• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEGAKAN MAHONI (

Swietenia macrophylla

King.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

Linn.)

ANINDITA KUSUMANINGRUM

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGARUH TEGAKAN MAHONI (

Swietenia macrophylla

King.) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

Linn.)

ANINDITA KUSUMANINGRUM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

RINGKASAN

ANINDITA KUSUMANINGRUM. Pengaruh Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King.) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.). Dibimbing oleh NURHENI WIJAYANTO.

Agroforestri mahoni dengan jarak pagar di RPH Babakan Madang mulai dikembangkan. Tanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni yang memiliki umur yang berbeda, yaitu umur 3 tahun (mahoni muda), dan umur 17 tahun (mahoni tua). Perbedaan umur ini memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tegakan mahoni (S. macrophylla) terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar (J. curcas)

Parameter pertumbuhan yang diukur antara lain tinggi tanaman, diameter, panjang, lebar tajuk yang digunakan untuk menentukan luas tajuk, serta panjang akar. Pengukuran tinggi tanaman jarak pagar menggunakan galah berskala, sedangkan untuk mengukur diameter, panjang dan lebar tajuk menggunkana pita meter. Pengukuran parameter tinggi, diameter, panjang dan lebar tajuk jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda dan di bawah tegakan mahoni tua menggunakan metode sensus. Sedangkan pada pengukuran parameter akar menggunakan sampel yaitu 15 tanaman jarak pagar pada setiap tegakan. Cara mengukur panjang akar yaitu mencabut tanaman jarak pagar dan mengukur panjang horizontal dan vertikal pada akar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh tegakan mahoni muda terhadap jarak pagar lebih baik dibandingakan dengan mahoni tua untuk tinggi, diameter, panjang, lebar, dan luas tajuk. Hal ini juga diperkuat dengan hasil dari uji-t bahwa diameter, tinggi, dan luas tajuk memiliki nilai p lebih kecil dibanding 0,05. Menurut uji-t apabila nilai p < dari pada nilai 0,05 maka memiliki arti bahwa adanya beda nyata antara diameter, tinggi, dan luas tajuk pada jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda dan mahoni tua. Perbedaan ini dapat dilihat dari diameter rata-rata pada jarak pagar mahoni muda (JPMM) yaitu 2,3 cm lebih besar dibandingkan dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua (JPMT) yaitu 1,8 cm. Pada tinggi rata-rata JPMM 142,4 cm lebih besar dibandingkan dengan JPMT 125,4 cm. Sedangkan pada luas JPMM 31,4 cm² lebih besar dibandingkan luas JPMT 21 cm². Produksi JPMM juga lebih baik dibandingkan dengan JPMT. Hal ini disebabkan karena nilap p lebih kecil dari pada 0,05. Berat produksi pada JPMM yaitu 21,5 gr, sedangkan pada 7,47 gr.

(4)

karena suhu yang tinggi akan menghasilkan photosintat yang tinggi. Hasil pengukuran suhu pada tegakan mahoni muda 28,53º C dan pada tegakan mahoni tua 28,07º C. Suhu mahoni muda lebih tinggi dibandingkan mahoni muda diduga menjadi salah satu faktor penyebab perbedaan, dan produksi. Selain itu adalah nutrisi atau unsur hara di kedua tegakan tersebut. Dari hasil analisis tanah kedua jenis tegakan memiliki tanah yang kurang subur. Kandungan nitrogen pada mahoni muda lebih tinggi dibandingkan dengan mahoni tua, hal ini menjadi salah satu pengaruh. Karena kekurangan nitrogen dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan. Faktor jarak tanam juga berpengaruh. Adanya jarak tanam yang tidak beraturan menyebabkan adanya kompetisi antar tanaman. Selain itu pemeliharaan yang tidak intensif juga menyebabkan perbedaan. Karena pada jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua memiliki banyak gulma atau tanaman lain sehingga menggangu pertumbuhan jarak tanam. Oleh karena itu akan terjadi persaingan unsur hara, air, dan juga intensitas cahaya matahari. Hal ini diduga menyebabkan pertumbuhan jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda menjadi lebih baik di bandingkan dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua.

Akar juga merupakan salah satu parameter pertumbuhan. Namun, menurut hasil uji-t panjang akar horizontal dan vertikal tidak berbeda nyata. Hal ini berarti bahwa tidak ada pengaruh tegakan terhadap pertumbuhan akar. Nilai rata-rata tersebut bisa berarti bahwa pada akar vertikal untuk jarak pagar berkisar antara 19,5 cm sampai 20,8 cm. Sedangkan akar horizontal berkisar antara 55,6 sampai 64,2 cm. Adanya ketidaksamaan ini dapat dipengaruhi oleh kandungan nitrogen yang sama-sama rendah. Selain itu juga struktur tanah yang liat, dan ada beberapa halangan mekanis tanah. Panjang akar jarak pagar ini dapat digunakan untuk acuan jarak tanam ideal bagi jarak pagar sebagai tanaman tumpangsari.Tanaman jarak pagar dapat digunakan menjadi salah satu tanaman tumpangsari dengan jarak lebih dari 2 m x 2 m.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaruh tegakan mahoni muda lebih baik terhadap diameter, tinggi, panjang, lebar, luas tajuk dan produksi jarak pagar dibandingkan dengan tegakan mahoni tua. Tidak ada pengaruh tegakan mahoni terhadap panjang akar horisontal dan vertikal jarak pagar. Tanaman jarak pagar dapat digunakan sebagai tanaman tumpangsari dengan syarat adanya intensitas cahaya matahari yang cukup dan pemeliharaan yang intensif. Jarak tanam untuk tumpang sari tergantung kesuburan tanah dan juga tegakan, minimal jarak tanamnya yaitu 2 m x 2 m.

(5)

SUMMARY

ANINDITA KUSUMANINGRUM. The Influence of the Mahogany Stands (Swietenia macrophylla King.) On The Growth and Production of Jatropha curcas (Jatropha curcas Linn.).Under Supervision NURHENI WIJAYANTO

Agroforestry of mahogany and jatropha in Babakan Madang RPH was established. Jatropha were planted under mahogany stands of 3 years old (young mahogany stands), and 17 years (old mahogany stands). The difference of ages of mahogany may give influence on the growth and production of jatropha. The purpose of this research was to determine the influence of the mahogany stands (S. macrophylla) on the growth and seed production of Jatropha (J. curcas).

The growth parameters of jatropha consisting of height, diameter, length, width tree crown were measured. These growth parameters were used to determine the tree crown width, as well as root length. Jatropha curcas plant height measurement was done by using graft-scale, while for measuring the widht, length and width of the crown, band meter was used. In this case, census method was applied. In every mahogany stand, 15 J. curcas trees were chosen for sampling. Root length of jatropha was measured by digging method. Horizontal and vertical roots were measured.

The result showed that the growth of jatropha was significantly affected by the stand age of mahogany. Young mahogany stands produced better effect on height, diameter, length, width, and crown width of Jatropha than in old mahogany stnads. It was also strengthen by the results of the t-test (p<0.05) that diameter, height, and crown width was affected by mahogany stand. The average diameter of the jatropha planted under young mahogany stand (JPYMS) was bigger (2,3 cm) then jatropha planted under old mahogany stands (JPOMS) which is 1,8 cm. The average height of jatropha under JPYMS was 142,2 cm, while average height under JPOMS was 125,4 cm only. While, crown width under JPYSM was larger (31,4 cm) than crown width under JPOMS (21 cm). Production of JPYSM was also better than the JPOMS. Seed production in JPYMS was 21 g, whereas the JPOMS was 7,47 g.

The root was also measured as one of growth variables. However, according to the result of t-test, the root length at horizontal distribution was not significantly different compared to roots at vertical distribution. The average value of vertical root of jatropha ranged from 19,5 cm to 20,8 cm while horizontal root ranged from 64,2 cm-55,6 cm. This difference was caused by low nitrogen content, in addition its soil structure was clay structure. Therefore, there were some mechanical obstacles of the land for root development. Root length in jatropha can be used as optimal range of planting distance in agroforestry system. In conclusion, the growth of jatropha under young mahogany stands was better than in old mahogany stands, especially on growth parameter of diameter, height, length, crown width, and seed production. There was no influence of mahogany stands to horizontal and vertical jatropha’s root length. Jatropha can be used as intercropping crop if the light intensity is sufficient, and maintain intensively. The appropriate planting distance under forest stand is 2 m x 2 m.

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pengaruh Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar (Jatropha curcas

Linn.)

Nama : Anindita Kusumaningrum NRP : E44070068

Menyetujui: Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS) NIP. 19601024 198403 1 009

Mengetahui,

Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

(Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS) NIP. 19601024 198403 1 009

(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.)” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Pengaruh Tegakan

Mahoni (Swietenia macrophylla King.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar

(Jatropha curcas Linn.)”. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh tegakan mahoni terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar. Dalam penelitian ini diketahui bahwa pengaruh tegakan mahoni muda lebih baik untuk diameter, tinggi, tajuk, dan juga produksi dibandingkan dengan jarak pagar di tegakan mahoni tua. Penelitian ini didanai oleh Program Hibah Bersaing DIKTI, dan dilaksanakan di RPH Babakan Madang, KPH Bogor, dan Laboratorium Silvikultur.

Penulis menyadari berbagai keterbatasan dalam penulisan ini, namun demikian penulis berharap karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Pengaruh Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King.) terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.)”. Selain itu penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan dan saran selama penelitian hingga penyelesaian karya ilmiah ini

2. Keluarga tercinta Ayah (Urip Raharjo), Ibu (Titik Sundari), Kakak (Anjar

Fitriarahma), Adik (Nasrul Zaki) yang telah memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun materil serta doa yang selalu mengalir kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Ir. Ahmad Hajib, MS sebagai dosen penguji, Dr. Ir. Supriyanto DEA sebagai

pimpinan sidang atas segala bantuan, arahan dan kritik yang sangat membantu.

4. Kepala RPH Babakan Madang (Bp. Bambang), Bapak Imam, Pak Uci dan Bapak

Mandor RPH Babakan Madang atas bantuan serta dukungan selama penelitian.

5. Seluruh tenaga kependidikan di Departemen Silvikultur yang banyak

memberikan dukungan dan bantuannya selama ini kepada penulis.

6. Dinda Nurmawan atas bantuan, saran, waktu, dukungan kepada penulis sehingga

penulis bisa menyelesaikan karya ini.

7. Kepada teman sebimbingan Nunung, Dhinda, dan Dana yang telah membantu

dan mendukung penulis. Yani, Lilis, Hendra, Ririn, Nifa, Fitri, Eri, Laswi, yang telah membantu jalannya penelitian. Serta sahabat dan keluarga Silvikultur 44 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan, bantuan, dan semangatnya.

8. Keluarga dan sahabat pochan Tatan, Yovi, Asri, mba Anis, Tita, Chichi, Dila, dan

Yuli atas semangat, dukungan kepada penulis.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 27 Oktober 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Urip Raharjo dan Titik Sundari. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Purworejo pada tahun 2007. Penulis masuk Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan

dan kepanitiaan yakni sebagai sekretaris divisi Human Resource Development (HRD)

Tree Grower Community 2008-2009, Staf divisi Scientic Improvement (SI) 2009-2010 Tree Grower Community , Sekretaris GAMAPURI (Keluarga Mahasiswa Purworejo di IPB) (2008-2010), Anggota divisi Infokom PC. Sylva IPB 2008-2009, ketua divisi Infokom PC Sylva IPB 2009-2010. Ketua panitia musyawarah kerja Gamapuri, dan Bakti Sosial 2008. PanitiaBCR 2009/2010, panitia Belantara 2009, panitia Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional IV dan V, panitia Seminar Nasional Hutan Tanaman Rakyat 2009. Penulis juga pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di BKSDAH Gunung Burangrang dan BKPH Cikeong 2009. Penulis melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Kabupaten Sukabumi 2010. Penulis juga penah menjalankan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten KPH Bandung Selatan (2011) dan menjadi asisten mata kuliah dendrologi (2011-2012).

Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi

dengan judul Pengaruh Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King.) terhadap

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri ... 3

2.2 Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) ... 5

2.2.1 Klasifikasi dan penyebaran jarak pagar ... 6

2.2.2 Deskripsi Botani... 6

2.2.3 Kegunaan Jarak Pagar ... 7

2.2.4 Teknik dan Budidaya Jarak Pagar... 8

2.2.5 Panen dan Produktivitas Jarak Pagar .. ... 9

2.3 Mahoni (Swietenia macrophylla King.) ... 10

2.4 Pertumbuhan Tanaman ... 11

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 12

3.2 Bahan dan Alat Penelitian ... 12

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 12

3.3.1 Pengukuran dimensi tanaman jarak pagar ... 12

3.3.2 Pengukuran intensitas cahaya ... 12

3.3.3 Pengukuran suhu ... 13

3.3.4 Pengukuran panjang akar vertikal dan horisontal jarak pagar ... 13

3.3.5 Pengukuran persentase tajuk tegakan mahoni ... 13

3.3.6 Pengumpulan data sekunder ... ... 13

3.4 Analisis Data ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 PertumbuhanTanaman Jarak Pagar ... 14

(12)

5.1.2 Parameter akar ... 22

5.3 Produksi jarak pagar ... 26

V. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 30

6.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Hasil pengukuran variabel pertumbuhan jarak pagar. ...14 2 Hail uji-t variabel pertumbuhan ...15 3 Hasil pengukuran intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Tanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua (A), mahoni

muda (B) ... 20 2 Busuk akar pada tanaman jarak pagar mahoni tua (A), mahoni

muda (B) ... 24 3 Akar tanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua (A), mahoni

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasokan energi bahan bakar fosil semakin menurun setiap tahunnya karena disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk di Indonesia. Penurunan ini disebabkan oleh produksi yang rendah dibandingkan dengan tingkat konsumsi. Perlu adanya solusi atau alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yaitu dengan menggunakan minyak nabati atau biodisel. Biodisel merupakan salah satu solusi untuk masalah lingkungan berupa pemanasan global yang diakibatkan oleh bahan bakar fosil. Biodisel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan karena sifatnya yang dapat diperbaharui (renewable) dan dapat diproduksi secara lokal dan juga bersahabat dengan lingkungan (Setyaningsih et al. 2008).

Jarak pagar memiliki kandungan minyak sebesar 20 – 40 % di dalam bijinya. Kandungan minyak yang tinggi pada jarak pagar dapat digunakan sebagai bahan baku biodisel. Untuk itu perlu adanya pengembangan komoditas jarak pagar. Selain adanya kandungan minyak nabati yang tinggi, jarak pagar juga bermanfaat sebagai tanaman obat, sekat bakar, tanaman konservasi tanah dan air. Jarak pagar juga memiliki sifat intercroping. Sifat intercroping merupakan sifat tanaman yang dapat tumbuh dengan tanaman lain. Adanya manfaat dari jarak pagar dan sifat intercroping, jarak pagar memiliki potensi untuk dijadikan sebagai tanaman tumpangsari di dalam agroforestri.

(16)

Agroforestri antara tegakan mahoni dengan jarak pagar mulai dikembangkan di RPH Babakan Madang BKPH Bogor, KPH Bogor Pengembangan ini diharapkan dapat mengurangi penjarahan hutan dengan pemanfaatan tanaman jarak pagar. Namun, penanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni masih perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena tanaman jarak pagar merupakan salah satu tanaman yang membutuhkan cukup cahaya. Salah satu aspek yang menarik untuk dikaji yaitu melihat pengaruh dari tegakan mahoni terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King.) terhadap pertumbuhan dan produksi dari jarak pagar (Jatropha curcas Linn.).

1.3 Manfaat

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroforestri

Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada (Lundgren dan Raintree (1982) di dalam Hairiah et al. (2003). Huxley (1999) diacu dalam

Hairiah et al. (2003) menyatakan bahwa agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture). Kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah dan ikan), sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.

Agroforestri pada dasarnya terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian, dan peternakan. Dimana masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai suatu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau kelompok produk yang serupa (Hairiah et al. 2003). Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kombinasi antara lain :

1. Agrisilvikultur merupakan kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu, dll) dengan komponen pertanian. Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non-kayu jenis tanaman semusim (annual crops).

(18)

3. Agrosilvopastura merupakan pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/ binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan merupakan

agrosilvopastura, walaupun ketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai dalam ekosistem dimaskud (Sardjono et al. 2003)

Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree (1982) diacu dalam Hairiah et al. (2003) :

1. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan). Paling tidak satu diantaranya tumbuhan berkayu.

2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.

3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.

4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.

5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.

6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.

7. Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.

(19)

salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini oleh banyak orang dapat mempertahankan hasil pertanian secara berkelanjutan (Widianto et al. 2003)

Salah satu kunci keberhasilan dari agroforestri terletak pada usaha meningkatkan pemahaman terhadap interaksi antar tanaman (tujuan jangka pendek), dan dampakanya terhadap perubahan kesuburan tanah (tujuan jangka waktu panjang (Suprayogo et al. 2003). Pada prinsipnya ada tiga macam interaksi dalam sistem agroforestri, yaitu :

1. Interaksi positif (complementary) : bila peningkatan produksi satu jenis tanaman diikuti oleh peningkatan produksi tanaman yang lainnya. 2. Interaksi netral : bila kedua tanaman tidak saling mempengaruhi,

peningkatan produksi tanaman semusim tidak mempengaruhi produksi pohon atau peningkatan produksi pohon tidak mempengaruhi produksi tanaman semusim

3. Interaksi negatif (kompetisi/persaingan) : apabila peningkatan produksi satu jenis tanaman diikuti oleh penurunan produksi tanaman lainnya, ada kemungkinan pula terjadi penurunan produksi keduanya.

2.2 Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.) 2.2.1 Klasifikasi dan Penyebaran Jarak Pagar

Penyebaran jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan didistribusikan oleh pelaut Portugis melalui Pulau Cape Verde ke berbagai negara di Afrika dan Asia. Jarak pagar telah lama dikenal masyarakat di berbagai daerah Indonesia, yaitu semenjak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942-an, saat itu masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak sebagai pagar pekarangan (Hambali et al. 2006). Jarak pagar mempunyai beberapa nama, antara lain : purging nut (Inggris), pourghere, pignon d’ Inde (Prancis), purgernoot

(Belanda), habel meluk (Arab), pinoncillo (Meksiko), kadam (Nepal), yu-lu-tzu

(20)

Menurut Hambali et al. (2006), jarak pagar adalah tanaman yang masih satu keluarga dengan tanaman karet, dan umbi kayu, adapun klasifikasi tanaman jarak pagar adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : J. curcas Linn.

2.2.2. Deskripsi Botani

(21)

Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500 m dpl. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 625 mm/tahun. Namun, tanaman ini dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan antara 300-2.380 mm/tahun. Kisaran suhu yang sesuai untuk bertanam jarak pagar adalah 20-26º C. Pada daerah dengan suhu terlalu tinggi (di atas 35 ºC) atau terlalu rendah (di bawah 15ºC) akan menghambat pertumbuhan. Tanaman jarak pagar memiliki perakaran yang mampu menahan air dan tanah. Jarak pagar juga dapat tumbuh pada berbagai ragam tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu¸tanah berpasir, maupun tanah berlempung atau tanah liat. Selain itu, jarak pagar juga dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur atau tanah bergaram, memiliki drainase baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5,0 - 6,5 (Hambali et al. 2006).

2.2.3.Kegunaan Jarak Pagar

(22)

jarak pagar sangat beracun, berwarna kuning, kental dan tidak berbau. Oleh karena itu minyak biji dan getah batang atau daunnya hanya boleh dipakai sebagai obat luar, seperti obat kumur atau salep penyembuh luka, misalnya gigi lubang. Air perasan daun jarak pagar yang kental dapat digunakan sebagai peluntur, obat kumur, sampai pencuci borok. Sedangkan minyak yang dicampur dengan belerang, parafin dan beberapa tetes terpentin dapat digunakan untuk mengobati luka. Di daerah pedesaan, getah jarak pagar yang berwarna jernih kekuningan sering digunakan sebagai obat tradisional untuk obat tetes pada telapak kaki yang terkena kutu air dan bercak. Disamping itu juga dapat digunakan sebagai obat pembasmi cacing kremi (Astuti 2011).

2.2.4. Teknik dan Budidaya Jarak Pagar

Perbanyakan tanaman jarak pagar dapat dilakukan secara generatif maupun secara vegetatif. Perbanyakan secara generatif menggunakan biji yang cukup tua, yaitu dari buah yang telah masak (berwarna hitam). Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan stek cabang atau batang, okulasi, penyambungan, maupun kultur jaringan (kultur in vitro) (Hambali et al., 2006)

Perkecambahan benih dilakukan dengan cara merendam biji jarak dalam air selama 12-24 jam. Kemudian ditambahakan cairan insektisida sebanyak 2 cc per liter air kedalam air rendaman. Biji dipilih sebagai bahan perbanyakan adalah dari buah yang sudah tua (berwarna hitam). Untuk menghasilkan tanaman yang dapat berproduksi optimal maka dipilih benih / biji dengan grade A (berwarna hitam cerah dan bersih) (Hambali et al. 2006). Menurut Hariadi (2005) yang diacu di dalam Prihatiningtyas (2010), media tanam yang baik berupa tanah lapisan tas (top soil) dan dicampur pupuk kandang lebih baik. Hasil penelitian penggunaan pupuk kandang dengan komposisi (2:1 dan 1:1) akan menghasilkan pertumbuhan dan kondisi bibit yang baik dibandingkan tanpa pupuk kandang. Setiap polibag ditanami 1 (satu) benih. Lama di pembibitan 2 bulan. Kegiatan yang dilakukan selama pembibitan antara lain penyiraman (setiap hari 2 kali pagi dan sore).

(23)

Cabang yang diambil berada 50 cm dari atas permukaan tanah. Kemudian ditanam dari atas pemukaan tanah sedalam sekitar 5 cm. Media yang digunakan berupa campuran arang sekam dan serbuk gergaji.

Penanaman dilakukan pada awal atau selama musim penghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia. Penanaman juga dapat dilakukan secara langsung di lapangan (tanpa pembibitan) dengan menggunakan stek cabang atau batang. Dalam pembudidayaan tanaman jarak pagar diterapkan sistem tumpang sari dengan tanaman lain, seperti jagung, cabai, kacang tanah, dan kedelai. Jarak tanam dengan tumpang sari bisa berupa 2 m x 3 m. Jarak pagar juga merupakan tanaman intercropping (tanaman yang bisa ditanam dengan tanaman lain) seperti diantara tanaman jambu mete dengan jarak tanam 2 m x 2 m (Hambali et al. 2006).

Menurut Mahmud (2006), yang diacu di dalam Raden et al. (2009) perlu adanya tindakan untuk meningkatkan produktifitas yaitu dengan cara pembentukan arsitektur tajuk. Pembentukan arsitektur tajuk yaitu melalui pemangkasan. Pemangkasan pada tanaman jarak pagar sangat diperlukan untuk memperoleh tajuk tanaman yang efisien dalam memproduksi buah, meningkatkan produksi hasil panen, membentuk struktur fisik tanaman (kanopi) seperti semak atau payung dapat meningkatkan cabang produktif. Semakin banyak cabang produktif yang dihasilkan maka buah atau biji yang dihasilkan akan semakin banyak pula sampai jumlah cabang terminal tertentu. Raden et al. (2009) menyebutkan bahwa pemangkasan cabang utama dapat meningkatkan jumlah cabang primer. Peningkatan jumlah cabang akibat pemangkasan batang utama memberikan pengaruh terhadap peningkatan diameter batang, luas daun total, dan presentase intersepsi cahaya. Tinggi pemangkasan 30-40 cm dengan jumlah cabang primer 3 atau lebih (6 cabang primer) dapat meningkatkan produksi jarak pagar.

2.2.5. Panen dan Produktivitas Jarak Pagar

(24)

setelah buah jarak cukup umur. Pemanenan buah dilakukan setelah biji masak. Biji masak dicirikan dengan kulit buahnya yang berubah warna dari kuning kecoklatan menjadi hitam dan mengering. Ciri lainnya yaitu terbuka sebagaian secara alami. Ketika kulit buah mulai membuka, berarti biji di bagian dalam buah jarak telah masak. Panen yang dilakukan terlalu awal akan menurunkan kandungan minyak, sementara bila pemanen bila panen terlambat dilakukan menyebabkan buah pecah sehingga biji yang jatuh ke tanah semakin banyak (Hambali et al. 2007).

Menurut Haryadi (2005) yang diacu di dalam Prihatiningtyas (2010) menyebutkan bahwa produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 1 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman antara 2500 – 3.300 pohon/ha, maka tingkat produktivitas tanaman 6 -10 ton biji/ha setelah tanaman berumur 5 tahun. Produktivitas tanaman tergantung dari sifat genetik tanaman, kondisi iklim dan tanah setempat serta input produksi yang telah diberikan. Jika rendemen minyak sebesar 35 % maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 2,5 – 3,5 ton minyak/ha/tahun. Sementara Priyanto (2007) dalam Prihatiningtyas (2010) menyatakan bahwa produktivitas tanaman jarak pagar bisa mencapai 3,5 – 4,5 kg biji per pohon per tahun. Dengan tingkat tingkat populasi tanaman 2500 - 3300 pohon per hektar, tingkat produktivitas bisa mencapai 8 - 15 ton biji per hektar. Jika rendemen minyak sebesar 35%, setiap hektar lahan dapat diperoleh 2,5 – 5 ton minyak per tahun.

2.3 Mahoni (S. macrophylla )

(25)

Kayu mahoni termasuk bahan mebel bernilai tinggi karena dekoratif dan mudah dikerjakan. Ditanama secara luas di daerah tropis dalam program reboisasi dan penghijauan. Dalam sistem agroforestri digunakan sebagai tanaman naungan dan kayu bakar (Departemen Kehutanan 2001).

2.5 Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan adalah suatu proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan juga yang menentukan hasil tanaman. Pertambahan ukuran tubuh tanaman secara keseluruhan merupakan hasil dari pertambahan ukuran bagian-bagian (organ-organ) tanaman akibat dari pertambahan jaringan sel yang dihasilkan oleh pertambahan ukuran sel (Sitompul dan Guritno 1995)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain menururt Pandey dan Sinha (1972) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain, suplai makanan (nutrisi), suplai air, suplai oksigen, suhu, cahaya, hormon pertumbuhan. Selain itu menurut Sitompul dan Guritno (1995) faktor genetik, bahan tanaman, dan pengaruh masa lalu juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Sedangkan menurut Hardjowiegeno (1995) faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan antara lain, intensitas cahaya, air, suhu, dan juga unsur hara.

(26)

III. METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu dan tempat dilaksanakan di BKPH Babakan Madang, Kampung Sukamantri areal KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dari bulan Juni sampai dengan Agustus 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita meter, galah berskala, neraca ohaus, lux meter, tally sheet, termometer suhu dan kelembaban, densiometer, cangkul, pancong, alat tulis, alat hitung, kamera digital dan komputer.

Bahan yang digunakan adalah tanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua (berumur 17 tahun) dan tegakan mahoni muda (berumur 3 tahun).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Adapun pengumpulan data primer meliputi :

3.3.1. Pengukuran dimensi tanaman jarak pagar

Dimensi tanaman yang diukur meliputi tinggi, diameter, panjang dan lebar tajuk. Pengambilan data dilakukan melalui sensus terhadap tanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua dan muda. Tinggi pohon diukur menggunakan galah berskala, sedangkan diameter menggunakan pita meter.

Panjang dan lebar tajuk diukur dengan pita meter pada proyeksi tanaman yang diamati. Pada tajuk terpanjang dari tanaman jarak pagar yang diukur pada garis proyeksinya yang tegak lurus dengan tanah. Lebar tajuk yang diukur adalah tajuk terlebar dari tanaman jarak pagar yang garis proyeksinya tegak lurus dengan garis imajiner dari proyeksi tajuk terpanjang yang sudah diukur.

3.3.2. Pengukuran intensitas cahaya

(27)

intensitas dapat dilihat pada skala. Lux meter diletakan setinggi 75 cm dari tanah dan selama 15 menit sekali dilakukan pencatatan besarnya intensitas dari pukul 08.00-15.00. Pengukuran intensitas cahaya dilakukan selama 7 hari pada masing-masing tegakan.

3.3.3. Pengukuran suhu

Pengukuran suhu dilakukan menggunakan termometer yang diikatkan pada pohon di tengah-tengah tegakan. Pengukuran suhu ini dilakukan selama 7 hari pada setiap tegakan. Pengamatan suhu dilakukan setiap 15 menit sekali dari pukul 08.00-15.00.

3.3.4. Pengukuran panjang akar vertikal dan horisontal jarak pagar

Pengukuran panjang akar vertikal dan horisontal pada akar tanaman jarak pagar menggunakan pita meter. Tanaman yang digunakan yaitu 1/5 – 1/10 dari jumlah tanaman pada masing-masing tegakan.

3.3.5. Pengukuran persentase tajuk tegakan mahoni

Pengukuran persentase tajuk mahoni menggunakan densiometer. Cara pengukuran yaitu berdiri di tengah-tengah tegakan. Densiometer diletakan ditangan dan dilihat berapa penutupan tajuk di dalam kaca di dalam densiometer. Pengukuran dilakukan 4 kali dengan berputar ke empat arah mata angin.

3.3.6. Pengumpulan data sekunder

Pengumpulan data sekunder diambil dari instansi-instansi pemerintah yang terkait serta studi pustaka (pengumpulan data yang berdasarkan pada buku-buku literatur, hasil penelitian, dan jurnal yang dapat mendukung kegiatan penelitian.

3.3.7. Analisi data

(28)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar

Agroforestri jarak pagar di bawah tegakan mahoni di BKPH Babakan Madang berada di dua macam jenis tegakan yaitu mahoni muda dan mahoni tua. Secara visual pertumbuhan jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda lebih baik dibandingkan dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua. Jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda tumbuh lebih besar dan tinggi. Bebeda halnya dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda, jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua pertumbuhanya membengkok mencari arah datangnya cahaya. Selain secara visual pertumbuhan jarak pagar dapat diukur dengan beberapa parameter antara lain : tinggi, diameter, panjang, lebar, luas tajuk dan panjang akar. Adapun hasi dari pengukuran parameter pertumbuhan dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pengukuran parameter pertumbuhan jarak pagar

Rata-rata JPMM JPMT

Diameter (cm) 2,3 1,8

Tinggi (cm) 142,4 125,4

Panjang tajuk (cm) 67,7 50,3

Lebar Tajuk (cm) 42,6 35

Luas Tajuk (cm²) 31,4 21

Panjang akar horisontal (cm) 64,2 55,6

Panjang akar vertikal (cm) 19,5 20,8

Keterangan : JPMM (Jarak Pagar Mahoni Muda) JPMT (Jarak Pagar Mahoni Tua)

(29)

Tabel 2 Hasil uji-t parameter pertumbuhan

Keterangan* = Nilai P < 0,05 berbeda nyata, tn

= Nilai P > 0,05 tidak berbeda nyata.

Hasil uji-t pada Tabel 2 parameter pertumbuhan yang memiliki nilai p < 0,05 antara lain : diameter, tinggi, panjang, lebar, dan luas tajuk. Nilai p < 0,05 memiliki arti bahwa parameter diameter, tinggi, panjang, lebar dan luas tajuk di bawah tegakan mahoni muda berbeda nyata dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua. Sedangkan parameter akar pada panjang horizontal dan vertikal memiliki nilai p > 0,05 yang berarti tidak berbeda nyata antara akar jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda dan mahoni tua.

5.1.1 Parameter diameter, tinggi, dan luas tajuk

Diameter merupakan salah satu parameter yang dapat dilihat dalam pertumbuhan suatu tanaman. Dari hasil uji-t pada Tabel 2 diameter jarak pagar pada tegakan mahoni muda berbeda nyata dengan tegakan mahoni tua. Perbedaan ini dapat dilihat dari hasil pengukuran pada Tabel 1. Dari Tabel 1 nilai rata-rata diameter JPMM lebih besar dibandingkan dengan diameter JPMT. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pengaruh tegakan mahoni yang paling baik untuk diameter adalah jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda.

Tinggi juga merupakan salah satu parameter pertumbuhan yang sering diamati selain diameter. Dari hasil uji-t pada Tabel 2 tinggi jarak pagar pada mahoni muda berbeda nyata dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua. Perbedaan ini dapat dilihat pada Tabel 1. Rata-rata tinggi jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda lebih besar dibandingkan dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua.

Tajuk merupakan bagian dari tanaman yang memiliki salah satu fungsi untuk menahan pukulan air hujan. Selain itu tajuk juga memiliki kaitan penting

Rata-rata Nilai-P (Hasil Uji-t)

Diameter (cm) 0,000*

Tinggi (cm) 0,007*

Panjang tajuk (cm) 0,000*

Lebar Tajuk (cm) 0,017*

Luas Tajuk (cm²) 0,000*

Panjang akar horisontal (cm) 0,571tn

(30)

dengan faktor-faktor seperti jarak tanam permulaan, kontrol kualitas kayu, pemeliharaan antar tegakan dan berpengaruh terhadap produksi sebuah tanaman. Menurut Widodo (2005) di dalam Raden et al. (2009). Pembentukan arsitektur tajuk bertujuan untuk mengurangi sistem percabangan, meratakan penerimaan cahaya, menyebarkan percabangan agar dapat membagi ruang tumbuh secara merata, mempermudah pengelolaan pohon dan mempermudah penyusunan anggaran kebun serta prediksi hasil karena ukuran dan bentuk pohon seragam.

Hasil uji-t pada Tabel 2, panjang, lebar, dan luas tajuk memiliki nilai p < 0,05 yang berarti adanya perbedaan antara jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua. Perbedaan ini dapat dilihat dari hasil rata-rata panjang, lebar dan luas tajuk pada Tabel 1. Dilihat dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa pengaruh tegakan mahoni muda lebih baik untuk panjang, lebar, dan luas tajuk jarak pagar dibandingkan dengan pengaruh tegakan mahoni tua.

Perbedaan hasil pertumbuhan untuk diameter, tinggi, panjang, lebar, dan luas tajuk jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda memiliki pengaruh yang berbeda dibandingkan dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Menurut Pandey dan Sinha (1972) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain, suplai makanan (nutrisi), suplai air, suplai oksigen, suhu, cahaya, hormon pertumbuhan. Selain itu menurut Sitompul dan Guritno (1995) faktor genetik, bahan tanaman, dan pengaruh masa lalu juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Salah satu faktor yang penting adalah intensitas cahaya. Intensitas cahaya merupakan salah satu faktor yang bepengaruh terhadap proses fotosintesis. Hasil pengukuran intensitas cahaya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil pengukuran intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk mahoni

Jenis tegakan Persentase penutupan

tajuk (%)

Intensitas cahaya matahari (10¹ LUX)

Mahoni muda 36,50 246

[image:30.595.114.513.659.721.2]
(31)

Intensitas cahaya yang tertinggi pada tegakan mahoni muda yaitu 246.10¹ Lux (Tabel 3). Semakin besar intensitas cahaya matahari maka pertumbuhan juga akan semakin cepat. Hal ini disebabkan karena cahaya matahari berpengaruh terhadap laju fotosintesis dari suatu tanaman. Daniel et al. (1987) menyebutkan bahwa intensitas cahaya mempengaruhi laju fotosintesis. Bertambahnya intensitas cahaya, maka bertambah pula fotosintesis neto. Hasil dari proses fotosintesis berupa photosintat yang akan membantu pertumbuhan tanaman. Kecilnya intensitas cahaya akan mengakibatkan pertumbuhan tinggi tidak ke atas tetapi ke arah datangnya cahaya. Pertumbuhan jarak pagar yang membengkok terdapat pada jarak pagar mahoni tua (Lampiran 1).

Intensitas cahaya matahari dipengaruhi oleh cuaca dan juga tajuk. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase penutupan tajuk pada mahoni muda lebih kecil dibandingkan dengan persentase penutupan tajuk pada mahoni tua. Menurut Suryanto et al. 2006 perkembangan tajuk berhubungan dengan proses penangkapan energi matahari. Dalam praktek tumpangsari, informasi perkembangan tajuk akan berhubungan dengan proses berbagai sumberdaya dengan tanaman pertanian, terutama mengenai durasi praktek tumpangsari. Perbedaan persentase ini menyebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam tegakan mahoni muda lebih besar dibandingkan dengan intensitas cahaya di mahoni tua. Cuaca juga berpengaruh terhadap besarnya intensitas cahaya matahari. Karena setiap waktu cuaca dapat berubah-ubah. Perbedaan waktu pengukuran intensitas cahaya juga dapat berpengaruh terhadap besarnya intensitas cahaya. Untuk itu perlu adanya pengukuran intensitas cahaya dalam waktu yang bersamaan. Dilihat dari hasil perbedaan intensitas cahaya tersebut dapat diduga intensitas cahaya menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan pertumbuhan jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda dan mahoni tua. Besarnya intensitas pada tegakan mahoni muda dapat menyebabkan pertumbuhan jarak pagar yang lebih baik dibandingkan dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua.

(32)

yaitu 28,53ºC dibandingkan dengan suhu pada mahoni tua yang besarnya 28,07ºC. Menurut Hambali et al. (2006) jarak pagar paling sesuai tumbuh pada suhu 20 − 26º C. Apabila suhu terlalu tinggi atau lebih dari 35º C atau lebih rendah dari pada 15º C, akan menyebabkan pertumbuhan yang terhambat dan mengurangi kadar minyak dalam biji. Jadi pada suhu tersebut jarak pagar masih dapat bertahan hidup. Perbedaan suhu diantara kedua tegakan memang tidak berbeda jauh. Suhu dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari dan juga cuaca. Seperti halnya pada intensitas cahaya, pengukuran suhu sebaiknya dilakukan secara bersamaan dikedua tegakan. Hal ini dimaksudkan agar hasil pengukuran suhu dapat dibandingkan dengan kedua tegakan

Menurut Pandey dan Sinha (1972) suhu rendah pada malam hari untuk mengurangi laju respirasi dan suhu tinggi selama sehari untuk fotosintesis yang berguna untuk meningkat dan mengumpulkan photosintat juga meningkatkan pertumbuhan. Suhu pada mahoni muda lebih tinggi dibandingkan dengan tegakan mahoni tua. Hal ini diduga sebagai salah satu penyebab perbedaan pertumbuhan pada kedua tegakan tersebut.

[image:32.595.100.520.563.733.2]

Faktor yang berpengaruh penting adalah unsur hara. Tanah merupakan perantara penyedia faktor unsur hara. Menurut Daniel et al. (1995) tanah merupakan faktor yang penting dalam pengelolaan silvikultur seperti pertumbuhan semai dan penentuan pertumbuhan tegakan. Analisis tanah pada penelitian ini dilakukan dengan pustaka sekunder. Hasil analisis tanah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis tanah

Analisi Tanah JPMM JPMT

Tekstur Liat Liat

Pasir (%) 6,97 6,89

Pasir sangat halus (%) 0,73 0,66

Debu (%) 29,20 29,83

Liat (%) 62,99 62,62

Bobot Isi (gr/cm³) 1,1 1,05

Permeabilitas (cm/jam) 2,73 4,42

Porositas (%) 58,44 43,85

Ph 5,64 6,41

C-Organik (%) 1,34 1,62

N-total (%) 0,1 0,03

KTK (me/100 gr) 17,72 26,78

(33)

Tekstur tanah pada kedua tegakan bersifat liat. Pada Tabel 4 bobot isi tanah kecil, dan permeabilitas sedang memungkinkan lebih banyak air yang terserap ke dalam tanah sehingga dapat mengurangi erosi. Bobot isi berbanding terbalik dengan porositas tanah, bila bobot isi tanah rendah maka porositas tanah akan tinggi dan sebaliknya. Porositas dipengaruhi oleh bahan organik, struktur tanah, dan juga tekstur tanah. Bobot isi menunjukan kepadatan tanah, selain itu bobot isi berfungsi untuk menghitung kebutuhan pupuk dan air. (Hardjowiegeno 2003)

Bahan organik pada analisis tanah JPMM lebih kecil dibandingkan dengan JPMT. Menurut Sutanto (2005) kandungan bahan organik biasanya diukur berdasarkan kandungan C-organik. Pada C-organik JPMM lebih kecil dibandingkan dengn JPMT. Kedua tegakan juga memiliki pH yang masam. Kemasaman tanah (pH) memiliki fungsi untuk menentukan mudah tidaknya unsur hara diserap oleh tanaman. Menurut Hardjowiegeno (2003) pada umumnya hara mudah diserap pada pH netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada pH masam unsur P tidak dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al. Selain itu tanah masam unsur mikro dapat mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang banyak dan dapat bersifat racun. Sedangkan nilai N-total pada tegakan mahoni muda tergolong rendah, sedangkan pada tegakan mahoni tua tergolong sangat rendah. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan pertumbuhan yang kerdil, pertumbuhan akar yang terhambat, dan juga menyebabkan warna daun menjadi kuning. Kapasitas tukar kation atau KTK sangat erat dengan kesuburan tanah. Semakin tinggi KTK semakin subur tanah karena tanah mampu menjerat dan menyediakan unsur hara lebih tinggi. Pada Tabel 4 nilai KTK pada mahoni tua lebih besar dibandingkan dengan mahoni muda. Seharusnya tanah di bawah tegakan mahoni tua lebih subur dibandingkan dengan mahoni muda. Namun kembali kekandungan N total yang lebih tinggi di mahoni muda. Hal ini lah yang diduga menjadi salah satu penyebab pertumbuhan jarak pagar lebih baik di bawah tegakan mahoni muda lebih baik dibandingkan dengan mahoni tua.

(34)

dan intensitas cahaya. Tanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua ataupun mahoni muda memiliki jarak tanam rata-rata 1 m x 1 m, namun banyak jarak tanam antar jarak pagar kurang dari 1 m x 1 m, dan lebih dari 1 m x 1 m. Jarak tanam yang tidak beraturan dan terlalu dekat menimbulkan persaingan atau kompetisi.Menurut Sitompul dan Guritno (1995) apabila dua atau lebih tanaman ditanam dengan cukup dekat dan ketersediaan unsur hara dan air terbatas, maka kompetisi akan faktor tersebut akan terjadi. Selain itu menurut Suprayogo et al.

2003 kompetisi antar tanaman yang ditanam berdampingan pada satu lahan yang sama sering terjadi, bila ketersediaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah yang terbatas. Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam hambatan pertumbuhan terhadap tanaman lain, seperti berkurangnya intensitas cahaya karena naungan pohon, atau menipisnya unsur hara dan air karena dekatnya perakaran dua jenis tanaman yang berdampingan. Pada lokasi penelitian pada jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda dan tegakan mahoni tua diduga terjadi sebuah kompetisi, karena jarak tanam yang terlalu dekat dan juga kandungan unsur hara yang sedikit. Kondisi dari jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua dan muda dapat dilihat dalam Gambar 1.

Gambar 1 Tanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua (A), mahoni muda (B)

Lingkaran merah merupakan kondisi tanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda dan tua. Dari gambar di atas dapat dikatakan bahwa kondisi kerapatan pada tegakan mahoni tua lebih rapat di bandingkan dengan tegakan mahoni muda. Adanya kerapatan ini akan menimbulkan kompetisi.

Menurut Omon dan Adman (2007) Persaingan akan terjadi bila tajuk tanaman saling bersentuhan dan persaingan dalam memperoleh cahaya matahari

(35)
(36)

untuk melangsungkan proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini sangat berguna bagi tanaman dalam bertahan hidup. Perlu adanya peningkatan pemeliharaan tanaman jarak pagar agar pertumbuhan semakin meningkat.

Hasil pengukuran parameter pertumbuhan jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda lebih baik dibandingkan dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua. Melihat dari hal ini dapat disimpulkan bahwa tanaman jarak pagar dapat digunakan sebagai tanaman tumpangsari dengan syarat intensitas cahaya yang cukup bagi jarak pagar. Jarak pagar dapat tetap ditanam di tegakan yang tua asalkan masih memungkinkan adanya intensitas cahaya matahari yang masuk cukup serta pemeliharaan yang intensif.

5.1.2 Parameter akar

Parameter pertumbuhan selain tinggi, diameter, panjang, lebar, dan luas tajuk, adalah akar. Akar merupakan salah satu parameter pertumbuhan. Dimana akar memiliki fungsi yang penting dalam suatu pertumbuhan. Selain untuk menopang tubuh tanaman, akar juga berfungsi untuk menyerap air dan juga hara. Dimana hara dan air merupakan salah satu unsur yang penting untuk pertumbuhan dan produksi. Dari hasil uji-t pada Tabel 2 nilai p untuk panjang akar horizontal dan vertikal memiliki nilai yang lebih besar dari pada 0,05. Nilai p > 0,05 memiliki arti panjang akar horizontal dan vertikal jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda tidak berbeda nyata dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua. Nilai rata-rata pada Tabel 1 merupakan nilai antara (range) panjang akar vertikal dan horizontal. Panjang akar vertikal jarak pagar berkisar antara 19,5 cm sampai 20,8 cm. Sedangkan panjang akar horizontal berkisar antara 55,6 sampai 64,2 cm. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jarak pagar tegakan mahoni muda ataupun tua tidak berpengaruh terhadap akar.

(37)

faktor. Menurut Sutton (1969) dalam Daniel et al. (1987) faktor yang dapat mempengaruhi sitem perakaran seperti tipe tanah, status nutrisi, karakteristik drainase, keberadaan atau ketidak beradaan gambut, lempung, padas dan bahan organik. Selain itu juga menurut Islami dan Utomo (1995) faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan sistem perakaran antara lain, faktor dalam (hereditas), dan faktor luar/ lingkungan (kelembaban tabah, suhu tanah, kesuburan tanah, keasaman tanah, aerasi tanah, hambatan mekanis tanah, kompetisi dan interaksi perakaran)

Kesuburan atau status nutrisi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan atau pertumbuhan akar. Pada Tabel 4 kandungan nilai nitrogen pada kedua tegakan tersebut rendah. Kekurangan nitrogen dapat menyebabkan pertumbuhan akar terhambat. Hal inilah yang dapat diduga menjadi salah satu penyebab perakaran tersebut tidak berkembang di kedua tegakan tersebut.

Keasaman tanah (pH) juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan akar. Biasanya akar dapat tumbuh pada pH sekitar 5-8. Namun, ada beberapa tanaman yang membutuhkan pH tertentu agar dapat tumbuh. Kemasaman tanah (pH) asam dapat menyebabkan kelarutan pada mangan, besi, dan alumunium semakin meningkat sehingga dapat menghambat pertumbuhan akar. Dari kedua tegakan memiliki jenis tanah yang asam. Menurut Islami dan Utomo (1995) tanaman yang tumbuh pada tanah asam dengan kelarutan Al yang tinggi dapat menyebabkan berhentinya pertumbuhan akar dan penumpulan pada akar tanaman. Meskipun tidak terlalu asam pada tanah di kedua tegakan tersebut. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab pertumbuhan akar jarak pagar yang tidak maksimal di kedua tegakan tersebut.

(38)

Selain itu menurut Rusdiana et al. 2000 struktur tanah yang padat akan menghambat laju penetrasi akar lebih dalam. Karena tanah padat susah ditembus oleh akar, maka daerah pemanjangan akar akan semakin pendek. Tanah pada lokasi penelitian memiliki tekstur liat. Tanah liat ini akan mengakibatkan pertumbuhan akar terhambat. Hal ini disebabkan tanah liat memiliki porositas yang sangat kecil. Tanah liat juga akan mengakibatkan terjadinya kelembaban pada tanah yang tinggi karena air yang sulit untuk meresap kedalam tanah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya pembuskan pada akar. Pembusukan pada akar dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Busuk akar pada tanaman jarak pagar mahoni tua (A), mahoni muda (B)

Gangguan dari hewan kerbau diduga menjadi salah satu penghambat dalam pertumbuhan akar. Tanah yang dilewati kerbau struktur tanahnya menjadi lebih padat. Sehingga akar akan susah untuk berkembang karena pori-pori yang semakin kecil. Menurut Rusdiana et al. 2000 pertumbuhan akar sangat dipengaruhi oleh keadaan fisik tanahnya. Adanya pemadatan tanah akan merubah struktur tanah dan pori-pori tanah, sehingga kandungan air tanah tersebut berubah. Kondisi akar jarak pagar yang berada di tanah yang sering dilewati kerbau terdapat pada Lampiran 1. Selain itu di lapangan banyak ditemukan batu-batu besar di dalam tanah baik di bawah tegakan mahoni muda atau di bawah tegakan mahoni tua. Tanaman jarak pagar yang masih terdapat polybag juga ditemukan. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan akar jarak pagar terhambat. Adanya hambatan-hambatan ini diduga menjadi salah satu penyebab dari perbedaan antara parameter pertumbuhan akar dengan parameter pertumbuhan yang lain.

Sampel dari tanaman jarak pagar yang digunakan dapat menjadi salah satu penyebab perbedaan antara parameter akar dengan parameter pertumbuhan yang

(39)

lain. Sampel yang diambil yaitu berjumlah 15 tanaman pada masing-masing tegakan. Sedangkan pada pengukuran parameter lain tidak menggunakan sampel tetapi dengan metode sensus. Hal ini disebabkan karena metode pengukuran akar menggunakan metode destruktif atau merusak tanaman jarak pagar. Karena hal inilah sampel yang diambil hanya berjumlah 15 tanaman jarak pagar dari setiap masing-masing tegakan. Untuk itu perlu adanya perbaikan dalam pengambilan sampel untuk akar pada jarak pagar agar dapat mewakili.

Hasil pengukuran panjang akar dari jarak pagar dapat digunakan sebagai perkiraan jarak tanam jarak pagar sebagai tanaman tumpang sari. Menurut Prihandana dan Hendroko 2006 perakaran jarak pagar yang berasal dari biji memiliki akar tunggang, sedangkan bibit yang berasal dari stek batang sistem perakaran lemah atau dangkal. Pada hasil penelitian perakaran dari jarak pagar tidak terlalu dalam. Panjang akar vertikal dari jarak pagar terdalam yaitu sekitar 20,8 cm, sedangkan horizontal 64,2 cm. Menurut Hambali et al. 2006 menyebutkan bahwa tanaman jarak pagar memiliki sifat intercroping atau sifat yang dapat ditanam dengan tanaman lain, jarak tanam dapat ditanam dengan jambu mete dengan jarak tanam jambu mete yaitu 6 m x 12 m. Sementara jarak pagar ditanam jarak tanam 2 m x 2 m. Dari hasil penelitian Nurunnajah 2011 bahwa perakaran dari pohon mahoni tidak telalu dalam. Perakaran dalam vertikal hanya sekitar 14,8 cm. Dilihat dari hal tersebut pada lokasi penelitian dapat dikatakan tidak sesuai Agroforestri antara mahoni dengan jarak pagar karena jarak tanam yang berdekatan. Seharusnya jarak tanaman jarak pagar minimal 2 m x 2 m atau lebih karena perakaran dalam mahoni dangkal, dan jarak tanam mahoni sangat tidak beraturan.

(40)

m untuk tanah normal, dan 2 m x 3 m untuk tanah subur. Menurut Puslitbang Pertanian (2008) jarak tanam untuk tanaman jarak pagar 1,5 m x 4 m, 1,5 m x 6 m, 2 m x 4 m dan 2 m x 6 m. Kondisi tegakan juga berpengaruh terhadap jarak tanam. Tegakan dengan intensitas cahaya yang besar dapat ditanam lebih rapat dibandingkan dengan tegakan yang intensitasnya kecil. Adapun kondisi dari akar tanaman jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Akar tanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua (A), mahoni muda (B)

5.2 Produksi Jarak Pagar

Jarak pagar memiliki banyak fungsi, terutama buah jarak pagar yang

memiliki kandungan minyak yang besar yaitu 20 − 40 %. Kandungan minyak

yang besar pada buah jarak pagar menjadikan tanaman tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan. Pada penelitian ini, selain melihat pertumbuhan dari tanaman jarak pagar juga melihat produksi buah dari jarak pagar. Produksi buah jarak pagar dilihat dari berat buah jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda dan tua.

Hasil berat buah jarak pagar yang telah ditimbang kemudian dilakukan uji sebaran t atau uji-t. Dari hasil uji-t untuk produksi nilai p yaitu 0,000 yang lebih kecil dari pada 0,05. Hal ini berarti bahwa produksi jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda (JPMM) berbeda nyata dengan jarak pagar mahoni tua (JPMT). Perbedaan jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua dapat dilihat dari hasil berat buah pada kedua tegakan tersebut. Dari hasil penimbangan berat buah jarak pagar, buah jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda lebih besar yaitu 21,5 g/pohon/bulan dibandingkan dengan berat buah jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua yaitu sebesar 7,47 g/pohon/bulan.

(41)

Menurut Hambali et al. 2006 produksi biji dari buah jarak pagar 3 – 4 kg biji/pohon/tahun.Pada hasil penelitian berat buah JPMM sebelum menjadi biji yaitu 21,5 g/pohon/bulan atau 0,02 kg/pohon/bulan. Sedangkan untuk JPMT berat buahnya 7,47 g/pohon/bulan atau 0,007 kg/pohon/bulan. Apabila di konversikan ke dalam tahun untuk produksi buah jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda sekitar 0,24 kg/pohon/tahun, sedangkan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tua yaitu 0,084 kg/pohon/tahun. Produksi buah ini dapat dikatakan masih sangat kecil, karena tidak semua tanaman jarak pagar pada lokasi penelitian berbuah. Pada lokasi penelitian jumlah jarak pagar hanya berbuah 36 tanaman, sedangkan jarak pagar di bawah mahoni tua 15 tanaman.

Produksi buah jarak pagar sangat kecil, selain itu perbedaan produksi buah jarak pagar antara mahoni muda dan tua sangat besar. Adanya perbedaan produksi dari jarak pagar di bawah tegakan mahoni muda dan mahoni tua disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Daniel et al. (1987), ada beberapa faktor yang mempengaruhi produksi antara lain : tempat tumbuh, iklim, penyebab fisiologis. Sedangkan menurut Sudrajat (2006) salah satu faktor yang mempengaruhi produktifitas tanaman jarak pagar adalah kesuburan tanah.

Produktivitas tanaman jarak pagar di mahoni muda lebih baik dibandingkan dengan jarak pagar di bawah tegakan mahoni tuamahoni tua. Perbedaan ini diakibatkan karena intensitas cahaya pada mahoni muda lebih besar dari pada mahoni muda. Seperti halnya pada pertumbuhan, produksi juga membutuhkan cahaya untuk proses fotosintesis. Semakin tinggi intensitas cahaya maka akan meningkatkan proses fotosintesis dan akan meningkatkan pula produksi dari tanaman jarak pagar. Menurut Raden et al. (2009) semakin meningkatnya laju fotosintesis akan meningkatkan kebutuhan sink pada pertumbuhan dan produksi (jumlah buah, jumlah biji dan bobot biji pertanaman) tanaman jarak pagar.

(42)

maka produktivitasnya juga tinggi. Semakin subur dari tanah dibawah tegakan mahoni muda dapat menyebabkan peningkatan produktivitas pada tanaman jarak pagar.

Jarak tanam merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produksi. Seperti halnya pada pertumbuhan, jarak tanam terhadap kompetisi unsur hara, air, dan intensitas cahaya. Jarak tanam pada kondisi lapang tidak beraturan karena jarak tanam yang tidak sesuai dapat mengakibatkan timbulnya kompetisi. Pada jarak pagar mahoni tua (JPMT) kondisi dilapangan lebih rapat dibandingkan dengan jarak pagar mahoni muda (JPMM). Selain jarak tanam yang rapat pada JPMT juga terdapat beberapa tanaman lain atau gulma, sehingga menimbulkan persaingan atau kompetisi. Menurut Jumin (2008) kerapatan tanaman sangat penting diketahui karena berpengaruh terhadap sebuah produksi tanamannya. Adanya persaingan yang sangat ketat yang berakibat adanya penurunan produksi. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), intensitas kompetisi semakin rendah dengan tingkat penyediaan nitrogen akan semakin tinggi yang membawa kepada hasil per satuan tanaman semakin besar. Pada Tabel 4 dapat dilihat unsur dari N sangat kecil, dan kerapatan pada mahoni tua lebih rapat. Hal ini diduga menyebabkan perbedaan produksi jarak pagar pada tegakan mahoni muda dan tua.

(43)
(44)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pengaruh tegakan mahoni muda lebih baik terhadap diameter, tinggi, panjang, lebar, luas tajuk dan produksi jarak pagar dibandingkan dengan tegakan mahoni tua

2. Tidak ada pengaruh tegakan mahoni terhadap panjang akar horisontal dan vertikal jarak pagar.

3. Tanaman jarak pagar dapat digunakan sebagai tanaman tumpangsari dengan syarat adanya intensitas cahaya matahari yang cukup dan pemeliharaan yang intensif. Jarak tanam untuk tumpangsari tergantung kesuburan tanah dan juga tegakan, minimal jarak tanamnya yaitu 2 m x 2 m.

6.2 Saran

1. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang sistem perakaran jarak pagar dengan pengambilan sampel dengan memperhatikan jumlah total dari tanaman jarak pagar.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Astuti Y. 2011. Budidaya dan Manfaat Jarak Pagar (Jatropha curcas L). [Terhubung Berkala]. http://journal.mercubuana.ac.id/data/BUDIDAYA-DAN-MANFAAT-JARAK-PAGAR.pdf [17Desember 2011].

Daniel TW, Helms JA, Baker FS. 1987. Prinsip-Prinsip Silvikultur. Djoko Marsono, penerjemah; Oemi Hani’in Soeseno, editor. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Departemen Kehutanan. 2001. Informasi Singkat Benih No. 5 Maret 2001

Swietenia macrophylla King. [Terhubung Berkala].

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/RRL/IFSP/swietenia_macrophylla. pdf [5 Agustus 2011].

Hairiah K, Sardjono MA, Sabarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestry. Bahan Ajaran 1. Bogor : World Agroforestry Centre (ICRAF).

Hambali E, Suryani A, Dadang, Hariyadi, Hanafie H, Reksowardojo IK, Rivai M, Ihsanur M, Suryadarma P, Tjirtrosemito S, et al. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodisel. Jakarta : Penebar Swadaya.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo

Islami T, Utomo HW.1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. Semarang : IKIP Semarang Press.

Jumin HB. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. Jakarta : Raja Grafindo Persada Nurunnajah, Wijayanto N. 2011. Sistem Perakaran Mahoni (Swietenia macrphylla

King.) di RPH Babakan Madang, BKPH Bogor, KPH Bogor. Seminar Hasil Penelitian.

Omon RM, Adman B. 2007. Pengaruh jarak tanam dan teknik pemeliharaan terhadap pertumbuhan kenuar (Shorea johorensis Foxw.) di hutan semak belukar wanariset Samboja, Kalimantan Timur. Jurnal pnelitian dipterokarpa I (1) : 47-54.

Pandey SN, Sinha B.K. 1972. Plant Physiologi. New Delhi : Vikas Publishing House PVD LTD.

Prihamdana R, Hendroko R. 2006. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Jakarta : Agro Media Pustaka.

Prihatiningtyas E. 2010. Pengaruh Agroforestri Jarak Pagar (Jatropha Curcas

(46)

Prihatiningtyas E. 2010. Pengaruh Agroforestri Jarak Pagar (Jatropha curcas

Linn.) Terhadap Produktivitas Lahan dan Kualitas Lingkungan di Areal Perum Perhutani KPH Bogor. Jurnal Silvikultur III (I) : 113-118.

Puslitbang Pertanian. 2008. Info Teknologi Jarak (Jatropha curcas Linn.). [Terhubung berkala] http//perkebunan.litbang.deptan.go.id [10 Oktober 2011].

Raden I. 2009. Hubungan Arsitektur Tajuk Dengan Fotosintesis, Produksi dan Kandungan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) [Tesis]. [Terhubung Berkala] http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/ 123456789/ 40552/Bab%20I_2009ira.pdf?sequence=3 [ 15 Juli 2011].

Raden I, Purwoko BS, Hariyadi, Ghulamahdi M, Santosa E. 2009. Pengaruh tinggi batang utama dan jumlah cabang primer yang dipelihara terhadap produksi minyak jarak pagar (Jatropha curcas L.).Agronomi Indonesia 37 (2): 159-166.

Rusdiana O, Fakuara Y, Kusmana C, Hidayat Y. 2000. Respon pertumbuhan akar tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) terhadap kepadatan dan kandungan air tanah podsolik merah kuning. Jurnal Manajemen Hutan Tropika VI (2) : 43-53.

Sardjono MA, Djogo T, Arifin HS, Wijayanto N. 2003. Klasifikasi dan Pola Kombinasi Pola Agroforestri. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF).

Setyaningsih D, Hambali E, Yulianti S, Sumangat D. 2008. Peningkatan Kualitas Jarak Pagar Melalui Sintesis Gliserol Eter sebagai Aditif Penurun Titik Awan dan Titik Tuang [Laporan Akhir Hasil Penelitian]. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Sitompul SM, Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Sudrajat HR. 2006. Memproduksi Biodisel Jarak Pagar. Jakarta : Penebar Swadaya.

Suprayogo D, Hairiah K, Wijayanto N, Sunaryo, Noordwijk. 2003. Peran Agroforestri pada Skala Plot : Analisis Komponen Agroforestri sebagai Kunci Keberhasilan atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan. Bogor : World Agroforestry Center.

Suryanto P, Aryono WB, Sabarnudin MS. 2006. Perkembangan tajuk pohon jati berasal dari biji, kultur jaringan dan stek pucuk. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman III (1) : 35-42.

(47)

Syah ANA. 2006. Biodisel Jarak Pagar Bahan Bakar Alternatif yang Ramah Lingkungan. Jakarta: Agromiedia Pustaka.

(48)
(49)

Lampiran foto-foto hasil penelitian

1. Akar mahoni melewati jarak pagar

2. Akar jarak pagar pada tanah bekas injakan kerbau

3. Jarak pagar yang masih terdapat polybag 4. Buah jarak pagar siap panen

6. Pertumbuhan jarak pagar tidak normal

(50)
(51)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasokan energi bahan bakar fosil semakin menurun setiap tahunnya karena disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk di Indonesia. Penurunan ini disebabkan oleh produksi yang rendah dibandingkan dengan tingkat konsumsi. Perlu adanya solusi atau alternatif untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil yaitu dengan menggunakan minyak nabati atau biodisel. Biodisel merupakan salah satu solusi untuk masalah lingkungan berupa pemanasan global yang diakibatkan oleh bahan bakar fosil. Biodisel merupakan bahan bakar alternatif yang menjanjikan karena sifatnya yang dapat diperbaharui (renewable) dan dapat diproduksi secara lokal dan juga bersahabat dengan lingkungan (Setyaningsih et al. 2008).

Jarak pagar memiliki kandungan minyak sebesar 20 – 40 % di dalam bijinya. Kandungan minyak yang tinggi pada jarak pagar dapat digunakan sebagai bahan baku biodisel. Untuk itu perlu adanya pengembangan komoditas jarak pagar. Selain adanya kandungan minyak nabati yang tinggi, jarak pagar juga bermanfaat sebagai tanaman obat, sekat bakar, tanaman konservasi tanah dan air. Jarak pagar juga memiliki sifat intercroping. Sifat intercroping merupakan sifat tanaman yang dapat tumbuh dengan tanaman lain. Adanya manfaat dari jarak pagar dan sifat intercroping, jarak pagar memiliki potensi untuk dijadikan sebagai tanaman tumpangsari di dalam agroforestri.

(52)

Agroforestri antara tegakan mahoni dengan jarak pagar mulai dikembangkan di RPH Babakan Madang BKPH Bogor, KPH Bogor Pengembangan ini diharapkan dapat mengurangi penjarahan hutan dengan pemanfaatan tanaman jarak pagar. Namun, penanaman jarak pagar di bawah tegakan mahoni masih perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena tanaman jarak pagar merupakan salah satu tanaman yang membutuhkan cukup cahaya. Salah satu aspek yang menarik untuk dikaji yaitu melihat pengaruh dari tegakan mahoni terhadap pertumbuhan dan produksi jarak pagar.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla King.) terhadap pertumbuhan dan produksi dari jarak pagar (Jatropha curcas Linn.).

1.3 Manfaat

(53)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agroforestri

Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada (Lundgren dan Raintree (1982) di dalam Hairiah et al. (2003). Huxley (1999) diacu dalam

Hairiah et al. (2003) menyatakan bahwa agroforestri adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture). Kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah dan ikan), sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.

Agroforestri pada dasarnya terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian, dan peternakan. Dimana masing-masing komponen sebenarnya dapat berdiri sendiri-sendiri sebagai suatu bentuk sistem penggunaan lahan. Hanya saja sistem-sistem tersebut umumnya ditujukan pada produksi satu komoditi khas atau kelompok produk yang serupa (Hairiah et al. 2003). Penggabungan tiga komponen tersebut menghasilkan beberapa kombinasi antara lain :

1. Agrisilvikultur merupakan kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan (pepohonan, perdu, palem, bambu, dll) dengan komponen pertanian. Tanaman berkayu dimaksudkan yang berdaur panjang (tree crops) dan tanaman non-kayu jenis tanaman semusim (annual crops).

(54)

3. Agrosilvopastura merupakan pengkombinasian komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/ binatang pada unit manajemen lahan yang sama. Tegakan hutan merupakan

agrosilvopastura, walaupun ketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai dalam ekosistem dimaskud (Sardjono et al. 2003)

Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree (1982) diacu dalam Hairiah et al. (2003) :

1. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan). Paling tidak satu diantaranya tumbuhan berkayu.

2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.

3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.

4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.

5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.

6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.

7. Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.

(55)

salah satu sistem penggunaan lahan yang diyakini oleh ba

Gambar

Tabel 2 Hasil uji-t parameter pertumbuhan
Tabel 3 Hasil pengukuran intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk
Tabel 4 Hasil analisis tanah
Tabel 2 Hasil uji-t parameter pertumbuhan
+3

Referensi

Dokumen terkait

kecamatan di wilayah Kabupaten Sumba Timur. Data karakteristik wilayah pendayagunaan sumber daya air yang terdiri atas potensi sumber air, IPA, jumlah penduduk, sawah,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul” Pengaruh Jarak Tanam dan

tongkol, dan bobot segar tongkol pada jagung semi varietas BISI-2 telah didapatkan bahwa pemberian air laut konsentrasi 4000 ppm ternyata tidak memberikan hasil

Dimana pada Gambar 4, yang dimaksud dengan data-1 adalah Hasil perhitun- gan hambatan kapal dengan metode Van Oot- merssen , data-2 adalah hasil perhitungan ham-

i) Kajian ini terhad ke atas permasalahan mengenalpasti faktor-faktor kompetensi kumpulan Pegawai Penyelidik yang ditempatkan disemua bahagian dan unit di Institut

Sedangkan perhitungan ra ṣ d al-qiblat dapat dilihat pada bab metode perhitungan arah kiblat Ahmad Ghazali dalam kitab Anfa’ al-Wasîlah6. 36 Kitab Anfa’

Berdasarkan Praktikum yang telah dilakukan pertumbuha akar tanaman jgung selalu menuju kebawah tanah, hal ini disebabkan karena Akar selalu tumbuh ke arah

Dengan adanya fasilitas cetak laporan pada aplikasi yang sudah dirancang, dimana untuk melakukan cetak laporan-laporan pada aplikasi ini, Pimpinan Bengkel Permata dapat