• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

Pengolahan ikan gulama menjadi ikan asin di daerah penelitian masih dilakukan dengan cara sederhana. Kegiatan ini sebenarnya memiliki prospek ekonomi yang cukup baik terlebih apabila ada upaya pemanfaatan teknologi terutama kepada

ketergantungan terhadap sinar matahari, kegiatan pembelahan ikan yang masih menggunakan tenaga manual cukup menyita waktu dan sangat banyak menyerap biaya. Disarankan kegiatan ini dapat menggunakan teknologi sehingga kegiatan ini lebih efisien dan efektif. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ikan asin sebenarnya sudah memberikan tingkat keuntungan diatas normal, akan tetapi disarankan kepada pemerintah daerah dapat memberikan pelatihan-pelatihan dan program-program pemberian kredit dengan bunga ringan sehingga kapasitas produksi bisa ditingkatkan sehingga potensi keuntungan dapat dicapai secara optimum.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Tinjauan Ikhtiologi

Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai biologisnya mencapai 90% dengan jaringn pengikat sedikit sehingga mudah dicerna. Hal yang paling penting adalah harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Kandungan kimia, tingkat kematangan, dan kondisi tempat hidupnya. (Adawyah, 2006).

Pada umumnya ikan mempunyai bentuk yang sistematis kecuali untuk ikan sebelah. Tubuh ikan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala mulai dari bagian dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Badan, akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal, dan dari sirip anal sampai ujung ekor disebut bagian ekor. Ikan memiliki beberapa sirip, yaitu sirip pektoral atau sirip dada, sepasang sirip ventral atau sirip perut, sirip dorsal atau sirip punggung, sirip anal atau sirip dubur, dan sirip ekor.

Permukaan tubuh ikan terbungkus kulit yang bersisik atau semacam duri kecil yang bersusun. Kulit ikan tersebut membungkus daging yang didukung oleh sistem tulang. Pada bagian dalam tubuh terdapat organ yang menjalankan sebagai fungsi fisiologis, seperti pencernaan, perkembangbiakan, jantung, empedu, dan

tetapi sebagian besar terdapat pada bagian badan terdiri dari dua jaringan perut, dua jaringan punggung, dan empat longitudinal. Sel atau jaringan daging utama yang merupakan unsur dasar fungsional dan morfologi memiliki struktur yang kompleks.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai komposisi kimia air ( 60,0 – 80,0 %) ; protein (18,0 – 30, 0 %) ; lemak (0,1 – 2,2 %) ;karbohidrat (0,0 – 1,0 %) ; vitamin dan sisanya mineral.

Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan karena dapat mempengaruhi mutu. Baik buruknya penanganan ikan segar akan mempengaruhi mutu ikan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan mentah untuk proses pengolahan lebih lanjut (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Dengan kandungan air yang cukup tinggi, tubuh ikan merupakan media yang cocok untuk kehidupan bakteri pembusuk atau mikroorganisme lain, sehingga ikan sangat cepat mengalami proses pembusukan. Kondisi ini sangat merugikan karena dengan kondisi demikian banyak ikan tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa harus dibuang, terutama pada saat kondisi melimpah. Oleh karena itu untuk mencegah proses pembusukan perlu dikembangkan berbagai cara pengawetan dan pengolahan yang cepat dan cermat agar sebagian besar ikan yang diproduksi dapat dimanfaatkan.

Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses, yaitu proses penggaraman, dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari

penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya yaitu memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan.

Hasil akhir dari pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin, yaitu ikan yang telah mengalami proses penggaraman dan pengeringan. Dalam skala Nasional ikan asin merupakan salah satu produk perikanan yang mempunyai kedudukan penting, hampir 65% produk perikanan masih diolah dan diawetkan dengan cara penggaraman. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila ikan asin termasuk dalam sembilan pokok penting bagi kebutuhan masyarakat.

Apabila lingkungan tidak memenuhi syarat, maka produk ikan asin sering mengalami kerusakan selama dalam penyimpanan. Kualitas ikan dan kondisi ruang penyimpanan yang akan digunakan perlu diperhatikan. Tingkat kesegaran ikan sangat berpengaruh terhadap jumlah bakteri. Selain itu, cara penanganan, sanitasi, faktor biologis, temperatur lingkungan alat pengangkutan ikan dan ruang penyimpanan harus mendapat perhatian pula karena dapat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan.

Kerusakan pada ikan asin dapat disebabkan oleh bakteri halifilik yang mampu mengubah tekstur maupun rupa daging ikan asin. Bakteti itu dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

2. Obligat halofilik, yaitu bakteri yang dapat hidup secara baik pada lingkungan yang mengandung garam dengan konsentrasi lebih besar dari 2%.

Selain disebabkan oleh bakteri halofilik, kerusakan mikrobiologi pada ikan asin juga dapat disebabkan oleh jamur, ragi, dan beberapa serangga dalam bentuk larva atau dewasa (Adawyah, 2006).

2.1.2 Tinjauan Ekonomi Ikan Asin

Prospek pemasaran ikan asin cukup menggembirakan,baik di dalam maupun di luar negeri. Saat ini arab Saudi dan Belanda telah berusaha mengimpor ikan asin dari Indonesia. Namun kesempatan ini belum dapat dipenuhi seluruhnya, karena produksi ikan asin di negara kita masih rendah. Permintaan Arab Saudi akan ikan asin sebesar 4.200 ton/ tahun telah berhasil dipenuhi, tetapi permintaan Belanda belum dipenuhi. Oleh karena itu kita perlu meningkatkat kuantitas dan kualitas produk penggaraman (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Penambahan garam atau penggaraman atau pengasinan yang dilakukan dalam pembuatan ikan asin tidak hanya memberikan rasa asin pada ikan, hal tersebut juga dimaksudkan untuk proses pengawetan ikan. Ikan adalah termasuk dalam kategori bahan makanan yang mudah membusuk (perishable food). Sejak ikan mati, hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 12 jam untuk memulai pembusukan. Penggunaan kadar garam yang tinggi mampu menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang bisa menyebabkan pembusukan pada daging ikan. Jadi, selain menambah nilai jual ikan yang kurang ekonomis, pengasinan pada ikan juga menjadikan ikan tahan lama untuk dikonsumsi beberapa bulan

kedepan dengan tidak mengurangi nilai gizi yang terkandung dalam ikan tersebut (Widodo dan Suadi, 2006).

Jika usaha untuk melakukan pengolahan yang bernilai tambah telah dilakukan dan produk yang dihasilkan berhasil menarik perhatian masyarakat, maka mutu produk perlu diperhatikan dengan lebih seksama. Mutu dapat diartikan sebagai tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk yang dihasilkan produsen. Semakin tinggi tingkat kepuasan semakin tinggi harga yang dapat ditawarkan produsen. Semakin rendah tingkah kepuasan semakin rendah harga yang ditawarkan konsumen (Suparno, 1992).

2.1.3 Teknis Pengolahan Ikan Asin

Dasar pengolahan ikan adalah mempertahankan kesegaran dan mutu ikan selama dan sebaik mungkin. Hampir semua cara pengawetan dan pengolahan ikan meninggalkan sifat khusus pada setiap hasil awetan atau olahannya. Hal ini disebabkan oleh berubahnya : sifat bau, cita rasa, wujud atau rupa, dan tekstur daging ikan (Moeljanto, 1992).

Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian terpenting dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan dan produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia-sia, karena tidak semua produk perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Perbedaan hasilnya tergantung pada penyiangan dan pencucian, jumlah garam yang digunakan, jangka waktu penggaraman, dan penjemurannya. Hal – hal tersebut disebabkan jenis – jenis dan ukuran ikan atau cara pengolahan selanjutnya, serta asin yang diinginkan (Moeljanto, 1992).

Untuk mendapatkan ikan asin yang bermutu baik harus digunakan garam murni, yaitu garam dengan kandungan NaCl cukup tinggi (95%) dan sedikit sekali mengandung elemen yang dapat menimbulkan kerusakan, seperti yang sering dijumpai pada garam rakyat. Ikan asin yang diolah dengan garam murni memiliki daging berwarna putih kekuning – kuningan yang lunak. Jika dimasak, rasa ikan asin ini seperti ikan segar (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Selain dengan menggunakan garam dengan kandungan NaCl yang cukup tinggi, untuk mendapatkan ikan asin yang bermutu baik juga harus memperhatikan perawatan, dan perbaikan unit pengolahan, semua peralatan serta perlengkapan membantu yang dipergunakan dalam operasi pengolahan agar selalu bersih. Dengan demikian, unit pengolahan beserta peralatan dan perlengkapan yang digunakan bukanlah merupakan sumber penularan bakteri perusak bagi produk yang diolah (Santoso, 1998).

Proses penggaraman dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : 1. Penggaraman kering (Dry Salting)

Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran besar maupun kecil. Penggaraman ini menggunakan garam berbentuk kristal. Ikan yang akan diolah ditaburi garam lalu disusun secara belapis-lapis. Setiap lapisan ikan

di dalam tubuh ikan, sehingga kristal garam berubah menjdi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan.

2. Penggaraman basah (Wet Salting)

Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan garam sebagai media untukmerendam ikan. Larutan garam akan mengisap cairan tubuh ikan (sehingga konsentrasi menurun) dan ion-oin garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan.

3. Kench salting

Penggaraman ikan dengan cara ini hampir serupadengan penggaraman kering. Bedanya metode ini tidak menggunakan bak kedap air. Ikan hanya menumpuk dengan menggunakan keranjang. Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni oleh lalat, hendaknya seluruh permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam. 4. Penggaraman diikuti proses perebusan

Ikan pindang merupakan salah satu contoh ikan yang mengalami proses penggaraman yang diikuti dengan perebusan. Dalam hal ini, proses pembusukan ikan dicegah dengan cara merebus dalam larutan garam jenuh (Afrianto dan Liviawaty,1989).

2.2 Landasan Teori

Suatu usaha merupakan suatu rangkaian kegiatan yang direncanakan yang didalamnya menggunakan masukan (input), untuk mendapatkan hasil (return) di masa yang akan datang. Sebelum melaksanakan usaha, tentunya perlu dilakukan analisis. Analisis adalah suatu penilaian untuk mempertimbangkan keuntungan

Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena pertimbangan sebagai berikut :

1. Meningkatkan nilai tambah

Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang diproses. Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang mempunyai fasilitas pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-lain). Sedangkan bagi pengusaha inimenjadikan kegiatan utama, karena dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri.

2. Kualitas Hasil

Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas bukan saja menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi juga mempengaruhi harga barang itu sendiri.

3. Penyerapan tenaga kerja

Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan.

4. Meningkatkan keterampilan

Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.

5. Peningkatan pendapatan

Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk mendapatkan kualitas hasil penerimaan atau total keuntungan yang lebih besar (Soekartawi, 1999).

Nilai tambah merupakan penambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diperlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Besarnya dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor teknis yang terdiri dari kapasitas produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kuantitas bahan baku dan input penyerta serta faktor pasar yang meliputi harga jual output, harga bahan baku, nilai input lain dan upah tenaga kerja (Soekartawi, 1999).

Peningkatan nilai tambah dari suatu produk agribisnis pada dasarnya tidak terlepas dari aplikasi teknologi yang tepat dan sistem manajemen yang professional. Besarnya nilai tambah tergantung dari teknologi yang digunakan dalam proses produksi dan adanya perlakuan lebih lanjut terhadap produk yang dihasilkan. Suatu perusahaan dengan teknologi yang lebih baik akan meningkatkan produk dengan kualitas yang lebih baik pula, sehingga harga produk olahan akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai tambah

Nilai tambah diperoleh dari hasil pengurangan nilai produk dengan harga bahan baku dan bahan tambahan pengolahan. Pada pengasinan ikan selain biaya bahan baku juga diperlukan bahan tambahan pengolahannya dengan biaya yang cukup besar, seperti diperlukannya biaya bahan penunjang, biaya peralatan, biaya penyusutan, biaya tenaga kerja dan biaya pajak atau iuran. Sehingga dapat dikatakan nilai tambah yang diperoleh relatif kecil karena biaya yang relatif besar (Rangkuti, 2009).

Menurut Hayami et al. (1987), ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain.

Kelebihan dari analisis nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami adalah pertama, dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas, kedua dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi, serta ketiga, prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat diterapkan untuk subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran (Suprapto, 2006).

Suatu agroindustri diharapkan mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi selain mampu untuk memperoleh keuntungan yang berlanjut. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan merupakan selisih antara nilai komoditas yang

mendapat perlakuan pada suatu tahap dengan nilai korbanan yang harus dikeluarkan selama proses produksi terjadi. Nilai tambah yang diperoleh lebih dari 50% maka nilai tambah dikatakan besar dan sebaliknya, nilai tambah yang diperoleh kurang dari 50% maka nilai tambah dikatakan kecil (Sudiyono,2004).

Pada pengolahan hasil pertanian dapat dikatakan juga dengan adanya diversifikasi vertikal yaitu kegiatan yang bertujuan untuk memperkenalkan (memasukkan) tambahan kegiatan atau perlakuan terhadap komoditas setelah panen, sehingga para petani/produsen bersangkutan dapat memperoleh nilai tambah dari komoditas yang dihasilkan. Melalui kegiatan ini (penyimpanan, pengeringan, pengolahan, pengangkutan) nilai tambah yang semula dinikmati oleh pihak lain (pengolah, pedagang) sekarang diterima oleh petani produsen bersangkutan, sehingga dengan demikian pendapatan petani dapat ditingkatkan (Suryana, 1990).

Pendapatan petani adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya per usahatani dengan satuan (Rp). Formula menghitung pendapatan adalah sebagai berikut :

Pendapatan (I) = Penerimaan (R) – Biaya Total (TC) Penerimaan (R) = Py. Y

Py = Harga Produksi (Rp/Kg) Y = Jumlah Produksi (Kg)

Biaya Total (TC) = Biaya tetap (FC) + Biaya Variabel (VC) (Suratiyah, 2006). Secara teoritis, apabila nilai R > TC maka petani memperoleh keuntungan, apabila nilai R = TC maka petani tidak untung dan tidak rugi, dan apabila nilai R < TC

2.3 Kerangka Pemikiran

Ikan merupakan komoditi yang mudah rusak, apabila disimpan terlalu lama maka ikan tersebut akan busuk dan tidak dapat dikonsumsi lagi. Untuk itu maka diperlukan beberapa pengolahan untuk meningkatkan daya tahan ikan tersebut. Salah satunya adalah pengawetan dengan garam. Pengolahan memberikan nilai tambah pada produk baik dari segi mutu maupun harga jual produk tersebut.

Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ikan segar menjadi ikan asin itu akan berpengaruh pada penerimaan yang diperoleh oleh nelayan apakah pengaruhnya menguntungkan atau tidak serta besar atau tidak dapat dilihat dari penerimaan yang diperoleh nelayan dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya untuk mengolah ikan tersebut sehingga dia memperoleh pendapatan.

Skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keterangan = menyatakan hubungan Pengolahan Ikan Ikan Asin Nelayan Hasil Tangkapan Ikan Segar Nilai Tambah Pendapatan Penerimaan Biaya :

1. Biaya Bahan Baku 2. Biaya Peralatan 3. Biaya Penyusutan 4. Biaya Tenaga

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang dibuat, maka hipotesi penelitian ini dibuat sebagai berikut :

1) Penerimaan yang diperoleh dari pengolahan ikan segar menjadi ikan asin di daerah penelitian lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan.

2) Pendapatan yang diperoleh dari pengolahan ikan segar menjadi ikan asin diatas normal profit.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan alam laut yang banyak dan beranekaragam. Sektor perikanan memegang peranan penting dalam perekonomian nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja sumber pendapatan bagi nelayan / petani ikan, sumber protein hewani yang bernilai tinggi, serta sumber devisa yang sangat potensional (Djazuli, 2002).

Dengan potensi sumber daya perikanan yang melimpah, bangsa indonesia memiliki peluang memulihkan perekonomian nasional dengan bertumpu pada pengolahan sumber daya perikanan secara baik dan optimal. Hal ini didasarkan pada kecenderungan permintaan baik domestik dan dunia terhadap produk perikanan yang terus meningkat. Sektor perikanan dapat menjadi tumpuan utama dalam membangun kembali perekonomian nasional yang sempat terpuruk akibat krisis ekonomi (Kusumastanto, 2000).

Produksi dari suatu usaha penangkapan ikan laut sebahagian besar adalah berupa ikan segar yang segera dijual kepada konsumen, namun pada saat produksi melimpah seringkali hasil produksi tidak dapat terjual seluruhnya, sedangkan ikan laut memiliki sifat mudah rusak/busuk sehingga dapat mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk perikanan pada pasca panen melalui proses pengolahan maupun pengawetan.

Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan produksi ikan yang telah tercapai selama ini akan sia-sia, karena tidak semua produk perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik. Pengolahan dan pengawetan bertujuan mempertahankan mutu dan kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekali penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya : aktivitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi oksigen), agar ikan tetap baik sampai ke tangan (Afrianto dan Liviawaty, 1989)

Menurut Erizal (1991), hasil ikan olahan nelayan Sumatera Utara yang berupa ikan asin, telah lama dikenal oleh masyarakat konsumen. Bahkan penyebarannya telah menembus beberapa kota besar di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan pengolahan ikan sudah merupakan usaha yang cukup berkembang di Sumatera Utara. Pengolahan ikan ini bukan hanya menjaga agar mutu ikan terjaga tetapi tentu memberikan nilai tambah kepada produk ataupun nelayan serta pengolah ikan asinnya.

Kecamatan Tanjung Balai merupakan salah satu dari daerah yang berada di kawasan pesisir pantai Timur Sumatera Utara. Kegiatan ekonomi yang menonjol di Kecamatan Tanjung Balai adalah perdagangan perikanan. Produksi perikanan mencapai 34.215 ton per tahun.

Di Desa Bagan Asahan, Kecamatan Tanjung Balai umumnya masyarakat berprofesi sebagai nelayan dan pengolah ikan asin, pengolah ikan asin didaerah

skala industri rumah tangga. Pengolahan ikan segar menjadi ikan asin ini akan memberikan nilai tambah bukan hanya pada produknya tetapi juga pada pendapatan nelayan pengolah. Tetapi mereka beranggapan nilai tambah maupun tambahan pendapatan yang diperoleh masih relatif kecil dibandingkan proses pengolahannya yang memakan waktu, biaya dan tenaga.

Ikan asin memberikan nilai tambah yang lebih besar sehingga mampu memberikan tambahan pada nilai ekonomis ikan. Oleh karena itu, pembuatan ikan asin perlu menjadi salah satu bahan kajian untuk mengetahui nilai tambah yang diperoleh dari pembuatan ikan asin tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan tersebut, maka berikut ini akan diidentifikasikan beberapa permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut :

1) Berapa besar biaya dan penerimaan yang diperoleh dari industri pengolahan ikan asin di daerah penelitian ?

2) Berapa besar pendapatan yang diperoleh dari industri pengolahan ikan asin di daerah penelitian ?

3) Berapa nilai tambah (value added) yang diperoleh pengolah ikan asin di daerah penelitian ?

1.3 Tujuan Penelitian

2. Untuk mengetahui besar pendapatan yang diperoleh dari industri pengolahan ikan di daerah penelitian.

3. Untuk menganalisis nilai tambah (value added) yang diperoleh pengolah ikan asin di daerah penelitian.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang melakukan pengolahan dan pemasaran ikan asin.

2) Sebagai informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan baik akademik maupun nonakademik.

ABSTRAK

IMELDA SEBASTIANI HALIM (100304079/AGBRIBISNIS) dengan judul skripsi “ANALISIS NILAI TAMBAH PENGOLAHAN IKAN ASIN” Penelitian ini dilakukan pada bulan September tahun 2014 dengan bimbingan oleh Ir. Luhut Sihombing, MP dan Emalisa SP, M.Si.

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2014. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis besar biaya dan penerimaan yang diperoleh dari industri pengolahan ikan asin, menganalisis besar pendapatan dari pengolahan ikan asin, dan untuk menganalisis nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan ikan asin.

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive bersadarkan pertimbangan bahwa daerah yang diteliti merupakan salah satu sentra produksi ikan asin yang cukup

Dalam dokumen Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ikan Asin (Halaman 68-100)

Dokumen terkait