Lampiran 1 Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan dalam Makanan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.
1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya
2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)
4. Dulsin (Dulcin)
5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)
7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)
9. Formalin (Formaldehyde)
Lampiran 4 Hasil Pembacaan Output pada SPSS
a. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P1 dan P2 (Sebelum perlakuan dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC)
c. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P1 dan P4 (Sebelum perlakuan dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 45ºC)
e. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P2 dan P3 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 35ºC)
g. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P2 dan P5 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC dan sesudah dikupas)
i. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P3 dan P5 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 35ºC dan sesudah dikupas)
Lampiran 5 Dokumentasi
Gambar 1. Apel Red Delicious
Gambar 3. Proses Menyeragamkan Suhu Air
Gambar 5. P2 dengan 5 Pengulangan
Gambar 7. P4 dengan 5 Pengulangan
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous., 2014. Anggur Red Globe (Sensasi Kesegaran Warna dan Rasa).
http://purnomosymb19.blogspot.co.id/2014/01/anggur-red-globe-sensasi-kesegaran.html. Diakses pada 23 Maret 2016.
Anonymous., 2015. Impact of Formalin to the Environmental and Health.
http://docslide.us/documents/impact-of-formalin-to-the-environmental-and-health.html. Diakses pada 08 Mei 2016.
Apriadji, W. H., 2014. Jus Sehat Golongan Darah A. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. buah-impor-berformalin. Diakses pada 15 Maret 2016.
Cahyadi, W., 2006. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Faizah, Restu., 2012. Cara mencuci Sayuran yang Benar.
http://blog.umy.ac.id/restufaizah/cara-mencuci-sayuran-yang-benar/. Diakses pada 09 Mei 2016.
Heliana, L 2008 , From Kitchen With Love, Republika, Jakarta.
Kristianingrum, S., 2007. Beberapa Metode Pengawetan Buah. Yogyakarta : Makalah Universitas Negeri Yogyakarta
Malau, F.P., 2015. Buah Impor “Berbuah” Penyakit. http://tes.analisadaily.com/opini/news/buah-impor-berbuah-penyakit /105284/ 2015 /02/ 05. Diakses pada 15 Maret 2016.
Marlina, H., 2008.Optimasi Pereaksi Schryver Menjadi Kertas Indikator Untuk Identifikasi Formalin Dalam Sampel Makanan. Jakarta: FMIPA UI.
Nurcahyati, E., 2014. Khasiat & Manfaat Dahyatnya Kulit Apel. Jakarta: PT. Serambi Distribusi.
Purawisastra, S., dan Emma S., 2011, Penyerapan Formalin Oleh Beberapa Jenis.
Bahan Makanan Serta Penghilangannya Melalui Perendaman Dalam Air Panas, PGM 2011, 34(1):63-74.
Ramayulis, R., 2013. Jus Super Ajaib. Jakarta: Penebar Swadaya.
Rukmana., 1999. Seri Budidaya Anggur. Yogyakarta: Kanisius.
., 2004. LECI, Potensi dan Peluang Agrobisnis. Yogyakarta: Kanisius.
_______., 2008. Bertanam Buah-Buahan Di Pekarangan. Yogyakarta: Kanisius.
Saparinto, C., Hidayati, D., 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Satuhu, S., 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sjaifullah., 1996. Petunjuk Memilih Buah Segar. Jakarta: Penebar Swadaya.
Soraya, N., 2014. Infused Water: Minuman Alami Bervitamin & Super Sehat. Jakarta: Penebar Swadaya.
Suryobuwono, A.; K, Erni.; H, S, Aini.; S, Uci.,2005. Buah Segala Musim. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Suwarto, A., 2010. 9 Buah & Sayur Sakti Tangkal Penyakit. Yogyakarta : Liber Plus.
Syah, D.; Utama, S.; Mahrus, Z.; Fauzan, F.; Siahaan, R.; Oktavia, O.; Supriyadi, S.; Kartawijaya, W., 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni FATETA IPB.
Widyaningsih, T.D., Erni S.M., 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Yuliarti, N., 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan analisa
laboratorium untuk mengetahui kadar formalin pada buah impor sebelum dan
sesudah dicuci atau dikupas dengan menggunakan pemeriksaan kuantitatif.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian
Lokasi pengambilan sampel dilakukan di salah satu pasar swalayan di
Kota Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut diatas adalah :
1. Banyak menjual jenis buah impor dengan berbagai merek.
2. Pada lokasi tersebut sudah pernah dilakukan penelitian sebelumnya dan
hasilnya menunjukkan adanya formalin pada buah impor.
Pemeriksaan dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Kimia Bahan
Makanan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU
3.2.2 Waktu penelitian
Waktu penelitian dilakukan mulai Mei- Agustus 2016
3.3 Objek Penelitian 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah apel impor yang dijual pada lokasi
3.3.2 Sampel
Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu teknik
penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan
cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti
atau tujuan/masalah penelitian.
Sampel yang digunakan untuk diteliti adalah Apel Red Delicious.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, Anggur Calmeria
dan Apel Fuji sudah sulit untuk ditemukan lagi pada lokasi-lokasi penjualan buah
impor di Kota Medan sedangkan antara Anggur Red Globe dan Apel Red
Delicious yang memiliki kadar formalin tertinggi kedua berdasarkan penelitian
Zalukhu (2015) setelah dilakukan survei kuantitatif kembali oleh peneliti
didapatkan hasil bahwa kadar formalin pada Apel Red Delicious lebih tinggi
daripada Anggur Red Globe.
3.3.3 Penghitungan Sampel
Treatment I P1 = sebagai kontrol
P2 = Dicuci dengan air besuhu 25ºC
P3 = Dicuci dengan air bersuhu 35ºC
P4 = Dicuci dengan air bersuhu 45ºC
P5 = Daging buah setelah dikupas
Maka jumlah ulangan (n) minimal adalah
(Tc-1) (n-1) ≥ 15
(5-1) (n-1) ≥ 15
4(n-1) ≥ 15
n-1 ≥ 3,75
n ≥ 4,75
jadi untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 5 kali
dengan jumlah sampel Tc x n = 5 x 5 = 25 sampel
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data primer
Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan formalin di Laboratorium
Biokimia dan Kimia Bahan Makanan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam (FMIPA) USU terhadap buah Apel Red Delicious sebelum dan setelah
dicuci dengan air bersuhu 25°C, 35°C , dan 45°C ataupun setelah dikupas.
3.4.2 Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari penelitian-penelitian yang berhubungan serta
referensi atau literatur-literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.
3.5 Defenisi Operasional
1. Apel Red Delicious adalah buah apel dengan merek Red Delicious yang
berasal dari Amerika dan dijual kepada konsumen di lokasi penelitian
2. Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid yang tidak berwarna,
mudah larut dalam air, mudah menguap dan mempunyai bau yang tajam
3. Pemeriksaan kadar formalin pada sampel adalah jumlah formalin yang
terkandung pada sampel sebelum diberi perlakuan dan sesudah di beri
perlakuan yaitu dicuci dengan air bersuhu 25°C, 35°C, dan 45°C serta
4. Mencuci buah adalah membersihkan seluruh permukaan buah di dalam
wadah berisi air dengan suhu yang sudah ditentukan
5. Mengupas adalah memisahkan daging buah dengan kulit tanpa mencuci
buah sebelumnya.
3.6 Penyediaan Sampel
1. Menyiapkan wadah kaca
2. Mengisi wadah dengan air bersuhu masing-masing 25ºC, 35ºC dan 45ºC
sebanyak 1 liter
3. Pada sampel yang diberi perlakuan pencucian, cucilah buah dengan
menggosok-gosok permukaan buah secara keseluruhan di dalam wadah
dengan tangan selama 10 usapan lalu tiriskan selama 15 menit lalu
dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label dan di bawa ke
laboratorium untuk di periksa.
4. Pada buah yang menjadi kontrol langsung masukkan ke dalam plastik dan
diberi label
5. Pada buah yang di kupas, dilakukan pengkupasan di laboratorium
sehingga dapat langsung diperiksa setelah dikupas.
3.7 Teknik Analisa Data 3.7.1 Alat
1. Neraca Analitik atau timbangan
2. Pipet tetes
4. Erlenmeyer
5. Buret
6. Statif dan Klem
7. Gelas ukur
8. Plastik
9. Karet
3.7.2 Bahan
1. Buah impor
2. Aquades
3. Larutan yodium 0,1 N
4. Larutan natrium tiosulfat 0,1 N
5. Larutan NaOH 4 N
6. Larutan HCl 4 N
7. Larutan kanji 0,5 %
3.7.3 Prosedur pemeriksaan sampel
1. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram
2. Masukkan ke dalam labu takar
3. Larutkan dan encerkan sampel buah impor ke dalam labu takar 100 ml
dengan aquades sampai garis batas
4. Pipet 10 ml larutan yang telah encer ke dalam erlenmeyer
5. Tambahkan 3 ml NaOH dan 25 ml larutan yodium 0,1 N
6. Tutup dengan plastik dan ikat dengan karet
7. Simpan di tempat gelap selama 15 menit
9. Tambahkan larutan kanji 0,5 % dan titrasi diteruskan sampai larutan
menjadi berwarna ungu kebiruan
10.Lakukan titrasi sampai perubahan warna hilang
Untuk menentukan kadar formalin dari masing-masing sampel dilakukan dengan
menggunakan perhitungan :
ml x N x 14,008 x 10 mg/ml x 10 ml 100
Keterangan:
ml : Jumlah penitrasi
N : Konsentrasi
14,008 : Koefisien (ketetapan)
Lakukan pemeriksaan yang sama terhadap setiap sampel yang telah disediakan.
3.8 Pengolahan dan Analisis Data
Dalam pengolahan dan analisa data data disajikan dalam bentuk tabel
setelah itu dinarasikan sebagai penjelasan. Analisis data menggunakan uji
hipotesis. Uji hipotesis dilakukan untuk melihat kadar formalin antara buah yang
tidak diberi perlakuan dengan buah yang diberi perlakuan. Data diolah
menggunakan uji Kruskal Wallis. Data yang memiliki perbedaan signifikan untuk
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Hasil Pemeriksan
4.1.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Sebelum Perlakuan
Pemeriksaan kuantitatif pada buah dilakukan setelah dilakukan
pemeriksaan secara kualitatif sebelumnya untuk melihat ada atau tidaknya
formalin pada buah. Hasil pemeriksaan kuantitatif formalin pada buah impor
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Sebelum Perlakuan
Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada
setiap buah tidak selalu sama walaupun jenis buah sama dan dari sumber yang
sama tetap memiliki perbedaan kadar formalin namun tetap tidak menutup
kemungkinan ada kesamaan kadar formalin pada unit buah yang lainnya pada
setiap unit. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar
formalin pada kontrol pengulangan satu sama dengan pengulangan dua yaitu
yaitu 0,98056 mg/ml. Dengan lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar
formalin sebelum perlakuan atau sebagai kontrol pada buah Apel Red Delicious
adalah 1,06460 mg/ml.
4.1.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C
Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dicuci dengan air bersuhu
25⁰C. Adapun hasil pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C
Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)
1 1,12064 0,70040
2 1,12064 0,70040
3 1,12063 0,70040
4 0,98056 0,70040
5 0,98056 0,84080
Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,72848
Penurunan (%) - 31,57242
Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada
buah yang sudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC mengalami penurunan sebesar
31,57% dari buah yang belum dicuci, namun masih tetap mengandung formalin.
Dari pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin pada
pengulangan satu sama dengan pengulangan dua, tiga dan empat yaitu 0,70040
mg/ml dan kadar tertinggi terlihat pada pengulangan lima yaitu 0,84080 mg/ml.
Dengan lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red
4.1.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰ C
Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dicuci dengan air bersuhu
35⁰C. Adapun hasil pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰C
Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)
1 1,12064 0,56032
2 1,12064 0,56032
3 1,12063 0,56032
4 0,98056 0,56032
5 0,98056 0,70040
Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,58833
Penurunan (%) - 44,73699
Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada
buah yang dicuci dengan air bersuhu 35ºC masih tetap ada walaupun mengalami
penurunan yang lebih tinggi yaitu 44,73% daripada sebelum dicuci dan sesudah
dicuci dengan air bersuhu 25ºC yaitu 31,57%. Dari pemeriksaan yang telah
dilakukan diketahui bahwa kadar formalin pada pengulangan satu sama dengan
pengulangan dua, tiga dan empat yaitu 0,56032 mg/ml dan kadar tertinggi terlihat
pada pengulangan lima yaitu 0,70040 mg/ml. Dengan lima pengulangan diperoleh
rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air
4.1.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰ C
Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dicuci dengan air bersuhu
45⁰C. Adapun hasil pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰C
Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)
1 1,12064 0,42024
2 1,12064 0,42040
3 1,12063 0,42040
4 0,98056 0,42040
5 0,98056 0,42040
Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,42036
Penurunan (%) - 60,51475
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada
buah masih tetap ada walaupun sudah dicuci dengan air bersuhu 45⁰C namun
penurunan kadar formalin mencapai 60,51% yaitu lebih tinggi daripada setelah
buah dicuci dengan air bersuhu 25ºC yaitu 31,57% dan 35ºC yaitu 44,73%. Dari
pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin tertinggi
terdapat pada pengulangan dua, tiga, empat dan lima yaitu 0,42040 mg/ml dan
kadar terrendah terlihat pada pengulangan satu yaitu 0,42024 mg/ml. Dengan
lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red
4.1.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dikupas
Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dikupas. Adapun hasil
pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dikupas
Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)
1 1,12064 0,84080
2 1,12064 0,84080
3 1,12063 0,84080
4 0,98056 0,70040
5 0,98056 0,70040
Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,78464
Penurunan (%) - 26,2972
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada
buah masih tetap ada walaupun buah sudah dikupas dan terjadi penurunan
daripada buah sebelum dikupas yaitu sebesar 26,29%. Dari pemeriksaan yang
telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin pada pengulangan satu sama
dengan pengulangan dua, dan tiga yaitu 0,84080 mg/ml dan kadar terendah
terlihat pada pengulangan empat dan lima yaitu 0,70040 mg/ml. Dengan lima
pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red Delicious
setelah dikupas adalah 0,78464 mg/ml.
4.2 Perbedaan Kadar Formalin Sebelum dan Setelah Perlakuan
Berdasarkan data hasil penelitian terhadap kadar formalin pada buah impor
tersebut kemudian dilakukan analisis data secara statistik. Adapun hasilnya
4.2.1 Hasil Uji Kruskal Wallis
Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa nilai signifikansi atau
probabilitas adalah 0,000. p=0,000<0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa
paling tidak terdapat perbedaan kadar formalin antara dua kelompok perlakuan.
4.2.2 Hasil Uji Mann-Whitney
Berdasarkan hasil Uji Kruskal Wallis dapat diketahui bahwa paling tidak
terdapat perbedaan kadar formalin antara dua kelompok dan untuk mengetahui
kelompok mana yang mempunyai perbedaan maka dilakukan analisis dengan uji
Mann-Whitney. Adapun hasil Uji Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.6 Hasil Uji Mann-Whitney Kadar Formalin Setelah Perlakuan
Kelompok Perlakuan Siginifikansi
(Buah setelah dicuci dengan air bersuhu 25ºC)
P3 0,015
P4 0,005
P5 0,221*
P3
(Buah setelah dicuci dengan air bersuhu 35ºC)
P4 0,005
P5 0,011
P4
(Buah setelah dicuci dengan air bersuhu 45ºC)
P5
(Buah setelah
dikupas)
0,006
Keterangan: Tanda (*) = tidak ada perbedaan bermakna antar pasangan perlakuan (p > 0,05)
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata formalin pada Apel
Red Delicious sebelum diberi perlakuan ada perbedaan bermakna dengan sesudah
sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red Delicious setelah dicuci
dengan air bersuhu 25ºC ada perbedaan bermakna dengan sesudah dicuci dengan
air bersuhu 35ºC dan 45ºC demikian sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin
pada Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 35ºC ada perbedaan
bermakna dengan sesudah dicuci dengan air bersuhu 45ºC dan sesudah dikupas
demikian sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red Delicious
setelah dicuci dengan air bersuhu 45ºC ada perbedaan bermakna dengan sesudah
dikupas demikian sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red
Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 25ºC tidak ada perbedaan bermakna
dengan sesudah dikupas, demikian sebaliknya.
Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diketahui bahwa dari semua
perlakuan yang dilakukan, pencucian dengan air bersuhu 45ºC paling tinggi dalam
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Formalin pada Buah Impor Sebelum Perlakuan
Pemeriksaan awal kadar formalin dalam survei pendahuluan dilakukan
dengan menggunakan metode analisa Titrasi Iodiometer di Laboratorium
Biokomia dan Kimia Bahan Pangan FMIPA USU dan menunjukkan adanya
formalin pada sampel buah impor. Peraturan Menteri Kesehatan
No.1168/MENKES/PER/X/1999 menyebutkan bahwa formalin merupakan salah
satu bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel buah impor mengandung bahan yang tidak
seharusnya untuk makanan.
Hasil pemeriksaan kuantitatif kadar formalin pada buah impor yaitu Apel
Red Delicious sebelum dilakukannya perlakuan (pencucian ataupun pengupasan)
didapatkan hasil rata-rata yaitu sebesar 1,06460 mg/ml .
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan
bahwa kadar formalin untuk setiap unit buah tidaklah selalu sama namun tetap
tidak menutup kemungkinan adanya kesamaan kadar formalin antar unit buah.
Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh
mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam
keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014).
Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena
methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap
kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi.
Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan
formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein.
Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk,
sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).
WHO dan FAO mengatakan tidak ada toleransi sedikitpun dari badan
dunia kesehatan dan pangan memperbolehkan penggunaan formalin sebagai
bahan pengawet makanan alasannya karena formalin termasuk dalam kategori
bahan pengawet makanan yang sangat berbahaya sehingga kadarnya mutlak harus
0%. Efeknya yang lambat dan tidak langsung terlihat atau sulit disadari membuat
masyarakat tidak terlalu peduli dengan masalah formalin ini (Heliana, 2008).
5.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin
pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan
dibandingkan setelah dicuci dengan air bersuhu 25⁰C. Rata-rata kadar formalin
sebelum perlakuan adalah sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dilakukan
pencucian dengan air bersuhu 25⁰C menjadi 0,72848 mg/ml atau terjadi
persentase penurunan sebesar 31,57%.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan
bahwa pencucian buah dapat menurunkan kadar formalin karena sifat formalin
dengan meningkatnya suhu maka penulis juga memperhatikan suhu air yang
digunakan untuk mencuci buah.
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak
berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung
dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol,
tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Formalin mudah larut dalam
air, mudah menguap mempunyai bau yang tajam dan iritatif serta mudah terbakar
bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia
tertentu (Cahyadi, 2006). Proses pelarutan formalin dalam air akan makin cepat
dengan meningkatnya suhu (Budiarti, 2009).
Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh
mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam
keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014)
Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena
gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa
methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap
kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi.
Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan
formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein.
Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk,
sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Purawisastra dan Emma terhadap
beberapa bahan makanan ternyata semakin lama perendaman bahan makanan
penurunan kadar protein. Dengan demikian terjadi pembentukan senyawa
methylene dengan adanya reaksi antara protein dengan formalin. Setelah
dilakukan perendaman dengan air bersuhu 100ºC terlihat penurunan kandungan
formalin dan diikuti dengan peningkatan protein pada sampel penelitiannya.
Senyawa methylene bisa mengurai kembali menjadi protein dan formalin namun
reaksi ini tidak terjadi secara spontan karena reaktifitas ion dari air tidak
reaktif terhadap senyawa methylene. Dengan demikian diperlukan adanya suatu
tambahan energi, dan tambahan energi disini berupa panas.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa air bersuhu 25⁰C dapat
menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun penurunan belum
memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang
menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan
(BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa
buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena masih mengandung BTP yang
dilarang pada makanan.
5.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰C
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin
pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan
dibandingkan setelah dicuci dengan air bersuhu 35⁰C. Rata-rata kadar formalin
sebelum perlakuan adalah sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dilakukan
pencucian dengan air bersuhu 35⁰C menjadi 0,58833 mg/ml atau terjadi
dicuci dengan air bersuhu 35ºC lebih tinggi daripada buah yang dicuci dengan air
bersuhu 25ºC.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan
bahwa pencucian buah dapat menurunkan kadar formalin dan dengan semakin
tinggi suhu pencucian semakin tinggi pula penurunan kadar formalin dikarenakan
sifat formalin yang dapat berikatan dengan air dan proses pelarutan dalam air akan
lebih cepat dengan meningkatnya suhu maka penulis juga memperhatikan suhu air
yang digunakan untuk mencuci buah.
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak
berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung
dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol,
tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Formalin mudah larut dalam
air, mudah menguap mempunyai bau yang tajam dan iritatif serta mudah terbakar
bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia
tertentu (Cahyadi, 2006). Proses pelarutan formalin dalam air akan makin cepat
dengan meningkatnya suhu (Budiarti, 2009).
Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh
mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam
keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014)
Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena
gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa
methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap
kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi.
formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein.
Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk,
sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Purawisastra dan Emma terhadap
beberapa bahan makanan ternyata semakin lama perendaman bahan makanan
dalam formalin maka kandungan formalin juga meningkatyang diikuti dengan
penurunan kadar protein. Dengan demikian terjadi pembentukan senyawa
methylene dengan adanya reaksi antara protein dengan formalin. Setelah
dilakukan perendaman dengan air bersuhu 100ºC terlihat penurunan kandungan
formalin dan diikuti dengan peningkatan protein pada sampel penelitiannya.
Senyawa methylene bisa mengurai kembali menjadi protein dan formalin namun
reaksi ini tidak terjadi secara spontan karena reaktifitas ion dari air tidak
reaktif terhadap senyawa methylene. Dengan demikian diperlukan adanya suatu
tambahan energi, dan tambahan energi disini berupa panas.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa air bersuhu 35⁰C dapat
menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun penurunan belum
memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang
menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan
(BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa
buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena masih mengandung BTP yang
5.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰C
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin
pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan
dibandingkan setelah dicuci dengan air bersuhu 25⁰C. Rata-rata kadar formalin
sebelum perlakuan adalah sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dilakukan
pencucian dengan air bersuhu 45⁰C menjadi 0,42036 mg/ml atau terjadi
persentase penurunan sebesar 60,51%. Kadar penurunan formalin pada buah yang
dicuci dengan air bersuhu 45ºC lebih tinggi daripada buah yang dicuci dengan air
bersuhu 35ºC.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan
bahwa pencucian buah dapat menurunkan kadar formalin dan dengan semakin
tinggi suhu pencucian semakin tinggi pula penurunan kadar formalin dikarenakan
sifat formalin yang dapat berikatan dengan air dan proses pelarutan dalam air akan
lebih cepat dengan meningkatnya suhu maka penulis juga memperhatikan suhu air
yang digunakan untuk mencuci buah.
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak
berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung
dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol,
tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Formalin mudah larut dalam
air, mudah menguap mempunyai bau yang tajam dan iritatif serta mudah terbakar
bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia
tertentu (Cahyadi, 2006). Proses pelarutan formalin dalam air akan makin cepat
Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh
mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam
keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014).
Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena
gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa
methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap
kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi.
Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan
formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein.
Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk,
sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Purawisastra dan Emma terhadap
beberapa bahan makanan ternyata semakin lama perendaman bahan makanan
dalam formalin maka kandungan formalin juga meningkatyang diikuti dengan
penurunan kadar protein. Dengan demikian terjadi pembentukan senyawa
methylene dengan adanya reaksi antara protein dengan formalin. Setelah
dilakukan perendaman dengan air bersuhu 100ºC terlihat penurunan kandungan
formalin dan diikuti dengan peningkatan protein pada sampel penelitiannya.
Senyawa methylene bisa mengurai kembali menjadi protein dan formalin namun
reaksi ini tidak terjadi secara spontan karena reaktifitas ion dari air tidak
reaktif terhadap senyawa methylene. Dengan demikian diperlukan adanya suatu
tambahan energi, dan tambahan energi disini berupa panas.
Berdasarkan hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa air bersuhu 45⁰C dapat
memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang
menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan
(BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa
buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena msih mengandung BTP yang
dilarang pada makanan.
5.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dikupas
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin
pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan
dibandingkan setelah dikupas. Rata-rata kadar formalin sebelum perlakuan adalah
sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dikupas menjadi 0,78464 mg/ml atau terjadi
persentase penurunan sebesar 26,29 %. Hal ini menunjukkan bahwa daging buah
juga sudah terkontaminasi oleh formalin tidak hanya kulit buah saja.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan
bahwa formalin tidak hanya terdapat pada kulit buah namun juga sudah meresap
sampai pada daging buah dan pengupasan kulit buah dapat menurunkan kadar
formalin saat kita mengonsumsi buah tersebut karena formalin yang berada pada
kulit buah tidak ikut kita konsumsi.
Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh
mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam
keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan.(Manoppo, 2014)
Untuk meminimalkan kadar formalin pada buah dapat dilakukan dengan
sudah masuk ke daging buah, tidak ada cara lain kecuali menghindarinya sama
sekali. Sekecil apapun paparan formalin dalam makanan akan berakibat negatif
pada tubuh meskipun baru dapat dilihat maupun dirasakan dalam jangka waktu
yang panjang (Soraya, 2014).
Hasil pemeriksaan ini menunjukkan bahwa pengupasan dapat menurunkan
kadar formalin pada Apel Red Delicious namun penurunan belum memenuhi
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang
menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan
(BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa
buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena masih mengandung BTP yang
dilarang pada makanan.
5.6 Pengujian Efektivitas Perlakuan dalam Menurunkan Kadar Formalin pada Buah Impor
Hasil dari pemeriksaan menunjukkan setelah dilakukan pencucian dengan
air bersuhu 25⁰C terjadi penurunan kadar formalin pada Apel Red Delicious yaitu
sebesar 0,33612 mg/ml atau dengan persentase sebesar 31,57%. Pencucian dengan
air bersuhu 35⁰C mampu menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious
sebesar 0,47627 mg/ml atau dengan persentase sebesar 44,73%. Pencucian dengan
air bersuhu 45⁰C mampu menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious
sebesar 0,64424 mg/ml atau dengan persentase sebesar 60,51%. Mengupas kulit
buah Apel Red Delicious mampu menurunkan kadar formalin sebesar 0,27996
Hasil pencucian dengan tiga suhu yang berbeda dan pengupasan mampu
menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun tidak 100% sehingga
tetap belum layak untuk dikonsumsi karna formalin dilarang ada pada makanan
sehingga kadar formalin harus mutlak tidak ada pada makanan.
Persentase penurunan kadar formalin terbaik terjadi pada pencucian
dengan air bersuhu 45⁰C yakni sebesar 60,51% kemudian dengan pencucian
dengan air bersuhu 35⁰C yakni sebesar 44,73% kemudian dengan pencucian
dengan air bersuhu 25⁰C yakni sebesar 31,57% dan terakhir oleh pengupasan kulit
buah Apel Red Delicious yaitu sebesar 26,29%.
Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan
bahwa pencucian buah lebih dapat menurunkan kadar formalin daripada
pengupasan kulit buah karena sifat formalin yang dapat berikatan dengan air dan
proses pelarutan dalam air akan lebih cepat dengan meningkatnya suhu sehingga
semakin tingginya suhu pencucian buah diikuti dengan semakin tingginya pula
persentase penurunan kadar formalin pada sampel buah impor.
Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata
yang bermakna pada berbagai perlakuan untuk setiap perlakuan dalam
menurunkan kadar formalin pada air Apel Red Delicious sehingga dilanjutkan
dengan uji Mann-Whitney. Uji ini dilakukan untuk melihat perlakuan yang paling
maksimal menurunkan kadar formalin dan melihat perbandingan rata-rata
pasangan yang berbeda bermakna.
Ada dua (2) kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan perlakuan
terbaik (optimum) suatu percobaan yaitu untuk kriteria terbaik utama dipilih
yang bertaraf lebih rendah, tetapi tidak berbeda nyata dengan pengaruh perlakuan
yang bertaraf sama atau lebih tinggi. Sedangkan untuk kriteria terbaik kedua
dipilih perlakuan yang pengaruhnya minimal berbeda nyata dengan pengaruh
perlakuan kontrol atau bertaraf lebih rendah dan mempunyai frekuensi beda nyata
yang sama atau lebih banyak dibandingkan perlakuan yag bertaraf sama atau lebih
tinggi (Hanafiah, 2008).
Hasil penelitian dalam Uji Mann-Whitney menunjukkan untuk pencucian
Apel Red Delicious dengan air bersuhu 45⁰C berbeda bermakna dengan kontrol
dan dengan pencucian dengan air bersuhu 25⁰C, bersuhu 35⁰C serta dengan
perlakuan pengupasan kulit Apel Red Delicious.
Hal ini menunjukkan bahwa pencucian dengan air bersuhu 45⁰C paling
maksimal untuk menurunkan kadar formalin pada sampel buah impor Apel Red
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan :
1. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor sebelum diberi
perlakuan adalah 1,06460 mg/ml.
2. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci dengan air
bersuhu 25⁰C adalah 0,72848 mg/ml.
3. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci dengan air
bersuhu 35⁰C adalah 0,58833 mg/ml.
4. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci dengan air
bersuhu 45⁰C adalah 0,42036 mg/ml.
5. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dikupas adalah
0,78464 mg/ml.
6. Pencucian sampel buah impor dengan air bersuhu 25ºC, 35ºC, 45ºC dan
pengupasan berbeda bermakna dengan kontrol.
6.2 Saran
1. Bagi pemerintah diharapkan untuk lebih memperketat pengawasan
terhadap masuknya buah impor ke Indonesia terutama buah-buahan yang
2. Bagi BPOM diharapkan untuk mengadakan pemantauan, pengawasan, dan
pembinaan terhadap penggunaan formalin sebagai bahan tambahan pangan
oleh para pedagang
3. Bagi masyarakat diharapkan agar mencuci buah impor dengan air bersuhu
45ºC
4. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai metode penghilangan formalin pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Tambahan Pangan
2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara
alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi bahan
tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki
kualitas yang lebih baik (Syah, dkk 2005).
Menurut Cahyadi (2006) bahan tambahan pangan yang digunakan hanya
dapat dibenarkan apabila :
1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam
pengolahan
2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah satu
atau yang tidak memenuhi persyaratan
3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan
cara produksi yang baik untuk pangan
4. Tidak digunakan unutk menyembunyikan kerusakan bahan pangan
2.1.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Menurut Syah,dkk (2005) secara khusus tujuan penggunaan bahan
1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak
pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu
pangan
2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut
3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera
4. Meningkatkan kualitas pangan
5. Menghemat biaya
Dengan menggunakan bahan tambahan pangan, diharapkan dapat
meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat
bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta memudahkan preparasi bahan
pangan (Cahyadi, 2006).
2.1.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan
Menurut Cahyadi (2006) bahan tambahan pangan dikelompokkan
berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Permenkes RI
No.722/Menkes/Per/XI/88 menetapkan bahan tambahan pangan yang diizinkan
dan juga daftar bahan tambahan pangan yang dilarang untuk digunakan pada
produk pangan.
1. Bahan tambahan pangan yang diizinkan
a. Antioksidan
b. Antikempal
c. Pengatur Keasamaan
d. Pemanis Buatan
e. Pemutih dan Pematang Tepung
g. Pengawet
h. Pengeras
i. Pewarna
j. Penyedap Rasa dan Aroma serta Penguat Rasa
k. Sekuestan
2. Bahan tambahan pangan yang dilarang
a. Natrium Tetraborat
b. Formalin
c. Minyak Nabati yang dibrominasi
d. Kloramfenikol
e. Kalium Klorat
f. Dietilpirokarbonat
g. Nitrofuranzon
h. P-Phenetilkarbamida
i. Asam Salisilat dan garamnya
Selain bahan tambahan diatas, masih ada bahan tambahan kimia yang
dilarang seperti Rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna
kuning), dulsin (pemanis sintesis), kalsium bromat (pengeras).
2.2 Formalin 2.2.1 Pengertian Formalin
Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 1168/MenKes/PER/X/1999,
formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk produk
formalin adalah desinfektan yang aktif terhadap bakteri, virus dan cendawan serta
berguna untuk mengawetkan specimen biologi dan mayat dan dibidang industri
digunakan pada tekstil, pupuk dan bahan kimia
Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena
hanya mempunyai satu atom karbon. Formalin yang biasa ditambahkan pada
makanan adalah larutan 30-50% gas formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan
formalin biasanya mengandung methanol 10-15%. Ada beberapa hal yang
menyebabkan pemakaian formalin untuk bahan tambahan makanan (pengawet)
meningkat, antara lain harganya yang jauh lebih murah dibanding pengawet
lainnya, seperti natrium benzoate atau natrium sorbet. Selain itu, jumlah yang
digunakan tidak perlu sebesar pengawet lainnya, mudah digunakan untuk proses
pengawetan karena bentuknya larutan, waktu pemrosesan pengawetan lebih
singkat, mudah didapatkan di toko bahan kimia dalam jumlah besar, dan
rendahnya pengetahuan masyarakat produsen tentang bahaya formalin
(Widyaningsih dan Erni, 2006).
Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena
gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa
methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap
kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi
(Purawisastra dan Emma, 2011).
2.2.2 Karateristik Formalin
Formalin merupakan larutan jenuh formaldehid dalam air dengan kadar
±37%. Larutan ini tidak berwarna dengan bau yang menusuk atau tajam. Jika
membentuk endapan. Di dalam larutan formalin biasanya ditambahkan 10-15%
methanol sebagai stabilisator dan untuk mencegah polimerisasi. Titik didih larutan
formalin sebesar 96ºC dengan berat jenis 1,08 g/ml dan pH 2,8-4 (Marlina, 2008).
Menurut Cahyadi (2006) formalin merupakan cairan jernih yang tidak
berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya
merangsang selaput lendir hidung dengan tenggorokan, dan rasa membakar, dapat
bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan
eter.
2.2.3 Kegunaan Formalin
Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan, melainkan
sebagai antiseptic, germisida, dan pengawet non makanan. Formalin sudah sangat
umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar,
formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau
pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industry, yakni pembersih
lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga
lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan
gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan
pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetik,
pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin boleh juga dipakai
sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin
digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam
konsentrasi yang sangat kecil(<1%) digunakan sebagai bahan pengawet untuk
pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet. Di dunia kedokteran
formalin digunakan dalam pengawetan mayat (Yuliarti,2007).
Formalin juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan
polimer yang dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Oleh karena
itu, formalin juga banyak dipakai dalam produk rumah tangga seperti piring, gelas
dan mangkuk yang berasal dari plastik atau melamin. Bila piring atau gelas
tersebut terkena makanan atau minuman panas maka bahan formalin yang
terdapat dalam gelas akan larut. Barang-barang tersebut bila digunakan dalam
keadaan dingin sebenarnya tidak berbahaya karena formalin di dalamnya tidak
akan larut. Namun, tidak demikian halnya bila wadah-wadah ini dipakai untuk
menaruh bahan makanan panas seperti membuat minuman teh, susu, kopi atau
makanan berkuah panas (Yuliarti,2007).
2.2.4 Dampak Formalin terhadap Kesehatan
Kekebalan tubuh sangat berperan pada berdampak tidaknya formalin di
dalam tubuh. Jika kekebalan tubuh atau mekanisme pertahanan tubuh rendah,
sangat mungkin formalin berkadar rendah sekalipun bisa berdampak buruk
terhadap kesehatan. Anak-anak khususnya bayi dan balita, adalah salah satu
kelompok usia yang rentan mengalami gangguan ini. Usus imatur (belum
sempurna) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi
sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit
dikeluarkan. Hal ini juga akan mengganggu pada penderita gangguan saluran
cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya
Menurut Cahyadi (2006) formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui
dua jalan, yaitu mulut dan pernapasan. Polusi yang dihasilkan oleh asap knalpot
dan pabrik mengandung formalin yang mau tidak mau kita hirup, kemudian
masuk ke dalam tubuh. Begitu pula asap rokok bahkan air hujan yang jatuh ke
bumi pun sebetulnya mengandung formalin.
Jika formalin terhirup maka akan segera diabsorpsi ke paru dan
menyebabkan paparan akut berupa pusing kepala, rhinitis, rasa terbakar, dan
lakrimasi (keluar air mata dan pada dosis lebih tinggi bisa buta), bronchitis, edema
pulmonary atau pneumonia karena dapat mengecilkan bronchus dan menyebabkan
akumulasi cairan di paru. Pada orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi,
asma, dan dermatitis (Widyaningsih dan Erni, 2006).
Efek dari makanan berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian.
Kandungan formalin akan meracuni tubuh, menyebabkan iritasi lambung, alergi,
bersifat karsinogenik dan juga bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi
sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur
darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan
peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak
berwarna, dengan bau yang menyesakkan sehingga merangsang hidung,
tenggorokan dan mata (Cahyadi,2006).
Menurut Yuliarti (2007) Formalin tidak hanya berbahaya jika dikonsumsi,
melainkan juga dengan melakukan kontak terhadapnya. Gangguan kesehatan yang
terjadi akibat kontak dengan formalin sangat tergantung pada cara masuknya zat
ini ke dalam tubuh kita. Kontak dengan formalin bisa menyebabkan luka bakar
konsentrasi yang tinggi, maupun reaksi alergi. Jika kandungan formalin dalam
tubuh tinggi maka akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam
sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kerusakan organ tubuh.
Pemaparan formaldehid terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras,
menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas, sedangkan pada sistem
reproduksi wanita akan menimbulkan gangguan menstruasi, toksemia, dan anemia
pada kehamilan, peningkatan aborsi spontan, serta penurunan berat badan bayi
yang baru lahir. Uap dari larutan formaldehid menyebabkan iritasi membrane
mukosa hidung, mata, dan tenggorokan apabila terhisap dalam bentuk gas pada
konsentrasi 0,03-4 bpj selama 35 menit. Dapat terjadi iritasi pernafasan parah
seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronchitis, pneumonia, asma, edema
pulmonary, dapat pula terjadi tumor hidung pada mencit (Cahyadi,2006).
Menurut Yuliarti (2007) formalin yang masuk ke dalam tubuh dapat
mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang
ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan
dalam jangka panjang bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan.
Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) dan lembaga
internasional untuk penelitian kanker (IARC) menggolongkan formalin sebagai
senyawa yang bersifat karsinogen, yaitu senyawa yang dapat memacu
pertumbuhan sel-sel kanker. Formalin akan mengacaukan susunan protein atau
RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh manusia. Jika susunan DNA
kacau, maka akan memicu terjadinya sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Tentu
tubuh kita mengonsumsi makanan yang mengandung formalin, maka
kemungkinan besar terjadinya kanker (Widyaningsih dan Erni, 2006).
Meskipun dampaknya sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh,
sangatlah tidak bijaksana jika melarang penggunaan formalin. Banyak industry
memerlukan formalin sehingga harus bijaksana dalam menggunakannya. Paling
utama adalah dengan tidak menggunakannya pada makanan. Oleh karena itu,
yang terbaik adalah menjalankan fungsi pengawasan dengan ketat yang dalam hal
ini melibatkan Depkes atau Badan POM beserta instansi terkait (Yuliarti,2007).
Tabel 2.2 Ambang batas penggunaan formalin, sebagai berikut :
No. Ambang Batas Jumlah Paparan Lama
Paparan 1. National Institude for Occupational
Safety
2. OSHA Permissible Exposure Limit (PEL)
2.3.1 Pengertian dan Manfaat Buah-buahan
Buah adalah bahan makanan yang kaya akan vitamin, mineral, lemak,
protein, dan serat. Selain itu, setiap jenis buah mempunyai keunikan dan daya
tarik tersendiri, seperti rasa, aroma yang khas serta warna atau bentuk yang
mengandung nilai-nilai estetis. Salah satu sasaran pemerintahan adalah perbaikan
gizi masyarakat yaitu dengan meningkatkan kualitas konsumsi pangan melalui
penganekaragaman pangan sehingga mendorong masyarakat ke arah pola
konsumsi yang lebih baik dan lebih memperhatikan nilai gizinya baik secara
kuantitatif maupun kualitatif (Sjaifullah,1996).
Menurut Rukmana (2008), komoditas buah-buahan merupakan
penyumbang keanekaragaman dan kecukupan gizi rakyat yang cukup besar.
Buah-buahan mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, asam,
minyak yang mudah menguap, pectin, air, serat, gula, dan lain-lain. Mengonsumsi
buah-buahan setiap hari secara teratur akan berpengaruh langsung pada susunan
jantung, mempertajam ingatan, meringankan tekanan mental, serta menyelaraskan
pencernaan makanan, urat saraf, dan peredaran darah.
Buah sangat mudah mengalami perubahan fisiologis, kimia dan fisik bila
tidak ditangani secara tepat. Akibatnya mutu akan turun dan menjadi tidak segar
lagi dalam waktu yang sangat singkat. Penanganan segar sangat diperlukan untuk
menjaga mutu buah yang dihasilkan. Peningkatan jumlah produksi buah akan
mubazir jika tidak disertai dengan penanganan yang baik (Satuhu,1993).
2.3.2 Penanganan dan Pengolahan Buah-buahan
Buah-buahan yang bisa dimakan bersama kulitnya seperti apel dan pir,
apalagi yang impor, sebaiknya dikupas. Langkah ini penting untuk meminimalkan
asupan pestisida yang terdapat di bagian kulit buah dan daging buah yang berada
tepat di bawah kulit. Pencucian juga membantu melarutkan dan meminimalkan
cemaran bahan kimiawi sintesis yang menempel pada permukaan buah. Hindari
menggunakan sabun deterjen cair untuk mencuci peralatan makanan dan minuman
yang diklaim bisa untuk mencuci buah dan sayuran (Apriadji, 2007).
Mencuci buah dengan air mengalir atau air hangat merupakan salah satu
cara dalam mengurangi pestisida dan pengawet di permukaan buah, walaupun
tidak membuang pestisida yang meresap ke dalam buah dan juga yang menumpuk
di bawah kulit ( Apriadji, 2004).
Beberapa tips cara mencuci sayuran/buah :
1. Untuk sayuran yang tidak perlu dikupas dan dipotong seperti kecambah,
kacang polong, dll, bisa langsung dicuci.
2. Untuk sayur/buah yang perlu dikupas dan dipotong-potong seperti wortel,
dikupas/dipotong). Karena pestisida berada di bagian luar buah/sayur.
Apabila dicuci setelah dikupas/dipotong, maka dikhawatirkan vitamin
yang terkandung akan ikut larut.
3. Pastikan tempat dan pisau pemotong sudah bersih.
4. Dalam mencuci sayur/buah lakukan dengan cara menampung air pada
ember/waskom, baru kemudian sayur/buah dimasukkan dalam air tersebut.
Jangan terbalik, apabila buah/sayur ditempatkan dalam wadah baru diisi
air apalagi dibawah kran, maka dikhawatirkan vitamin akan ikut larut
(Faizah, 2012) .
2.3.3 Memilih Buah
Menurut Sjaifullah (1996), beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam
memilih buah segar yang baik adalah sebagai berikut :
1. Kriteria Fisik
Penilaian mutu buah dari segi fisik merupakan hal yang paling mudah untuk
dilakukan. Parameter kriteria fisik antara lain :
a. Warna kulit
Setiap jenis buah, bahkan setiap varietasnya mempunyai warna kulit
yang khas. Umumnya buah yang mengalami proses pematangan akan
berubah warna kulitnya dari hijau gelap menjadi kuning, merah atau
ungu. Di negara-negara maju warna biasa diukur secara obyektif, yaitu
dengan menggunakan teknik transmisi sinar. Juga tersedia tabel warna
untuk beberapa komoditas sebagai panduan dalam menentukan
kematangan.
Buah yang baik terlihat segar, kulitnya berkilap, tidak keriput dan tidak
terdapat noda, baik noda bekas gigtan serangga maupun noda getah.
c. Ukuran dan bentuk buah
Umumnya pada saat layak petik buah mempunyai ukuran maksimum
dengan bentuk yang khas pula. Selain ukuran, bentuk dapat dijadikan
patokan untuk menentukan mutu buah. Buah yang baik mempunyai
bentuk sesuai dengan bentuk baku normalnya. Buah cacat atau tidak
normal akan mempunyai rasa yang kurang enak pula.
d. Kerapatan rambut atau duri
Buah yang berambut atau berduri telah layak dipetik untuk dikonsumsi
apabila rambut atau durinya telah merenggang. Pada beberapa buah
seperti nangka dan sirsak, selain merenggang, durinya juga sudah
melunak.
e. Kekerasan
Kekerasan buah dapat dirasakan melalui pijatan jari. Buah yang
matang dan siap dikonsumsi relatif lebih lunak daripada buah yang
masih mentah. Buah yang baik mempunyai kekerasan merata. Contoh
yang paling jelas pada jeruk. Bila kekerasannya tidak merata, maka
sebagian dari daging buahnya akan berbeda rasanya.
f. Berat jenis
Sejalan dengan matangnya buah, berat jenis buah juga naik. Sifat ini
telah dijadikan salah satu prinsip dasar untuk memisahkan antara buah
yang cukup tua dan yang masih muda saat buah baru dipanen.
Semangka dan alpukat yang muda bila diketuk dengan jari berbunyi
relatif lebih nyaring (seperti tepukan di dahi) daripada yang matang
atau yang terlalu matang. Pada nangka dan durian yang sudah matang
bunyi nyaring akan terdengar apabila duri buah dijentik dengan ujung
jari atau diketuk dengan sebilah kayu. Buah-buahan ini juga dikenal
mengeluarkan aroma yang khas bila sudah matang.
2. Kriteria Kimiawi
Walaupun setiap jenis dan varietas buah mempunyai komposisi kimiawi
tertentu, namun buah dari varietas yang sama dapat mempunyai komposisi
bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah cahaya matahari yang diserap, suhu
selama pertumbuhan, serta jenis dan frekuensi pemupukan.
a. Kandungan pati
Umumnya sejalan dengan pematangan buah, zat pati akan diubah
menjadi gula. Konversi dari pati menjadi gula pada pisang merupakan
indeks yang sangat baik untuk menentukan derajat kematangan.
Intensitas warna biru yang terbentuk dari reaksi pati dengan larutan
kalium iodida menunjukkan jumlah relatif pati yang dikandungnya,
dan ini dapat dilihat secara visual. Makin tua pisang makin sedikit area
pada penampang melintang buah tersebut yang berwarna biru .
b. Kandungan gula
Kandungan gula atau total padatan terlarut merupakan refleksi dari
rasa manis, yang juga menunjukkan derajat ketuaan dan kematangan.
Padatan terlarut dalam sari buah dapat diukur secara mudah dan cepat
ketuaan atau kematangan dari buah melon, pepaya, apel, dan buah
lainnya yang secara kontinu kadar gulanya meningkat sejalan dengan
proses penuaan.
c. Keasaman
Keasaman buah umumnya turun sejalan dengan matangnya buah,
sampai mencapai titik tertentu pada saat matang. Cara mengukur
keasaman, yang biasa disebut TA (titratable acidity), ialah dengan
mentitrasi sampel sari buah tessebut dengan larutan baku berupa
natrium hidroksida. Dari hasil analisis kimiawi, perbandingan kadar
gula asam (sugar-acid ratio) merupakan salah satu parameter terbaik
untuk menilai mutu buah. Umumnya rasa buah ditentukan oleh adanya
perpaduan antara rasa manis dan asam pada perbandingan yang tepat
d. Kadar lemak
Analisis kandungan lemak sebagai parameter mutu biasanya hanya
dilakukan di negara-negara maju terhadap alpukat. Kandungan lemak
pada buah alpukat merupakan salah satu indeks penting dalam
menentukan tingkat ketuaan buah yang layak panen.
e. Kandungan vitamin dan mineral
Buah merupakan sumber vitamin, terutama A dan C, serta sumber
mineral yang baik. Vitamin dan mineral yang banyak terdapat dalam
buah terbukti dapat mengurangi peningkatan kolesterol dalam darah
dan mengurangi peningkatan gula darah.
Buah segar merupakan jaringan hidup sehingga mempunyai sifat seperti
benda hidup umumnya seperti :
a. Memerlukan energi
b. Mengandung banyak air
c. Mengalami perubahan-perubahan fisik dan kimiawi akibat pengaruh
lingkungan
Buah yang baru dipanen memerlukan energi untuk mempertahankan
hidupnya. Energi diperoleh dari cadangan makanan yang tersimpan, seperti pati,
gula, lemak, dan senyawa-senyawa lainnya melalui respirasi. Apabila faktor
lingkungan tidak terkendali (antara lain terdapat kerusakan fisik) maka repirasi
berlangsung cepat. Akibatnya umur atau ketahanan simpan buah menjadi
berkurang.
Kandungan air buah umumnya berkisar 70-90%. Apabila buah telah
dipetik kandungan air ini secara alami berkurang sehingga terjadi penyusutan
melalui proses transpirasi. Transpirasi adalah penguapan air dari dalam sel, baik
melalui stomata, lentisel maupun retakan kultikula. Selain menyebabkan
kehilangan berat, transpirasi pada buah juga menyebabkan keriput, terdapatnya
lekukan-lekukan coklat kehitaman yang kering, perubahan warna (pencokelatan),
dan perubahan tekstur. Sebagai akibat tidak langsung dari penguapan, nilai gizi
buah terutama vitamin C juga berkurang.
Jika buah yang telah dipanen dihadapkan pada kondisi yang tidak sesuai
maka akan terjadi gangguan fisiologis pula. Misalnya buah-buahan tropis akan
mengalami gangguan fisiologis yang disebut chilling injury bila disimpan pada
buah dan terbentuknya jaringan yang menggabus. Hal ini dapat disebabkan oleh
bahan kemasan atau suhu penyimpanan yang tidak tepat.
4. Kriteria Organoleptik
Apabila mutu bahan makanan termasuk buah diukur melalui kemampuan
organ indera manusia secara langsung maka penilaian tersebut merupakan
penilaian organoleptik. Penilaian yang biasa disebut juga sensory evaluation ini
bersifat subyektif. Parameter yang dinilai meliputi :
a. Penampakan
Semua yang dapat dilihat oleh mata dapat dijadikan parameter
penampakan seperti ukuran, bentuk, kecemerlangan, dan kebenaran
warna dari buah.
b. Flavor atau aroma
Selain melalui penilaian mata, indera hidung dan mulut biasa
digunakan untuk menilai atau memberikan keterangan tambahan
tentang mutu buah. Penilaian oleh indera hidung dan mulut ini
merupakan penilaian terhadap flavor. Flavor terdiri atas tiga
komponen, yaitu odor atau bau, taste atau rasa dan suatu perpaduan
berbagai sensasi yang disebut mouthfeel yakni kesan atau rasa yang
tertinggal di mulut. Seperti diketahui, setiap jenis bahkan setiap
varietas buah mempunyai aroma dan rasa yang unik. Aroma
dipengaruhi oleh komposisi kimiawi dari buah seperti kandungan gula,
asam, alkohol, aldehida, aeter dan lain-lain.
Buah memiliki tekstur yang dapat dirasakan seperti halus atau lembut,
kasar, berserat, empuk, lembek, berair, keras, padat, renyah, liat dan
lain-lain. Kandungan air dalam sel berpengaruh terhadap pembentukan
tekstur ini, selain faktor genetis, seperti jenis atau varietas buah.
2.3.4 Pengawetan Buah
Secara ilmiah untuk mendatangkan buah hingga ke tangan konsumen
butuh waktu terlebih terhadap buah impor, sementara itu buah hanya tahan
beberapa hari supaya tetap segar setelah dipetik dari pohonnya karena itu para
produsen buah ini melakukan metode bagaimana cara agar buah tetap segar
sampai ke tangan konsumen. Sebagian besar buah impor dipanen sebelum
matang, sebab proses pengepakan dan pengiriman ke negara lain akan memakan
waktu lama. Karena itu sebagian besar buah impor harus dilakukan proses
kimiawi agar tidak cepat layu atau busuk (Prasko, 2012).
A. Pengawetan yang Diizinkan
Pengemas yang dapat digunakan dalam pengawetan buah adalah plastik
poliethylen dan polipropilen guna mencegah anthiacnose. Untuk jenis bahan
pengawet yang digunakan salah satunya adalah perendaman dengan CaCl
2 yang
kemudian disimpan dalam pendingin. Selama dalam penyimpanan pengamatan
terus dilakukan untuk menganalisa kimia terhadap kadar air, gula dan pH. Dari
hasil ini bisa dilihat proses kimia tersebut mampu memperpanjang umur simpan
buah-buahan hingga 13 sampai 14 hari (Prasko, 2012).
Menurut Kristianingrum (2007) penelitian-penelitian mengenai
penyimpanan buah bertujuan untuk mencapai umur simpan semaksimal mungkin.