• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Formalin Berdasarkan Perbedaan Suhu Dalam Proses Pencucian Serta Sesudah Pengupasan Pada Buah Impor di Kota Medan Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kadar Formalin Berdasarkan Perbedaan Suhu Dalam Proses Pencucian Serta Sesudah Pengupasan Pada Buah Impor di Kota Medan Tahun 2016"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1 Bahan Tambahan yang Dilarang Digunakan dalam Makanan

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan.

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt) 3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)

4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate) 6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils) 8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

9. Formalin (Formaldehyde)

(2)
(3)
(4)

Lampiran 4 Hasil Pembacaan Output pada SPSS

a. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P1 dan P2 (Sebelum perlakuan dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC)

(5)

c. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P1 dan P4 (Sebelum perlakuan dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 45ºC)

(6)

e. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P2 dan P3 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC dan sesudah dicuci dengan air bersuhu 35ºC)

(7)

g. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P2 dan P5 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC dan sesudah dikupas)

(8)

i. Hasil Uji Mann-Whiteney pada P3 dan P5 (sesudah dicuci dengan air bersuhu 35ºC dan sesudah dikupas)

(9)

Lampiran 5 Dokumentasi

Gambar 1. Apel Red Delicious

(10)

Gambar 3. Proses Menyeragamkan Suhu Air

(11)

Gambar 5. P2 dengan 5 Pengulangan

(12)

Gambar 7. P4 dengan 5 Pengulangan

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous., 2014. Anggur Red Globe (Sensasi Kesegaran Warna dan Rasa).

http://purnomosymb19.blogspot.co.id/2014/01/anggur-red-globe-sensasi-kesegaran.html. Diakses pada 23 Maret 2016.

Anonymous., 2015. Impact of Formalin to the Environmental and Health.

http://docslide.us/documents/impact-of-formalin-to-the-environmental-and-health.html. Diakses pada 08 Mei 2016.

Apriadji, W. H., 2014. Jus Sehat Golongan Darah A. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. buah-impor-berformalin. Diakses pada 15 Maret 2016.

Cahyadi, W., 2006. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Faizah, Restu., 2012. Cara mencuci Sayuran yang Benar.

http://blog.umy.ac.id/restufaizah/cara-mencuci-sayuran-yang-benar/. Diakses pada 09 Mei 2016.

Heliana, L 2008 , From Kitchen With Love, Republika, Jakarta.

Kristianingrum, S., 2007. Beberapa Metode Pengawetan Buah. Yogyakarta : Makalah Universitas Negeri Yogyakarta

Malau, F.P., 2015. Buah Impor “Berbuah” Penyakit. http://tes.analisadaily.com/opini/news/buah-impor-berbuah-penyakit /105284/ 2015 /02/ 05. Diakses pada 15 Maret 2016.

Marlina, H., 2008.Optimasi Pereaksi Schryver Menjadi Kertas Indikator Untuk Identifikasi Formalin Dalam Sampel Makanan. Jakarta: FMIPA UI.

Nurcahyati, E., 2014. Khasiat & Manfaat Dahyatnya Kulit Apel. Jakarta: PT. Serambi Distribusi.

(14)

Purawisastra, S., dan Emma S., 2011, Penyerapan Formalin Oleh Beberapa Jenis.

Bahan Makanan Serta Penghilangannya Melalui Perendaman Dalam Air Panas, PGM 2011, 34(1):63-74.

Ramayulis, R., 2013. Jus Super Ajaib. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rukmana., 1999. Seri Budidaya Anggur. Yogyakarta: Kanisius.

., 2004. LECI, Potensi dan Peluang Agrobisnis. Yogyakarta: Kanisius.

_______., 2008. Bertanam Buah-Buahan Di Pekarangan. Yogyakarta: Kanisius.

Saparinto, C., Hidayati, D., 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Satuhu, S., 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sjaifullah., 1996. Petunjuk Memilih Buah Segar. Jakarta: Penebar Swadaya.

Soraya, N., 2014. Infused Water: Minuman Alami Bervitamin & Super Sehat. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suryobuwono, A.; K, Erni.; H, S, Aini.; S, Uci.,2005. Buah Segala Musim. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Suwarto, A., 2010. 9 Buah & Sayur Sakti Tangkal Penyakit. Yogyakarta : Liber Plus.

Syah, D.; Utama, S.; Mahrus, Z.; Fauzan, F.; Siahaan, R.; Oktavia, O.; Supriyadi, S.; Kartawijaya, W., 2005. Manfaat dan Bahaya Bahan Tambahan Pangan. Bogor: Himpunan Alumni FATETA IPB.

Widyaningsih, T.D., Erni S.M., 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Yuliarti, N., 2007. Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan analisa

laboratorium untuk mengetahui kadar formalin pada buah impor sebelum dan

sesudah dicuci atau dikupas dengan menggunakan pemeriksaan kuantitatif.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi penelitian

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di salah satu pasar swalayan di

Kota Medan. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut diatas adalah :

1. Banyak menjual jenis buah impor dengan berbagai merek.

2. Pada lokasi tersebut sudah pernah dilakukan penelitian sebelumnya dan

hasilnya menunjukkan adanya formalin pada buah impor.

Pemeriksaan dilaksanakan di Laboratorium Biokimia dan Kimia Bahan

Makanan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU

3.2.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian dilakukan mulai Mei- Agustus 2016

3.3 Objek Penelitian 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah apel impor yang dijual pada lokasi

(16)

3.3.2 Sampel

Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yaitu teknik

penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan

cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti

atau tujuan/masalah penelitian.

Sampel yang digunakan untuk diteliti adalah Apel Red Delicious.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan oleh penulis, Anggur Calmeria

dan Apel Fuji sudah sulit untuk ditemukan lagi pada lokasi-lokasi penjualan buah

impor di Kota Medan sedangkan antara Anggur Red Globe dan Apel Red

Delicious yang memiliki kadar formalin tertinggi kedua berdasarkan penelitian

Zalukhu (2015) setelah dilakukan survei kuantitatif kembali oleh peneliti

didapatkan hasil bahwa kadar formalin pada Apel Red Delicious lebih tinggi

daripada Anggur Red Globe.

3.3.3 Penghitungan Sampel

Treatment I  P1 = sebagai kontrol

P2 = Dicuci dengan air besuhu 25ºC

P3 = Dicuci dengan air bersuhu 35ºC

P4 = Dicuci dengan air bersuhu 45ºC

P5 = Daging buah setelah dikupas

Maka jumlah ulangan (n) minimal adalah

(Tc-1) (n-1) ≥ 15

(5-1) (n-1) ≥ 15

4(n-1) ≥ 15

(17)

n-1 ≥ 3,75

n ≥ 4,75

jadi untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 5 kali

dengan jumlah sampel Tc x n = 5 x 5 = 25 sampel

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data primer

Data primer diperoleh dari hasil pemeriksaan formalin di Laboratorium

Biokimia dan Kimia Bahan Makanan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam (FMIPA) USU terhadap buah Apel Red Delicious sebelum dan setelah

dicuci dengan air bersuhu 25°C, 35°C , dan 45°C ataupun setelah dikupas.

3.4.2 Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari penelitian-penelitian yang berhubungan serta

referensi atau literatur-literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

3.5 Defenisi Operasional

1. Apel Red Delicious adalah buah apel dengan merek Red Delicious yang

berasal dari Amerika dan dijual kepada konsumen di lokasi penelitian

2. Formalin adalah nama dagang larutan formaldehid yang tidak berwarna,

mudah larut dalam air, mudah menguap dan mempunyai bau yang tajam

3. Pemeriksaan kadar formalin pada sampel adalah jumlah formalin yang

terkandung pada sampel sebelum diberi perlakuan dan sesudah di beri

perlakuan yaitu dicuci dengan air bersuhu 25°C, 35°C, dan 45°C serta

(18)

4. Mencuci buah adalah membersihkan seluruh permukaan buah di dalam

wadah berisi air dengan suhu yang sudah ditentukan

5. Mengupas adalah memisahkan daging buah dengan kulit tanpa mencuci

buah sebelumnya.

3.6 Penyediaan Sampel

1. Menyiapkan wadah kaca

2. Mengisi wadah dengan air bersuhu masing-masing 25ºC, 35ºC dan 45ºC

sebanyak 1 liter

3. Pada sampel yang diberi perlakuan pencucian, cucilah buah dengan

menggosok-gosok permukaan buah secara keseluruhan di dalam wadah

dengan tangan selama 10 usapan lalu tiriskan selama 15 menit lalu

dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label dan di bawa ke

laboratorium untuk di periksa.

4. Pada buah yang menjadi kontrol langsung masukkan ke dalam plastik dan

diberi label

5. Pada buah yang di kupas, dilakukan pengkupasan di laboratorium

sehingga dapat langsung diperiksa setelah dikupas.

3.7 Teknik Analisa Data 3.7.1 Alat

1. Neraca Analitik atau timbangan

2. Pipet tetes

(19)

4. Erlenmeyer

5. Buret

6. Statif dan Klem

7. Gelas ukur

8. Plastik

9. Karet

3.7.2 Bahan

1. Buah impor

2. Aquades

3. Larutan yodium 0,1 N

4. Larutan natrium tiosulfat 0,1 N

5. Larutan NaOH 4 N

6. Larutan HCl 4 N

7. Larutan kanji 0,5 %

3.7.3 Prosedur pemeriksaan sampel

1. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram

2. Masukkan ke dalam labu takar

3. Larutkan dan encerkan sampel buah impor ke dalam labu takar 100 ml

dengan aquades sampai garis batas

4. Pipet 10 ml larutan yang telah encer ke dalam erlenmeyer

5. Tambahkan 3 ml NaOH dan 25 ml larutan yodium 0,1 N

6. Tutup dengan plastik dan ikat dengan karet

7. Simpan di tempat gelap selama 15 menit

(20)

9. Tambahkan larutan kanji 0,5 % dan titrasi diteruskan sampai larutan

menjadi berwarna ungu kebiruan

10.Lakukan titrasi sampai perubahan warna hilang

Untuk menentukan kadar formalin dari masing-masing sampel dilakukan dengan

menggunakan perhitungan :

ml x N x 14,008 x 10 mg/ml x 10 ml 100

Keterangan:

ml : Jumlah penitrasi

N : Konsentrasi

14,008 : Koefisien (ketetapan)

Lakukan pemeriksaan yang sama terhadap setiap sampel yang telah disediakan.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Dalam pengolahan dan analisa data data disajikan dalam bentuk tabel

setelah itu dinarasikan sebagai penjelasan. Analisis data menggunakan uji

hipotesis. Uji hipotesis dilakukan untuk melihat kadar formalin antara buah yang

tidak diberi perlakuan dengan buah yang diberi perlakuan. Data diolah

menggunakan uji Kruskal Wallis. Data yang memiliki perbedaan signifikan untuk

(21)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Pemeriksan

4.1.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Sebelum Perlakuan

Pemeriksaan kuantitatif pada buah dilakukan setelah dilakukan

pemeriksaan secara kualitatif sebelumnya untuk melihat ada atau tidaknya

formalin pada buah. Hasil pemeriksaan kuantitatif formalin pada buah impor

dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Sebelum Perlakuan

Berdasarkan tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada

setiap buah tidak selalu sama walaupun jenis buah sama dan dari sumber yang

sama tetap memiliki perbedaan kadar formalin namun tetap tidak menutup

kemungkinan ada kesamaan kadar formalin pada unit buah yang lainnya pada

setiap unit. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar

formalin pada kontrol pengulangan satu sama dengan pengulangan dua yaitu

(22)

yaitu 0,98056 mg/ml. Dengan lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar

formalin sebelum perlakuan atau sebagai kontrol pada buah Apel Red Delicious

adalah 1,06460 mg/ml.

4.1.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C

Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dicuci dengan air bersuhu

25⁰C. Adapun hasil pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C

Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)

1 1,12064 0,70040

2 1,12064 0,70040

3 1,12063 0,70040

4 0,98056 0,70040

5 0,98056 0,84080

Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,72848

Penurunan (%) - 31,57242

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada

buah yang sudah dicuci dengan air bersuhu 25ºC mengalami penurunan sebesar

31,57% dari buah yang belum dicuci, namun masih tetap mengandung formalin.

Dari pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin pada

pengulangan satu sama dengan pengulangan dua, tiga dan empat yaitu 0,70040

mg/ml dan kadar tertinggi terlihat pada pengulangan lima yaitu 0,84080 mg/ml.

Dengan lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red

(23)

4.1.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰ C

Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dicuci dengan air bersuhu

35⁰C. Adapun hasil pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰C

Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)

1 1,12064 0,56032

2 1,12064 0,56032

3 1,12063 0,56032

4 0,98056 0,56032

5 0,98056 0,70040

Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,58833

Penurunan (%) - 44,73699

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada

buah yang dicuci dengan air bersuhu 35ºC masih tetap ada walaupun mengalami

penurunan yang lebih tinggi yaitu 44,73% daripada sebelum dicuci dan sesudah

dicuci dengan air bersuhu 25ºC yaitu 31,57%. Dari pemeriksaan yang telah

dilakukan diketahui bahwa kadar formalin pada pengulangan satu sama dengan

pengulangan dua, tiga dan empat yaitu 0,56032 mg/ml dan kadar tertinggi terlihat

pada pengulangan lima yaitu 0,70040 mg/ml. Dengan lima pengulangan diperoleh

rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air

(24)

4.1.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰ C

Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dicuci dengan air bersuhu

45⁰C. Adapun hasil pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada

tabel dibawah ini :

Tabel 4.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰C

Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)

1 1,12064 0,42024

2 1,12064 0,42040

3 1,12063 0,42040

4 0,98056 0,42040

5 0,98056 0,42040

Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,42036

Penurunan (%) - 60,51475

Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada

buah masih tetap ada walaupun sudah dicuci dengan air bersuhu 45⁰C namun

penurunan kadar formalin mencapai 60,51% yaitu lebih tinggi daripada setelah

buah dicuci dengan air bersuhu 25ºC yaitu 31,57% dan 35ºC yaitu 44,73%. Dari

pemeriksaan yang telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin tertinggi

terdapat pada pengulangan dua, tiga, empat dan lima yaitu 0,42040 mg/ml dan

kadar terrendah terlihat pada pengulangan satu yaitu 0,42024 mg/ml. Dengan

lima pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red

(25)

4.1.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dikupas

Pemeriksaan formalin dilakukan setelah buah dikupas. Adapun hasil

pemeriksaan kadar formalin yang diperoleh dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Apel Red Delicious Setelah Dikupas

Pengulangan Sebelum (mg/ml) Sesudah (mg/ml)

1 1,12064 0,84080

2 1,12064 0,84080

3 1,12063 0,84080

4 0,98056 0,70040

5 0,98056 0,70040

Rata-rata (mg/ml) 1,06460 0,78464

Penurunan (%) - 26,2972

Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa kadar formalin pada

buah masih tetap ada walaupun buah sudah dikupas dan terjadi penurunan

daripada buah sebelum dikupas yaitu sebesar 26,29%. Dari pemeriksaan yang

telah dilakukan diketahui bahwa kadar formalin pada pengulangan satu sama

dengan pengulangan dua, dan tiga yaitu 0,84080 mg/ml dan kadar terendah

terlihat pada pengulangan empat dan lima yaitu 0,70040 mg/ml. Dengan lima

pengulangan diperoleh rata-rata kadar formalin pada buah Apel Red Delicious

setelah dikupas adalah 0,78464 mg/ml.

4.2 Perbedaan Kadar Formalin Sebelum dan Setelah Perlakuan

Berdasarkan data hasil penelitian terhadap kadar formalin pada buah impor

tersebut kemudian dilakukan analisis data secara statistik. Adapun hasilnya

(26)

4.2.1 Hasil Uji Kruskal Wallis

Hasil Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa nilai signifikansi atau

probabilitas adalah 0,000. p=0,000<0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa

paling tidak terdapat perbedaan kadar formalin antara dua kelompok perlakuan.

4.2.2 Hasil Uji Mann-Whitney

Berdasarkan hasil Uji Kruskal Wallis dapat diketahui bahwa paling tidak

terdapat perbedaan kadar formalin antara dua kelompok dan untuk mengetahui

kelompok mana yang mempunyai perbedaan maka dilakukan analisis dengan uji

Mann-Whitney. Adapun hasil Uji Mann-Whitney dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.6 Hasil Uji Mann-Whitney Kadar Formalin Setelah Perlakuan

Kelompok Perlakuan Siginifikansi

(Buah setelah dicuci dengan air bersuhu 25ºC)

P3 0,015

P4 0,005

P5 0,221*

P3

(Buah setelah dicuci dengan air bersuhu 35ºC)

P4 0,005

P5 0,011

P4

(Buah setelah dicuci dengan air bersuhu 45ºC)

P5

(Buah setelah

dikupas)

0,006

Keterangan: Tanda (*) = tidak ada perbedaan bermakna antar pasangan perlakuan (p > 0,05)

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata formalin pada Apel

Red Delicious sebelum diberi perlakuan ada perbedaan bermakna dengan sesudah

(27)

sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red Delicious setelah dicuci

dengan air bersuhu 25ºC ada perbedaan bermakna dengan sesudah dicuci dengan

air bersuhu 35ºC dan 45ºC demikian sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin

pada Apel Red Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 35ºC ada perbedaan

bermakna dengan sesudah dicuci dengan air bersuhu 45ºC dan sesudah dikupas

demikian sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red Delicious

setelah dicuci dengan air bersuhu 45ºC ada perbedaan bermakna dengan sesudah

dikupas demikian sebaliknya. Perbedaan rata-rata formalin pada Apel Red

Delicious setelah dicuci dengan air bersuhu 25ºC tidak ada perbedaan bermakna

dengan sesudah dikupas, demikian sebaliknya.

Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney diketahui bahwa dari semua

perlakuan yang dilakukan, pencucian dengan air bersuhu 45ºC paling tinggi dalam

(28)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Hasil Pemeriksaan Kadar Formalin pada Buah Impor Sebelum Perlakuan

Pemeriksaan awal kadar formalin dalam survei pendahuluan dilakukan

dengan menggunakan metode analisa Titrasi Iodiometer di Laboratorium

Biokomia dan Kimia Bahan Pangan FMIPA USU dan menunjukkan adanya

formalin pada sampel buah impor. Peraturan Menteri Kesehatan

No.1168/MENKES/PER/X/1999 menyebutkan bahwa formalin merupakan salah

satu bahan tambahan pangan yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini

menunjukkan bahwa sampel buah impor mengandung bahan yang tidak

seharusnya untuk makanan.

Hasil pemeriksaan kuantitatif kadar formalin pada buah impor yaitu Apel

Red Delicious sebelum dilakukannya perlakuan (pencucian ataupun pengupasan)

didapatkan hasil rata-rata yaitu sebesar 1,06460 mg/ml .

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan

bahwa kadar formalin untuk setiap unit buah tidaklah selalu sama namun tetap

tidak menutup kemungkinan adanya kesamaan kadar formalin antar unit buah.

Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh

mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam

keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014).

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena

(29)

methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap

kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi.

Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan

formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein.

Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk,

sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).

WHO dan FAO mengatakan tidak ada toleransi sedikitpun dari badan

dunia kesehatan dan pangan memperbolehkan penggunaan formalin sebagai

bahan pengawet makanan alasannya karena formalin termasuk dalam kategori

bahan pengawet makanan yang sangat berbahaya sehingga kadarnya mutlak harus

0%. Efeknya yang lambat dan tidak langsung terlihat atau sulit disadari membuat

masyarakat tidak terlalu peduli dengan masalah formalin ini (Heliana, 2008).

5.2 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 25⁰C

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin

pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan

dibandingkan setelah dicuci dengan air bersuhu 25⁰C. Rata-rata kadar formalin

sebelum perlakuan adalah sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dilakukan

pencucian dengan air bersuhu 25⁰C menjadi 0,72848 mg/ml atau terjadi

persentase penurunan sebesar 31,57%.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan

bahwa pencucian buah dapat menurunkan kadar formalin karena sifat formalin

(30)

dengan meningkatnya suhu maka penulis juga memperhatikan suhu air yang

digunakan untuk mencuci buah.

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak

berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung

dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol,

tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Formalin mudah larut dalam

air, mudah menguap mempunyai bau yang tajam dan iritatif serta mudah terbakar

bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia

tertentu (Cahyadi, 2006). Proses pelarutan formalin dalam air akan makin cepat

dengan meningkatnya suhu (Budiarti, 2009).

Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh

mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam

keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014)

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena

gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa

methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap

kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi.

Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan

formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein.

Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk,

sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Purawisastra dan Emma terhadap

beberapa bahan makanan ternyata semakin lama perendaman bahan makanan

(31)

penurunan kadar protein. Dengan demikian terjadi pembentukan senyawa

methylene dengan adanya reaksi antara protein dengan formalin. Setelah

dilakukan perendaman dengan air bersuhu 100ºC terlihat penurunan kandungan

formalin dan diikuti dengan peningkatan protein pada sampel penelitiannya.

Senyawa methylene bisa mengurai kembali menjadi protein dan formalin namun

reaksi ini tidak terjadi secara spontan karena reaktifitas ion dari air tidak

reaktif terhadap senyawa methylene. Dengan demikian diperlukan adanya suatu

tambahan energi, dan tambahan energi disini berupa panas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa air bersuhu 25⁰C dapat

menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun penurunan belum

memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang

menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan

(BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa

buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena masih mengandung BTP yang

dilarang pada makanan.

5.3 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 35⁰C

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin

pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan

dibandingkan setelah dicuci dengan air bersuhu 35⁰C. Rata-rata kadar formalin

sebelum perlakuan adalah sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dilakukan

pencucian dengan air bersuhu 35⁰C menjadi 0,58833 mg/ml atau terjadi

(32)

dicuci dengan air bersuhu 35ºC lebih tinggi daripada buah yang dicuci dengan air

bersuhu 25ºC.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan

bahwa pencucian buah dapat menurunkan kadar formalin dan dengan semakin

tinggi suhu pencucian semakin tinggi pula penurunan kadar formalin dikarenakan

sifat formalin yang dapat berikatan dengan air dan proses pelarutan dalam air akan

lebih cepat dengan meningkatnya suhu maka penulis juga memperhatikan suhu air

yang digunakan untuk mencuci buah.

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak

berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung

dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol,

tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Formalin mudah larut dalam

air, mudah menguap mempunyai bau yang tajam dan iritatif serta mudah terbakar

bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia

tertentu (Cahyadi, 2006). Proses pelarutan formalin dalam air akan makin cepat

dengan meningkatnya suhu (Budiarti, 2009).

Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh

mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam

keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014)

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena

gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa

methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap

kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi.

(33)

formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein.

Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk,

sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Purawisastra dan Emma terhadap

beberapa bahan makanan ternyata semakin lama perendaman bahan makanan

dalam formalin maka kandungan formalin juga meningkatyang diikuti dengan

penurunan kadar protein. Dengan demikian terjadi pembentukan senyawa

methylene dengan adanya reaksi antara protein dengan formalin. Setelah

dilakukan perendaman dengan air bersuhu 100ºC terlihat penurunan kandungan

formalin dan diikuti dengan peningkatan protein pada sampel penelitiannya.

Senyawa methylene bisa mengurai kembali menjadi protein dan formalin namun

reaksi ini tidak terjadi secara spontan karena reaktifitas ion dari air tidak

reaktif terhadap senyawa methylene. Dengan demikian diperlukan adanya suatu

tambahan energi, dan tambahan energi disini berupa panas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa air bersuhu 35⁰C dapat

menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun penurunan belum

memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang

menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan

(BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa

buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena masih mengandung BTP yang

(34)

5.4 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dicuci dengan Air Bersuhu 45⁰C

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin

pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan

dibandingkan setelah dicuci dengan air bersuhu 25⁰C. Rata-rata kadar formalin

sebelum perlakuan adalah sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dilakukan

pencucian dengan air bersuhu 45⁰C menjadi 0,42036 mg/ml atau terjadi

persentase penurunan sebesar 60,51%. Kadar penurunan formalin pada buah yang

dicuci dengan air bersuhu 45ºC lebih tinggi daripada buah yang dicuci dengan air

bersuhu 35ºC.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan

bahwa pencucian buah dapat menurunkan kadar formalin dan dengan semakin

tinggi suhu pencucian semakin tinggi pula penurunan kadar formalin dikarenakan

sifat formalin yang dapat berikatan dengan air dan proses pelarutan dalam air akan

lebih cepat dengan meningkatnya suhu maka penulis juga memperhatikan suhu air

yang digunakan untuk mencuci buah.

Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna atau hampir tidak

berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung

dengan tenggorokan, dan rasa membakar. Dapat bercampur dalam air dan alkohol,

tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan eter. Formalin mudah larut dalam

air, mudah menguap mempunyai bau yang tajam dan iritatif serta mudah terbakar

bila kontak dengan udara panas atau api, atau bila kontak dengan zat kimia

tertentu (Cahyadi, 2006). Proses pelarutan formalin dalam air akan makin cepat

(35)

Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh

mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam

keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan (Manoppo, 2014).

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena

gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa

methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap

kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi.

Dengan demikian, ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan

formalin, maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein.

Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk,

sehingga makanan berformalin menjadi awet (Purawisastra dan Emma, 2011).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Purawisastra dan Emma terhadap

beberapa bahan makanan ternyata semakin lama perendaman bahan makanan

dalam formalin maka kandungan formalin juga meningkatyang diikuti dengan

penurunan kadar protein. Dengan demikian terjadi pembentukan senyawa

methylene dengan adanya reaksi antara protein dengan formalin. Setelah

dilakukan perendaman dengan air bersuhu 100ºC terlihat penurunan kandungan

formalin dan diikuti dengan peningkatan protein pada sampel penelitiannya.

Senyawa methylene bisa mengurai kembali menjadi protein dan formalin namun

reaksi ini tidak terjadi secara spontan karena reaktifitas ion dari air tidak

reaktif terhadap senyawa methylene. Dengan demikian diperlukan adanya suatu

tambahan energi, dan tambahan energi disini berupa panas.

Berdasarkan hasil pemeriksaan ini diketahui bahwa air bersuhu 45⁰C dapat

(36)

memenuhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang

menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan

(BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa

buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena msih mengandung BTP yang

dilarang pada makanan.

5.5 Hasil Pemeriksaan Kuantitatif Formalin pada Buah Impor Setelah Dikupas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan kadar formalin

pada sampel buah impor yaitu Apel Red Delicious sebelum perlakuan

dibandingkan setelah dikupas. Rata-rata kadar formalin sebelum perlakuan adalah

sebesar 1,06460 mg/ml dan setelah dikupas menjadi 0,78464 mg/ml atau terjadi

persentase penurunan sebesar 26,29 %. Hal ini menunjukkan bahwa daging buah

juga sudah terkontaminasi oleh formalin tidak hanya kulit buah saja.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan

bahwa formalin tidak hanya terdapat pada kulit buah namun juga sudah meresap

sampai pada daging buah dan pengupasan kulit buah dapat menurunkan kadar

formalin saat kita mengonsumsi buah tersebut karena formalin yang berada pada

kulit buah tidak ikut kita konsumsi.

Buah-buahan impor direndam dengan formalin untuk membunuh

mikroorganisme pada kulit buah sehingga buah-buahan tersebut tetap dalam

keadaan segar dan tidak mengalami pembusukan.(Manoppo, 2014)

Untuk meminimalkan kadar formalin pada buah dapat dilakukan dengan

(37)

sudah masuk ke daging buah, tidak ada cara lain kecuali menghindarinya sama

sekali. Sekecil apapun paparan formalin dalam makanan akan berakibat negatif

pada tubuh meskipun baru dapat dilihat maupun dirasakan dalam jangka waktu

yang panjang (Soraya, 2014).

Hasil pemeriksaan ini menunjukkan bahwa pengupasan dapat menurunkan

kadar formalin pada Apel Red Delicious namun penurunan belum memenuhi

Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/MENKES/PER/X/1999 yang

menyebutkan bahwa formalin merupakan salah satu Bahan Tambahan Pangan

(BTP) yang dilarang digunakan dalam makanan. Hal ini menunjukkan bahwa

buah ini belum layak untuk dikonsumsi karena masih mengandung BTP yang

dilarang pada makanan.

5.6 Pengujian Efektivitas Perlakuan dalam Menurunkan Kadar Formalin pada Buah Impor

Hasil dari pemeriksaan menunjukkan setelah dilakukan pencucian dengan

air bersuhu 25⁰C terjadi penurunan kadar formalin pada Apel Red Delicious yaitu

sebesar 0,33612 mg/ml atau dengan persentase sebesar 31,57%. Pencucian dengan

air bersuhu 35⁰C mampu menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious

sebesar 0,47627 mg/ml atau dengan persentase sebesar 44,73%. Pencucian dengan

air bersuhu 45⁰C mampu menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious

sebesar 0,64424 mg/ml atau dengan persentase sebesar 60,51%. Mengupas kulit

buah Apel Red Delicious mampu menurunkan kadar formalin sebesar 0,27996

(38)

Hasil pencucian dengan tiga suhu yang berbeda dan pengupasan mampu

menurunkan kadar formalin pada Apel Red Delicious namun tidak 100% sehingga

tetap belum layak untuk dikonsumsi karna formalin dilarang ada pada makanan

sehingga kadar formalin harus mutlak tidak ada pada makanan.

Persentase penurunan kadar formalin terbaik terjadi pada pencucian

dengan air bersuhu 45⁰C yakni sebesar 60,51% kemudian dengan pencucian

dengan air bersuhu 35⁰C yakni sebesar 44,73% kemudian dengan pencucian

dengan air bersuhu 25⁰C yakni sebesar 31,57% dan terakhir oleh pengupasan kulit

buah Apel Red Delicious yaitu sebesar 26,29%.

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, peneliti mengasumsikan

bahwa pencucian buah lebih dapat menurunkan kadar formalin daripada

pengupasan kulit buah karena sifat formalin yang dapat berikatan dengan air dan

proses pelarutan dalam air akan lebih cepat dengan meningkatnya suhu sehingga

semakin tingginya suhu pencucian buah diikuti dengan semakin tingginya pula

persentase penurunan kadar formalin pada sampel buah impor.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata

yang bermakna pada berbagai perlakuan untuk setiap perlakuan dalam

menurunkan kadar formalin pada air Apel Red Delicious sehingga dilanjutkan

dengan uji Mann-Whitney. Uji ini dilakukan untuk melihat perlakuan yang paling

maksimal menurunkan kadar formalin dan melihat perbandingan rata-rata

pasangan yang berbeda bermakna.

Ada dua (2) kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan perlakuan

terbaik (optimum) suatu percobaan yaitu untuk kriteria terbaik utama dipilih

(39)

yang bertaraf lebih rendah, tetapi tidak berbeda nyata dengan pengaruh perlakuan

yang bertaraf sama atau lebih tinggi. Sedangkan untuk kriteria terbaik kedua

dipilih perlakuan yang pengaruhnya minimal berbeda nyata dengan pengaruh

perlakuan kontrol atau bertaraf lebih rendah dan mempunyai frekuensi beda nyata

yang sama atau lebih banyak dibandingkan perlakuan yag bertaraf sama atau lebih

tinggi (Hanafiah, 2008).

Hasil penelitian dalam Uji Mann-Whitney menunjukkan untuk pencucian

Apel Red Delicious dengan air bersuhu 45⁰C berbeda bermakna dengan kontrol

dan dengan pencucian dengan air bersuhu 25⁰C, bersuhu 35⁰C serta dengan

perlakuan pengupasan kulit Apel Red Delicious.

Hal ini menunjukkan bahwa pencucian dengan air bersuhu 45⁰C paling

maksimal untuk menurunkan kadar formalin pada sampel buah impor Apel Red

(40)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dapat diambil beberapa

kesimpulan :

1. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor sebelum diberi

perlakuan adalah 1,06460 mg/ml.

2. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci dengan air

bersuhu 25⁰C adalah 0,72848 mg/ml.

3. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci dengan air

bersuhu 35⁰C adalah 0,58833 mg/ml.

4. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dicuci dengan air

bersuhu 45⁰C adalah 0,42036 mg/ml.

5. Rata-rata kadar formalin pada sampel buah impor setelah dikupas adalah

0,78464 mg/ml.

6. Pencucian sampel buah impor dengan air bersuhu 25ºC, 35ºC, 45ºC dan

pengupasan berbeda bermakna dengan kontrol.

6.2 Saran

1. Bagi pemerintah diharapkan untuk lebih memperketat pengawasan

terhadap masuknya buah impor ke Indonesia terutama buah-buahan yang

(41)

2. Bagi BPOM diharapkan untuk mengadakan pemantauan, pengawasan, dan

pembinaan terhadap penggunaan formalin sebagai bahan tambahan pangan

oleh para pedagang

3. Bagi masyarakat diharapkan agar mencuci buah impor dengan air bersuhu

45ºC

4. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai metode penghilangan formalin pada

(42)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Tambahan Pangan

2.1.1 Pengertian Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan adalah bahan atau campuran bahan yang secara

alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan ke

dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi bahan

tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki

kualitas yang lebih baik (Syah, dkk 2005).

Menurut Cahyadi (2006) bahan tambahan pangan yang digunakan hanya

dapat dibenarkan apabila :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan dalam

pengolahan

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah satu

atau yang tidak memenuhi persyaratan

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan

cara produksi yang baik untuk pangan

4. Tidak digunakan unutk menyembunyikan kerusakan bahan pangan

2.1.2 Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan

Menurut Syah,dkk (2005) secara khusus tujuan penggunaan bahan

(43)

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak

pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu

pangan

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera

4. Meningkatkan kualitas pangan

5. Menghemat biaya

Dengan menggunakan bahan tambahan pangan, diharapkan dapat

meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi dan kualitas daya simpan, membuat

bahan pangan lebih mudah dihidangkan, serta memudahkan preparasi bahan

pangan (Cahyadi, 2006).

2.1.3 Penggolongan Bahan Tambahan Pangan

Menurut Cahyadi (2006) bahan tambahan pangan dikelompokkan

berdasarkan tujuan penggunaannya di dalam pangan. Permenkes RI

No.722/Menkes/Per/XI/88 menetapkan bahan tambahan pangan yang diizinkan

dan juga daftar bahan tambahan pangan yang dilarang untuk digunakan pada

produk pangan.

1. Bahan tambahan pangan yang diizinkan

a. Antioksidan

b. Antikempal

c. Pengatur Keasamaan

d. Pemanis Buatan

e. Pemutih dan Pematang Tepung

(44)

g. Pengawet

h. Pengeras

i. Pewarna

j. Penyedap Rasa dan Aroma serta Penguat Rasa

k. Sekuestan

2. Bahan tambahan pangan yang dilarang

a. Natrium Tetraborat

b. Formalin

c. Minyak Nabati yang dibrominasi

d. Kloramfenikol

e. Kalium Klorat

f. Dietilpirokarbonat

g. Nitrofuranzon

h. P-Phenetilkarbamida

i. Asam Salisilat dan garamnya

Selain bahan tambahan diatas, masih ada bahan tambahan kimia yang

dilarang seperti Rhodamin B (pewarna merah), methanyl yellow (pewarna

kuning), dulsin (pemanis sintesis), kalsium bromat (pengeras).

2.2 Formalin 2.2.1 Pengertian Formalin

Menurut peraturan menteri kesehatan nomor 1168/MenKes/PER/X/1999,

formalin merupakan bahan kimia yang penggunaannya dilarang untuk produk

(45)

formalin adalah desinfektan yang aktif terhadap bakteri, virus dan cendawan serta

berguna untuk mengawetkan specimen biologi dan mayat dan dibidang industri

digunakan pada tekstil, pupuk dan bahan kimia

Senyawa ini termasuk golongan aldehid yang paling sederhana karena

hanya mempunyai satu atom karbon. Formalin yang biasa ditambahkan pada

makanan adalah larutan 30-50% gas formaldehid, untuk stabilitas dalam larutan

formalin biasanya mengandung methanol 10-15%. Ada beberapa hal yang

menyebabkan pemakaian formalin untuk bahan tambahan makanan (pengawet)

meningkat, antara lain harganya yang jauh lebih murah dibanding pengawet

lainnya, seperti natrium benzoate atau natrium sorbet. Selain itu, jumlah yang

digunakan tidak perlu sebesar pengawet lainnya, mudah digunakan untuk proses

pengawetan karena bentuknya larutan, waktu pemrosesan pengawetan lebih

singkat, mudah didapatkan di toko bahan kimia dalam jumlah besar, dan

rendahnya pengetahuan masyarakat produsen tentang bahaya formalin

(Widyaningsih dan Erni, 2006).

Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena

gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa

methylene (-NCHOH). Protein pada ikatan methylene ini tahan terhadap

kerusakan, baik yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme maupun oksidasi

(Purawisastra dan Emma, 2011).

2.2.2 Karateristik Formalin

Formalin merupakan larutan jenuh formaldehid dalam air dengan kadar

±37%. Larutan ini tidak berwarna dengan bau yang menusuk atau tajam. Jika

(46)

membentuk endapan. Di dalam larutan formalin biasanya ditambahkan 10-15%

methanol sebagai stabilisator dan untuk mencegah polimerisasi. Titik didih larutan

formalin sebesar 96ºC dengan berat jenis 1,08 g/ml dan pH 2,8-4 (Marlina, 2008).

Menurut Cahyadi (2006) formalin merupakan cairan jernih yang tidak

berwarna atau hampir tidak berwarna dengan bau yang menusuk, uapnya

merangsang selaput lendir hidung dengan tenggorokan, dan rasa membakar, dapat

bercampur dalam air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dalam kloroform dan

eter.

2.2.3 Kegunaan Formalin

Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan, melainkan

sebagai antiseptic, germisida, dan pengawet non makanan. Formalin sudah sangat

umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar,

formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau

pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industry, yakni pembersih

lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga

lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan

gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan

pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetik,

pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin boleh juga dipakai

sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin

digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood). Dalam

konsentrasi yang sangat kecil(<1%) digunakan sebagai bahan pengawet untuk

(47)

pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet. Di dunia kedokteran

formalin digunakan dalam pengawetan mayat (Yuliarti,2007).

Formalin juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan

polimer yang dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Oleh karena

itu, formalin juga banyak dipakai dalam produk rumah tangga seperti piring, gelas

dan mangkuk yang berasal dari plastik atau melamin. Bila piring atau gelas

tersebut terkena makanan atau minuman panas maka bahan formalin yang

terdapat dalam gelas akan larut. Barang-barang tersebut bila digunakan dalam

keadaan dingin sebenarnya tidak berbahaya karena formalin di dalamnya tidak

akan larut. Namun, tidak demikian halnya bila wadah-wadah ini dipakai untuk

menaruh bahan makanan panas seperti membuat minuman teh, susu, kopi atau

makanan berkuah panas (Yuliarti,2007).

2.2.4 Dampak Formalin terhadap Kesehatan

Kekebalan tubuh sangat berperan pada berdampak tidaknya formalin di

dalam tubuh. Jika kekebalan tubuh atau mekanisme pertahanan tubuh rendah,

sangat mungkin formalin berkadar rendah sekalipun bisa berdampak buruk

terhadap kesehatan. Anak-anak khususnya bayi dan balita, adalah salah satu

kelompok usia yang rentan mengalami gangguan ini. Usus imatur (belum

sempurna) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi

sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit

dikeluarkan. Hal ini juga akan mengganggu pada penderita gangguan saluran

cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya

(48)

Menurut Cahyadi (2006) formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui

dua jalan, yaitu mulut dan pernapasan. Polusi yang dihasilkan oleh asap knalpot

dan pabrik mengandung formalin yang mau tidak mau kita hirup, kemudian

masuk ke dalam tubuh. Begitu pula asap rokok bahkan air hujan yang jatuh ke

bumi pun sebetulnya mengandung formalin.

Jika formalin terhirup maka akan segera diabsorpsi ke paru dan

menyebabkan paparan akut berupa pusing kepala, rhinitis, rasa terbakar, dan

lakrimasi (keluar air mata dan pada dosis lebih tinggi bisa buta), bronchitis, edema

pulmonary atau pneumonia karena dapat mengecilkan bronchus dan menyebabkan

akumulasi cairan di paru. Pada orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi,

asma, dan dermatitis (Widyaningsih dan Erni, 2006).

Efek dari makanan berformalin baru terasa beberapa tahun kemudian.

Kandungan formalin akan meracuni tubuh, menyebabkan iritasi lambung, alergi,

bersifat karsinogenik dan juga bersifat mutagen (menyebabkan perubahan fungsi

sel/jaringan), serta orang yang mengonsumsinya akan muntah, diare bercampur

darah, kencing bercampur darah, dan kematian yang disebabkan adanya kegagalan

peredaran darah. Formalin bila menguap di udara, berupa gas yang tidak

berwarna, dengan bau yang menyesakkan sehingga merangsang hidung,

tenggorokan dan mata (Cahyadi,2006).

Menurut Yuliarti (2007) Formalin tidak hanya berbahaya jika dikonsumsi,

melainkan juga dengan melakukan kontak terhadapnya. Gangguan kesehatan yang

terjadi akibat kontak dengan formalin sangat tergantung pada cara masuknya zat

ini ke dalam tubuh kita. Kontak dengan formalin bisa menyebabkan luka bakar

(49)

konsentrasi yang tinggi, maupun reaksi alergi. Jika kandungan formalin dalam

tubuh tinggi maka akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam

sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kerusakan organ tubuh.

Pemaparan formaldehid terhadap kulit menyebabkan kulit mengeras,

menimbulkan kontak dermatitis dan reaksi sensitivitas, sedangkan pada sistem

reproduksi wanita akan menimbulkan gangguan menstruasi, toksemia, dan anemia

pada kehamilan, peningkatan aborsi spontan, serta penurunan berat badan bayi

yang baru lahir. Uap dari larutan formaldehid menyebabkan iritasi membrane

mukosa hidung, mata, dan tenggorokan apabila terhisap dalam bentuk gas pada

konsentrasi 0,03-4 bpj selama 35 menit. Dapat terjadi iritasi pernafasan parah

seperti batuk, disfagia, spasmus laring, bronchitis, pneumonia, asma, edema

pulmonary, dapat pula terjadi tumor hidung pada mencit (Cahyadi,2006).

Menurut Yuliarti (2007) formalin yang masuk ke dalam tubuh dapat

mengakibatkan gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang

ditimbulkan tersebut dapat terjadi dalam waktu singkat atau jangka pendek dan

dalam jangka panjang bisa melalui hirupan, kontak langsung atau tertelan.

Lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) dan lembaga

internasional untuk penelitian kanker (IARC) menggolongkan formalin sebagai

senyawa yang bersifat karsinogen, yaitu senyawa yang dapat memacu

pertumbuhan sel-sel kanker. Formalin akan mengacaukan susunan protein atau

RNA sebagai pembentuk DNA di dalam tubuh manusia. Jika susunan DNA

kacau, maka akan memicu terjadinya sel-sel kanker dalam tubuh manusia. Tentu

(50)

tubuh kita mengonsumsi makanan yang mengandung formalin, maka

kemungkinan besar terjadinya kanker (Widyaningsih dan Erni, 2006).

Meskipun dampaknya sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh,

sangatlah tidak bijaksana jika melarang penggunaan formalin. Banyak industry

memerlukan formalin sehingga harus bijaksana dalam menggunakannya. Paling

utama adalah dengan tidak menggunakannya pada makanan. Oleh karena itu,

yang terbaik adalah menjalankan fungsi pengawasan dengan ketat yang dalam hal

ini melibatkan Depkes atau Badan POM beserta instansi terkait (Yuliarti,2007).

(51)
(52)

Tabel 2.2 Ambang batas penggunaan formalin, sebagai berikut :

No. Ambang Batas Jumlah Paparan Lama

Paparan 1. National Institude for Occupational

Safety

2. OSHA Permissible Exposure Limit (PEL)

2.3.1 Pengertian dan Manfaat Buah-buahan

Buah adalah bahan makanan yang kaya akan vitamin, mineral, lemak,

protein, dan serat. Selain itu, setiap jenis buah mempunyai keunikan dan daya

tarik tersendiri, seperti rasa, aroma yang khas serta warna atau bentuk yang

mengandung nilai-nilai estetis. Salah satu sasaran pemerintahan adalah perbaikan

gizi masyarakat yaitu dengan meningkatkan kualitas konsumsi pangan melalui

penganekaragaman pangan sehingga mendorong masyarakat ke arah pola

konsumsi yang lebih baik dan lebih memperhatikan nilai gizinya baik secara

kuantitatif maupun kualitatif (Sjaifullah,1996).

Menurut Rukmana (2008), komoditas buah-buahan merupakan

penyumbang keanekaragaman dan kecukupan gizi rakyat yang cukup besar.

Buah-buahan mengandung karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, asam,

minyak yang mudah menguap, pectin, air, serat, gula, dan lain-lain. Mengonsumsi

buah-buahan setiap hari secara teratur akan berpengaruh langsung pada susunan

(53)

jantung, mempertajam ingatan, meringankan tekanan mental, serta menyelaraskan

pencernaan makanan, urat saraf, dan peredaran darah.

Buah sangat mudah mengalami perubahan fisiologis, kimia dan fisik bila

tidak ditangani secara tepat. Akibatnya mutu akan turun dan menjadi tidak segar

lagi dalam waktu yang sangat singkat. Penanganan segar sangat diperlukan untuk

menjaga mutu buah yang dihasilkan. Peningkatan jumlah produksi buah akan

mubazir jika tidak disertai dengan penanganan yang baik (Satuhu,1993).

2.3.2 Penanganan dan Pengolahan Buah-buahan

Buah-buahan yang bisa dimakan bersama kulitnya seperti apel dan pir,

apalagi yang impor, sebaiknya dikupas. Langkah ini penting untuk meminimalkan

asupan pestisida yang terdapat di bagian kulit buah dan daging buah yang berada

tepat di bawah kulit. Pencucian juga membantu melarutkan dan meminimalkan

cemaran bahan kimiawi sintesis yang menempel pada permukaan buah. Hindari

menggunakan sabun deterjen cair untuk mencuci peralatan makanan dan minuman

yang diklaim bisa untuk mencuci buah dan sayuran (Apriadji, 2007).

Mencuci buah dengan air mengalir atau air hangat merupakan salah satu

cara dalam mengurangi pestisida dan pengawet di permukaan buah, walaupun

tidak membuang pestisida yang meresap ke dalam buah dan juga yang menumpuk

di bawah kulit ( Apriadji, 2004).

Beberapa tips cara mencuci sayuran/buah :

1. Untuk sayuran yang tidak perlu dikupas dan dipotong seperti kecambah,

kacang polong, dll, bisa langsung dicuci.

2. Untuk sayur/buah yang perlu dikupas dan dipotong-potong seperti wortel,

(54)

dikupas/dipotong). Karena pestisida berada di bagian luar buah/sayur.

Apabila dicuci setelah dikupas/dipotong, maka dikhawatirkan vitamin

yang terkandung akan ikut larut.

3. Pastikan tempat dan pisau pemotong sudah bersih.

4. Dalam mencuci sayur/buah lakukan dengan cara menampung air pada

ember/waskom, baru kemudian sayur/buah dimasukkan dalam air tersebut.

Jangan terbalik, apabila buah/sayur ditempatkan dalam wadah baru diisi

air apalagi dibawah kran, maka dikhawatirkan vitamin akan ikut larut

(Faizah, 2012) .

2.3.3 Memilih Buah

Menurut Sjaifullah (1996), beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam

memilih buah segar yang baik adalah sebagai berikut :

1. Kriteria Fisik

Penilaian mutu buah dari segi fisik merupakan hal yang paling mudah untuk

dilakukan. Parameter kriteria fisik antara lain :

a. Warna kulit

Setiap jenis buah, bahkan setiap varietasnya mempunyai warna kulit

yang khas. Umumnya buah yang mengalami proses pematangan akan

berubah warna kulitnya dari hijau gelap menjadi kuning, merah atau

ungu. Di negara-negara maju warna biasa diukur secara obyektif, yaitu

dengan menggunakan teknik transmisi sinar. Juga tersedia tabel warna

untuk beberapa komoditas sebagai panduan dalam menentukan

kematangan.

(55)

Buah yang baik terlihat segar, kulitnya berkilap, tidak keriput dan tidak

terdapat noda, baik noda bekas gigtan serangga maupun noda getah.

c. Ukuran dan bentuk buah

Umumnya pada saat layak petik buah mempunyai ukuran maksimum

dengan bentuk yang khas pula. Selain ukuran, bentuk dapat dijadikan

patokan untuk menentukan mutu buah. Buah yang baik mempunyai

bentuk sesuai dengan bentuk baku normalnya. Buah cacat atau tidak

normal akan mempunyai rasa yang kurang enak pula.

d. Kerapatan rambut atau duri

Buah yang berambut atau berduri telah layak dipetik untuk dikonsumsi

apabila rambut atau durinya telah merenggang. Pada beberapa buah

seperti nangka dan sirsak, selain merenggang, durinya juga sudah

melunak.

e. Kekerasan

Kekerasan buah dapat dirasakan melalui pijatan jari. Buah yang

matang dan siap dikonsumsi relatif lebih lunak daripada buah yang

masih mentah. Buah yang baik mempunyai kekerasan merata. Contoh

yang paling jelas pada jeruk. Bila kekerasannya tidak merata, maka

sebagian dari daging buahnya akan berbeda rasanya.

f. Berat jenis

Sejalan dengan matangnya buah, berat jenis buah juga naik. Sifat ini

telah dijadikan salah satu prinsip dasar untuk memisahkan antara buah

yang cukup tua dan yang masih muda saat buah baru dipanen.

(56)

Semangka dan alpukat yang muda bila diketuk dengan jari berbunyi

relatif lebih nyaring (seperti tepukan di dahi) daripada yang matang

atau yang terlalu matang. Pada nangka dan durian yang sudah matang

bunyi nyaring akan terdengar apabila duri buah dijentik dengan ujung

jari atau diketuk dengan sebilah kayu. Buah-buahan ini juga dikenal

mengeluarkan aroma yang khas bila sudah matang.

2. Kriteria Kimiawi

Walaupun setiap jenis dan varietas buah mempunyai komposisi kimiawi

tertentu, namun buah dari varietas yang sama dapat mempunyai komposisi

bervariasi. Hal ini tergantung pada jumlah cahaya matahari yang diserap, suhu

selama pertumbuhan, serta jenis dan frekuensi pemupukan.

a. Kandungan pati

Umumnya sejalan dengan pematangan buah, zat pati akan diubah

menjadi gula. Konversi dari pati menjadi gula pada pisang merupakan

indeks yang sangat baik untuk menentukan derajat kematangan.

Intensitas warna biru yang terbentuk dari reaksi pati dengan larutan

kalium iodida menunjukkan jumlah relatif pati yang dikandungnya,

dan ini dapat dilihat secara visual. Makin tua pisang makin sedikit area

pada penampang melintang buah tersebut yang berwarna biru .

b. Kandungan gula

Kandungan gula atau total padatan terlarut merupakan refleksi dari

rasa manis, yang juga menunjukkan derajat ketuaan dan kematangan.

Padatan terlarut dalam sari buah dapat diukur secara mudah dan cepat

(57)

ketuaan atau kematangan dari buah melon, pepaya, apel, dan buah

lainnya yang secara kontinu kadar gulanya meningkat sejalan dengan

proses penuaan.

c. Keasaman

Keasaman buah umumnya turun sejalan dengan matangnya buah,

sampai mencapai titik tertentu pada saat matang. Cara mengukur

keasaman, yang biasa disebut TA (titratable acidity), ialah dengan

mentitrasi sampel sari buah tessebut dengan larutan baku berupa

natrium hidroksida. Dari hasil analisis kimiawi, perbandingan kadar

gula asam (sugar-acid ratio) merupakan salah satu parameter terbaik

untuk menilai mutu buah. Umumnya rasa buah ditentukan oleh adanya

perpaduan antara rasa manis dan asam pada perbandingan yang tepat

d. Kadar lemak

Analisis kandungan lemak sebagai parameter mutu biasanya hanya

dilakukan di negara-negara maju terhadap alpukat. Kandungan lemak

pada buah alpukat merupakan salah satu indeks penting dalam

menentukan tingkat ketuaan buah yang layak panen.

e. Kandungan vitamin dan mineral

Buah merupakan sumber vitamin, terutama A dan C, serta sumber

mineral yang baik. Vitamin dan mineral yang banyak terdapat dalam

buah terbukti dapat mengurangi peningkatan kolesterol dalam darah

dan mengurangi peningkatan gula darah.

(58)

Buah segar merupakan jaringan hidup sehingga mempunyai sifat seperti

benda hidup umumnya seperti :

a. Memerlukan energi

b. Mengandung banyak air

c. Mengalami perubahan-perubahan fisik dan kimiawi akibat pengaruh

lingkungan

Buah yang baru dipanen memerlukan energi untuk mempertahankan

hidupnya. Energi diperoleh dari cadangan makanan yang tersimpan, seperti pati,

gula, lemak, dan senyawa-senyawa lainnya melalui respirasi. Apabila faktor

lingkungan tidak terkendali (antara lain terdapat kerusakan fisik) maka repirasi

berlangsung cepat. Akibatnya umur atau ketahanan simpan buah menjadi

berkurang.

Kandungan air buah umumnya berkisar 70-90%. Apabila buah telah

dipetik kandungan air ini secara alami berkurang sehingga terjadi penyusutan

melalui proses transpirasi. Transpirasi adalah penguapan air dari dalam sel, baik

melalui stomata, lentisel maupun retakan kultikula. Selain menyebabkan

kehilangan berat, transpirasi pada buah juga menyebabkan keriput, terdapatnya

lekukan-lekukan coklat kehitaman yang kering, perubahan warna (pencokelatan),

dan perubahan tekstur. Sebagai akibat tidak langsung dari penguapan, nilai gizi

buah terutama vitamin C juga berkurang.

Jika buah yang telah dipanen dihadapkan pada kondisi yang tidak sesuai

maka akan terjadi gangguan fisiologis pula. Misalnya buah-buahan tropis akan

mengalami gangguan fisiologis yang disebut chilling injury bila disimpan pada

(59)

buah dan terbentuknya jaringan yang menggabus. Hal ini dapat disebabkan oleh

bahan kemasan atau suhu penyimpanan yang tidak tepat.

4. Kriteria Organoleptik

Apabila mutu bahan makanan termasuk buah diukur melalui kemampuan

organ indera manusia secara langsung maka penilaian tersebut merupakan

penilaian organoleptik. Penilaian yang biasa disebut juga sensory evaluation ini

bersifat subyektif. Parameter yang dinilai meliputi :

a. Penampakan

Semua yang dapat dilihat oleh mata dapat dijadikan parameter

penampakan seperti ukuran, bentuk, kecemerlangan, dan kebenaran

warna dari buah.

b. Flavor atau aroma

Selain melalui penilaian mata, indera hidung dan mulut biasa

digunakan untuk menilai atau memberikan keterangan tambahan

tentang mutu buah. Penilaian oleh indera hidung dan mulut ini

merupakan penilaian terhadap flavor. Flavor terdiri atas tiga

komponen, yaitu odor atau bau, taste atau rasa dan suatu perpaduan

berbagai sensasi yang disebut mouthfeel yakni kesan atau rasa yang

tertinggal di mulut. Seperti diketahui, setiap jenis bahkan setiap

varietas buah mempunyai aroma dan rasa yang unik. Aroma

dipengaruhi oleh komposisi kimiawi dari buah seperti kandungan gula,

asam, alkohol, aldehida, aeter dan lain-lain.

(60)

Buah memiliki tekstur yang dapat dirasakan seperti halus atau lembut,

kasar, berserat, empuk, lembek, berair, keras, padat, renyah, liat dan

lain-lain. Kandungan air dalam sel berpengaruh terhadap pembentukan

tekstur ini, selain faktor genetis, seperti jenis atau varietas buah.

2.3.4 Pengawetan Buah

Secara ilmiah untuk mendatangkan buah hingga ke tangan konsumen

butuh waktu terlebih terhadap buah impor, sementara itu buah hanya tahan

beberapa hari supaya tetap segar setelah dipetik dari pohonnya karena itu para

produsen buah ini melakukan metode bagaimana cara agar buah tetap segar

sampai ke tangan konsumen. Sebagian besar buah impor dipanen sebelum

matang, sebab proses pengepakan dan pengiriman ke negara lain akan memakan

waktu lama. Karena itu sebagian besar buah impor harus dilakukan proses

kimiawi agar tidak cepat layu atau busuk (Prasko, 2012).

A. Pengawetan yang Diizinkan

Pengemas yang dapat digunakan dalam pengawetan buah adalah plastik

poliethylen dan polipropilen guna mencegah anthiacnose. Untuk jenis bahan

pengawet yang digunakan salah satunya adalah perendaman dengan CaCl

2 yang

kemudian disimpan dalam pendingin. Selama dalam penyimpanan pengamatan

terus dilakukan untuk menganalisa kimia terhadap kadar air, gula dan pH. Dari

hasil ini bisa dilihat proses kimia tersebut mampu memperpanjang umur simpan

buah-buahan hingga 13 sampai 14 hari (Prasko, 2012).

Menurut Kristianingrum (2007) penelitian-penelitian mengenai

penyimpanan buah bertujuan untuk mencapai umur simpan semaksimal mungkin.

Gambar

Gambar 2. Tempat Mencuci Buah
Gambar 3. Proses Menyeragamkan Suhu Air
Gambar 5. P2 dengan 5 Pengulangan
Gambar 7. P4 dengan 5 Pengulangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan melalui media kertas. Terdapat empat dimensi pengukuran, dimana setiap dimensi terdiri dari 20 pertanyaan. dimensi tersebut adalah Extrovert yang

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisisis yang diperoleh dari penelitian tindakan kelas ini dapat ditarik kesimpulan bahwa “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif

[r]

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatNya, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Total Quality Management

Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Kenaikan Upah Minimum Kota (Umk) Medan Tahun 2013 Terhadap Tingkat Konsumsi Buruh Di Kawasan Industri Medan (Kim) Persero.. Tanggal,

Hasil analisis menunjukkan korelasi 0,006, p&gt;0,05= 0,405, terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan perilaku makan penderita hipertensi di

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh model pembelajaran REACT pada pemahaman konsep matematika siswa, (2) pengaruh model pembelajaran

Pengaruh Current Ratio, Total Asset Turnover, Debt to Equity Ratio Dan Return On Investment Terhadap harga Saham Industri Apparel Di Bursa Efek Jakarta..