• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang bercorak agraris dengan sektor pertanian sebagai salah satu ujung tombak dalam pertumbuhan ekonominya. Pembangunan ekonomi saat ini adalah menitikberatkan pada industri hilir suatu produk pertanian yang disebut agroindustri. Selain itu, mengingat sifat produk pertanian yang tidak tahan lama, maka peran pengolahan pasca panen atau agroindustri sangat diperlukan. Dengan dilakukannya kegiatan agroindustri atau pengolahan pasca panen pada produk pertanian akan membuat produk pertanian menjadi produk olahan yang lebih tahan lama dan siap untuk dikonsumsi. Selain itu, dengan pengolahan atau agroindustri akan memberikan nilai tambah (value added) terhadap suatu produk. Istilah nilai tambah (value added) itu sendiri sebenarnya menggantikan istilah nilai yang ditambahkan pada suatu produk karena masuknya unsur pengolahan sehingga produk pertanian menjadi lebih baik.

Peningkatan nilai tambah produk pertanian ini dapat dilakukan dari pengolahan secara terpadu yang memperhatikan pengoptimalan setiap tahapan proses dan pemanfaatan hasil samping sehingga dapat menambah pendapatan petani, Dalam pengolahan produk pertanian atau agroindustri diharapkan produsen atau pengolah dapat menggunakan biaya yang minimum dan mendapatkan keuntungan yang maksimum sehingga dapat dicapai kelayakan usaha pengolahan produk pertanian tersebut. Selain itu, hal yang harus diperhatikan adalah tidak mengesampingkan hal-hal yang diinginkan konsumen akan hasil olahan produk pertanian tersebut.

Untuk mewujudkan hasil-hasil tanaman yang dikehendaki para konsumen (individu atau industri, pasar domestik atau pasar luar negeri) maka penanganan atau pengelolaannya memerlukan teknik dan pengetahuan yang selalu harus mengikuti perkembangan pasar, dimana standar atau patokan-patokan yang dikehendaki oleh para konsumen. Teknik dan pengetahuan penanganan dan pengelolaan hasil tanaman lepas panen sampai sekarang dapat dikatakan belum atau kurang diperhatikan oleh para petani pada umumnya, mereka kurang menyadari bahwa kalau hal tersebut diperhatikan dan diterapkannya dengan baik setiap lepas panen maka pendapatan dan keuntungan yang diperoleh akan lebih besar. Kurangnya kesadaran melakukan penanganan atau pengelolaan lepas panen (menurut tinjauan para ekonom) adalah karena alasan sebagai berikut: (a) Karena kebutuhan yang mendesak, (b) Karena teknik dan pengetahuan tradisional yang belum dikembangkan yang dipakai terus, (c) Karena kurangnya pengetahuan tentang penanganan atau pengelolaan lepas panen yang baik, dan (d) Keengganan para petani untuk melakukan penanganan lepas panen karena kesulitan akan biaya dan tenaga tambahan (Kartasapoetra, 1994).

Ubi kayu (Manihot aculenta) merupakan salah satu jenis produk pertanian tanaman pangan yang tidak rumit dalam pembudidayaannya, dan tergolong tanaman yang tahan kekurangan air sehingga masih dapat diproduksi di lahan kritis sekalipun. Proses produksi yang mudah ini ditambah dengan tingkat konsumsi ubi kayu yang tinggi sehingga banyak petani membudidayakan ubi kayu. Selain itu, ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian yang bersifat tidak tahan lama dan mudah rusak. Tanpa penanganan yang cepat, umbi-umbian tanaman ini setelah panenan dilakukan akan cepat memburuk keadaannya, karena

itu penanganan sejak panen perlu diperhatikan. Setelah dipanen ubi kayu harus segera dikonsumsi atau diberi penanganan yang tepat yaitu diolah lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah terhadap hasil olahan ubi kayu tersebut. Tujuan pengolahan ubi kayu itu sendiri adalah untuk meningkatkan keawetan ubi kayu itu sehingga layak dikonsumsi dan memanfaatkan ubi kayu agar memperoleh nilai jual yang tinggi.

Alasan lain ubi kayu dijadikan sebagai bahan baku dalam pengolahan agroindustri yang mampu menghasilkan nilai tambah adalah dilihat dari manfaat ubi kayu itu sendiri yaitu ubi kayu dapat menghasilkan umbi yang bagi penduduk di daerah-daerah tropik merupakan bahan pangan pokok (staple food crop). Tanamannya berkemampuan memberikan hasil yang tinggi walaupun tanah tempat pertumbuhannya kurang subur dan bercurah hujan rendah. Umbi tanaman ini sama halnya dengan kebanyakan umbi-umbian terdiri dari hampir seluruhnya zat tepung yang murni, sedangkan daun-daunnya berkandungan sekitar 17% protein, umbi tanaman ini dapat pula menjadi berbagai panganan yang lezat, baik yang serba manis maupun yang serba asin, selain untuk kepentingan manusia dapat dijadikan pula bahan pangan ternak dan bahan baku dalam berbagai industri (Kartasapoetra, 1994).

Wargiono (1987) menjelaskan bahwa ubi kayu merupakan tanaman ideal untuk digunakan dalam sistem agroindustri, dimana pertanian dan industri dikombinasikan untuk mencapai tingkat efisiensi penggunaan yang paling tinggi. Apabila penelitian dan perkembangan pada kegiatan agroindustri dapat dilakukan, maka ubi kayu dapat menjadi penyedia utama dari pada pangan, kimia, dan energi.

Perkembangan penggunaan pangan baru atau bentuk-bentuk baru dari pangan ubi kayu yang ada akan menjadi sangat penting jika produk-produknya bisa diproduksi di desa-desa, bisa disimpan, dan bersifat pendapatan yang elastis. Jika sifat-sifat ini dikombinasi dengan suatu harga yang layak dan kemasan yang menarik, maka sangatlah mungkin mengembangkan pasar-pasar baru yang berarti untuk produk-produk ubi kayu di daerah perkotaan maupun pedesaan

(Falcon dkk, 1986).

Desa Pegajahan, Kecamatan Pegajahan, Kabupaten Serdang Bedagai merupakan daerah pengolah ubi kayu menjadi produk-produk turunan yang baru. Adapun produk-produk yang dihasilkan dari pengolahan ubi kayu di Desa Pegajahan yaitu Rengginang, Balungkuo, Opak dan mie iris ubi. Di Desa Pegajahan produksi hasil olahan ubi kayu yang terbesar yaitu mie iris ubi dengan rata-rata penghasilan mie iris ubi 170,4 kg/pengolah/hari, dengan pengolah sebanyak 30 pengolah. Pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi adalah untuk meningkatkan keawetan ubi kayu sehingga layak untuk dikonsumsi dan mengolah ubi kayu agar memperoleh nilai jual yang tinggi dipasaran. Dengan adanya kegiatan usaha pengolahan ubi kayu menjadi mie iris ubi yaitu mengubah bentuk dari produk mentah (hulu) menjadi produk baru (hilir) yang lebih tinggi nilai ekonomisnya setelah melalui proses pengolahan, maka akan dapat memberikan nilai tambah karena dikeluarkan biaya-biaya sehingga terbentuk harga baru yang lebih tinggi dan keuntungan yang lebih besar bila dibandingkan tanpa melalui proses pengolahan. Harga penjualan mie iris ubi berkisar antara Rp.5400/kg hingga Rp.6.000/kg dengan harga jual ubi kayu tanpa pengolahan berkisar Rp.1.200/kg. Pembuatan mie iris ubi yang mudah dan mampu memberikan

keuntungan dan nilai tambah yang tinggi pula yang menarik semua kalangan mau melakukan kegiatan pengolahan ubi kayu menjadi mie kering. Untuk mengetahui lebih jelas bagaimana kelayakan pengolahan ubi kayu dan nilai tambah yang didapat setelah ubi kayu diolah menjadi mie iris ubi, perlu dilakukan penelitian atau analisis secara ilmiah.

Dokumen terkait