• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

1. Masih rendahnya kategori dimensi proses kognitif level tinggi yang

diukur pada soal UN Kimia SMA diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan untuk perbaikan mutu pendidikan nasional pada masa yang akan datang.

2. Perbaikan mutu pendidikan nasional ditinjau dari aspek pengembangan

keterampilan berpikir peserta didik dalam proses pembelajaran maupun soal evaluasi perlu mendapat perhatian penting dari semua pihak, baik pemerintah, sekolah, maupun guru.

3. Peningkatan jumlah soal UN yang mengukur keterampilan berpikir

tingkat tinggi ini diharapkan menjadi motivasi bagi guru untuk mengembangkan soal-soal yang dapat memfasilitasi peserta didik berpikir pada jenjang yang lebih tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Alawiyah, F. 2012. Pelaksanaan Ujian Nasional Tahun 2012, Jurnal Aspirasi,

4(9). Jakarta: Pusat Pengkajian Data dan Informasi

Anderson, L. W., and Krathwohl, D. R. (eds). 2001. Kerangka Landasan untuk

Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom. Agung Prihantoro. 2010. Alih Bahasa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Anonim. “Mendikbud: 2013, UN Akan ebih Sulit”. http://esq-

news.com/2012/berita/06/05/mendikbud-2013-un-akan-lebih-sulit.html. Diakses tanggal 14 Mei 2014.

Arifin, Z. 2010. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

. 2011. Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta

. 2012. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Azar, A. 2005. Analysis of Turkish High-School Physics-Examination Questions and University ntrance ams Questions According To Blooms’

Taxonomy. Journal of Turkish Science Education, 2(2)

Badan Standar Nasional Pendidikan. Laporan BSNP Tahun 2010.

http://www.bsnp-indonesia.org/id/wp-content/uploads/2012/04/Laporan- BSNP-2010.pdf. Diakses tanggal 17 Mei 2014.

. Kisi-Kisi Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2011/2012. (http://bsnp-

indonesia.org/id/wp-content/uploads/2011/12/SK-BSNP-tentang-Kisi- kisi1.pdf)

. Kisi-kisi Soal Ujian Nasional SMA/MA. (http://bsnp-

indonesia.org/id/wp-content/uploads/2012/11/Kisi-Kisi-SMP-SMASMK- PLB-tahun-2012-2013.pdf)

Banerjee, M. 1999. Beyond Kappa: A review of Interrater Agreement Measures. The Canadian Journal of Statistic, 27(1), 3-23.

Baumgartner, T. A., Jackson. A. S., Mahar. M. T., and Rowe. D. A. 2007. Measurement for Evaluation in Physical Education and Exercise Science. New York: Mc-Graw-Hill

Brookhart. S. M. 2010. How to Asses Higher-Order Thinking Skills in Your

Classroom. Virginia USA: ASCD

Dempster, E. R. 2012. Comparison of Exit-Level Examinations in Four African

Countries. J Soc Sci, 33(1), 55-70.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi

Mata Pelajaran Kimia Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah.

Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

(http://sasterpadu.tripod.com/sas_store/Kimia.pdf). Diakses tanggal 8 Oktober 2013.

Gronlund, N. E. 1981. Measurement and Evaluation in Teaching. Fourth Edition.

New York: McMillan Publishing Company

. 1995. Measurement and Evaluation in Teaching. Seventh

Edition, United States of America: Prentice Hall, Inc

Hamalik, O. 2005. Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara

. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Human Development Report 2013–The Rise of the South: Human Progress in

Diverse World. New York: United Nation Development Programme

Karamustafaoğlu, S., Sevim, S., Karamustafaoğlu, O., and Çepni, S. 2003.

Analysis Of Turkish High-School Chemistry-Examination Questions

According To Bloom’s Ta onomy, Chemistry Education: Research and

Practice, 4(1).

King, FJ., Goodson, L., and Rohani, F. Assesment: Evaluation Educational

Service Program. The Center for Advancement of Learning and

Assessment. www.cala.fsu.edu. Diakses tanggal 3 Februari 2014

Kocakaya, S., and Gönen, S. 2010. Analysis of Turkish High-School Physic-

amination Question According to Bloom’s Ta onomy. Asia-Pacific

Forum on Science Learning And Teaching, 11(1)

Kubiszyn, T., and Borich, G. 2010. Educational Testing & Measurement:

Classroom Aplication and Practice. Ninth Edition. United State: John Wiley & Sons, Inc

Kusaeri dan Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006, Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

Lampiran Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor: 0011/P/BSNP/XII/2011 Tentang Prosedur Operasi Standar Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa, dan Sekolah Menengah Kejuruan Tahun Pelajaran 2011/2012.

Lampiran Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor: 0020/P/BSNP/I/2013 Tentang Penyelenggaraan Ujian Nasional Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa, Sekolah Menengah Kejuruan, serta Pendidikan Kesetaraan Program Paket A/Ula, Program Paket B/Wustha, Program Paket C, dan Program Paket C Kejuruan Tahun Pelajaran 2012/2013.

Lan, Wei-Hua., and Chern, Chiou-Lan. 2010. Using Revised Bloom’s Ta onomy

to Analyze Reading Comprehension Questions on the SAET and the

DRET. Contemporary Educational Research Quarterly, 18(3). pp. 165-

206.

Lazear, D. 2004. Higher-Order Thinking: The Multiple Intelligences Way.

Chicago: Zephyr Press

Muhadjir, N. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif: Pendekatan Positivistik,

Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik: Telaah Studi Teks dan Penelitian Agama. Yogyakarta: Rake Sarasin

Mulyasana, D. 2011. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Nazir, M. 2009. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia

Nitko, A. J. 1983. Educational Tests and Measurement: An Introduction, New

York: Harcout Brace Jovanovich, Inc.

Noll, V. H. 1965. Introduction to Educational Measurement. Boston: Houghton

Mifflin Company

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 63 Tahun 2009 Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 59 Tahun 2011 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah dan Ujian Nasional

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

PISA 2009 Result: What Students Know and Can Do –Student Performance In Reading, Mathematics and Science. Volume 1. OECD: 2010.

PISA 2012 Result in Focus: What 15-Year-Olds Know and What They Can Do with What They Know. OECD: 2013.

Purwanto, N. 2012. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya

Ramadhan, D., dan Wasis. 2013. Analisis Perbandingan Level Kognitif dan Keterampilan Proses Sains dalam Standar Isi (SI), Soal Ujian Nasional (UN), Soal (Trends In International Mathematics And Science Study (TIMSS), Dan Soal Programme For International Student Assessment

(PISA), Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 2(1).

Sanjaya, W. 2008. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis

Kompetensi. Jakarta: Kencana

. 2011. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta:

Kencana

Setiawan. 2008. Prinsip-prinsip Penilaian Pembelajaran Matematika SMA.

Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Depdiknas.

Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sudijono, A. 2011. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers

Sudjana, N. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Sukardi. 2011. Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara

Sukmadinata, N. S. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya

Surapranata, S. 2007. Panduan Penulisan Tes Tertulis: Implementasi Kurikulum

2004. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Tikkanen, G., and Aksela, M. 2012. Analysis of Finnish Chemistry Matriculation

Examination Questions According to Cognitive Complexity. NORDINA,

8(3)

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1997. Kamus

Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Utari, R. ”Taksonomi Bloom: Apa dan Bagaimana Menggunakannya.”

(Widyaiswara Madya, Pusdiklat KNPK).

(http://www.bppk.depkeu.go.id/webpkn/attachments/article/766/1-

Taksonomi%20Bloom%20-%20Retno-ok-mima+abstract.pdf). Diakses tanggal 27

Oktober 2013.

Zulfiani., Feronika, T., dan Suartini, K. 2009. Strategi Pembelajaran Sains.

Lampiran 1

Lampiran 2

1

2

2

Kategorisasi Item Soal Ujian Nasional Kimia Tahun Ajaran 2011/2012 Berdasarkan Jenjang Dimensi Proses Kognitif Taksonomi Bloom Revisi

Item Soal Tahapan Penyelesaian Soal dan Kunci Jawaban Analisis Jenjang Dimensi

Proses Kognitif

Dimensi Kognitif

1. Suatu senyawa terbentuk dari dua buah unsur

1A dan 8B. Senyawa tersebut memiliki bentuk

molekul dan kepolaran berturut-turut ….

A. Tetrahedral dan polar

B. Tetrahedral dan non polar

C. Bentuk V dan polar

D. Bentuk V dan non polar

E. Octahedral dan non polar

1. Menuliskan konfigurasi elektron unsur 1A dan 8B.

a. Konfigurasi elektron unsur 1A.

1A : 1s1

b. Konfigurasi elektron unsur 8B.

8B : 1s2 2s2 2p4

2. Menentukan jumlah elektron valensi dari unsur A dan B

berdasarkan konfigurasi elektron yang telah dibuat.

a. Elektron valensi adalah elektron yang dapat digunakan

untuk pembentukan ikatan kimia.

b. Golongan A (golongan utama) menempati blok s

(elektron valensi pada subkulit ns) dan blok p

(elektron valensi pada subkulit ns dan np). Di sisi lain,

golongan B (golongan transisi) menempati blok d

(elektron valensi terletak pada subkulit ns dan (n –

1)d) dan blok f. Huruf n yang menyertai masing-

masing subkulit tersebut menunjukkan kulit terluar (nomor kulit terbesar).

c. Unsur A termasuk ke dalam unsur golongan utama

karena berdasarkan konfigurasi elektronnya, elektron

valensi unsur A berada pada subkulit ns, dimana n

adalah kulit terluar. Berdasarkan konfigurasi elektron unsur A pada poin 1.a., dapat disimpulkan bahwa kulit

valensi unsur A adalah 1s dengan jumlah elektron

valensi sebanyak 1.

d. Unsur B termasuk ke dalam unsur golongan utama

Soal nomor 1 bertujuan agar siswa dapat menentukan bentuk molekul yang terjadi antara dua buah unsur yang berikatan dan kepolarannya. Soal ini menuntut siswa untuk memahami konsep struktur atom, mulai dari menuliskan konfigurasi elektron,

menentukan jumlah elektron valensi, mendeskripsikan bagaimana kecenderungan dua buah unsur untuk mencapai kestabilan saat pembentukan ikatan, mengidentifikasi unsur apakah termasuk logam atau non logam, menentukan jenis ikatan yang terjadi antara dua buah unsur yang berikatan, menentukan rumus senyawa dari dua buah unsur yang berikatan dan menggambarkan struktur Lewis dari

pembentukan ikatan tersebut, merumuskan tipe molekul,

1

2

3

valensi unsur B berada pada subkulit ns dan np,

dimana n adalah kulit terluar. Berdasarkan konfigurasi elektron atom B pada poin 1.b., dapat disimpulkan

bahwa kulit valensi unsur B adalah 2s dan 2p, dengan

jumlah elektron valensi sebanyak (2 + 4), yaitu 6.

3. Menjelaskan aturan oktet dan mendeskripsikan bagaimana

kedua unsur tersebut dapat berikatan sesuai dengan aturan oktet.

a. Aturan oktet adalah istilah yang dipakai untuk

menyatakan kecenderungan unsur-unsur menjadikan konfigurasi elektronnya sama seperti gas mulia terdekat. Gas mulia mempunyai konfigurasi penuh, yaitu konfigurasi oktet (mempunyai 8 elektron pada kulit luar), kecuali helium dengan konfigurasi duplet (2 elektron pada kulit luar).

b. Jumlah elektron valensi unsur A adalah 1, sehingga

untuk memenuhi konfigurasi penuh seperti gas mulia terdekat (helium dengan konfigurasi duplet) maka butuh 1 elektron.

c. Jumlah elektron valensi unsur B adalah 6, sehingga

untuk memenuhi konfigurasi penuh seperti gas mulia terdekat (konfigurasi oktet) maka butuh 2 elektron.

4. Mengidentifikasi unsur A dan B apakah termasuk unsur

logam atau nonlogam.

Unsur A maupun B termasuk ke dalam unsur nonlogam.

5. Menentukan jenis ikatan yang terjadi antara unsur A dan

B dalam pembentukan senyawa.

a. Terdapat dua jenis ikatan, yakni ikatan ion dan ikatan

kovalen. Ikatan ion adalah ikatan antara unsur logam dan nonlogam, dan terbentuk berdasarkan adanya

dan menentukan kepolaran suatu senyawa.

Karena untuk menyelesaikan persoalan ini siswa

membutuhkan pemahaman yang mendalam mengenai beberapa sub konsep kimia serta menggunakannya melalui sebuah cara yang sistematis, dimana siswa harus dapat memilah-milah sub konsep yang relevan dan

mengaplikasikannya dalam setiap tahapan penyelesaian, maka soal nomor 1

dikategorikan ke dalam

dimensi kognitif menganalisis

1

2

4

adalah ikatan antara sesama unsur nonlogam dan terbentuk karena adanya penggunaan bersama pasangan elektron.

b. Karena unsur A maupun B merupakan unsur

nonlogam, maka jenis ikatan yang terjadi antara keduanya merupakan ikatan kovalen yang proses pembentukannya terjadi karena adanya penggunaan bersama pasangan elektron.

6. Memperkirakan rumus senyawa dan menggambarkan

pembentukan ikatan kovalen antara unsur A dan B. Untuk mencapai konfigurasi duplet, unsur A perlu mengikat 1 elektron, sedangkan untuk mencapai konfigurasi oktet, unsur B perlu mengikat 2 elektron. Untuk menyetarakan jumlah elektron, maka atom A harus dikalikan 2, sedangkan atom B dikalikan 1. Dengan

demikian, rumus senyawanya adalah A2B. Berikut adalah

gambaran mengenai pembentukan ikatan kovalen dalam

A2B.

Atau dapat ditulis sebagai berikut:

7. Merumuskan tipe molekul A2B.

a. Tipe molekul merupakan suatu notasi yang

menyatakan jumlah domain (pasangan elektron) di

1

2

5

bebas, maupun domain ikatan.

b. Perumusan tipe molekul ditentukan dengan cara

sebagai berikut.

 Atom pusat dinyatakan dengan lambang A,

 Setiap domain elektron ikatan dinyatakan dengan

X, dan

 Setiap domain elektron bebas dinyatakan dengan

E.

c. Berdasarkan rumus Lewis molekul A2B pada poin 6,

diketahui bahwa molekul A2B terdiri atas 2 domain

elektron ikatan yang semuanya merupakan ikatan tunggal. Karena semua ikatan yang dibentuk oleh atom pusat hanyalah ikatan tunggal, maka setiap ikatan hanya menggunakan 1 elektron valensi dari atom pusatnya. Dengan demikian, jumlah domain elektron bebasnya dapat ditentukan sebagai berikut:

EV = jumlah elektron valensi atom pusat = 6

X = jumlah domain elektron ikatan = 2, karena atom pusat hanya membentuk 2 buah ikatan tunggal, maka jumlah elektron valensi yang digunakan atom pusat untuk berikatan = 1 x 2 = 2.

E = jumlah domain elektron bebas = 2

Sehingga tipe molekulnya adalah AX2E2.

8. Menentukan bentuk molekul A2B

a. Berdasarkan poin 7.c., diketahui tipe molekul A2B

adalah AX2E2. Penentuan bentuk molekul AX2E2

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.

1

2

6

yang memberikan tolakan minimum.

Jumlah domain elektron pada kulit luar atom B sebagai atom pusat adalah 4, yang terdiri atas 2 domain elektron ikatan, dan 2 domain elektron bebas. Susunan ruang domain-domain elektron

yang memberi tolakan minimum adalah

tetrahedron, sebagaimana digambarkan di bawah ini.

2) Menetapkan domain elektron terikat dengan

menuliskan lambang atom yang bersangkutan. Pada tahap ini, 2 atom A ditulis untuk menetapkan 2 buah domain ikatan pada atom pusat B.

3) Menentukan geometri molekul setelah

mempertimbangkan pengaruh pasangan elektron bebas. Karena adanya 2 domain elektron bebas

pada atom pusat, maka bentuk molekul A2B

adalah bentuk V (bentuk bengkok) seperti gambar di bawah ini.

1

2

7

9. Mendeskripsikan dua syarat suatu molekul dikatakan

bersifat polar.

Suatu molekul dikatakan bersifat polar apabila memenuhi dua syarat berikut ini:

 Ikatan dalam molekul bersifat polar. Secara umum,

ikatan antaratom yang berbeda dapat dianggap polar.

 Bentuk molekul tidak simetris, sehingga pusat

muatan positif tidak berimpit dengan pusat muatan negatif.

10. Menentukan kepolaran senyawa A2B

Berdasarkan penjelasan pada poin 9, maka dapat

disimpulkan bahwa senyawa A2B bersifat polar.

Jawaban: C

Informasi berikut ini digunakan untuk mengerjakan soal nomor 2 dan 3

2. Nomor atom dari unsur ↓ adalah ….

A. 17

B. 18

C. 21

D. 26

E. 30

1. Menyebutkan jumlah elektron unsur Argon (Ar) yang

konfigurasi elektronnya digunakan untuk menyingkat konfigurasi elektron unsur X.

Pada atom netral, jumlah elektron sama dengan nomor atomnya. Nomor atom unsur Argon adalah 18, dengan demikian jumlah elektronnya adalah 18.

2. Mengimplementasikan Azas Aufbau untuk menuliskan

konfigurasi elektron unsur X secara utuh.

Penulisan konfigurasi elektron unsur X ini dilakukan dengan cara menuliskan konfigurasi elektron unsur Argon kemudian menempatkan 3 buah elektron unsur X yang tersisa ke dalam orbital selanjutnya (dalam hal ini elektron tersebut terdapat pada subkulit 4s dan 3d). Konfigurasi elektron unsur X dapat dituliskan sebagai berikut:

Soal ini bertujuan agar siswa dapat menentukan nomor atom unsur X berdasarkan informasi diagram orbitalnya. Untuk menyelesaikan soal ini, siswa harus dapat memahami konsep struktur atom, mulai dari menyebutkan jumlah elektron suatu unsur netral berdasarkan nomor atom yang telah diketahuinya, menuliskan konfigurasi elektron

berdasarkan azas Aufbau, dan

menentukan nomor atom suatu

1

2

8

3. Menghitung jumlah seluruh elektron yang dapat mengisi

orbital pada unsur X.

a. Jumlah elektron unsur X sama dengan jumlah elektron

unsur Ar (18) ditambah dengan jumlah sisa elektron unsur X yang mengisi orbital pada subkulit 4s dan 3d (2 + 1).

b. Pada atom netral, jumlah elektron sama dengan nomor

atomnya. Sehingga, nomor atom unsur X adalah 18 + 3 = 21.

Jawaban: C

elektronnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, soal ini dikategorikan ke dalam dimensi kognitif

mengaplikasikan (C3).

3. Unsur Y dalam sistem periodik terletak pada

golongan dan periode berturut-turut ….

A. III A, 3

B. III B, 4

C. V A, 3

D. VII A, 3

E. VII B, 4

1. Menyebutkan jumlah elektron yang dimiliki oleh unsur

Neon (Ne) yang konfigurasi elektronnya digunakan untuk menyingkat konfigurasi elektron unsur Y.

Pada atom netral, jumlah elektron sama dengan nomor atomnya. Nomor atom unsur Ne adalah 10, dengan demikian jumlah elektronnya adalah 10.

2. Mengimplementasikan Azas Aufbau dan Aturan Hund

untuk menuliskan konfigurasi elektron unsur Y secara utuh.

Penulisan konfigurasi elektron unsur Y ini dilakukan dengan cara menuliskan konfigurasi elektron unsur Ne

Soal nomor 3 bertujuan agar siswa dapat menentukan letak golongan dan periode unsur Y dalam sistem periodik. Untuk menyelesaikan soal ini, siswa harus dapat memahami konsep struktur atom, mulai dari menyebutkan jumlah elektron suatu unsur netral berdasarkan nomor atomnya, menuliskan konfigurasi elektron

1

2

9

tersisa ke dalam orbital selanjutnya (dalam hal ini elektron tersebut terdapat pada subkulit 3s dan 3p). Konfigurasi elektron unsur Y dapat dituliskan sebagai berikut:

Konfigurasi elektron unsur Y secara utuh (tanpa penyingkatan)

1s2 2s2 2p6 3s2 3p5

7 elektron unsur Y yang tersisa Konfigurasi elektron Ne

3. Menentukan kulit valensi dan jumlah elektron valensi

unsur Y.

a. Elektron valensi adalah elektron yang dapat digunakan

untuk pembentukan ikatan kimia.

b. Golongan A (golongan utama) menempati blok s

(elektron valensi pada subkulit ns) dan blok p

(elektron valensi pada subkulit ns dan np). Di sisi lain,

golongan B (golongan transisi) menempati blok d

(elektron valensi terletak pada subkulit ns dan (n -1)d)

dan blok f. Huruf n yang menyertai masing-masing subkulit tersebut menunjukkan kulit terluar (nomor kulit terbesar).

c. Berdasarkan konfigurasi elektron unsur Y pada poin 2,

dapat disimpulkan bahwa kulit valensi unsur Y adalah

3s dan 3p dengan jumlah elektron valensi sebanyak (2

+ 5), yaitu 7.

4. Menentukan letak unsur dalam sistem periodik unsur

berdasarkan informasi elektron valensinya.

aturan Hund, menentukan

kulit valensi dan jumlah elektron valensi suatu unsur berdasarkan konfigurasi elektronnya, dan menentukan letak unsur dalam sistem periodik berdasarkan kulit valensi dan jumlah elektron valensinya. Berdasarkan penjelasan tersebut, soal ini dikategorikan ke dalam dimensi kognitif

1

3

0

subkulit 3s dan 3p, maka elektron valensi unsur

tersebut berada pada kulit ke-3, dengan demikian unsur tersebut ada pada periode 3.

b. Oleh karena elektron valensinya berjumlah 7 dengan

mengisi subkulit ns2 dan np5, maka unsur tersebut

termasuk ke dalam unsur golongan utama, tepatnya pada golongan VII A.

Jawaban: D.

4. Perhatikan tabel periodik berikut!

Konfigurasi elektron unsur T yang paling tepat adalah …. A. 1s2 2s2 2p5 B. 1s2 2s2 2p6 3s1 C. 1s2 2s2 2p6 3s2 3p3 D. 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 E. 1s2 2s2 2p6 3s2 3p4 3d2

1. Mengidentifikasi letak unsur T dalam sistem periodik

unsur berdasarkan tabel periodik yang disajikan pada soal. Berdasarkan tabel periodik pada soal, unsur T berada pada

blok p (elektron valensi berada pada subkulit ns dan np),

tepatnya pada golongan VII A periode 2.

2. Menentukan konfigurasi elektron valensi unsur T

berdasarkan keterangan letak unsur tersebut dalam sistem periodik unsur.

a. Golongan A (golongan utama) menempati blok s

(elektron valensi pada subkulit ns) dan blok p

(elektron valensi pada subkulit ns dan np). Di sisi lain,

golongan B (golongan transisi) menempati blok d

(elektron valensi terletak pada subkulit ns dan (n -1)d)

dan blok f. Huruf n yang menyertai masing-masing subkulit tersebut menunjukkan kulit terluar (nomor kulit terbesar).

b. Pada sistem periodik unsur, unsur T dikategorikan ke

dalam unsur golongan utama, hal ini dikarenakan

unsur tersebut terletak pada blok p, tepatnya pada

golongan VII A.

c. Unsur-unsur blok p dibagi menjadi enam golongan,

salah satu diantaranya adalah golongan VII A yang

Soal nomor 4 bertujuan agar siswa dapat menuliskan kofigurasi elektron unsur T berdasarkan letaknya dalam sistem periodik unsur. Untuk menyelesaikan soal ini, siswa harus dapat memahami konsep struktur atom, terutama tentang hubungan antara konfigurasi elektron dan sistem periodik. Melalui pemahaman ini, siswa dituntut untuk dapat mengidentifikasi letak unsur dalam sistem periodik, menuliskan konfigurasi elektron valensi unsur tersebut berdasarkan letaknya dalam sistem periodik, serta

mengimplementasikan azas

Aufbau untuk menuliskan

konfigurasi elektron unsur

1

3

1

d. Pada sistem periodik unsur, unsur T terletak pada

periode 2, dengan demikian kulit terluar (nomor kulit terbesar) yang diisi oleh elektron valensinya adalah 2.

e. Berdasarkan keterangan pada poin 2.c. dan 2.d., maka

konfigurasi elektron valensi unsur T adalah 2s2 2p5.

3. Mengimplementasikan prosedur penulisan konfigurasi

elektron berdasarkan Azas Aufbau untuk menuliskan

konfigurasi elektron unsur T.

Berdasarkan Azas Aufbau, penulisan konfigurasi elektron

unsur T yang memiliki konfigurasi elektron valensi 2s2

2p5 adalah sebagai berikut:

T:1s2 2s22p5

Jawaban: A

Berdasarkan penjelasan tersebut, soal ini dikategorikan ke dalam dimensi kognitif

mengaplikasikan (C3).

5. Berikut ini data sifat fisik dari dua zat tak

dikenal:

Berdasarkan data tersebut, jenis ikatan yang terdapat dalam senyawa Y dan Z berturut-turut

adalah ….

A. Ion dan kovalen polar

B. Ion dan ion

C. Kovalen non polar dan ion

D. Ion dan kovalen non polar

E. Kovalen polar dan kovalen non polar

1. Menyebutkan perbedaan sifat fisik antara senyawa ion

dan senyawa kovalen berdasarkan titik leleh dan daya hantar listrik larutannya.

Senyawa Titik leleh Daya hantar listrik

Kovalen nonpolar Rendah Tidak menghantarkan

Ion Tinggi Menghantarkan

2. Mengklasifikasikan zat Y dan Z ke dalam jenis ikatan

pembentuknya berdasarkan masing-masing data sifat fisik yang dimilikinya.

a. Jenis ikatan yang terdapat pada zat Y adalah ikatan

kovalen nonpolar, hal itu didasarkan pada sifat-sifat fisik yang dimilikinya, yaitu mempunyai titik leleh yang rendah serta tidak menghantarkan listrik dalam bentuk larutannya.

b. Jenis ikatan yang terdapat pada zat Z adalah ikatan

ion, hal itu didasarkan pada sifat-sifat fisik yang dimilikinya, yaitu mempunyai titik leleh yang tinggi

Soal nomor 5 bertujuan agar siswa dapat

mengklasifikasikan senyawa Y dan Z ke dalam jenis ikatan kimia pembentuknya berdasarkan data sifat fisik yang meliputi daya hantar listrik dan titik leleh. Untuk dapat menyelesaikan soal ini, siswa harus dapat memahami konsep ikatan kimia, terutama mengenai perbedaan sifat fisik senyawa berdasarkan jenis ikatan kimianya (ion, kovalen polar, dan kovalen non polar). Dengan pemahaman tersebut, siswa dapat

1

3

2

larutannya.

Jawaban: C

dan Z ke dalam jenis ikatan kimia pembentuknya berdasarkan masing-masing data sifat fisik yang

dimilikinya. Berdasarkan penjelasan tersebut, soal ini dikategorikan ke dalam

dimensi kognitif memahami

(C2).

6. Data yang berhubungan dengan tepat adalah

…. 1. Menjelaskan sifat-sifat koloid kemudian memberikan contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sifat-sifat koloid dan contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari antara lain adalah sebagai berikut:

a. Adsorpsi adalah penyerapan zat-zat pada bagian

permukaan. Contohnya: pemutihan gula tebu dengan arang tulang, norit (tablet yang terbuat dari karbon aktif yang di dalam usus membentuk sistem koloid

Dokumen terkait