• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kelompok genotipe lokal (Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning) dan introduksi (EW DMR Pool C6S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2) yang mungkin dapat menghasilkan tongkol dengan kuantitas dan kualitas lebih baik untuk dikembangkan sebagai jagung semi.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. dan Y. E. Widyastuti. 2002. Meningkatkan Produksi Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. 86 hal.

Allard, R. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons. New York. 485 p.

Armanto, T. R. 1982. Pengaruh Pengambilan Tongkol Sekunder Terhadap

Produksi Jagung Hibrid dan Jagung Bersari Bebas (Zea mays L.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor. 45 hal. (Tidak Dipublikasikan).

Arnelia. β00γ. Sayur “baby”, si cantik kaya gizi. http://www2.kompas.com. [17 Mei 2008].

Baharsjah, S. dan A. Suryana. 1980. Situasi Jagung di Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta.

Brisco, G. 2000. CODEX standard for baby corn. http://cxs.babycorn.com [17 November 2008].

BPPT. 2005. Baby corn. http://www.iptek.net.id. [17 Mei 2008].

Fadhil, M. 2004. Evaluasi Potensi Jagung Varietas Lokal sebagai Jagung Semi (Baby Corn). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor. 28 hal. (Tidak dipublikasikan).

Ganefianti, D.W, Yulian dan A.N. Suprapti. 2006. Korelasi dan sidik lintas antara pertumbuhan, komponen hasil dan hasil dengan gugur buah pada tanaman cabai. Jurnal Akta Agrosia 9 (1) : 1 - 6.

Gomez, K. A dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian

Pertanian. Terjemahan Endang Syamsudin dan Justika Sjarifudin Baharsjah. Edisi kedua. UI Press. Jakarta. 698 hal.

Graef, J. 1995. World market and fresh canned baby corn. http://www.rap.com. [17 November 2008].

Hidajat, O.O dan T. Puspitarati. 1985. Analisis koefisien lintasan dari komponen hasil kacang hitam (Vigna mungo L.). Jurnal Penelitian Pertanian 5 (2) : 81

Indriati, I. 1999. Evaluasi Penampilan Enam Populasi Jagung Semi Pada Seleksi Daur Ulang Siklus Pertama. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor. 48 hal. (Tidak dipublikasikan).

Jonharnas. 1995. Penampilan 13 genotipe ubi jalar di Sumanik, Sumatera Barat. Zuriat 10 (2): 66 – 72.

Koauychai, P., V. Sereeprasert, W.Soonsuwan and T. Eksomtramang. 2001. Path analysis of baby corn yield. Songklanakarin Journal of Science and

Technology 23 (2) : 215-223.

Koswara, J. dan M. Argasasmita. 1980. Pemuliaan Jagung Lanjutan. Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan. Bogor. 57 hal.

Koswara, J. 1985. Diktat Jagung. Jurusan Budidaya Pertanian. Faperta IPB. Bogor.

Makmur, A.1992. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta. 78 hal. Mattjik, A. H. dan I. M. Sumertajaya. 2006. Perancangan Percobaan dengan

Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press. Bogor. 276 hal.

Moedjiono dan M. J. Mejaya. 1994. Variabilitas genetik beberapa karakter plasma nutfah jagung koleksi Balittas Malang. Zuriat 5 (2): 27-32.

Palungkun, R. dan A. Budiarti. 1992. Sweet Corn, Baby Corn. Penebar Swadaya. Jakarta.

Perwitasari, A. 2001. Uji Daya Gabung Umum Galur-galur Jagung Manis yang Berasal dari Populasi SD-2. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor. 23 hal. (Tidak dipublikasikan).

Poeting, R. S. 1994. The maize shoot. P. 11-16. In M. Feeling and V. Walbot (Eds.). The Maize Hand Book. Springer-Verlag. New York.

Risliawati, A. 2007. Karakterisasi dan Analisis Hubungan Kekerabatan 27 Aksesi Pala (Myristica spp.) Koleksi Balittri. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor. 64 hal. (Tidak dipublikasikan).

Rochmah, L. I. 1999. Evaluasi dan Seleksi Delapan Genotipe Jagung ke Arah Pembentukan Jagung Semi (Baby Corn) Bertongkol Banyak. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor. 68 hal. (Tidak dipublikasikan).

Rubatzky, V. E. dan Mas Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 1. Edisi kedua. ITB Press. Bandung. 313 hal.

Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 449 hal.

Singh, J. 1987. Field Manual Maize Breeding Procedures. Indian Agric. Research. New Delhi. 209 p.

Singh, R. K. and B. D. Chaudary. 1979. Biometrical Methods in Quantitative Genetic Analysis. Kalyani Publishers. New Delhi. p. 70-79.

Sirait, M. 1996. Evaluasi Penampilan Karakter Beberapa Genotipe Jagung Lokal, Introduksi, dan Hasil Pemuliaan serta Potensinya untuk Dikembangkan Sebagai Jagung Semi (Baby Corn). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Soemadi, W dan A. Mutholib. 2000. Sayuran Baby. Penebar Swadaya. Jakarta. Soeseno, S. 1997. Kol mini dan bebi buncis. http://www.indomedia.com.

[17 Mei 2008].

Stanfield, W. D. 1983. Theory and Problems of Genetics. 2ndEdition. Schaum’s

Outline Series. McGraw-Hill. New York. 392p.

Subandi, A. Sudjana, M. M. Dahlan, A. Rifin,dan P. Supangat, 1982. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. 14 hal.

Sutjahjo, S. H., Hadiatmi dan Meynilivia. 2005. Evaluasi dan seleksi 24 genotipe jagung lokal dan introduksi yang ditanam sebagai jagung semi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 7 (1): 35-43.

Titatarn, S. V. D. Anchaleesangkas, S. Sompang, M. Muanghoi, V. Sritaves and A. Bangrukit. 1992. Screening for baby corn variety resistant to downey mildew in baby corn production arcas in Thailand. Proceedings of The 11th National Vegetable Workshop. P 1-7.

Tiwari, V. K. and S. S. Verma. 1999. Correlation and path coefficient analysis in baby corn (Zea mays L.).http://d.wanfangdata.com.cn.

[19 Desember 2009].

University of Kentucky. 2006. Baby corn. http://www.uky.edu. [2 Desember 2008].

Wakhyono. 2003. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Kuantitatif Beberapa Genotipe Jagung untuk Dikembangkan sebagai Jagung Semi. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian, Faperta IPB. Bogor. 38 hal. (Tidak

Warid, M., N. Rostini dan S. Moeljopawiro. 1999. Resistensi Tanaman Jagung terhadap Penyakit Bulai. Zuriat 13 (2): 113 – 120.

Yodpetch, C. and O. K. Bautista. 1983. Young cob corn : suitable varieties, nutritive value and optimum stage of maturity. Phil. Agr. 66:232-244. Zhao. W. Q. 1991. Maize cultivar Ji Te 3. Crop Genetics Resources 1:48.

Lampiran 1. Genotipe-genotipe Jagung Lokal, Hasil Pemuliaan, dan

Introduksi yang Digunakan Sebagai Bahan Penelitian

Genotipe No. Registrasi Keterangan

Lokal

Campaloga 2009 Nusa Tenggara Barat

Genjah Kodok 3316 Sulawesi Selatan

Ketip Kuning 2117 Jawa Tengah

Lokal Oesao 3033 Nusa Tenggara Timur

Lokal Srimanganti 3201 Nusa Tenggara Barat

Hasil Pemuliaan

Antasena 2613 Varietas Unggul

Arjuna P18 Varietas Unggul

Bayu 2612 Varietas Unggul

BC 10 MS 15 Hasil Seleksi

Nakula 2609 Varietas Unggul

Sadewa Varietas Unggul

Wisanggeni Varietas Unggul

Introduksi

EW DMR Pool C6S2 3325 CIMMYT

EY Pool C4S2 3326 CIMMYT

Kiran 3476 CIMMYT

Phil DMR Comp. 2 3423 Philipina

Phil DMR 6 3406 Philipina

Pembanding

BISI 2

Lampiran 2. Data Iklim Bulanan Wilayah Darmaga, Bogor Bulan Mei-Juli 2009

Bulan Curah Hujan

(mm) Temperatur Rata-rata (oC) Kelembaban Rata-rata (%) Mei 570.60 26.10 85.00 Juni 338.00 26.10 83.00 Juli 131.10 25.80 77.00

Lampiran 3. Sidik Ragam Karakter Tinggi Tanaman Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 36.58 18.29 0.09tn 0.9127 Genotipe 17 14908.29 876.96 4.39** 0.0001 Galat 34 6788.95 199.68 Umum 53 21733.83 KK = 6.20 %

Lampiran 4. Sidik Ragam Karakter Diameter Batang Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 3.82 1.91 1.84tn 0.1748 Genotipe 17 184.20 10.84 10.43** 0.0001 Galat 34 35.33 1.04 Umum 53 223.35 KK = 6.18 %

Lampiran 5. Sidik Ragam Karakter Jumlah Buku per Tanaman Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 0.15 0.07 0.31tn 0.7360 Genotipe 17 294.83 17.34 71.88** 0.0001 Galat 34 8.20 0.24 Umum 53 303.19 KK = 3.83 %

Lampiran 6. Sidik Ragam Karakter Umur Berbunga (bunga jantan) Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 4.11 2.06 2.57tn 0.0915 Genotipe 17 1492.17 87.77 109.63** 0.0001 Galat 34 27.22 0.80 Umum 53 1523.50 KK = 1.79 %

Lampiran 7. Sidik Ragam Karakter Umur Panen Rata-rata Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 5.49 2.74 1.34tn 0.2752 Genotipe 17 414.31 24.37 11.90** 0.0001 Galat 34 69.61 2.05 Umum 53 489.41 KK = 3.55%

Lampiran 8. Sidik Ragam Karakter Jumlah Tongkol per Tanaman Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 0.29 0.14 2.38tn 0.1074 Genotipe 17 16.33 0.96 15.92** 0.0001 Galat 34 2.05 0.06 Umum 53 18.67 KK = 10.43 %

Lampiran 9. Sidik Ragam Karakter Bobot Tongkol Kotor Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 141.09 70.55 1.97tn 0.1554 Genotipe 17 6599.02 388.18 10.83** 0.0001 Galat 34 1219.11 35.86 Umum 53 7959.22 KK = 13.45 %

Lampiran 10. Sidik Ragam Karakter Bobot Tongkol Bersih Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 10.51 5.25 2.46tn 0.1007 Genotipe 17 460.23 27.07 12.66** 0.0001 Galat 34 72.68 2.14 Umum 53 543.42 KK = 16.77 %

Lampiran 11. Sidik Ragam Karakter Diameter Tongkol Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 1.68 0.84 1.53tn 0.2301 Genotipe 17 83.80 4.93 9.02** 0.0001 Galat 34 18.58 0.55 Umum 53 104.07 KK = 5.86 %

Lampiran 12. Sidik Ragam Karakter Panjang Tongkol Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 1.54 0.77 1.91tn 0.1635 Genotipe 17 202.89 11.94 29.55** 0.0001 Galat 34 13.73 0.40 Umum 53 218.17 KK = 7.82 %

Lampiran 13. Sidik Ragam Karakter Jumlah Tongkol Layak Pasarw) Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 0.01 0.004 0.66tn 0.5235 Genotipe 17 0.29 0.01 2.49* 0.0115 Galat 34 0.24 0.007 Umum 53 0.54 KK = 10.37 % Keterangan : w) = transformasi (√x+o.5)

Lampiran 14. Sidik Ragam Karakter Jumlah Tongkol Afkir Sumber Keragaman db JK KT F hitung Pr > F Ulangan 2 0.45 0.22 3.84* 0.0314 Genotipe 17 11.73 0.69 11.88** 0.0001 Galat 34 1.97 0.06 Umum 53 14.15 KK = 10.94 %

Deskripsi Varietas Hibrida BISI 2

Tahun dilepas : 1995

Asal : F1 dari silang tunggal antara FS 4 dengan FS 9. FS 4 dan FS9 merupakan tropical inbred yang dikembangkan oleh Charoen Seed Co., Ltd. Thailand dan Dekalb Plant Genetic, USA.

Umur : 50% keluar rambut : + 56 hari

Panen : Lebih dari 103 hari

Batang : Tinggi dan tegap

Warna batang : Hijau

Tinggi tanaman : Lebih dari 232 cm

Daun : Panjang, lebar, dan terkulai

Warna daun : Hijau cerah

Keragaman tanaman : Seragam

Perakaran : Baik

Kerebahan : Tahan

Tongkol : Sedang, silindris, dan seragam

Kedudukan tongkol : Di tengah-tengah batang

Kelobot : Menutup tongkol dengan baik

Tipe biji : Setengah mutiara (semi flint)

Warna biji : Kuning oranye

Jumlah baris/tongkol : 12 - 14 baris Bobot 1000 biji : Lebih dari 265 g

Rata-rata hasil : 8,9 ton/ha pipilan kering Potensi hasil : 13 ton/ha pipilan kering

Ketahanan : Toleran terhadap penyakit bulai dan karat daun Keterangan : Baik ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m dpl (SK Mentri No : 589/Kpts/T

ANALISIS POTENSI HASIL DAN KUALITAS HASIL

BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.)

SEBAGAI JAGUNG SEMI (Baby Corn)

Oleh

Widya Rachmat Sepriliyana A24052578

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jagung merupakan tanaman pangan yang banyak digunakan untuk bahan makanan pokok. Salah satu produk dari tanaman jagung yang mempunyai prospek cukup baik dikembangkan adalah jagung semi (baby corn), yaitu jagung yang dipanen saat masih muda dan belum membentuk biji. Tidak hanya jagung yang masih mudanya saja yang dapat dimanfaatkan, bagian dari hijauannya juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak karena teksturnya halus dan masih muda sehingga mudah dicerna oleh hewan ternak yang memakannya.

Jagung semi secara pemeliharaan lebih sulit dibandingkan dengan jagung biasa, namun dibalik kesulitan ini memiliki beberapa keuntungan antara lain : permintaan pasar terhadap baby corn meningkat sehingga meningkatkan pendapatan petani dan panen hasil dari jagung semi tidak memerlukan waktu yang lama (Palungkun dan Budiarti, 1992). Menurut Soeseno (1997) jagung semi atau jagung putri, berasal dari jagung hibrida biasa, tetapi setiap bunga jantannya yang muncul langsung dibuang (emaskulasi). Akibatnya, pembentukan tongkol jagung dapat lebih cepat.

Beberapa negara pengekspor baby corn antara lain Thailand, Sri Lanka, Taiwan, China, Zimbabwe, Zambia, Indonesia, Afrika Selatan, Nikaragua, Costa Rica, Guatemala, dan Honduras. Thailand merupakan salah satu negara yang mengekspor baby corn terbesar dalam statistik perdagangan resmi. Pada tahun 1993, Thailand mengekspor baby corn ke-22 negara (Graef, 1995). Sebagian besar baby corn yang dijual di Amerika diproses dan diimpor dari Asia, terutama Thailand (University of Kentucky, 2006).

Kendala yang umum timbul dalam memproduksi jagung semi adalah penggunaan varietas unggul jagung yang dirakit khusus sebagai jagung semi. Sebagian besar produksi jagung semi menggunakan varietas jagung pipil yang sudah tersedia di pasar. Kendala lainnya yaitu penerapan komponen teknologi produksi yang belum dilakukan sesuai anjuran berupa ketidaksesuaian dalam teknik budidaya yang dilakukan serta proses pasca panen yang tepat.

Jumlah tongkol yang biasa dihasilkan jagung umumnya sekitar 1-2 buah. Varietas jagung hibrida yang banyak digunakan sebagai baby corn antara lain Hibrida C-1 dan C-2, Pioneer-1, 2, 7, dan 8, CPI-1, Bisi-2 dan Bisi-3, IPB-4, serta Semar-1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9 (Adisarwanto dan Widyastuti, 2002). Menurut Wakhyono (2003), persentase tongkol dengan panjang lebih dari 9.5 cm dan afkir tinggi sehingga perlu dilakukan seleksi terhadap genotipe-genotipe untuk meningkatkan kualitas tongkol. Diharapkan beberapa varietas jagung yang ada dapat menghasilkan jagung semi dengan kuantitas dan kualitas lebih baik. Kuantitas jagung semi dengan menghasilkan tongkol banyak dan kualitas jagung semi seperti rasa manis, tidak berserat, alur biji lurus, berwarna kekuningan, dan seragam.

1.2 Tujuan

Memperoleh informasi potensi beberapa varietas jagung yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi jagung semi (baby corn) dan menganalisis pengaruh langsung maupun tidak langsung komponen hasil terhadap hasil jagung semi.

1.3 Hipotesis

1. Terdapat varietas jagung yang menghasilkan jagung semi dengan kuantitas dan kualitas lebih baik dibanding varietas hibrida BISI-2.

2. Terdapat karakter komponen hasil yang memiliki pengaruh langsung dengan jumlah tongkol per tanaman.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Jagung

Jagung adalah herba monokotil dan tanaman semusim iklim panas. Tanaman ini termasuk famili Poaceae, genus Zea, dan spesies Zea mays L. Tanaman memiliki bunga jantan yang tumbuh sebagai perbungaan ujung (tassel) pada batang utama (poros atau tangkai) dan bunga betina yang tumbuh terpisah sebagai perbungaan samping (tongkol) yang berkembang di ketiak daun (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Perakaran tanaman ini berupa akar serabut yang terdiri dari akar primer dan akar sekunder yang mana akar ini berkembang pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping. Pada sistem perakarannya terdapat akar penyokong untuk memberikan tambahan topangan dan membantu penyerapan hara. Menurut Poeting (1994), pada tanaman berakar serabut memiliki perakaran koronal dan akar udara yang muncul pada buku di bawah atau di atas permukaan tanah tepatnya di 5 - 6 buku pertama.

Batang tanaman yang kaku ini tingginya berkisar antara 1.5 m dan 2.5 m dan terbungkus oleh pelepah daun yang berselang-seling yang berasal dari setiap buku. Menurut Singh (1987) jumlah buku tanaman ini 10 - 20 buku per tanaman, dimana pada buku ke-6 atau ke-7 akan ditemui tongkol jagungnya. Daun tanaman ini ada yang disebut lidah daun (ligula), melekat kuat melingkupi batang pada ujung pelepah dengan lembar daun berselang-seling. Daun panjang ini memiliki lebar agak seragam dan tulang daun yang terlihat jelas dengan banyak tulang daun kecil sejajar dengan panjang daun.

Tongkol jagung yang terbentuk pada batang sekunder yang berkembang lebih lambat dan jarang produktif. Pada jagung manis tongkolnya lebih kecil dibandingkan jagung biasa. Antesis ditandai dengan munculnya rambut dari kelobot di puncak tongkol. Umumnya para petani dalam mengusahakan jagung semi memberikan perlakuan khusus yang disebut detasseling (Palungkun dan Budiarti, 1992)

2.2 Jagung Semi

Baby corn disebut juga jagung semi atau jagung putri dikenal sebagai primadona sayuran mini yang manis rasanya dan memiliki komponen gizi utama yaitu betakaroten, vitamin C, vitamin B dan mineral berupa kalsium, fosfor, dan besi yang bermanfaat bagi pencernaan (Arnelia, 2003). Jagung semi merupakan bagian dari tongkol jagung muda yang dipetik sebelum berbiji.

Menurut Adisarwanto dan Widyastuti (2002), tanda-tanda yang tepat untuk menentukan panen pada jagung semi antara lain: biji (bagian dari bunga betina) mulai terisi zat pati yang berbentuk seperti cairan susu, biji belum keras dan bila dipijit akan keluar cairan putih seperti susu, panjang rambut jagung pada tongkol antara 3 - 5 cm, kelobot pada tongkol jagung berwarna hijau, dan kondisi tanaman jagung masih segar berwarna hijau.

Jagung semi dapat tumbuh pada daerah berketinggian 0 - 1 300 m dpl dan dapat hidup baik di daerah yang beriklim panas atau dingin dengan temperatur sekitar 23 - 27° C dan pH sekitar 5.5 - 7.0. Tanah yang disukai jagung semi adalah tanah yang gembur, kaya akan humus, dan tingkat kemiringan yang tidak lebih dari 8%. Namun demikian, jagung semi masih dapat berproduksi tinggi pada tanah yang tidak terlalu subur asalkan mendapatkan pemeliharaan yang teliti. Seperti juga jagung, baby corn dapat ditanam secara tumpang sari atau secara rotasi dengan padi(BPPT, 2005).

Menurut Soemadi dan Mutholib (2000), panen jagung dilakukan saat tanaman berumur 1 – 1.5 bulan dengan memetik tongkol menggunakan tangan atau pisau ramping, caranya pelepah daun tempat tongkol berada dibelah sedikit lalu tongkol ditarik ke samping pada bagian yang dibelah tadi dan ujung tongkol dipotong. Pemanenan jagung semi secara manual dilakukan 1 - 2 hari setelah

silking, dimana tongkol masih sangat muda. Pemanenan harus dilakukan segera agar tidak berukuran terlalu besar dan keras. Frekuensi panen dilakukan setiap 2 - 3 hari sekali dan masa akhir pemanenan sekitar 2 - 4 minggu setelah panen pertama.

2.3 Pemuliaan Tanaman Jagung Semi

Pemuliaan tanaman merupakan ilmu dan seni untuk merakit keragaman genetik yang tersedia menjadi varietas tanaman yang berguna bagi manusia (Makmur, 1992). Rubatzky dan Yamaguchi (1998) menambahkan, untuk menghasilkan varietas tanaman yang sesuai dengan sistem budidaya yang ada dan tujuan ekonomi yang diinginkan.

Teknik penyerbukan buatan tanaman jagung (Sibbing) bertujuan menghasilkan benih jagung yang memiliki daya tumbuh baik dan persentase hasil benih tinggi, dari hasil perkawinan satu varietas yang sama. Langkah yang umum dilakukan mencakup tiga langkah dasar antara lain : (i) memotong tongkol jagung yang masih muda dan belum keluar rambut serta menutupnya dengan plastik (ii) mengumpulkan tepung sari (iii) melakukan penyerbukan (Singh, 1987).

Palungkun dan Budiarti (1992) menyatakan pembuangan bunga jantan (detasseling) dilakukan setelah bunga jantan keluar dan belum sempat mekar (sekitar 5 - 6 minggu setelah tanam). Dengan demikian penyerbukan bunga jantan tidak terjadi sehingga energi yang dipakai untuk mekarnya bunga jantan dialihkan untuk memperbanyak pembentukan tongkol baru jagung semi.

Menurut Titatarn et al. (1992) pemuliaan jagung semi di Thailand tahun 1976 menyeleksi 147 varietas koleksi plasma nutfah termasuk dari India dan Filipina sehingga dihasilkan satu varietas komposit yaitu Rangsit 1. Tahun 1993 Thailan berhasil melepas varietas hibrida unggul jagung semi yaitu Suwan 3101, NS1 (s) C2 F2, CM 90 dan Super Sweet DMR. Menurut Zhao (1991) di Cina tahun 1993 dihasilkan varietas jagung semi yang mampu menghasilkan lima tongkol yaitu Lu Sun Yu 1. Menurut Yodpetch dan Bautista (1983) di Filipina tahun 1983 ditemukan varietas harapan jagung semi yaitu Golden Bantam dan Super Sweet. Di Indonesia, upaya pengembangan jagung semi belum banyak dilakukan. Adapun varietas jagung yang umum digunakan untuk memproduksi jagung semi, baik itu oleh petani maupun pengusaha skala yang lebih besar yaitu hibrida CPI-1 dan Pioneer.

2.4 Analisis Lintas

Analisis lintas (sidik lintas) sangat bermanfaat dalam menentukan strategi pemuliaan tanaman yang efektif (Ganefianti et al., 2006). Analisis lintas menguraikan seberapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung komponen hasil terhadap hasil. Besarnya pengaruh langsung dinyatakan oleh besarnya koefisien lintas. Penjumlahan dari pengaruh langsung dan tidak langsung disebut sebagai pengaruh total. Menurut Ganefianti et al. (2006) analisis lintasan (sidik lintas) dapat digunakan untuk mengetahui sifat-sifat pertumbuhan, komponen hasil dan hasil tanaman yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung sehingga pemilihan sifat yang diinginkan menjadi lebih efektif. Singh dan Chaudary (1979) mengemukakan bahwa penentuan pengaruh langsung dan tak langsung dalam menarik kesimpulan dari hasil tabel analisis lintas yaitu : 1. Jika korelasi antara peubah hampir sama dengan pengaruh langsungnya maka

korelasi tersebut menjelaskan hubungan yang sebenarnya dan seleksi langsung melalui peubah tersebut akan efektif

2. Jika korelasi positif tetapi pengaruh langsungnya negatif maka pengaruh tidak langsunglah yang menyebabkan korelasi tersebut. Pengaruh tak langsung ini merupakan peubah yang harus diperhatikan lebih lanjut

3. Jika korelasi negatif dan kecil sedangkan pengaruh langsungnya positif dan besar maka pemilihan model selanjutnya yang dilakukan harus dengan pembatasan yang benar agar pengaruh peubah tak langsung menjadi hilang, sehingga pengaruh langsung dapat lebih berguna.

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan jenis tanah latosol.

3.2 Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan 17 genotipe jagung koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) terdiri atas 5 genotipe lokal (Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Lokal Oesao, Lokal Srimanganti), 7 genotipe hasil pemuliaan (Antasena, Arjuna P18, Bayu, BC 10 MS 15, Nakula, Sadewa, Wisanggeni) dan 5 genotipe introduksi (EW DMR Pool C6S2, EY Pool C4S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2, Phil DMR 6) serta varietas hibrida BISI-2 sebagai pembanding. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman dilakukan pemupukan dengan Urea, SP-18, KCl dan pupuk kandang. Pengendalian hama dan penyakit tanaman menggunakan insektisida dan fungisida.

Alat yang digunakan antara lain alat budidaya pertanian, jangka sorong, label, meteran, pisau, plastik, timbangan digital, dan alat tulis.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak

(RKLT) dengan tiga ulangan. Perlakuannya adalah 17 genotipe dan varietas hibrida BISI-2 sebagai pembanding. Dengan demikian seluruhnya

terdapat 54 satuan percobaan dan setiap satu satuan percobaan terdiri dari 50 tanaman tiap petak dengan 10 tanaman contoh.

Model matematika RKLT yang digunakan (Gomez and Gomez, 1995) adalah :

Yij = μ + αi+ j + εij

Keterangan :

i = 1, 2, 3,...n j = 1, 2, 3

Yij = Respon pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

μ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

j = Pengaruh ulangan ke-j

εij = Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i ulangan ke-j

Terhadap karakter yang berbeda nyata pada taraf 5% dilakukan uji lanjut dengan uji t-Dunnett. Selain itu dilakukan uji kontras ortogonal antar genotipe atau kelompok genotipe sesuai kebutuhan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan Lahan

Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor kemudian cangkul dilanjutkan pemberian pupuk kandang dan dibiarkan selama satu minggu. Setelah satu minggu dilakukan pemetakan dengan ukuran 26.6 m x 5 m untuk tiap ulangan dan setiap genotipe ditanam dalam dua baris dengan ukuran petak 1.4 m x 5 m dengan jarak tanam 70 cm x 20 cm. Dengan demikian terdapat 25 tanaman per baris dan 50 tanaman per genotipe per ulangan.

3.4.2 Penanaman

Benih yang ditanam sebanyak 2 benih per lubang tanam dan diikuti dengan pemberian Furadan 3G untuk pengendalian hama lalat bibit dan serangan semut yang dapat merusak benih dalam tanah.

3.4.3 Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan cara ditugal dengan jarak ± 7 cm dari lubang tanam. Dosis pupuk yang digunakan yaitu 200 kg/ha Urea, 400 kg/ha SP-18 dan 100 kg/ha KCl. Pupuk Urea diberikan setengah dosis rekomendasi pada saat tanam dan sisanya diberikan 21 HST (Hari Setelah Tanam). Pupuk SP-18 dan KCl diberikan satu dosis rekomendasi pada saat tanam saja.

3.4.4 Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pengendalian gulma (penyiangan), pembumbunan, pengendalian hama dan penyakit, dan penjarangan. Penyiangan dan pembumbunan dilakukan saat tanaman berumur 3 MST (Minggu Setelah Tanam), kegiatan penyiangan dilakukan kembali sekitar 6 MST karena gulma yang tumbuh menghambat pertumbuhan tanaman jagung serta menyulitkan pemanenan. Pengendalian penyakit menggunakan fungisida berupa Saromyl yang diaplikasikan pada benih sebelum ditanam dengan tujuan mencegah penyakit bulai. Pengendalian hama menggunakan insektisida Furadan 3G untuk mengendalikan hama lalat bibit serta untuk pengendalian ulat serta belalang digunakan Decis 2.5 EC dengan konsentrasi 2 ml per 1 liter air.

Pengendalian hama dengan Furadan diaplikasikan saat tanam yang diberikan bersamaan dengan benih dan diaplikasikan pada ujung daun tanaman

Dokumen terkait