• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Bagi pemerintah diharapkan untuk lebih memperketat pengawasan terhadap masuknya buah impor ke Indonesia terutama buah-buahan yang mengandung zat berbahaya seperti formalin

2. Bagi BPOM diharapkan untuk mengadakan pemantauan, pengawasan, dan pembinaan terhadap penggunaan formalin sebagai bahan tambahan pangan oleh para pedagang

3. Bagi masyarakat diharapkan agar mencuci buah impor dengan air bersuhu 45ºC

4. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai metode penghilangan formalin pada buah impor

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi bahan tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang lebih baik (Syah, dkk 2005).

Menurut Cahyadi (2006) bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan apabila :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam pengolahan

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah satu atau yang tidak memenuhi persyaratan

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan

4. Tidak digunakan unutk menyembunyikan kerusakan bahan pangan 2.1.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Menurut Syah,dkk (2005) secara khusus tujuan penggunaan bahan tambahan pangan di dalam pangan adalah untuk :

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut 3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera 4. Meningkatkan kualitas pangan

5. Menghemat biaya

Dengan menggunakan bahan tambahan pangan, diharapkan dapat meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta memudahkan preparasi bahan pangan (Cahyadi, 2006).

2.1.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan

Menurut Cahyadi (2006) bahan tambahan pangan dikelompokkan berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Permenkes RI No.722/Menkes/Per/XI/88 menetapkan bahan tambahan pangan yang diizinkan dan juga daftar bahan tambahan pangan yang dilarang untuk digunakan pada produk pangan.

1. Bahan tambahan pangan yang diizinkan a. Antioksidan

b. Antikempal

c. Pengatur Keasamaan d. Pemanis Buatan

e. Pemutih dan Pematang Tepung f. Pengemulsi, Pemantap, dan Pengental

g. Pengawet h. Pengeras i. Pewarna

j. Penyedap Rasa dan Aroma serta Penguat Rasa k. Sekuestan

2. Bahan tambahan pangan yang dilarang a. Natrium Tetraborat

b. Formalin

c. Minyak Nabati yang dibrominasi d. Kloramfenikol

e. Kalium Klorat f. Dietilpirokarbonat g. Nitrofuranzon h. P-Phenetilkarbamida

i. Asam Salisilat dan garamnya

Selain bahan tambahan diatas, masih ada bahan tambahan kimia yang dilarang seperti Rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna kuning), dulsin (pemanis sintesis), kalsium bromat (pengeras).

2.2 Formalin 2.2.1 Pengertian Formalin

Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 1168/MenKes/PER/X/1999, formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk produk makanan. Formalin merupakan nama dagang larutan formaldehida. Sebenarnya

formalin adalah desinfektan yang aktif terhadap bakteri, virus dan cendawan serta berguna untuk mengawetkan specimen biologi dan mayat dan dibidang industri digunakan pada tekstil, pupuk dan bahan kimia

Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena hanya mempunyai satu atom karbon. Formalin yang biasa ditambahkan pada makanan adalah larutan 30-50% gas formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan formalin biasanya mengandung methanol 10-15%. Ada beberapa hal yang menyebabkan pemakaian formalin untuk bahan tambahan makanan (pengawet) meningkat, antara lain harganya yang jauh lebih murah dibanding pengawet lainnya, seperti natrium benzoate atau natrium sorbet. Selain itu, jumlah yang digunakan tidak perlu sebesar pengawet lainnya, mudah digunakan untuk proses pengawetan karena bentuknya larutan, waktu pemrosesan pengawetan lebih singkat, mudah didapatkan di toko bahan kimia dalam jumlah besar, dan rendahnya pengetahuan masyarakat produsen tentang bahaya formalin (Widyaningsih dan Erni, 2006).

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi

(Purawisastra dan Emma, 2011). 2.2.2 Karateristik Formalin

Formalin merupakan larutan jenuh formaldehid dalam air dengan kadar ±37%. Larutan ini tidak berwarna dengan bau yang menusuk atau tajam. Jika dibiarkan, terutama dalam keadaan dingin akan menjadi keruh dan dapat

membentuk endapan. Di dalam larutan formalin biasanya ditambahkan 10-15% methanol sebagai stabilisator dan untuk mencegah polimerisasi. Titik didih larutan formalin sebesar 96ºC dengan berat jenis 1,08 g/ml dan pH 2,8-4 (Marlina, 2008).

Menurut Cahyadi (2006) formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dengan tenggorokan, dan rasa membakar, dapat bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter.

2.2.3 Kegunaan Formalin

Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan, melainkan sebagai antiseptic, germisida, dan pengawet non makanan. Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industry, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetik, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin boleh juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil(<1%) digunakan sebagai bahan pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring,

pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet. Di dunia kedokteran formalin digunakan dalam pengawetan mayat (Yuliarti,2007).

Formalin juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan polimer yang dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Oleh karena itu, formalin juga banyak dipakai dalam produk rumah tangga seperti piring, gelas dan mangkuk yang berasal dari plastik atau melamin. Bila piring atau gelas tersebut terkena makanan atau minuman panas maka bahan formalin yang terdapat dalam gelas akan larut. Barang-barang tersebut bila digunakan dalam keadaan dingin sebenarnya tidak berbahaya karena formalin di dalamnya tidak akan larut. Namun, tidak demikian halnya bila wadah-wadah ini dipakai untuk menaruh bahan makanan panas seperti membuat minuman teh, susu, kopi atau makanan berkuah panas (Yuliarti,2007).

2.2.4 Dampak Formalin terhadap Kesehatan

Kekebalan tubuh sangat berperan pada berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika kekebalan tubuh atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin berkadar rendah sekalipun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Anak-anak khususnya bayi dan balita, adalah salah satu kelompok usia yang rentan mengalami gangguan ini. Usus imatur (belum sempurna) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit dikeluarkan. Hal ini juga akan mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya (Yuliarti,2007).

Menurut Cahyadi (2006) formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan, yaitu mulut dan pernapasan. Polusi yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik mengandung formalin yang mau tidak mau kita hirup, kemudian masuk ke dalam tubuh. Begitu pula asap rokok bahkan air hujan yang jatuh ke bumi pun sebetulnya mengandung formalin.

Jika formalin terhirup maka akan segera diabsorpsi ke paru dan menyebabkan paparan akut berupa pusing kepala, rhinitis, rasa terbakar, dan lakrimasi (keluar air mata dan pada dosis lebih tinggi bisa buta), bronchitis, edema pulmonary atau pneumonia karena dapat mengecilkan bronchus dan menyebabkan akumulasi cairan di paru. Pada orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi, asma, dan dermatitis (Widyaningsih dan Erni, 2006).

Efek dari makanan berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian. Kandungan formalin akan meracuni tubuh, menyebabkan iritasi lambung, alergi, bersifat karsinogenik dan juga bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak berwarna, dengan bau yang menyesakkan sehingga merangsang hidung, tenggorokan dan mata (Cahyadi,2006).

Menurut Yuliarti (2007) Formalin tidak hanya berbahaya jika dikonsumsi, melainkan juga dengan melakukan kontak terhadapnya. Gangguan kesehatan yang terjadi akibat kontak dengan formalin sangat tergantung pada cara masuknya zat ini ke dalam tubuh kita. Kontak dengan formalin bisa menyebabkan luka bakar jika mengenai kulit, iritasi pada saluran pernapasan bila menghirup uapnya dalam

konsentrasi yang tinggi, maupun reaksi alergi. Jika kandungan formalin dalam tubuh tinggi maka akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kerusakan organ tubuh.

Pemaparan formaldehid terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras, menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas, sedangkan pada sistem reproduksi wanita akan menimbulkan gangguan menstruasi, toksemia, dan anemia pada kehamilan, peningkatan aborsi spontan, serta penurunan berat badan bayi yang baru lahir. Uap dari larutan formaldehid menyebabkan iritasi membrane mukosa hidung, mata, dan tenggorokan apabila terhisap dalam bentuk gas pada konsentrasi 0,03-4 bpj selama 35 menit. Dapat terjadi iritasi pernafasan parah seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronchitis, pneumonia, asma, edema pulmonary, dapat pula terjadi tumor hidung pada mencit (Cahyadi,2006).

Menurut Yuliarti (2007) formalin yang masuk ke dalam tubuh dapat mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan dalam jangka panjang bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan.

Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) dan lembaga internasional untuk penelitian kanker (IARC) menggolongkan formalin sebagai senyawa yang bersifat karsinogen, yaitu senyawa yang dapat memacu pertumbuhan sel-sel kanker. Formalin akan mengacaukan susunan protein atau RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh manusia. Jika susunan DNA kacau, maka akan memicu terjadinya sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Tentu prosesnya memakan waktu yang lama, tetapi cepat atau lambat jika setiap hari

tubuh kita mengonsumsi makanan yang mengandung formalin, maka kemungkinan besar terjadinya kanker (Widyaningsih dan Erni, 2006).

Meskipun dampaknya sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh, sangatlah tidak bijaksana jika melarang penggunaan formalin. Banyak industry memerlukan formalin sehingga harus bijaksana dalam menggunakannya. Paling utama adalah dengan tidak menggunakannya pada makanan. Oleh karena itu, yang terbaik adalah menjalankan fungsi pengawasan dengan ketat yang dalam hal ini melibatkan Depkes atau Badan POM beserta instansi terkait (Yuliarti,2007).

Tabel 2.1 Efek yang dihasilkan dari paparan formalin, sebagai berikut : No. Penelitian Sampel

dan cara Frekuensi dan dosis Sistem Efek 1. Burkhart et.al 1990 Manusi a (oral) 517 mg/kgBB/ hari (1 kali Repiratori Jantung Hematologi metabolik Kematian

Frekuensi nafas turun (henti)

TD turun & Henti jantung Intravaskular koagulopati Asodisis metabolic 2. Eells et al. 1981 Manusi a (oral) 624 mg/kgBB/ hari (1 kali) Repiratori Jantung metabolik Kematian Henti nafas Hipotensi Asidosis 3. Tobe et al. 1989 Tikus Wistar (oral 300 mg/kgBB/ hari (1 kali Kematian (9 hari evaluasi ) Kematian awal muncul hari ke-9,

bulan ke-12

kemungkinan

kematian terjadi 45-55%, dan

pada bulan ke-24 menjadi 100%

4. Kochhar et al. 1986 Manusi a (oral) 234 mg/kgBB/ hari (1 kali)

Jantung Sinus takikardia

5. O K Al Omari 2007 Tikus Sprage- Dawely (oral) 150 mg/kgBB/ hari (12 minggu) Hematologi Perubahan pH dan PCO2 6. B F Al Husany 2012 Kelinci (inhalas i) 10% formalin (6 bulan) Perubahan PO2, PCO2, HCO3, berperngaruh pada pH, Hb,

Volume paket sel dan hitung retikulosit 7. Til et al. 1989 Tikus wistar 82 mg/kgBB/ hari Hiperplasi papilloma, hiperplasia glandular, gastritis atropis kronik, BB turun 10-15 %, konsumsi 8. Tobe et al. 1989 Tikus Wistar (oral) 300 mg/kgBB/ hari (24 bulan) BB turun 40-45%, konsumsi

makan minum turun 25-50 %, penurunan serum protein, albumin, total kolesterol, lesi degeneratif epitel serius Sumber http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=14414

Tabel 2.2 Ambang batas penggunaan formalin, sebagai berikut :

No. Ambang Batas Jumlah Paparan Lama

Paparan 1. National Institude for Occupational

Safety

and Health (NIOSH) dan Recommended

Exposure Limit (REL)

0,016 ppm (0.02 mg/m3) (10-h TWA) • 0,01 ppm • 8 jam • 15 menit

2. OSHA Permissible Exposure Limit (PEL) • 0,75 ppm • 2,00 ppm • 8 jam • 15 menit Sumber http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=14414 2.3 Buah-buahan

2.3.1 Pengertian dan Manfaat Buah-buahan

Buah adalah bahan makanan yang kaya akan vitamin, mineral, lemak, protein, dan serat. Selain itu, setiap jenis buah mempunyai keunikan dan daya tarik tersendiri, seperti rasa, aroma yang khas serta warna atau bentuk yang mengandung nilai-nilai estetis. Salah satu sasaran pemerintahan adalah perbaikan gizi masyarakat yaitu dengan meningkatkan kualitas konsumsi pangan melalui penganekaragaman pangan sehingga mendorong masyarakat ke arah pola konsumsi yang lebih baik dan lebih memperhatikan nilai gizinya baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Sjaifullah,1996).

Menurut Rukmana (2008), komoditas buah-buahan merupakan penyumbang keanekaragaman dan kecukupan gizi rakyat yang cukup besar. Buah-buahan mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, asam, minyak yang mudah menguap, pectin, air, serat, gula, dan lain-lain. Mengonsumsi buah-buahan setiap hari secara teratur akan berpengaruh langsung pada susunan saraf, mempertinggi daya tahan tubuh dan mencegah penyakit, membantu kerja

jantung, mempertajam ingatan, meringankan tekanan mental, serta menyelaraskan pencernaan makanan, urat saraf, dan peredaran darah.

Buah sangat mudah mengalami perubahan fisiologis, kimia dan fisik bila tidak ditangani secara tepat. Akibatnya mutu akan turun dan menjadi tidak segar lagi dalam waktu yang sangat singkat. Penanganan segar sangat diperlukan untuk menjaga mutu buah yang dihasilkan. Peningkatan jumlah produksi buah akan mubazir jika tidak disertai dengan penanganan yang baik (Satuhu,1993).

2.3.2 Penanganan dan Pengolahan Buah-buahan

Buah-buahan yang bisa dimakan bersama kulitnya seperti apel dan pir, apalagi yang impor, sebaiknya dikupas. Langkah ini penting untuk meminimalkan asupan pestisida yang terdapat di bagian kulit buah dan daging buah yang berada tepat di bawah kulit. Pencucian juga membantu melarutkan dan meminimalkan cemaran bahan kimiawi sintesis yang menempel pada permukaan buah. Hindari menggunakan sabun deterjen cair untuk mencuci peralatan makanan dan minuman yang diklaim bisa untuk mencuci buah dan sayuran (Apriadji, 2007).

Mencuci buah dengan air mengalir atau air hangat merupakan salah satu cara dalam mengurangi pestisida dan pengawet di permukaan buah, walaupun tidak membuang pestisida yang meresap ke dalam buah dan juga yang menumpuk di bawah kulit ( Apriadji, 2004).

Beberapa tips cara mencuci sayuran/buah :

1. Untuk sayuran yang tidak perlu dikupas dan dipotong seperti kecambah, kacang polong, dll, bisa langsung dicuci.

2. Untuk sayur/buah yang perlu dikupas dan dipotong-potong seperti wortel, kentang dll, cucilah selagi buah/sayur masih utuh (sebelum

dikupas/dipotong). Karena pestisida berada di bagian luar buah/sayur. Apabila dicuci setelah dikupas/dipotong, maka dikhawatirkan vitamin yang terkandung akan ikut larut.

3. Pastikan tempat dan pisau pemotong sudah bersih.

4. Dalam mencuci sayur/buah lakukan dengan cara menampung air pada ember/waskom, baru kemudian sayur/buah dimasukkan dalam air tersebut. Jangan terbalik, apabila buah/sayur ditempatkan dalam wadah baru diisi air apalagi dibawah kran, maka dikhawatirkan vitamin akan ikut larut (Faizah, 2012) .

2.3.3 Memilih Buah

Menurut Sjaifullah (1996), beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam memilih buah segar yang baik adalah sebagai berikut :

1. Kriteria Fisik

Penilaian mutu buah dari segi fisik merupakan hal yang paling mudah untuk dilakukan. Parameter kriteria fisik antara lain :

a. Warna kulit

Setiap jenis buah, bahkan setiap varietasnya mempunyai warna kulit yang khas. Umumnya buah yang mengalami proses pematangan akan berubah warna kulitnya dari hijau gelap menjadi kuning, merah atau ungu. Di negara-negara maju warna biasa diukur secara obyektif, yaitu dengan menggunakan teknik transmisi sinar. Juga tersedia tabel warna untuk beberapa komoditas sebagai panduan dalam menentukan kematangan.

Buah yang baik terlihat segar, kulitnya berkilap, tidak keriput dan tidak terdapat noda, baik noda bekas gigtan serangga maupun noda getah. c. Ukuran dan bentuk buah

Umumnya pada saat layak petik buah mempunyai ukuran maksimum dengan bentuk yang khas pula. Selain ukuran, bentuk dapat dijadikan patokan untuk menentukan mutu buah. Buah yang baik mempunyai bentuk sesuai dengan bentuk baku normalnya. Buah cacat atau tidak normal akan mempunyai rasa yang kurang enak pula.

d. Kerapatan rambut atau duri

Buah yang berambut atau berduri telah layak dipetik untuk dikonsumsi apabila rambut atau durinya telah merenggang. Pada beberapa buah seperti nangka dan sirsak, selain merenggang, durinya juga sudah melunak.

e. Kekerasan

Kekerasan buah dapat dirasakan melalui pijatan jari. Buah yang matang dan siap dikonsumsi relatif lebih lunak daripada buah yang masih mentah. Buah yang baik mempunyai kekerasan merata. Contoh yang paling jelas pada jeruk. Bila kekerasannya tidak merata, maka sebagian dari daging buahnya akan berbeda rasanya.

f. Berat jenis

Sejalan dengan matangnya buah, berat jenis buah juga naik. Sifat ini telah dijadikan salah satu prinsip dasar untuk memisahkan antara buah yang cukup tua dan yang masih muda saat buah baru dipanen.

Semangka dan alpukat yang muda bila diketuk dengan jari berbunyi relatif lebih nyaring (seperti tepukan di dahi) daripada yang matang atau yang terlalu matang. Pada nangka dan durian yang sudah matang bunyi nyaring akan terdengar apabila duri buah dijentik dengan ujung jari atau diketuk dengan sebilah kayu. Buah-buahan ini juga dikenal mengeluarkan aroma yang khas bila sudah matang.

2. Kriteria Kimiawi

Walaupun setiap jenis dan varietas buah mempunyai komposisi kimiawi tertentu, namun buah dari varietas yang sama dapat mempunyai komposisi bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah cahaya matahari yang diserap, suhu selama pertumbuhan, serta jenis dan frekuensi pemupukan.

a. Kandungan pati

Umumnya sejalan dengan pematangan buah, zat pati akan diubah menjadi gula. Konversi dari pati menjadi gula pada pisang merupakan indeks yang sangat baik untuk menentukan derajat kematangan. Intensitas warna biru yang terbentuk dari reaksi pati dengan larutan kalium iodida menunjukkan jumlah relatif pati yang dikandungnya, dan ini dapat dilihat secara visual. Makin tua pisang makin sedikit area pada penampang melintang buah tersebut yang berwarna biru .

b. Kandungan gula

Kandungan gula atau total padatan terlarut merupakan refleksi dari rasa manis, yang juga menunjukkan derajat ketuaan dan kematangan. Padatan terlarut dalam sari buah dapat diukur secara mudah dan cepat dengan hand-refractometer. Alat ini biasa digunakan untuk mengukur

ketuaan atau kematangan dari buah melon, pepaya, apel, dan buah lainnya yang secara kontinu kadar gulanya meningkat sejalan dengan proses penuaan.

c. Keasaman

Keasaman buah umumnya turun sejalan dengan matangnya buah, sampai mencapai titik tertentu pada saat matang. Cara mengukur keasaman, yang biasa disebut TA (titratable acidity), ialah dengan mentitrasi sampel sari buah tessebut dengan larutan baku berupa natrium hidroksida. Dari hasil analisis kimiawi, perbandingan kadar gula asam (sugar-acid ratio) merupakan salah satu parameter terbaik untuk menilai mutu buah. Umumnya rasa buah ditentukan oleh adanya perpaduan antara rasa manis dan asam pada perbandingan yang tepat d. Kadar lemak

Analisis kandungan lemak sebagai parameter mutu biasanya hanya dilakukan di negara-negara maju terhadap alpukat. Kandungan lemak pada buah alpukat merupakan salah satu indeks penting dalam menentukan tingkat ketuaan buah yang layak panen.

e. Kandungan vitamin dan mineral

Buah merupakan sumber vitamin, terutama A dan C, serta sumber mineral yang baik. Vitamin dan mineral yang banyak terdapat dalam buah terbukti dapat mengurangi peningkatan kolesterol dalam darah dan mengurangi peningkatan gula darah.

Buah segar merupakan jaringan hidup sehingga mempunyai sifat seperti benda hidup umumnya seperti :

a. Memerlukan energi b. Mengandung banyak air

c. Mengalami perubahan-perubahan fisik dan kimiawi akibat pengaruh lingkungan

Buah yang baru dipanen memerlukan energi untuk mempertahankan hidupnya. Energi diperoleh dari cadangan makanan yang tersimpan, seperti pati, gula, lemak, dan senyawa-senyawa lainnya melalui respirasi. Apabila faktor lingkungan tidak terkendali (antara lain terdapat kerusakan fisik) maka repirasi berlangsung cepat. Akibatnya umur atau ketahanan simpan buah menjadi berkurang.

Kandungan air buah umumnya berkisar 70-90%. Apabila buah telah dipetik kandungan air ini secara alami berkurang sehingga terjadi penyusutan melalui proses transpirasi. Transpirasi adalah penguapan air dari dalam sel, baik melalui stomata, lentisel maupun retakan kultikula. Selain menyebabkan kehilangan berat, transpirasi pada buah juga menyebabkan keriput, terdapatnya lekukan-lekukan coklat kehitaman yang kering, perubahan warna (pencokelatan), dan perubahan tekstur. Sebagai akibat tidak langsung dari penguapan, nilai gizi buah terutama vitamin C juga berkurang.

Jika buah yang telah dipanen dihadapkan pada kondisi yang tidak sesuai maka akan terjadi gangguan fisiologis pula. Misalnya buah-buahan tropis akan mengalami gangguan fisiologis yang disebut chilling injury bila disimpan pada

Dokumen terkait