• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi pada Soal Ujian Nasional Kimia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi pada Soal Ujian Nasional Kimia"

Copied!
299
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

ANI SYAHIDA

NIM. 109016200008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

TINGGI PADA SOAL UJIAN NASIONAL KIMIA.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas soal Ujian

Nasional (UN) Kimia SMA pada tahun 2011/2012 dan 2012/2013 ditinjau dari

proporsi keterampilan berpikir tingkat tinggi yang ditanyakan pada

masing-masing ujian. Kategori keterampilan berpikir tingkat tinggi pada penelitian ini

didasarkan pada tiga jenjang dimensi proses kognitif teratas pada Taksonomi

Bloom Revisi (

menganalisis

,

mengevaluasi

, dan

mencipta

). Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dokumen. Pemilihan sampel

sumber data dilakukan melalui teknik

purposive sampling

. Sampel sumber data

pada penelitian ini adalah dokumen soal UN Kimia SMA tahun ajaran 2011/2012

dan 2012/2013. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas soal UN

Kimia pada tahun ajaran 2011/2012 (92,5%) maupun 2012/2013 (85%) menuntut

keterampilan berpikir tingkat rendah siswa. Keterampilan berpikir tingkat tinggi

yang diujikan pada soal-soal tersebut hanya mewakili jenjang kognitif

menganalisis

. Sub kategori

menganalisis

yang dikembangkan pada soal UN

Kimia tahun 2011/2012 dan 2012/2013 tersebut hanya meliputi proses kognitif

membedakan dan mengorganisasi. Berdasarkan jenjang kognitif yang

dikembangkan pada masing-masing ujian, kuantitas pertanyaan yang menuntut

jenjang kognitif menganalisis lebih banyak terdapat pada soal yang ditanyakan

dalam UN Kimia tahun ajaran 2012/2013 (15%) dibandingkan pada soal yang

ditanyakan dalam UN Kimia tahun ajaran 2011/2012 (7,5%). Dengan demikian,

ditinjau dari perbandingan kuantitas soal yang menuntut keterampilan berpikir

tingkat tinggi siswa pada masing-masing ujian, kualitas soal UN Kimia tahun

ajaran 2012/2013 lebih baik dibandingkan soal UN Kimia tahun ajaran 2011/2012.

Soal-soal yang menuntut tiga jenjang dimensi proses kognitif teratas pada

Taksonomi Bloom Revisi sebaiknya lebih ditingkatkan lagi jumlahnya pada

ujian-ujian, seperti Ujian Nasional Kimia. Hal itu dikarenakan ketiganya merupakan

salah satu indikator untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

Kata Kunci

: Soal Ujian Nasional Kimia, Taksonomi Bloom Revisi,

(6)

vi

ANI SYAHIDA.

AN ANALYSIS OF HIGHER ORDER THINKING

SKILLS OF CHEMISTRY NATIONAL EXAMINATION QUESTIONS

”.

The aim of this study is to find out the difference of quality of chemistry national

examinations questions of senior high school in 2011/2012 and 2012/2013

according to higher order thinking skills proportion were asked on each exam. The

category of higher order thinking skills on this study is based on the top three of

the level

cognitive process dimensions of Bloom’s Taxonomy revised (

analyze,

evaluate,

and

create

). The method that was used on this study is document

analysis. Selection of source data samples was conducted through purposive

sampling technique. Source data samples of this study were the documents of

chemistry national examinations questions of senior high school in 2011/2012 and

2012/2013. The result of the study showed that the majority questions of both

chemistry national examinations in 2012 (92,5%) and 2013 (85%) required

students’ low order thinking skills.

Higher order thinking skills that were tested on

such questions represent only a cognitive level

analyzes.

Sub-category of

analyzing

developed at about the chemistry national examination in 2011/2012

and 2012/2013 are only included differentiate and organize cognitive processes.

Based on the cognitive level

analyzes

that developed in each test, the quantity of

the questions that required cognitive level of

analyzes

more asked on chemistry

national examination questions in 2012/2013 (15%) than on chemistry national

examination questions in 2011/2012 (7,5%). Thus, according to comparison of

quantity

of the questions that required students’ higher order thinking skills on

each exam, the quality of chemistry national examination questions in 2012/2013

is better than chemistry national examination questions in 2011/2012. The

quantity of questions that required students

’ high order thinking skill should be

increased in examinations, such as in

national examination of chemistry. It’s

because they are one of the aspects for measuring students’ high order thinking.

Keywords

: Chemis

try National Examination Questions, Bloom’s

(7)

vii

Bismillaahirrahmaanirrahiim.,

Segala puji bagi Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang

berjudul “

Analisis

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi pada Soal Ujian Nasional Kimia

ini dapat

diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW., yang telah mengantarkan umat manusia dari zaman kegelapan

ke zaman yang kaya akan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan sekarang ini.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih serta rasa

hormat kepada seluruh pihak yang telah mendukung, membimbing, dan

membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses

pengerjaan skripsi ini. Ucapan terima kasih dan rasa hormat tersebut penulis

sampaikan kepada:

1.

Ibu Dra. Nurlena

Rifa’i

, MA., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Bapak Dedi Irwandi, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Kimia Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam pengerjaan

skripsi ini.

4.

Bapak Burhanudin Milama, M.Pd, selaku pembimbing II yang telah

(8)

viii

6.

Sahabat seperjuangan, Iis Shaliha, Ira Isnawati, Sarah Hanifa Purnomo,

Sri Wahyuni

, Amiroh Adilah, Dyah Aminatun, Nurqur’a

ni Cahyaning

Pertiwi, Rini Suhartini, dan Septiani Resmalasari yang terus

memberikan dukungan, motivasi, dan masukan kepada penulis pada

proses pengerjaan skripsi ini.

7.

Teman-teman seperjuangan, mahasiswa pendidikan kimia UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta angkatan 2009 yang selalu memberikan motivasi,

semangat, perhatian, masukan, dan do’a kepada penulis dalam

mengerjakan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, baik

dalam segi bahasa penulisan maupun aspek-aspek lainnya. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak

untuk proses perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para

pembaca.

Jakarta, 1 September 2014

(9)

ix

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASAH ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I

PENDAHULUAN ... 1

A.

Latar Belakang ... 1

B.

Identifikasi Masalah ... 5

C.

Pembatasan Masalah ... 6

D.

Rumusan Masalah ... 6

E.

Tujuan Penelitian ... 6

F.

Manfaat Penelitian ... 6

BAB II DESKRIPSI TEORITIS ... 8

A.

Hakikat Evaluasi ... 8

1.

Pengertian Evaluasi dalam Bidang Pendidikan ... 8

2.

Tujuan Evaluasi ... 10

3.

Fungsi Evaluasi ... 11

4.

Prinsip-prinsip Evaluasi ... 13

B.

Hakikat Pengukuran dan Instrumennya ... 14

1.

Pengertian Pengukuran ... 14

2.

Tes sebagai Instrumen Pengukuran ... 14

(10)

x

E.

Tingkatan Ranah Kognitif ... 35

1.

Tingkatan Ranah Kognitif Taksonomi Bloom ... 35

2.

Tingkatan Ranah Kognitif Taksonomi Bloom Revisi ... 35

F.

Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (

Higher Order

Thinking Skill

) ... 46

G.

Hasil Penelitian yang Relevan ... 48

H.

Kerangka Berpikir ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 54

A.

Waktu Penelitian ... 54

B.

Metode dan Desain Penelitian ... 54

C.

Sampel Sumber Data ... 57

D.

Teknik Pengumpulan Data ... 57

E.

Instrumen Penelitian ... 60

F.

Uji Keabsahan Data ... 60

G.

Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

A.

Hasil Penelitian ... 67

B.

Pembahasan ... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A.

Kesimpulan ... 86

B.

Saran ... 86

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(11)

xi

(12)
(13)

xiii

(14)

xiv

Lampiran 1

Dokumen Soal Ujian Nasional Kimia SMA/MA Tahun

Ajaran 2011/2012 ... 92

Lampiran 2

Dokumen Soal Ujian Nasional Kimia SMA/MA Tahun

Ajaran 2012/2013 ... 106

Lampiran 3

Kategorisasi Item Soal Ujian Nasional Kimia Tahun Ajaran

2011/2012 Berdasarkan Jenjang Dimensi Proses Kognitif Taksonomi

Bloom Revisi ... 122

Lampiran 4

Kategorisasi Item Soal Ujian Nasional Kimia Tahun Ajaran

2012/2013 Berdasarkan Jenjang Dimensi Proses Kognitif Taksonomi

Bloom Revisi ... 175

Lampiran 5

Gabungan Data Hasil Pengamatan antara Pengamat I dan

Pengamat II pada Kategorisasi Item Soal Ujian Nasional Kimia Tahun

Ajaran 2011/2012 Berdasarkan Jenjang Dimensi Proses Kognitif

Taksonomi Bloom Revisi ... 229

Lampiran 6

Gabungan Data Hasil Pengamatan antara Pengamat I dan

Pengamat II pada Kategorisasi Item Soal Ujian Nasional Kimia Tahun

Ajaran 2012/2013 Berdasarkan Jenjang Dimensi Proses Kognitif

Taksonomi Bloom Revisi ... 246

Lampiran 7

Tabel Kontingensi Kesepakatan Pengamatan pada

Kategorisasi Item Soal Ujian Nasional Kimia Tahun Ajaran 2011/2012

dan 2012/2013 Berdasarkan Jenjang Dimensi Proses Kognitif Taksonomi

Bloom Revisi ... 264

Lampiran 8

Format Lain Tabel Kontingensi Kesepakatan Pengamatan

(15)

xv

(16)

1

A.

Latar Belakang

Mulyasana mendefinisikan pendidikan sebagai proses pematangan

kualitas hidup yang diarahkan pada pembentukan kepribadian unggul dengan

menitikberatkan pada proses pematangan kualitas logika, hati, akhlak, dan

keimanan.

1

Definisi pendidikan tersebut sejalan dengan salah satu tujuan

pendidikan yang telah dirumuskan oleh bangsa Indonesia sejak tahun 1945,

yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Di era globalisasi, pendidikan

memiliki peranan yang sangat penting dalam mempersiapkan sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas. Oleh sebab itu, kualitas pendidikan suatu

bangsa berpengaruh terhadap kualitas SDM yang dihasilkannya.

Di tingkat global, kualitas pendidikan Indonesia belum menunjukkan

capaian yang menggembirakan. Ada beberapa indikator yang menunjukkan

masih tertinggalnya kualitas pendidikan di Indonesia jika dibandingkan

dengan di negara-negara lain, terutama jika dilihat dari kualitas SDMnya.

Salah satu indikator masih tertinggalnya kualitas SDM Indonesia pada tingkat

global ditunjukkan oleh data

Human Development Index

(HDI). Pada tahun

2012, nilai HDI Indonesia adalah 0,629, sehingga menempatkan Indonesia

pada

medium human development group

. Namun demikian, nilai HDI ini

masih dibawah nilai rata-rata HDI untuk negara-negara pada

medium human

development group

(0,640) serta negara-negara kawasan Asia Timur dan

Pasifik (0,683). Selain itu, jika ditinjau dari peringkat HDI nya, Indonesia

menempati peringkat ke-121 dari 187 negara. Peringkat HDI Indonesia ini

masih tertinggal jika dibandingkan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara,

seperti Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina yang

1

(17)

secara berturut-turut menempati peringkat ke-18, ke-30, ke-64, ke-103, dan

ke-114.

2

Dalam menyikapi rendahnya kualitas SDM Indonesia, perbaikan dan

peningkatan kualitas pendidikan terus dilakukan melalui kegiatan penjaminan

mutu pendidikan. Pada Pasal 1 Ayat 2 Permendiknas No. 63 Tahun 2009

dijelaskan bahwa:

penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan

terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau

program pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah, dan masyarakat untuk

menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan”.

3

Banyak upaya yang dilakukan pemerintah dalam menjamin mutu

pendidikan, salah satunya adalah kegiatan evaluasi yang berupa Ujian

Nasional (UN). UN diselenggarakan untuk mengukur dan menilai

ketercapaian standar nasional pendidikan terkait dengan pencapaian standar

kompetensi lulusan peserta didik secara nasional. Pada Pasal 1 Ayat 4

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 dijelaskan

bahwa:

“standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan

yang mencakup sikap, pengetahuan, dan

keterampilan”.

4

Namun demikian,

dari ketiga aspek kemampuan tersebut, soal-soal UN lebih dominan mengukur

aspek pengetahuan (kognitif) peserta didik. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Alawiyah tentang tujuan pelaksanaan UN yang salah satunya dimaksudkan

untuk mengukur kemampuan kognitif peserta didik.

5

Aspek kognitif yang

diukur pada soal UN mengacu pada tujuan pendidikan ranah kognitif

Taksonomi Bloom. Aspek ini berhubungan dengan kemampuan intelektual

2

Human Development Report 2013–The Rise of the South: Human Progress in Diverse World (New York: United Nation Development Programme), p. 148 – 151

3Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, No. 63 Tahun 2009, Tentang Sistem

Penjaminan Mutu Pendidikan, BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1, Ayat 2, h. 2

4Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, No. 19 Tahun 2005, Tentang Standar

Nasional Pendidikan, BAB I Ketentuan Umum, Pasal 1, Ayat 4, h. 1

5

(18)

dan kemampuan berpikir, seperti mengingat atau menyelesaikan suatu

masalah.

6

Alat pengumpul data pada UN adalah tes objektif dalam bentuk pilihan

ganda. Penggunaan tes jenis ini tidak terlepas dari kelebihan-kelebihan yang

dimilikinya sebagai instrumen penilaian. Beberapa kelebihan tes tertulis yang

berbentuk pilihan ganda sebagaimana dijelaskan Surapranata antara lain,

memuat banyak materi, mengukur berbagai tingkatan kognitif, memiliki

keandalan yang cenderung lebih tinggi dari pada soal uraian, dapat digunakan

pada ujian dengan jumlah peserta yang sangat banyak dan menghendaki hasil

yang cepat, serta memiliki sistem penskoran yang mudah, cepat, dan objektif.

7

Suatu tes sebagai instrumen penilaian hasil belajar hendaknya

mengukur keterampilan berpikir pada tingkatan yang bervariasi sesuai dengan

tujuan yang telah ditetapkan, mulai dari keterampilan berpikir tingkat rendah

sampai tingkat tinggi. Sehingga, dalam suatu tes perlu diperhatikan proporsi

masing-masing jenjang keterampilan berpikir yang muncul pada setiap

pertanyaan. Lebih mendominasinya soal-soal yang mengukur keterampilan

berpikir tingkat rendah dapat mempengaruhi pola belajar peserta didik. Dalam

hal ini peserta didik akan lebih menyukai teknik menghafal dan latihan soal

dibandingkan dengan mengembangkan cara berpikirnya pada level yang lebih

tinggi ketika hendak memecahkan suatu masalah.

Hasil UN SMA/MA tahun ajaran 2009/2010 menunjukkan bahwa dari

628.667 jumlah peserta program IPA yang mengikuti UN, sebanyak 0,338%

dari mereka tidak lulus ujian.

8

Dengan demikian, persentase kelulusan peserta

didik IPA yang mengikuti UN tersebut adalah 99,662%. Selain itu,

perkembangan nilai rata-rata UN program IPA untuk pelajaran Kimia pada

tahun pelajaran 2007/2008, 2008/2009, dan 2009/2010 secara berturut-turut

6Wina Sanjaya,

Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, ed. 1, (Jakarta: Kencana, 2011), cet. 4, h, 125

7

Sumarna Surapranata, Panduan Penulisan Tes Tertulis: Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 3, h. 178

8Badan Standar Nasional Pendidikan,

(19)

adalah 7,76, 8,34, dan 8,05.

9

Secara umum, nilai rata-rata UN Kimia pada

tahun pelajaran 2007/2008

2009/2010 cenderung relatif baik. Meskipun

capaian ini mengindikasikan mutu akademik peserta didik secara individual

pada tingkat nasional, hal ini belum menggambarkan seberapa jauh daya saing

akademik mereka pada tingkat global.

Kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mengetahui daya saing

akademik peserta didik Indonesia secara global dilakukan melalui kegiatan

penilaian berskala internasional seperti

Programme for International Student

Assessment

(PISA). Hasil kegiatan ini digunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam peningkatan daya saing sistem pendidikan untuk mempersiapkan

peserta didik sesuai kebutuhan dan dinamika perubahan kehidupan.

Berdasarkan hasil PISA pada tahun 2009 dan 2012, mutu akademik

peserta didik Indonesia usia 15 tahun dalam bidang sains termasuk rendah.

Pada tahun 2009, skor rata-rata peserta didik Indonesia pada mata pelajaran

sains adalah 383 sehingga menempatkan Indonesia pada peringkat ke-60 dari

65 negara partisipan.

10

Sedangkan pada tahun 2012, skor rata-rata sainsnya

adalah 382 sehingga menempatkan Indonesia pada peringkat ke-64 dari 65

negara.

11

Hasil ini menunjukkan bahwa soal-soal pada PISA menyulitkan

peserta didik untuk dapat menjawabnya dengan benar.

Berdasarkan persentase kelulusan peserta didik program IPA tingkat

SMA/MA pada tahun pelajaran 2009/2010, capaian prestasi sains peserta

didik Indonesia pada UN menunjukkan hasil yang kontradiktif jika

dibandingkan hasil PISA. Hasil penelitian Ramadhan dan Wasis menunjukkan

bahwa jenjang kognitif yang diukur pada UN IPA-Fisika tingkat SMP/MTs

masih rendah pada level tinggi seperti menganalisis dan mengevaluasi

9

Ibid.

10PISA 2009 Result: What Students Know and Can Do –Student Performance In Reading,

Mathematics and Science, Volume 1, (OECD: 2010), p. 152

11

(20)

dibandingkan pada soal-soal PISA.

12

Hasil ini menunjukkan bahwa kualitas

soal UN ditinjau dari aspek keterampilan berpikir yang diukurnya belum

menggambarkan secara optimal tujuan kognitif yang dibutuhkan peserta didik

dalam menghadapi persaingan akademik tingkat global.

Sebagai salah satu bentuk kegiatan evaluasi yang mengukur

kompetensi lulusan peserta didik dari aspek kognitif, kualitas UN terus

ditingkatkan. Peningkatan kualitas UN menurut M. Nuh ditempuh dengan cara

menaikkan derajat kesulitan soal atau dengan menaikkan standar kelulusan.

13

Meningkatkan derajat kesulitan soal erat kaitannya dengan peningkatan

jumlah item soal yang mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi.

Mengingat peranan tes yang dapat menjadi motivasi dan tantangan untuk

perbaikan mutu dan daya saing pendidikan, penulis tertarik untuk mengetahui

perbedaan kualitas soal UN Kimia tahun pelajaran 2011/2012 dan 2012/2013

ditinjau dari proporsi keterampilan berpikir tingkat tinggi yang diukurnya.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada bagian latar

belakang dan masalah, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah:

1.

Kualitas pendidikan Indonesia ditinjau dari aspek kualitas SDM nya masih

tertinggal dari negara-negara lain, terutama jika dilihat dari indikator

HDInya .

2.

Hasil yang kontradiktif ditunjukkan oleh capaian prestasi sains peserta

didik Indonesia pada UN dan hasil PISA.

3.

Soal UN ditinjau dari aspek kognitif yang diukurnya belum

menggambarkan secara optimal tujuan kognitif yang dibutuhkan dalam

menghadapi persaingan akademik tingkat global, yaitu terkait dengan

keterampilan berpikir tingkat tinggi.

12

Danny Ramadhan dan Wasis, Analisis Perbandingan Level Kognitif dan Keterampilan Proses Sains dalam Standar Isi (SI), Soal Ujian Nasional (UN), Soal (Trends In International Mathematics And Science Study (TIMSS), Dan Soal Programme For International Student Assessment (PISA), Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 2(1), 2013, h. 24

13Anonim, “Mendikbud: 2013, UN Akan Lebih Sulit”,

(21)

C.

Pembatasan Masalah

Dalam rangka memfokuskan ranah yang akan diteliti, maka masalah

penelitian ini hanya dibatasi pada beberapa hal sebagai berikut:

1.

Soal ujian nasional yang diteliti adalah Soal Ujian Nasional Kimia

SMA/MA tahun pelajaran 2011/2012 dan 2012/2013.

2.

Aspek kognitif yang dianalisis adalah enam kategori dimensi proses

kognitif Taksonomi Bloom revisi yang tersusun secara hierarkis, yaitu:

mengingat (C1), memahami (C2), mengaplikasikan (C3), menganalisis

(C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6).

3.

Kategori keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dianalisis adalah tiga

tingkatan kognitif teratas pada Taksonomi Bloom revisi, yaitu:

menganalisis (C4), mengevaluasi (C5), dan mencipta (C6).

D.

Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah disebutkan, maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah

: “

Bagaimanakah perbedaan kualitas soal

UN Kimia SMA/MA tahun pelajaran 2011/2012 dan 2012/2013 ditinjau dari

proporsi keterampilan berpikir tingkat tingginya?

E.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas soal UN

Kimia SMA/MA tahun pelajaran 2011/2012 dan 2012/2013 ditinjau dari

proporsi keterampilan berpikir tingkat tinggi.

F.

Manfaat Penelitian

1.

Bagi guru atau pendidik

(22)

dalam merumuskan dan mengembangkan soal ujian dengan melibatkan

jenjang kognitif yang lebih kompleks atau paling tidak setara dengan

tujuan pembelajaran yang menjadi standar penilaian dalam UN.

2.

Bagi peneliti

(23)

8

A.

Hakikat Evaluasi

1.

Pengertian Evaluasi dalam Bidang Pendidikan

Dalam Bahasa Inggris, evaluasi dikenal dengan istilah

evaluation

.

Baumgartner

, dkk., mendefinisikan evaluasi sebagai berikut: “

evaluation

is the use of measurement in making decision

”.

1

Artinya evaluasi

merupakan penggunaan pengukuran dalam membuat keputusan.

Pembuatan suatu keputusan sering dilakukan dalam berbagai hal dan

berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu,

evaluasi memainkan peranan yang sangat penting dalam bidang

pendidikan.

Menurut Sudijono, evaluasi pendidikan merupakan kegiatan atau

proses penentuan nilai pendidikan yang dilakukan untuk mengetahui mutu

atau hasil-hasilnya.

2

Di sisi lain, Wrightstone, dkk., dalam Purwanto,

me

ndefinisikan evaluasi pendidikan sebagai berikut: “

Educational

evaluation is the estimation of the growth and progress of pupils toward

objectives or values in the curriculum

.”

3

Artinya, evaluasi pendidikan

merupakan penaksiran terhadap pertumbuhan dan progres siswa ke arah

tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang terdapat di dalam kurikulum.

Salah satu ranah yang menjadi pusat perhatian kegiatan evaluasi

dalam bidang pendidikan adalah evaluasi pembelajaran. Evaluasi

pembelajaran merupakan pokok bahasan evaluasi yang kegiatannya

melingkupi kelas atau proses belajar mengajar. Bagi seorang guru,

evaluasi pembelajaran merupakan media yang tidak terpisahkan dari

kegiatan mengajar, karena melalui evaluasi seorang guru akan

1

Baumgartner, et al., Measurement for Evaluation in Physical Education and exercise science, 8th ed., (New York: Mc-Graw-Hill, 2007), p. 3

2Anas Sudijono,

Pengantar Evaluasi Pendidikan, ed. 1, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet. 12, h. 2

3

(24)

mendapatkan informasi tentang pencapaian hasil belajar peserta didik serta

tentang tingkat kesukaran materi yang digunakan untuk diterima peserta

didik (apakah materi yang telah disampaikan oleh guru dalam proses

pembelajaran dapat dipahami peserta didiknya atau tidak).

4

Menurut Gronlund,

from an instructional standpoint evaluation

may be defined as

a systematic process of determining the extent to which

instructional objectives are achieved by pupils

”.

5

Artinya, dari segi

pengajaran evaluasi dapat didefinisikan sebagai sebuah proses yang

sistematis untuk menetapkan sampai sejauh mana tujuan-tujuan

pengajaran telah dicapai oleh siswa.

Dalam pengertian yang hampir sama dengan evaluasi pengajaran

sebagaimana dikemukakan Gronlund, Oemar Hamalik mendefinisikan

evaluasi hasil belajar sebagai keseluruhan aktivitas pengumpulan data dan

informasi, pengolahan, penafsiran dan pertimbangan untuk membuat

keputusan tentang tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik setelah

melakukan kegiatan belajar guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan.

6

Berdasarkan beberapa pengertian evaluasi di atas, dapat

disimpulkan bahwa evaluasi pendidikan memiliki ruang lingkup yang

relatif luas, yakni sebagai kegiatan yang dilakukan untuk menentukan nilai

dari proses pendidikan. Evaluasi pendidikan dilakukan melalui kegiatan

yang sistematis dan berkelanjutan yang meliputi aktivitas pengukuran,

pengolahan, penafsiran dan pengambilan keputusan tentang sejauh mana

proses pendidikan telah mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang telah

ditetapkan. Dari kegiatan evaluasi, mutu atau hasil pendidikan dapat

diketahui tingkat pencapaiannya, sehingga informasi yang diperoleh

berdasarkan kegiatan tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk

4

Sukardi, Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya, ed. 1, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), cet. 6, h. 5

5Norman E. Gronlund,

Measurement and Evaluation in Teaching, ed. 4. (New York: McMillan Publishing Company, 1981), p. 5.

6

(25)

memperbaiki dan meningkatkan penyelenggaraan kegiatan pendidikan

selanjutnya.

2.

Tujuan Evaluasi

Sebagai sebuah kegiatan yang sistematis dalam proses penentuan

nilai suatu pendidikan, evaluasi memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai.

Victor H. Noll mendeskripsikan tujuan evaluasi sebagai berikut:

basically, the purpose of evaluation is to judge the worth of a program or

procedur, usually in terms of how well it has achieved its objectives

”.

7

Artinya pada dasarnya, tujuan evaluasi adalah untuk menilai harga dari

sebuah program atau prosedur, biasanya berhubungan dengan seberapa

baik program atau prosedur tersebut telah mencapai tujuan-tujuannya.

Sudijono mengklasifikasikan tujuan evaluasi pendidikan ke dalam

tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum evaluasi pendidikan

sebagaimana dijelaskan Sudijono, yaitu: (1) untuk mengumpulkan

bahan-bahan informasi yang akan dijadikan bukti tentang taraf perkembangan

atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah

mengikuti proses pembelajaran selama kurun waktu tertentu; dan (2) untuk

mengetahui tingkat efektifitas dari metode-metode pengajaran yang telah

dipergunakan dalam proses pembelajaran selama krurun waktu tertentu.

8

Adapun tujuan khususnya yaitu: (1) untuk menstimulasi kegiatan peserta

didik dalam mengikuti program pendidikan; dan (2) untuk mencari dan

menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan

peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari

dan ditemukan solusinya.

9

7Victor H. Noll,

Introduction to Educational Measurement, ed. 2, (Boston: Houghton Mifflin Company, 1965), p. 14

8

Sudijono, op. cit., h. 16

9

(26)

Secara lebih khusus, Hamalik mendeskripsikan tujuan evaluasi

hasil belajar untuk:

10

a.

memberikan informasi tentang kemajuan peserta didik dalam upaya

mencapai tujuan-tujuan belajar.

b.

memberikan informasi yang dapat digunakan untuk membina

kegiatan-kegiatan belajar peserta didik lebih lanjut.

c.

memberikan informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui

kemampuan peserta didik, menentukan kesulitan-kesulitannya dan

merekomendasikan kegiatan-kegiatan remedial.

d.

memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai dasar untuk

memotivasi peserta didik dalam belajar.

e.

memberikan informasi tentang semua aspek tingkah laku peserta didik,

dengan demikian guru dapat membantu perkembangannya menjadi

warga masyarakat dan pribadi yang bermutu.

f.

memberikan informasi yang tepat untuk membimbing peserta didik

dalam memilih sekolah, atau jabatan yang sesuai dengan keahlian,

minat dan bakatnya.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang tujuan evaluasi di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa secara umum kegiatan evaluasi dilakukan

untuk menilai seberapa baik suatu program, prosedur, atau metode yang

digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, memotivasi

peserta didik untuk menjalani proses pendidikan dengan sebaik-baiknya,

serta memperoleh informasi yang dapat dijadikan pertimbangan dalam

perbaikan dan penyempurnaan program, prosedur, atau metode yang

digunakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

3.

Fungsi Evaluasi

Evaluasi pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam menunjang perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan.

Sudijono menyebutkan bahwa secara umum evaluasi pendidikan memiliki

sedikitnya 3 macam fungsi inti, yaitu: mengukur kemajuan, menunjang

10

(27)

penyusunan rencana, dan melakukan perbaikan atau melakukan

penyempurnaan kembali.

11

Menurut Hamalik, sebagai bagian penting dari sistem

instruksional, evaluasi mendapat tanggung jawab untuk melaksanakan

fungsi-fungsi pokok sebagai berikut:

12

a.

Fungsi edukatif

Sebagai subsistem dalam sistem pendidikan, evaluasi bertujuan untuk

memperoleh informasi tentang keseluruhan sistem dan/atau salah satu

subsistem pendidikan.

b.

Fungsi institusional

Evaluasi berfungsi mengumpulkan informasi yang akurat tentang

input

dan

output

pembelajaran di samping proses pembelajaran itu sendiri.

c.

Fungsi diagnostik

Evaluasi berfungsi untuk memperoleh informasi tentang kesulitan atau

masalah-masalah yang sedang dialami peserta didik dalam proses

belajarnya.

d.

Fungsi administratif

Evaluasi berfungsi menyediakan data tentang kemajuan belajar peserta

didik, yang selanjutnya berguna untuk memberikan sertifikat (tanda

kelulusan) untuk melanjutkan studi lebih tinggi dan/atau untuk

kenaikan kelas.

e.

Fungsi kurikuler

Evaluasi berfungsi menyediakan data dan informasi yang akurat dan

sangat berguna untuk pengembangan kurikulum (perencanaan, uji coba

di lapangan, pelaksanaan, dan revisi).

f.

Fungsi manajemen

Evaluasi merupakan bagian integral dalam sistem manajemen,

sehingga hasil dari kegiatan ini sangat berguna bagi pimpinan untuk

membuat keputusan manajemen pada semua jenjang manajemen.

11

Sudijono, op. cit., h. 7

12

(28)

4.

Prinsip-prinsip Evaluasi

Evaluasi pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam

mengendalikan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Agar evaluasi yang

dilakukan dapat memberikan hasil yang baik, maka terdapat sedikitnya

tujuh prinsip yang perlu diperhatikan guru dalam melakukan evaluasi.

13

Sudaryono menjelaskan ketujuh prinsip evaluasi sebagai berikut:

14

a.

Prinsip berkesinambungan (

continuity

)

Kegiatan evaluasi hasil belajar yang baik adalah kegiatan evaluasi

yang dilakukan secara berkelanjutan atau terus menerus.

b.

Prinsip menyeluruh (

comprehensive

)

Kegiatan evaluasi hasil belajar yang baik adalah kegiatan evaluasi

yang dilakukan secara utuh dan menyeluruh, yakni meliputi

keseluruhan aspek perilaku masing-masing peserta didik, baik aspek

kognitif, afektif, maupun psikomotorik.

c.

Prinsip objektivitas (

objectivity

)

Alat evaluasi yang digunakan tidak dipengaruhi oleh unsur

subjektifitas.

d.

Prinsip validitas (

validity

) dan realibilitas (

realibility

)

Alat evaluasi yang digunakan harus valid dan reliabel. Alat evaluasi

yang valid adalah alat evaluasi yang benar-benar dapat mengukur apa

yang hendak diukur. Sedangkan alat evaluasi yang reliabel adalah alat

evaluasi yang ketika diberikan kepada peserta didik yang sama dalam

waktu yang berlainan akan memberikan hasil yang menunjukkan

ketetapan.

e.

Prinsip penggunaan kriteria

Pada kegiatan evaluasi, penggunaan kriteria diperlukan pada saat

memasuki pengukuran, baik pengukuran dengan menggunakan standar

mutlak (penilaian acuan patokan) maupun pengukuran dengan standar

relatif (penilaian acuan norma).

13Sudaryono,

Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, ed. 1, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), cet 1, h. 54

14

(29)

f.

Prinsip kegunaan

Kegiatan evaluasi yang dilakukan sebaiknya bermanfaat bagi peserta

didik maupun pelaksana.

B.

Hakikat Pengukuran dan Instrumennya

1.

Pengertian Pengukuran

Dalam Bahasa Inggris, pengukuran dikenal dengan istilah

measurement

. Gronlund mendefinisikan pengukuran (

measurement

)

sebagai “

the process of obtaining a numerical description of the degree to

which an individual possesses a particular characteristic

”.

15

Artinya

pengukuran merupakan proses dalam memperoleh gambaran numerik dari

tingkat dimana seorang individu memiliki sebuah karakteristik khusus.

Adapun Kusaeri dan Suprananto mendefinisikan pengukuran sebagai suatu

prosedur membandingkan antara atribut atau dimensi dari sesuatu yang

akan diukur dengan alat ukurnya.

16

Berdasarkan pengertian-pengertian pengukuran menurut Gronlund

serta Kusaeri dan Suprananto, maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran

adalah sebuah proses untuk memperoleh gambaran numerik tentang

tingkat pencapaian seseorang melalui proses membandingkan apa yang

hendak diukur dengan alat ukurnya berdasarkan aturan-aturan tertentu.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengukuran itu

bersifat kuantitatif.

2.

Tes sebagai Instrumen Pengukuran

a.

Pengertian Tes

Sudijono mengartikan tes sebagai alat atau tata cara yang

digunakan untuk pengukuran dan penilaian.

17

Tes merupakan alat atau

teknik penilaian yang biasa digunakan guru untuk mengukur

kemampuan peserta didik dalam pencapaian suatu kompetensi

15Norman E. Gronlund,

Measurement and Evaluation in Teaching, ed. 7, (United States of America: Prentice Hall, Inc, 1995), p. 6

16Kusaeri dan Suprananto,

Pengukuran dan Penilaian Pendidikan, jilid I, ed. 1, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), cet 1, h. 4

17

(30)

tertentu.

18

Dalam Bahasa Inggris, tes dikenal dengan istilah

test

.

Gronlund mendefinisikan tes (

test

) sebagai “

An instrument or

systematic procedure for measuring a sample of behavior by posing a

set of questions in a uniform manner

”.

19

Artinya tes merupakan sebuah

alat atau cara sistematis untuk mengukur contoh tingkah laku dengan

mengajukan seperangkat pertanyaan dalam cara yang sama.

Menurut Sudaryono, tes adalah kumpulan pertanyaan yang

harus dijawab, harus ditanggapi, atau harus dikerjakan oleh setiap

peserta didik guna mengukur tingkat penguasaan setiap peserta didik

terkait materi yang disampaikan, terutama dalam hal pengetahuan dan

keterampilan.

20

Menurut Sudjana, tes sebagai alat penilaian merupakan

pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada peserta didik untuk

mendapat jawaban dari mereka secara lisan (tes lisan), tulisan (tes

tulisan), atau perbuatan (tes tindakan).

21

Adapun Arifin mendefinisikan

tes sebagai teknik atau cara sistematis yang digunakan pada kegiatan

pengukuran, yang di dalamnya memuat berbagai pertanyaan,

pernyataan, atau serangkaian tugas yang harus dilakukan atau dijawab

peserta didik untuk mengukur aspek tingkah laku peserta didik.

22

Berdasarkan beberapa definisi tentang tes, maka dapat

disimpulkan bahwa tes merupakan sebuah alat atau prosedur yang

disusun secara sistematis untuk digunakan dalam kegiatan pengukuran

dan penilaian, terdiri atas seperangkat pertanyaan, pernyataan, atau

tugas yang harus dilaksanakan dan dijawab oleh penempuh ujian

(peserta didik) baik secara lisan, tulisan, maupun tindakan untuk

mengukur perilaku peserta didik dalam mencapai suatu kompetensi.

18Wina Sanjaya,

Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, ed 1, (Jakarta: Kencana, 2008), cet 4, h. 187

19

Norman E. Gronlund, Measurement and Evaluation in Teaching, ed. 7, loc. cit.

20Sudaryono,

op. cit., h. 101

21Nana Sudjana,

Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 35

22

(31)

b.

Fungsi Tes

Menurut Sudijono, secara umum tes memiliki dua fungsi, yaitu:

(1) sebagai alat untuk mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan

yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka mengikuti proses

pembelajaran selama kurun waktu tertentu; dan (2) sebagai alat untuk

mengukur tingkat keberhasilan program pengajaran yang telah

ditentukan.

23

Terkait fungsinya sebagai alat untuk mengukur keberhasilan

peserta didik, Arikunto menjelaskan bahwa tes dibagi menjadi 3

kelompok, yaitu tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif.

24

Tes

diagnostik merupakan tes yang digunakan untuk mengetahui

kelemahan-kelemahan peserta didik sehingga berdasarkan informasi

tersebut dapat dilakukan penanganan yang tepat.

25

Tes formatif

merupakan tes yang diberikan pada akhir setiap program yang

dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah

terbentuk setelah menempuh program tertentu.

26

Adapun tes sumatif

merupakan tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian

sekelompok atau sebuah program yang lebih besar, contoh tes sumatif

antara lain adalah ulangan umum pada tiap akhir semester.

27

Dilihat dari fungsinya, Ujian Nasional (UN) dapat

dikategorikan ke dalam tes sumatif, karena tes ini diberikan kepada

peserta didik yang telah menyelesaikan sekolompok atau sebuah

program pendidikan yang dilakukan pada tingkat dasar maupun

menengah. Sebagai tes sumatif, kegiatan ini dilaksanakan pada akhir

masa studi peserta didik pada masing-masing jenjang.

23

Sudijono, op. cit., h. 67

24Suharsimi Arikunto,

Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, ed. 2, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), cet 1, h. 47

25

Ibid., h. 48

26

Ibid., h. 50

27

(32)

c.

Karakteristik Tes yang Baik

Menurut Sudijono, suatu tes dinyatakan sebagai tes yang baik

apabila tes tersebut paling sedikit memiliki empat karakteristik.

Keempat karakteristik tes yang baik sebagaimana dikatakan Sudijono,

yaitu: (1) valid; (2) reliabel; (3) obyektif; (4) praktis dan ekonomis.

28

Sejalan dengan Sudijono, Arikunto juga memaparkan bahwa

karakteristik dari sebuah tes yang baik sebagai alat ukur, yaitu

memiliki: (1) validitas, (2) reliabilitas, (3) objektivitas, (4)

praktikabilitas, dan (5) ekonomis.

29

Sebagaimana diungkapkan Sudijono dan Arikunto, penjelasan

mengenai karakteristik-karakteristik yang perlu dimiliki agar sebuah

tes dikatakan baik adalah sebagai berikut:

1)

Valid

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), valid

adalah menurut cara yang semestinya; berlaku; sahih.

30

Arikunto

menjelaskan bahwa sebuah tes dikatakan valid jika tes tersebut

mampu secara tepat mengukur apa yang hendak diukur.

31

Tes hasil

belajar menurut Sudijono dikatakan valid jika tes tersebut dengan

secara tepat, benar, shahih, atau absah telah mampu mengukur dan

mengungkap tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik setelah

mengikuti proses pembelajaran selama kurun waktu tertentu.

32

Dengan demikian, suatu tes dikatakan valid apabila tes

tersebut sebagai alat ukur, dapat mengukur apa yang ingin diukur

dengan cara yang semestinya, berlaku, benar, tepat, shahih, atau

absah.

28

Sudijono, op. cit., h. 93

29Arikunto,

op. cit., h. 72

30Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), cet. 9, h. 1116

31

Arikunto, op. cit., h. 73

32

(33)

2)

Reliabel

Suatu tes dikatakan baik jika tes tersebut bersifat dapat

dipercaya (reliabel). Arikunto menjelaskan bahwa suatu tes

dikatakan reliabel jika hasil-hasil tes tersebut menunjukkan

konsistensi, walaupun pengetesannya dilakukan berulangkali.

33

Tes

hasil belajar menurut Sudijono dinyatakan reliabel ketika

hasil-hasil pengukuran dari tes tersebut selalu memperlihatkan hasil-hasil

yang tetap sama atau bersifat ajeg dan stabil, walaupun

pengetesannya terhadap subyek yang sama dilakukan secara

berulang-ulang.

34

Dengan demikian, sebuah tes dikatakan reliabel apabila

hasil pengukuran (skor) yang diperoleh dari penggunaan tes

tersebut secara berulang-ulang kepada subyek sama adalah sama,

ajeg, konsisten, atau bersifat stabil.

3)

Objektif

Suatu tes dikatakan baik apabila tes tersebut bersifat

objektif atau memiliki objektivitas. Arikunto menjelaskan bahwa

suatu tes disebut memiliki objektivitas apabila dalam pelaksanaan

tes tersebut tidak terdapat faktor subjektif yang mempengaruhi,

terutama pada sistem penskorannya.

35

Menurut Sudijono, sebuah

tes hasil belajar dikatakan objektif apabila disusun dan

dilaksanakan menurut apa adanya, yakni menggunakan materi

yang telah diberikan sesuai dengan tujuan instruksional khusus

yang telah ditentukan serta terhindar dari unsur subjektivitas

penyusun tes, baik dalam hal pengoreksian, pemberian skor

maupun penentuan nilainya.

36

Dengan demikian, sebuah tes dikatakan objektif apabila

pelaksanaan tes dilakukan tanpa ada unsur pribadi penyusun tes

33Arikunto,

op. cit., h. 74

34Sudijono,

op. cit., h. 95

35

Arikunto, op. cit., h. 75

36

(34)

yang mempengaruhi, terutama dalam hal proses penskoran dan

penilaian serta dalam menentukan materi tes yang diberikan.

4)

Praktis

Tes yang baik adalah tes yang bersifat praktis atau memiliki

praktikabilitas. Tes yang praktis menurut Arikunto adalah tes yang

mudah pelaksanaannya, mudah pemeriksaannya, serta dilengkapi

dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.

37

Tes hasil belajar menurut

Sudijono dikatakan praktis apabila tes tersebut dapat dilaksanakan

dengan mudah, karena tes tersebut bersifat sederhana dan lengkap.

Suatu tes dikatakan bersifat sederhana apabila tes tersebut tidak

membutuhkan peralatan yang banyak atau yang sulit cara

mendapatkannya. Sedangkan suatu tes dikatakan lengkap apabila

tes tersebut memiliki petunjuk tentang cara pengerjaan, kunci

jawaban, pedoman penskoran serta penentuan nilainya.

38

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tes dikatakan

bersifat praktis apabila tes tersebut dapat dilaksanakan dengan

mudah, baik dalam proses pengadaannya, pelaksanaanya, maupun

pemeriksaannya.

5)

Ekonomis

Tes hasil belajar dikatakan bersifat ekonomis apabila tes

tersebut tidak menghabiskan waktu yang lama dan tidak

membutuhkan tenaga serta biaya yang banyak.

39

d.

Prinsip-prinsip Penyusunan Tes

Agar sebuah tes berfungsi sebaik mungkin dalam meyediakan

informasi tentang sejauh mana peserta didik dan program

pembelajaran telah mencapai tujuan yang telah ditentukan, maka

pengadaan tes harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dasar

37Arikunto,

op. cit., h. 77

38

Sudijono, op. cit., h. 97

39

(35)

penyusunan tes. Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam

menyusun tes adalah sebagai berikut:

40

1)

Mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditentukan sesuai

dengan tujuan instruksional.

2)

Mengukur sampel yang mewakili

performance

hasil belajar peserta

didik dan materi yang telah diajarkan.

3)

Meliputi berbagai macam bentuk soal yang benar-benar relevan

untuk mengukur hasil belajar peserta didik sesuai dengan tujuan

yang diharapkan.

4)

Dirancang sesuai dengan kegunaannya sebagai alat evaluasi untuk

memperoleh hasil yang diinginkan.

5)

Dibuat seandal mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan

baik.

6)

Digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara

mengajar guru.

e.

Petunjuk dan Tahapan Pengembangan Tes

Pada kegiatan pengukuran dan penilaian pendidikan, tes

memiliki peranan yang sangat penting dalam mengumpulkan informasi

tentang tingkat perkembangan dan kemajuan peserta didik. Oleh

karena itu, agar tes yang diberikan mampu memberikan informasi yang

akurat dan tepat guna, maka pembuat tes perlu mengkaji

petunjuk-petunjuk dan tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan dalam

pengembangan tes.

Beberapa

petunjuk

yang

perlu

diperhatikan

dalam

pengembangan tes pengukur keberhasilan adalah sebagai berikut:

41

1)

Item tes diturunkan dari indikator hasil belajar.

2)

Item tes harus berorientasi pada hasil belajar.

3)

Item tes perlu menjelaskan dalam kondisi yang bagaimana hasil

belajar itu dapat ditunjukkan.

40Purwanto,

op. cit., h. 23

41

(36)

4)

Setiap indikator hasil belajar sebaiknya disusun lebih dari satu item

tes.

Adapun tahapan-tahapan pengembangan tes, secara terurut

disebutkan Surapranata sebagai berikut:

42

1)

Penentuan tujuan

2)

Penyusunan kisi-kisi

3)

Penulisan

4)

Penelaahan dan perbaikan

5)

Uji coba

6)

Analisis

7)

Perakitan

8)

Penyajian

9)

Skoring

10)

Pelaporan

11)

Pemanfaatan

f.

Tes Standar (

Standardized Test

) dan Tes Buatan Guru (

Teacher Made

Test

)

Sebagai alat atau instrumen yang dapat digunakan dalam

kegiatan pengukuran keberhasilan peserta didik, apabila ditinjau dari

cara penyusunannya, tes dibagi menjadi dua jenis, yakni tes standar

(

Standardized Test

) dan tes buatan guru (

Teacher-Made Test

).

Purwanto mendefinisikan tes standar sebagai sebuah tes yang telah

melalui proses standardisasi, yakni proses validasi dan keandalan

sehingga tes tersebut benar-benar valid dan andal untuk suatu tujuan

dan bagi kelompok tertentu.

43

Adapun tes buatan guru menurut Arifin

adalah “tes yang disusun sendiri oleh guru yang akan mempergunakan

tes tersebut”.

44

42Sumarna Surapranata,

Panduan Penulisan Tes Tertulis: Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 3, h. 46

43

Purwanto, op. cit., h. 33

44

(37)

Perbedaan antara tes standar dengan tes buatan guru dapat

dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.

Tabel 2.1

Perbedaan Tes Standar dan Tes Buatan Guru

45

Tes Standar

Tes Buatan Guru

Didasarkan atas bahan dan

tujuan-tujuan

umum

bagi

sekolah-sekolah (yang sejenis)

di seluruh negara atau daerah.

Didasarkan atas bahan dan

tujuan-tujuan khusus bagi kelas atau

sekolah di tempat guru itu

mengajar.

Menyangkut aspek yang luas

dari pengetahuan, keahlian, atau

keterampilan, biasanya dengan

hanya sejumlah item yang

diperlukan untuk mengukur

suatu

skill

atau topik tertentu.

Menyangkut topik, keahlian, atau

keterampilan khusus dan tertentu,

tetapi dapat juga menyangkut

bagian-bagian yang lebih luas dari

pengetahuan dan keterampilan.

Dikembangkan dengan bantuan

penulis-penulis profesional, para

ahli meriview, dan editor-editor

soal tes.

Biasanya

dikembangkan

oleh

seorang guru dengan sedikit atau

tanpa bantuan dari luar.

Menggunakan item-item yang

telah diujicobakan, dianalisis,

dan direvisi sebelum menjadi

bagian dari tes itu.

Menggunakan item-item yang

jarang

atau

tidak

pernah

diujicobakan,

dianalisis,

atau

direvisi sebelum menjadi bagian

dari tes tersebut.

Memiliki

reliabilitas

yang

tinggi.

Memiliki reliabilitas yang rendah

atau sedang.

Memiliki ukuran-ukuran untuk

bermacam-macam

kelompok

yang secara luas mewakili

performance

seluruh negara

atau daerah.

Biasanya terbatas pada suatu kelas

atau sekolah sebagai kelompok

pemakainya.

45

(38)

UN merupakan jenis tes yang termasuk ke dalam tes standar,

alasannya adalah sebagai berikut:

1)

Soal UN dikembangkan dan dirakit menurut kisi-kisi soal yang

disusun berdasarkan SK dan KD dalam Standar Isi Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah yang berlaku secara nasional;

2)

Soal UN yang berbentuk pilihan ganda memuat banyak materi

yang diujikan. Tes ini dilakukan untuk mengukur pencapaian

kompetensi lulusan, terutama dari aspek pengetahuan (kognitif);

3)

Soal UN dikembangkan dan dirakit berdasarkan kisi-kisi soal yang

disusun oleh dosen, guru, dan pakar penilaian pendidikan.

4)

Kisi-kisi yang menjadi acuan dalam pengembangan dan perakitan

soal UN telah melalui validasi oleh dosen, guru, dan pakar

penilaian pendidikan.

g.

Tes Obyektif Pilihan Ganda (

multiple choice test

);

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), objektif

adalah mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat

atau pandangan pribadi.

46

Menurut Arikunto, tes objektif merupakan

tes yang pada proses pemeriksaannya dapat dilaksanakan secara

objektif guna mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada tes

yang berbentuk esai.

47

Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan

bahwa tes objektif adalah tes yang dalam kegiatan pemeriksaan tesnya

tidak dipengaruhi oleh unsur subjektivitas pemeriksa, sehingga skor

dari hasil pemeriksaan tesnya menggambarkan keadaan yang

sebenarnya.

Ada beberapa bentuk soal jenis tes objektif, yang menurut

Sudijono dibedakan menjadi lima golongan, yaitu: (1) tes objektif

dengan bentuk soal benar-salah (

true-false test

); (2) tes objektif dengan

bentuk soal menjodohkan (

matching test

); (3) tes objektif dengan

bentuk soal melengkapi (

completion test

); (4) tes objektif dengan

46

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, op. cit., h. 699

47

(39)

bentuk soal isian (

fill in test

); dan (5) tes objektif dengan bentuk soal

pilihan ganda (

multiple choice item test

).

48

Tes objektif dengan bentuk soal pilihan ganda digunakan

secara luas untuk berbagai macam keperluan, antara lain pada ulangan

umum, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah dasar, ujian akhir

nasional, survei nasional, survei internasional seperti

Trends in

Mathematics and Science Study

(TIMSS) dan

Programme for

International Student Assessment

(PISA), tes bahasa Inggris yang

diselenggarakan oleh lembaga

testing

di luar negeri seperti TOEFL,

IELTS, TOEIC, dan GRE, serta tes bakat skolastik.

49

Menurut Kusaeri dan Suprananto, soal yang berbentuk pilihan

ganda adalah soal yang jawabannya harus dipilih dari beberapa

alternatif jawaban yang tersedia.

50

Penjelasan lebih lanjut mengenai

soal pilihan ganda disampaikan oleh

Noll sebagai berikut: “

the

multiple choice item usually consists of an incomplete declarative

sentence followed by a number of possible responses, one of which is

clearly correct or best

”.

51

Artinya soal pilihan ganda terdiri atas

sebuah kalimat pernyataan tidak lengkap diikuti oleh sejumlah

kemungkinan jawaban, satu dari kemungkinan jawaban tersebut adalah

yang paling benar atau yang terbaik.

Sudaryono juga mengungkapkan bahwa tes pilihan ganda

terdiri atas dua bagian, yakni bagian keterangan (

stem

) dan bagian

kemungkinan jawaban atau alternatif (

options

).

52

Berdasarkan

stem

-nya, bentuk soal pilihan ganda dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

bentuk soal dengan

stem

yang berupa pertanyaan, dan bentuk soal

dengan

stem

yang berupa pernyataan.

53

Options

pada tes pilihan ganda

48

Sudijono, op. cit., h. 107

49Surapranata,

op. cit., h. 131

50Kusaeri dan Suprananto,

op. cit., h. 107

51Noll,

op. cit., h. 150

52

Sudaryono, op. cit., h. 110

53

(40)

terdiri atas satu jawaban benar yang disebut kunci jawaban dan

beberapa pengecoh (

distractor

).

54

Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tes

obyektif pilihan ganda merupakan salah satu bentuk tes yang terdiri

atas bagian keterangan tidak lengkap (

stem

) yang diikuti oleh sejumlah

kemungkinan jawaban (

option

), dimana satu diantara kemungkinan

jawaban tersebut adalah jawaban yang benar (kunci jawaban) dan yang

lainnya adalah pengecoh (

distractor

).

h.

Penyusunan Soal yang Menuntut Keterampilan Berpikir Tingkat

Tinggi

Salah satu bentuk soal yang sangat luas penggunaannya untuk

mengukur keberhasilan peserta didik adalah soal pilihan ganda. Soal

pilihan ganda merupakan soal yang mampu mengukur berbagai macam

kemampuan, mulai dari kemampuan yang sederhana sampai dengan

kemampuan yang kompleks. Salah satu keunggulan dari soal pilihan

ganda adalah mampu mengukur berbagai tingkatan kemampuan

kognitif (berpikir), yakni mulai dari tingkat ingatan sampai dengan

tingkat evaluasi.

55

Dengan demikian, penggunaan bentuk soal pilihan

ganda pada kegiatan pengukuran dan penilaian, tidak hanya

memungkinkan evaluator untuk mengukur kemampuan berpikir

tingkat rendah peserta didik, tetapi juga kemampuan berpikir tingkat

tingginya.

Memungkinkannya penggunaan bentuk soal pilihan ganda

dalam pengukuran kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik

juga dikemukakan oleh Kubiszyn dan Borich sebagai berikut:

Multiple-choice items are unique among objective test items because,

contrary to popular opinion, they enable you to measure behavior at

the higher levels of the taxonomy of educational objectives

”.

56

Artinya

54Sudaryono,

loc. cit.

55Surapranata,

op. cit., h. 178

56

(41)

soal-soal pilihan ganda adalah unik di antara soal-soal tes objektif

lainnya karena, berlawanan dengan pendapat umum, mereka

memungkinkan kamu untuk mengukur tingkah laku pada tingkat yang

lebih tinggi dari taksonomi tujuan-tujuan pendidikan.

Kusaeri dan Suprananto menjelaskan bahwa ada beberapa cara

yang dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam penyusunan soal yang

menuntut keterampilan berpikir lebih tinggi, yaitu:

57

1)

Materi tes tidak hanya mencakup aspek keterampilan berpikir yang

berupa ingatan, tetapi juga mencakup berbagai aspek keterampilan

berpikir lainnya, seperti: pemahaman, penerapan, sintesis, analisis,

atau evaluasi.

2)

Setiap item soal atau pernyataan perlu diberikan dasar pertanyaan.

3)

Pertanyaan yang diberikan harus dapat mengukur keterampilan

berpikir kritis.

4)

Pertanyaan yang diberikan harus dapat mengukur keterampilan

pemecahan masalah.

C.

Ujian Nasional

Ujian nasional (UN) merupakan bentuk penilaian hasil belajar peserta

didik yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai salah satu bentuk penilaian

hasil belajar, pelaksanaan UN bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi

lulusan pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan dan teknologi.

58

Kegiatan ini ditujukan bagi peserta didik pada

jenjang pendidikan tingkat dasar dan menengah.

59

Untuk menyelenggarakan kegiatan UN, Menteri Pendidikan Nasional

membentuk suatu badan yang bersifat mandiri dan independen yang disebut

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

60

Badan inilah yang

mengembangkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) sebagai pedoman

57Kusaeri dan Suprananto,

op. cit., h. 151

58Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, No. 19 Tahun 2005, Tentang Standar

Nasional Pendidikan, BAB X. Standar Penilaian Pendidikan, Pasal 66, Ayat 1, h. 34

59

Ibid., Pasal 63, Ayat 1, h. 32

60

Gambar

Tabel 4.3 Distribusi Soal UN Kimia Tahun Ajaran 2011/2012 dan 2012/2013 Ditinjau dari Sub Kategori Jenjang Kognitif Menganalisis  ......
Gambar 4.2 Proporsi Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi yang Diukur pada Soal UN Kimia Tahun Ajaran 2011/2012 dan 2012/2013 Ditinjau dari Jenjang Kognitif Menganalisis  ..........................................................
Tabel 2.1 Perbedaan Tes Standar dan Tes Buatan Guru45
Tabel 2.2 Kisi-kisi Soal UN Kimia SMA/MA Tahun Ajaran 2011/201264
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan peneliti – peneliti di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk menghasilkan alat evaluasi yang baik dalam mengevaluasi

Kesederhanaan bahasa yang digunakan 4,00 Baik Selama proses implementasi, beberapa variabel yang diperhatikan untuk menilai alat evaluasi berbasis aktivitas yang

Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa berpikir tingkat tinggi merupakan suatu proses berpikir peserta didik dalam level kognitif yang lebih tinggi yang

Evaluasi adalah suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu pembelajaran membuahkan hasil yaitu dengan membandingkan hasil yang diperoleh dengan tujuan atau

Pada gambar I dicantumkan sejumlah keterampilan berpikir pada tingkat analisis, sintesis, dan evaluasi yang dapat dipergunakan untuk merumuskan tujuan berkategori

tersebut, dapat dikatakan bahwa evaluasi atau penilaian adalah serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang memiliki kemampuan tinggi dengan siswa yang memiliki

Adapun tujuan penelitian ini yaitu: 1 mengembangkan instrumen evaluasi yang dapat mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi pada materi asam basa, 2 mengetahui kelayakan instrumen