• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka

Dalam dokumen Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ikan Asin (Halaman 70-76)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.2.1 Tinjauan Ikhtiologi

Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, di samping itu nilai biologisnya mencapai 90% dengan jaringn pengikat sedikit sehingga mudah dicerna. Hal yang paling penting adalah harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Kandungan kimia, tingkat kematangan, dan kondisi tempat hidupnya. (Adawyah, 2006).

Pada umumnya ikan mempunyai bentuk yang sistematis kecuali untuk ikan sebelah. Tubuh ikan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala mulai dari bagian dari ujung mulut sampai akhir tutup insang. Badan, akhir tutup insang sampai pangkal sirip anal, dan dari sirip anal sampai ujung ekor disebut bagian ekor. Ikan memiliki beberapa sirip, yaitu sirip pektoral atau sirip dada, sepasang sirip ventral atau sirip perut, sirip dorsal atau sirip punggung, sirip anal atau sirip dubur, dan sirip ekor.

Permukaan tubuh ikan terbungkus kulit yang bersisik atau semacam duri kecil yang bersusun. Kulit ikan tersebut membungkus daging yang didukung oleh sistem tulang. Pada bagian dalam tubuh terdapat organ yang menjalankan sebagai fungsi fisiologis, seperti pencernaan, perkembangbiakan, jantung, empedu, dan

tetapi sebagian besar terdapat pada bagian badan terdiri dari dua jaringan perut, dua jaringan punggung, dan empat longitudinal. Sel atau jaringan daging utama yang merupakan unsur dasar fungsional dan morfologi memiliki struktur yang kompleks.

Berdasarkan hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai komposisi kimia air ( 60,0 – 80,0 %) ; protein (18,0 – 30, 0 %) ; lemak (0,1 – 2,2 %) ;karbohidrat (0,0 – 1,0 %) ; vitamin dan sisanya mineral.

Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan karena dapat mempengaruhi mutu. Baik buruknya penanganan ikan segar akan mempengaruhi mutu ikan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan mentah untuk proses pengolahan lebih lanjut (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Dengan kandungan air yang cukup tinggi, tubuh ikan merupakan media yang cocok untuk kehidupan bakteri pembusuk atau mikroorganisme lain, sehingga ikan sangat cepat mengalami proses pembusukan. Kondisi ini sangat merugikan karena dengan kondisi demikian banyak ikan tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa harus dibuang, terutama pada saat kondisi melimpah. Oleh karena itu untuk mencegah proses pembusukan perlu dikembangkan berbagai cara pengawetan dan pengolahan yang cepat dan cermat agar sebagian besar ikan yang diproduksi dapat dimanfaatkan.

Pengawetan ikan dengan cara penggaraman sebenarnya terdiri dari dua proses, yaitu proses penggaraman, dan proses pengeringan. Adapun tujuan utama dari

penggaraman sama dengan tujuan proses pengawetan atau pengolahan lainnya yaitu memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman menjadi awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan.

Hasil akhir dari pengawetan dengan proses penggaraman adalah ikan asin, yaitu ikan yang telah mengalami proses penggaraman dan pengeringan. Dalam skala Nasional ikan asin merupakan salah satu produk perikanan yang mempunyai kedudukan penting, hampir 65% produk perikanan masih diolah dan diawetkan dengan cara penggaraman. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila ikan asin termasuk dalam sembilan pokok penting bagi kebutuhan masyarakat.

Apabila lingkungan tidak memenuhi syarat, maka produk ikan asin sering mengalami kerusakan selama dalam penyimpanan. Kualitas ikan dan kondisi ruang penyimpanan yang akan digunakan perlu diperhatikan. Tingkat kesegaran ikan sangat berpengaruh terhadap jumlah bakteri. Selain itu, cara penanganan, sanitasi, faktor biologis, temperatur lingkungan alat pengangkutan ikan dan ruang penyimpanan harus mendapat perhatian pula karena dapat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan.

Kerusakan pada ikan asin dapat disebabkan oleh bakteri halifilik yang mampu mengubah tekstur maupun rupa daging ikan asin. Bakteti itu dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

2. Obligat halofilik, yaitu bakteri yang dapat hidup secara baik pada lingkungan yang mengandung garam dengan konsentrasi lebih besar dari 2%.

Selain disebabkan oleh bakteri halofilik, kerusakan mikrobiologi pada ikan asin juga dapat disebabkan oleh jamur, ragi, dan beberapa serangga dalam bentuk larva atau dewasa (Adawyah, 2006).

2.1.2 Tinjauan Ekonomi Ikan Asin

Prospek pemasaran ikan asin cukup menggembirakan,baik di dalam maupun di luar negeri. Saat ini arab Saudi dan Belanda telah berusaha mengimpor ikan asin dari Indonesia. Namun kesempatan ini belum dapat dipenuhi seluruhnya, karena produksi ikan asin di negara kita masih rendah. Permintaan Arab Saudi akan ikan asin sebesar 4.200 ton/ tahun telah berhasil dipenuhi, tetapi permintaan Belanda belum dipenuhi. Oleh karena itu kita perlu meningkatkat kuantitas dan kualitas produk penggaraman (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Penambahan garam atau penggaraman atau pengasinan yang dilakukan dalam pembuatan ikan asin tidak hanya memberikan rasa asin pada ikan, hal tersebut juga dimaksudkan untuk proses pengawetan ikan. Ikan adalah termasuk dalam kategori bahan makanan yang mudah membusuk (perishable food). Sejak ikan mati, hanya membutuhkan waktu tidak lebih dari 12 jam untuk memulai pembusukan. Penggunaan kadar garam yang tinggi mampu menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri yang bisa menyebabkan pembusukan pada daging ikan. Jadi, selain menambah nilai jual ikan yang kurang ekonomis, pengasinan pada ikan juga menjadikan ikan tahan lama untuk dikonsumsi beberapa bulan

kedepan dengan tidak mengurangi nilai gizi yang terkandung dalam ikan tersebut (Widodo dan Suadi, 2006).

Jika usaha untuk melakukan pengolahan yang bernilai tambah telah dilakukan dan produk yang dihasilkan berhasil menarik perhatian masyarakat, maka mutu produk perlu diperhatikan dengan lebih seksama. Mutu dapat diartikan sebagai tingkat kepuasan konsumen terhadap suatu produk yang dihasilkan produsen. Semakin tinggi tingkat kepuasan semakin tinggi harga yang dapat ditawarkan produsen. Semakin rendah tingkah kepuasan semakin rendah harga yang ditawarkan konsumen (Suparno, 1992).

2.1.3 Teknis Pengolahan Ikan Asin

Dasar pengolahan ikan adalah mempertahankan kesegaran dan mutu ikan selama dan sebaik mungkin. Hampir semua cara pengawetan dan pengolahan ikan meninggalkan sifat khusus pada setiap hasil awetan atau olahannya. Hal ini disebabkan oleh berubahnya : sifat bau, cita rasa, wujud atau rupa, dan tekstur daging ikan (Moeljanto, 1992).

Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian terpenting dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan dan produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia-sia, karena tidak semua produk perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Perbedaan hasilnya tergantung pada penyiangan dan pencucian, jumlah garam yang digunakan, jangka waktu penggaraman, dan penjemurannya. Hal – hal tersebut disebabkan jenis – jenis dan ukuran ikan atau cara pengolahan selanjutnya, serta asin yang diinginkan (Moeljanto, 1992).

Untuk mendapatkan ikan asin yang bermutu baik harus digunakan garam murni, yaitu garam dengan kandungan NaCl cukup tinggi (95%) dan sedikit sekali mengandung elemen yang dapat menimbulkan kerusakan, seperti yang sering dijumpai pada garam rakyat. Ikan asin yang diolah dengan garam murni memiliki daging berwarna putih kekuning – kuningan yang lunak. Jika dimasak, rasa ikan asin ini seperti ikan segar (Afrianto dan Liviawaty, 1989).

Selain dengan menggunakan garam dengan kandungan NaCl yang cukup tinggi, untuk mendapatkan ikan asin yang bermutu baik juga harus memperhatikan perawatan, dan perbaikan unit pengolahan, semua peralatan serta perlengkapan membantu yang dipergunakan dalam operasi pengolahan agar selalu bersih. Dengan demikian, unit pengolahan beserta peralatan dan perlengkapan yang digunakan bukanlah merupakan sumber penularan bakteri perusak bagi produk yang diolah (Santoso, 1998).

Proses penggaraman dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu : 1. Penggaraman kering (Dry Salting)

Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran besar maupun kecil. Penggaraman ini menggunakan garam berbentuk kristal. Ikan yang akan diolah ditaburi garam lalu disusun secara belapis-lapis. Setiap lapisan ikan

di dalam tubuh ikan, sehingga kristal garam berubah menjdi larutan garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan.

2. Penggaraman basah (Wet Salting)

Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan garam sebagai media untukmerendam ikan. Larutan garam akan mengisap cairan tubuh ikan (sehingga konsentrasi menurun) dan ion-oin garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan.

3. Kench salting

Penggaraman ikan dengan cara ini hampir serupadengan penggaraman kering. Bedanya metode ini tidak menggunakan bak kedap air. Ikan hanya menumpuk dengan menggunakan keranjang. Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni oleh lalat, hendaknya seluruh permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam. 4. Penggaraman diikuti proses perebusan

Ikan pindang merupakan salah satu contoh ikan yang mengalami proses penggaraman yang diikuti dengan perebusan. Dalam hal ini, proses pembusukan ikan dicegah dengan cara merebus dalam larutan garam jenuh (Afrianto dan Liviawaty,1989).

Dalam dokumen Analisis Nilai Tambah Pengolahan Ikan Asin (Halaman 70-76)

Dokumen terkait