kumur, sampai pencuci borok. Sedangkan minyak yang dicampur dengan belerang, parafin dan beberapa tetes terpentin dapat digunakan untuk mengobati luka. Di daerah pedesaan, getah jarak pagar yang berwarna jernih kekuningan sering digunakan sebagai obat tradisional untuk obat tetes pada telapak kaki yang terkena kutu air dan bercak. Disamping itu juga dapat digunakan sebagai obat pembasmi cacing kremi (Astuti 2011).

2.2.4. Teknik dan Budidaya Jarak Pagar

Perbanyakan tanaman jarak pagar dapat dilakukan secara generatif maupun secara vegetatif. Perbanyakan secara generatif menggunakan biji yang cukup tua, yaitu dari buah yang telah masak (berwarna hitam). Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan stek cabang atau batang, okulasi, penyambungan, maupun kultur jaringan (kultur in vitro) (Hambali et al., 2006)

Perkecambahan benih dilakukan dengan cara merendam biji jarak dalam air selama 12-24 jam. Kemudian ditambahakan cairan insektisida sebanyak 2 cc per liter air kedalam air rendaman. Biji dipilih sebagai bahan perbanyakan adalah dari buah yang sudah tua (berwarna hitam). Untuk menghasilkan tanaman yang dapat berproduksi optimal maka dipilih benih / biji dengan grade A (berwarna hitam cerah dan bersih) (Hambali et al. 2006). Menurut Hariadi (2005) yang diacu di dalam Prihatiningtyas (2010), media tanam yang baik berupa tanah lapisan tas (top soil) dan dicampur pupuk kandang lebih baik. Hasil penelitian penggunaan pupuk kandang dengan komposisi (2:1 dan 1:1) akan menghasilkan pertumbuhan dan kondisi bibit yang baik dibandingkan tanpa pupuk kandang. Setiap polibag ditanami 1 (satu) benih. Lama di pembibitan 2 bulan. Kegiatan yang dilakukan selama pembibitan antara lain penyiraman (setiap hari 2 kali pagi dan sore).

Menurut Hambali et al. (2006) perbanyakan dengan stek menggunakan cabang/batang yang cukup berkayu atau cabang tua dengan panjang sekitar 25 cm.

Cabang yang diambil berada 50 cm dari atas permukaan tanah. Kemudian ditanam dari atas pemukaan tanah sedalam sekitar 5 cm. Media yang digunakan berupa campuran arang sekam dan serbuk gergaji.

Penanaman dilakukan pada awal atau selama musim penghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia. Penanaman juga dapat dilakukan secara langsung di lapangan (tanpa pembibitan) dengan menggunakan stek cabang atau batang. Dalam pembudidayaan tanaman jarak pagar diterapkan sistem tumpang sari dengan tanaman lain, seperti jagung, cabai, kacang tanah, dan kedelai. Jarak tanam dengan tumpang sari bisa berupa 2 m x 3 m. Jarak pagar juga merupakan tanaman intercropping (tanaman yang bisa ditanam dengan tanaman lain) seperti diantara tanaman jambu mete dengan jarak tanam 2 m x 2 m (Hambali et al. 2006).

Menurut Mahmud (2006), yang diacu di dalam Raden et al. (2009) perlu adanya tindakan untuk meningkatkan produktifitas yaitu dengan cara pembentukan arsitektur tajuk. Pembentukan arsitektur tajuk yaitu melalui pemangkasan. Pemangkasan pada tanaman jarak pagar sangat diperlukan untuk memperoleh tajuk tanaman yang efisien dalam memproduksi buah, meningkatkan produksi hasil panen, membentuk struktur fisik tanaman (kanopi) seperti semak atau payung dapat meningkatkan cabang produktif. Semakin banyak cabang produktif yang dihasilkan maka buah atau biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula sampai jumlah cabang terminal tertentu. Raden et al. (2009) menyebutkan bahwa pemangkasan cabang utama dapat meningkatkan jumlah cabang primer. Peningkatan jumlah cabang akibat pemangkasan batang utama memberikan pengaruh terhadap peningkatan diameter batang, luas daun total, dan presentase intersepsi cahaya. Tinggi pemangkasan 30-40 cm dengan jumlah cabang primer 3 atau lebih (6 cabang primer) dapat meningkatkan produksi jarak pagar.

2.2.5. Panen dan Produktivitas Jarak Pagar

Tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah umur 3-4 bulan, sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4-5 bulan. Bunga dan buah dapat terbentuk sepanjang tahun. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang dapat hidup lebih dari 20 tahun (jika dipelihara dengan baik). Panen dapat dilakukan

setelah buah jarak cukup umur. Pemanenan buah dilakukan setelah biji masak. Biji masak dicirikan dengan kulit buahnya yang berubah warna dari kuning kecoklatan menjadi hitam dan mengering. Ciri lainnya yaitu terbuka sebagaian secara alami. Ketika kulit buah mulai membuka, berarti biji di bagian dalam buah jarak telah masak. Panen yang dilakukan terlalu awal akan menurunkan kandungan minyak, sementara bila pemanen bila panen terlambat dilakukan menyebabkan buah pecah sehingga biji yang jatuh ke tanah semakin banyak (Hambali et al. 2007).

Menurut Haryadi (2005) yang diacu di dalam Prihatiningtyas (2010) menyebutkan bahwa produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 1 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman antara 2500 – 3.300 pohon/ha, maka tingkat produktivitas tanaman 6 -10 ton biji/ha setelah tanaman berumur 5 tahun. Produktivitas tanaman tergantung dari sifat genetik tanaman, kondisi iklim dan tanah setempat serta input produksi yang telah diberikan. Jika rendemen minyak sebesar 35 % maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 2,5 – 3,5 ton minyak/ha/tahun. Sementara Priyanto (2007) dalam Prihatiningtyas (2010) menyatakan bahwa produktivitas tanaman jarak pagar bisa mencapai 3,5 – 4,5 kg biji per pohon per tahun. Dengan tingkat tingkat populasi tanaman 2500 - 3300 pohon per hektar, tingkat produktivitas bisa mencapai 8 - 15 ton biji per hektar. Jika rendemen minyak sebesar 35%, setiap hektar lahan dapat diperoleh 2,5 – 5 ton minyak per tahun.

2.3 Mahoni (S. macrophylla )

Mahoni (S. macrophylla) merupakan jenis yang tumbuh pada zona lembab, menyebar luar secara alami atau dibudidayakan, jenis asli Meksiko (Yucatan), bagian tengah dan utara Amerika Selatan (Wilayah Amazona) (Departemen Kehutanan 2001). Pohon Mahoni selalu hijau dengan tinggi antara 30 - 35 m, kulit berwarna abu-abu dan halus ketika masih muda, berubah menjadi coklat tua, menggelembung dan mengelupas setelah tua. Daun bertandan dan menyirip yang panjanganya berkisar 35 - 50 cm, tersusun bergantian, halus berpasangan, 4-6 pasang tiap-daun, panjangnya berkisar 9 – 18 cm. Bunga kecil berwarna putih, panjang 10 – 20 cm, malai bercabang.

Kayu mahoni termasuk bahan mebel bernilai tinggi karena dekoratif dan mudah dikerjakan. Ditanama secara luas di daerah tropis dalam program reboisasi dan penghijauan. Dalam sistem agroforestri digunakan sebagai tanaman naungan dan kayu bakar (Departemen Kehutanan 2001).

2.5 Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan adalah suatu proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pertambahan ukuran tubuh tanaman secara keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian (organ-organ) tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan ukuran sel (Sitompul dan Guritno 1995)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain menururt Pandey dan Sinha (1972) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain, suplai makanan (nutrisi), suplai air, suplai oksigen, suhu, cahaya, hormon pertumbuhan. Selain itu menurut Sitompul dan Guritno (1995) faktor genetik, bahan tanaman, dan pengaruh masa lalu juga mempengaruhi

Dokumen terkait