• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN dan SARAN

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diambil dari hasil pembahasan terhadap hasil penelitian diberikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Manajemen RSUD Rantauprapat semakin meningkatkan kinerja dalam perspektif keuangan dengan menyesuaikan pemakaian dan tarif rumah sakit sesuai BEP.

2. Manajemen RSUD Rantauprapat lebih meningkatkan kinerja dalam perspektif pelanggan melalui peningkatan kepuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit khususnya dokter dan perawat.

3. Manajemen RSUD Rantauprapat semakin meningkatkan kinerja dalam perspektif internal bisnis dengan menambah atau memperbaiki fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan rumah sakit demi kelancaran dalam memberikan pelayanan.

4. Manajemen RSUD Rantauprapat meningkatkan kinerja dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan melalui pendidikan dan pelatihan serta memberikan penghargaan kepada karyawan yang memiliki prestasi dan ketrampilan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

Kinerja merupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau

actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai

seseorang). Kinerja merupakan hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggungjawab yang diberikan (Mangkunagara, 2010)

Menurut Moeheriono (2009), pengertian kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi,dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau kelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang telah ditetapkan oleh organisasi. Oleh karena itu, jika tanpa tujuan dan target yang ditetapkan dalam pengukuran, maka kinerja pada seseorang atau kinerja organisasi tidak mungkin dapat diketahui bila tidak ada tolak ukur keberhasilannya.

Menurut Ilyas (2012) kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi.

2.1.2 Penilaian Kinerja

Menurut Ilyas (2012) Penilaian kinerja adalah proses menilai hasil karya personel dalam suatu organisasi melalui instrumen penilaian kinerja. Pada hakikatnya, penilaian kinerja merupakan suatu evaluasi terhadap penampilan kerja personel dengan membandingkan dengan standar baku penampilan. Kegiatan penilaian kinerja ini membantu pengambil keputusan dan memberikan umpan balik kepada para personel tentang pelaksanaan kerja mereka. Menurut Hall (dalam Ilyas, 2012) penilaian kinerja adalah suatu proses yang terus menerus dimana organisasi menilai kualitas kerja personel dan berusaha memperbaiki prestasi kerja mereka dalam organisasi.

Tujuan utama dari penilaian kinerja adalah untuk memotivasi personal dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga membuahkan tindakan dan hasil yang diinginkan oleh organisasi. Penilaian kinerja dapat digunakan sebagai media untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya, melalui umpan balik yang dihasilkan kinerja pada waktunya serta pemberian penghargaan. Penilaian kinerja dapat digunakan oleh seorang manajer untuk memperoleh dasar yang obyektif dalam memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang dilakukan masing-masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini diharapkan agar dapat memberi motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien(Mulyadi, 2014).

Penilaian kinerja dilaksanakan dalam dua tahap utama yaitu: a. Tahap persiapan, terdiri dari tiga tahap rinci:

1) Penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggungjawab.

2) Penetapan kriteria yang dipakai untuk mengukur kinerja. 3) Pengukuran kinerja sesungguhnya.

b. Tahap penilaian terdiri dari tiga tahap rinci:

1)Pembandingan kinerja sesungguhnya dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

2) Penentuan penyebab timbulnya penyimpangan kinerja sesungguhnya dari yang ditetapkan dalam standar.

3) Penegakan perilaku yang diinginkan dan tindakan yang digunakan untuk mencegah perilaku yang tidak diinginkan.

2.2 Penilaian Kinerja Organisasi Tradisional

Pada umumnya organisasi banyak yang masih menggunakan pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu lebih sering disebut dengan pengukuran kinerja tradisioanal. Kinerja personal diukur hanya berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi dan komitmen personel, peningkatan produktivitas, dan proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit pengukurannya. Menurut Mulyadi (2014), ukuran keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan dimasa lalu dan tidak mampu menuntun sepenuhnya perusahaan kearah yang lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Oleh karena itu

perlu adanya cara pengukuran dan pengelolaan kompetensi yang dapat memicu keunggulan kompetitif organisasi bisnis.

Kaplan dan Norton (2000) memaparkan bahwa pengukuran kinerja secara tradisional memiliki beberapa kelemahan yaitu:

a. Ketidakmampuannya mengukur kinerja harta-harta tak tampak (intangible

assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan, karena

itu kinerja keuangan tidak mampu bercerita banyak mengenai masa lalu perusahaan dan tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik.

b. Pengukuran lebih berorientasi kepada manajemen operasional dan kurang mengarah pada manajemen strategis.

c. Tidak mampu mempresentasikan kinerja intangible assets yang merupakan bagian struktur asset perusahaan.

Pengukuran kinerja keuangan cenderung mendorong para manajer lebih banyak memperhatikan kinerja jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang. Kinerja keuangan yang baik saat ini adalah hasil dari mengabaikan kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Sebaliknya kinerja keuangan yang kurang baik saat ini bisa terjadi karena perusahaan melakukan investasi demi kepentingan jangka panjangnya.

Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem pengukuran kinerja tradisional mendorong Kaplan dan Norton untuk mengembangkan suatu sistem pengukuran kinerja yang memperhatikan empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif

pembelajaran dan pertumbuhan. Konsep ini secara umum dikenal dengan konsep

Balanced Scorecard. Balanced Scorecard diterapkan berdasarkan visi dan misi

yang telah dimiliki organisasi yang selanjutnya visi dan misi tersebut dituangkan dalam bentuk strategi untuk mencapai tujuan organisasi.

2.3 Penilaian Kinerja Organisasi Sektor Publik

Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment system. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memperbaiki kinerja pemerintah, pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, dan mewujudkan pertanggungjawaban publik serta memperbaiki komunikasi pelanggan.

Tujuan sistem pengukuran kinerja sektor publik menurut Mardiasmo (2009) adalah:

a. Mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up). b. Mengukur kinerja finansial dan nonfinansial secara berimbang sehingga dapat

ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.

c. Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence.

d. Alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif rasional.

Manfaat pengukuran kinerja sektor publik adalah:

a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen.

b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan.

c. Memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.

d. Hasil pengukuran kinerja sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.

e. Alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.

f. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi. g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.

h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif. 2.4 Rumah Sakit

Menurut Permenkes No. 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi Rumah Sakit dan Perizinan Rumah sakitmenyebutkan bahwa pengertian rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan,

persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Menurut Permenkes No. 1045/MENKES/PER/XI/2006, “Suatu fasilitas

pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan rawat inap dan rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, teurapeutik, rehabilitatif untuk orang yang menderita sakit, cedera dan melahirkan sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk tenaga kesehatan dan

penelitian”.

2.4.1 Jenis dan klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014 diklasifikasikanmenjadi 2 macam berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, yaitu :

1. Rumah Sakit Umum

Rumah Sakit Umum adalah Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

Rumah sakit umum diklasifikasikan lagi berdasarkan pelayanan; sumber daya manusia; peralatan; sarana dan prasarana; dan administrasi dan manajemen. Rumah Sakit Umum diklasifikasikanmenjadi :

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah Sakit Umum Kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan gawat darurat diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus-menerus,pelayananmedik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan

Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) PelayananSpesialis Penunjang Medik, 13 (tiga belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain, 17(tujuh belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis dan 7 (tujuh) pelayanan penunjang medik spesialis gigi dan mulut.

b. Rumah Sakit UmumKelas B

Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan gawat darurat diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus-menerus, pelayananmedik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) PelayananSpesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya, 2(dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar dan 3 (tiga)pelayanan penunjang medik spesialis gigi dan mulut.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan gawat darurat diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus-menerus,pelayananmedik umum paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar paling sedikit 3 (tiga), Pelayanan Spesialis Penunjang Medik paling sedikit 3 (tiga) dan pelayanan penunjang medik spesialis gigi dan mulut paling sedikit 1 (satu) .

d. Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan gawat darurat diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus-menerus,pelayananmedik umum paling sedikit 4 (empat)

Pelayanan Medik Spesialis Dasar paling sedikit 2 (dua) dan pelayanan medik spesialis penunjang paling sedikit 1 (satu).

e. Rumah Sakit Umum Kelas D Pratama

Didirikan dan diselenggarakan untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan aksesibilits masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tingkat dua serta didirikan di daerah tertinggal, perbatasan atau kepulauan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2. Rumah Sakit Khusus

Rumah Sakit Khusus adalah Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau jenis penyakit.Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan lagi berdasarkan pelayanan,sumber daya manusia dan peralatan. Jenis Rumah Sakit khusus antara lain Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak, Jantung dan pembuluh darah, Kanker, Otak, Paru, Jiwa, Mata, Ketergantungan Obat, Penyakit Infeksi, Gigi dan Mulut, Telinga Hidung Tenggorokan, Bedah, Ginjal.

2.4.2 Indikator Kinerja Rumah Sakit Menurut Depkes RI Tahun 2005 Indikator kinerja rumah sakit dilaksanakan secara swa-nilai (self

Assesment). Penilaian dilaksanakan setiap hari yang dikompilasi secara bulanan.

Hasil penilaian ini dijadikan sebagai bahan rapat bulanan peningkatan mutu oleh Direksi rumah sakit dan Komite medik. Bagi kalangan medik, hasilnya dapat digunakan untuk menilai pelaksanaan tindakan medik di beberapa bagian/instalasi/departemen. Setiap analisis yang dilakukan dapat digunakan

untuk menjawab pertanyaan apakah kebutuhan dari bagian/instalasi/departemen ruangan/pelayanan telah dipenuhi sehingga mutu pelayanan dapat terjamin.

Agar suatu rumah sakit dapat diukur dan dimonitor kinerjanya dibutuhkan metode tertentu. Ada beberapa macam metode yang dapat digunakan untuk mengukur indikator kinerja rumah sakit antara lain :

 Inspeksi

Inspeksi hanya untuk mengukur apakah suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan minimal untuk keamanan pasien.

 Survei Pelanggan

Standarisasi dari cara survei ditujukan untuk mengidentifikasikan hal-hal yang bernilai bagi pasien dan masyarakat. Standarisasi dapat disesuaikan untuk mengukur hal-hal yang spesifik terhadap pengalaman dan kepuasan.

 Penilaian oleh pihak ke tiga

Penilaian dilakukan baik melalui penilaian internal maupun penilaian eksternal secara nasional dan penilaian yang dilakukan oleh pihak internasional. Penilaian pihak ketiga antara lain seperti standar ISO dan akreditasi.

 Indikator statistik

Indikator statistik adalah alat untuk menilai kinerja suatu rumah sakit baik secara internal maupun eksternal. Indikator didesain agar dapat mencapai tujuan secara objektif.

Ada 12 (dua belas) indikator kinerja rumah sakit yang disepakati telah memenuhi persyaratan :

1. Rerata jam pelatihan per karyawan pertahun. 2. Persentase tenaga terlatih di unit khusus.

3. Kecepatan penanganan penderita gawat darurat. 4. Waktu tunggu sebelum operasi efektif.

5. Angka kematian ibu karena persalinan (perdarahan, preklampsia/eklampsia dan sepsis, khusus untuk kasus non rujukan).

6. Angka infeksi nosokomial.

7. Kelengkapan pengisian rekam medis. 8. Persentasi kepuasan pasien (survei). 9. Persentasi kepuasan karyawan (survei). 10. Baku mutu limbah cair.

11. Status keuangan rumah sakit.

12. Persentase penggunaan obat generik di rumah sakit. 2.4.3 Standar Pelayanan Rumah Sakit

Rumah sakit sebagai sarana kesehatan yang menyelenggarakan layanan kesehatan memiliki standar pelayanan minimal yang harus dipenuhi. Jenis layanan rumah sakit yang menjadi standar minimal berdasarkan SK Menkes No. 129/Menkes/SK/2008 tentang Standar Pelayanan Minmal Rumah Sakit dengan indikator yang ditentukan di antaranya adalah :

Tabel 2.1 Pelayanan, Indikator dan Standar Pelayanan Rumah Sakit

No Jenis Indikator Standar

1. Rekam Medis 1. Kelengkapan pengisian rekam medis 24 jam setelah selesai pelayanan

100% 2. Kelengkapan informed concent setelah mendapatkan informasi yang jelas 100% 3. Waktu persediaan dokumen rekam medis pelayanan rawat jalan

≤ 10 menit

4. Waktu persediaan dokumen rekam medis pelayanan rawat inap

≤ 15 menit

2. Rawat Jalan 1. Dokter pemberi layanan poliklinik

100% dokter spesialis 2. Ketersediaan pelayanan Klinik Anak, Klinik

Penyakit Dalam, Klinik Bedah, Klinik Kebidanan

3. Jam buka pelayanan 08.00 s.d 13.00 setiap hari kerja, kecuali hari jumat 08.00 s.d 11.00 4. Waktu tunggu di rawat

jalan

≤ 60 menit

5. Kepuasaan pelanggan ≥ 90 %

3. Rawat Inap 1. Pemberi pelayanan rawat inap Dokter spesialis, perawat minimal pendidikan D3 2. Dokter penangunggjawab rawat inap 100% 3. Ketersediaan pelayanan rawat inap

Klinik Anak, Klinik Penyakit Dalam, Klinik Kebidanan, Klinik Bedah

4. Jam visit dokter spesialis 08.00 s.d 14.00 setiap hari

5. Kejadian infeksi pasca operasi

6. Kejadian nosokomial ≤ 1,5%

7. Tidak ada kejadian pasien jatuh yang berakibat kecacatan/kematian

100%

8. Kematian pasien > 48 jam ≤ 0,24%

9. Kejadian paksa pulang ≤ 5%

10. Kepuasaan pelanggan ≥ 90%

4. Penunjang Medis Radiologi

1. Waktu tunggu hasil pelayanan thorax foto

≤ 3%

2. Pelaksanan ekspertisi Dokter Sp. Rad 3. Kejadian kegagalan pelayanan rotgen Kerusakan foto ≤ 2% 4. Kepuasaan pelanggan ≥ 80 % 5. Lab. Patologi klinik

1. Waktu tunggu hasil pelayanan laboratorium

≤ 140 menit kimia

darah dan darah rutin

2. Pelaksanan ekspertisi Dokter Sp.PK

3. Tidak adanya kesalahan

pemberian hasil

pemeriksaan laboratorium

100%

4. Kepuasaan pelanggan ≥ 80 %

6 Farmasi 1. Waktu tunggu pelayanan a. Obat jadi

b. Obat racikan

a. ≤ 30 menit

b. ≤ 60 menit 2. Tidak adanya kesalahan

pemberian obat

100% 3. Kepuasaan pelanggan ≥ 80 %

4. Penulisan resep sesuai

formularium

100%

2.5 Sejarah Balanced Scorecard

Pertama kali diperkenalkan di USA yang pada awalnya ditujukan untukmengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yangberfokus pada aspek keuangan. Pada tahun 1990, Nolan Norton Institute,

bagian riset kantor akuntan publik KPMG di USA yang diketahui oleh David P. Norton, mensponsori studi tentang :“Pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan”studi ini didorong oleh kesadaran bahwa pada waktu itu ukuran kinerja keuanganyang digunakan oleh semua perusahaan untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai. Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha para eksekutif ke kinerja keuangan dan non keuangan. Hasil studi tersebut diterbitkan dalam sebuah artikel berjudul :Balanced

Scorecard-Measures That Drive Performance”. Dalam Harvard Business Review (Januari-Februari 1992). Hasilstudi tersebut menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masayang akan datang, diperlukan ukuran yang komprehensif yang mencakup 4(empat) perspektif : perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Balanced Scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan implementasi konsep tersebut. Balanced Scorecard terdiri dari dua kata : (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel dimasa depan. Melaui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel masadepan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya.

Berdasarkan konsep balanced scorecard kinerja keuangan sebenarnya merupakan hasil atau akibat dari kinerja non keuangan (pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan). Pada awal implementasi balanced

pelipatgandaan kinerja keuangan mereka. Keberhasilan ini didasari sebagai akibat dari penggunaan ukuran kinerja balanced scorecard yang komprehensif. Dengan menambah ukuran kinerja non keuangan, eksekutif dipacu untuk memperlihatkandan melaksanakan usaha-usaha yang merupakan pemacu sesungguhnya (the realdriver) untuk mewujudkan kinerja keuangan. Itulah sebabnya mengapa balanced scorecard disebut “Measure That Driver Performance”.

Dalam tahap implementasi, pelaksanaan rencana dipantau dengan pendekatan balanced scorecard dalam pengukuran kinerja eksekutif dalam empat perspektif : keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Pada tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja berdasarkan pendekatan balanced scorecard dikomunikasikan kepada eksekutif untuk memberikan umpan balik (feedback) tentang kinerja mereka, sehingga mereka dapat mengambil keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka.

Pada tahap perkembangannya, balanced scorecard dimanfaatkan untuk setiap sistem manajemen strategik, sejak tahap perumusan strategi sampai tahap implementasi dan pemantauan. Pada tahap perumusan strategi balanced scorecard digunakan untuk memperluas cakrawala dalam menafsirkan hasil penginderaan terhadap trend perubahan lingkungan macro dan lingkungan industri kedalam perspektif yang lebih luas : keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui empat perspektif balanced scorecard, manajemen mampu menafsirkan dampak trend perubahan lingkungan bisnis yang kompetitif terhadap visi, misi, tujuan dan sasaran strategi perusahaan.

2.6 Pengukuran Kinerja Menggunakan Balanced Scorecard

Balanced scorecard sebagai metode pengukuran kinerja bermula dari hasil

studi Kaplan dan Norton (2000) yang diterbitkan pada tahun 1992 dalam sebuah

artikel berjudul “Balanced scorecard Measure That Drive Performance” dalam

Harvard Business Review. Pada awalnya Balanced scorecard diciptakan untuk

mengatasi problem tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Selanjutnya Balanced scorecard mengalami perkembangan implementasinya, tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja eksekutif, namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik. Dengan demikian, konsep dan penerapan Balanced scorecard telah mengalami perubahan pesat sejak saat diperkenalkan pertama kali di United State America (USA).

Balanced Scorecard terdiri dari dua kata yaitu Balanced (berimbang) dan Scorecard (kartu skor). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk

merencanakan skor yang hendak dicapai oleh personal di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personal di masa yang akan datang dibandingkan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personal yang bersangkutan. Sedangkan kata berimbang menunjukkan bahwa kinerja personal diukur secara berimbang dari dua aspek: keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, serta antara kinerja yang bersifat instern dan ekstern (Mulyadi, 2014).

2.6.1 Definisi dan keunggulan Balanced Scorecard

Menurut Kaplan dan Norton (2000), Balanced Scorecard adalah suatu system kompherensif yang bermanfaat dalam membantu para menajer untuk menerjemahkan visi dan strategi perusahaan ke dalam ukuran-ukuran kinerja yang saling terkait berdasarkan empat perspektif utama, yaitu keuangan, pelanggan, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Balanced Scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja yang berfokus

pada aspek keuangan dan non keuangan dengan memandang empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, serta proses bisnis internal (Mulyadi, 2014)

Keunggulan pendekatan Balanced Scorecard dalam sistem perencanaan strategik (Mulyadi, 2014) yaitu:

1. Kompherensif

Balanced Scorecard memperluas perspektif dari yang sebelumnya hanya

berfokus pada keuangan meluas dan mencakup pada perspektif pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan sehingga lebih kompherensif. Perluasaan tersebut dapat bermanfaat dalam melipatgandakan kinerja keuangan dalam waktu jangka panjang dan membuat perusahaan/organisasi mampu untuk memasuki lingkungan bisnis/organisasi yang kompleks.

2. Koheren

Balance Scorecard mewajibkan personil untuk membangun hubungan sebab

akibat dalam berbagai sasaran strategik yang dihasilkan dalam setiap perencanaan. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan dalam perspektif nonkeuangan harus mempunyai hubungan kausal dengan sasaran keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung.

3. Seimbang

Dalam sistem perencanaan strategik,Balanced Scorecardmenggambarkan keseimbangan sasaran yang dihasilkan dalam keempat perspektif. Keseimbangan harus terjadi diantara keempatperspektif, yaitu keseimbangan internal (proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan), keseimbangan berfokus pada proses eksternal (perspektif keuangan dan

customer), keseimbangan berfokus pada proses (perspektif keuangan dan

proses bisnis internal) dan keseimbangan berfokus pada orang (perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan perspektif customer).

4. Terukur

Salah satu keunggulan Balance Scorecard adalah dalam hal keterukuran. Melalui pendekatan Balance Scorecard, Sasaran-sasaran strategik nonkeuangan yang sulit diukur seperti customer, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan dapat ditentukan ukurannya sehingga dapat dikelola dan diwujudkan.

2.7 Perspektif Balanced Scorecard 2.7.1 Perspektif Keuangan

Dalam balanced scorecard perspektif keuangantetap menjadi perhatian, karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsenkuensi ekonomi yang disebabkan oleh keputusan dan tindakan ekonomi yang diambil. Menurut Gasperz (2005) untuk mendukung balanced scorecard, unit-unit bisnis harus dikaitkan dengan strategis perusahaan. Tujuan financial berperan sebagai fokus bagi tujuan-tujuan strategis dan ukuran-ukuran semua perspektif dalam balanced scorecard.

Tiga sasaran utama pada perspektif ini adalah: Pertumbuhan pendapatan

Dokumen terkait