• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai evaluasi Drug Related Problems (DRPs) keseluruhan penggunaan obat pada pasien asma pediatri

sebanyak 6 kasus interaksi obat (terbanyak pada interaksi teofilin dan metilprednisolon)

menggunakan data prospektif untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien terkait dengan kondisi asma.

2. Peneliti perlu membuka akses lebih banyak untuk mendapatkan informasi obat yang lengkap terkait dengan tujuan terapi disesuaikan dengan kondisi pasien, dengan memilki ijin penelitian di Instalasi farmasi misalnya untuk mengetahui kekuatan obat yang tersedia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dan bila perlu dengan Instalasi laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA

Anitawati, E., 2001, Pola Pengobatan Penyakit Asma Bronkial untuk Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Daerah Wonosari Selama Tahun 1998, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Asdie, A.H., 1995, Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Volume 1,

Edisi 13, EGC, Jakarta, pp.201.

Baxter, K., 2008, Stockley’s Drug Interaction, 8th ed., Pharmaceutical Press, United Kingdom, pp. 1061, 1174.

Brunner dan Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, pp. 661.

Bruton, L., Parker, K., Blumenthal, D., Buxton, I., 2008, Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics, EGC, Jakarta, pp.432, 436. Budiarto, E., 2002, Metodologi Penelitian Kedokteran Sebuah Pengantar,

Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta, pp.32-34.

Cipolle, R.J., Strand, L.M., Morley, P.C., 2004, Pharmaceutical Care Practice; the clinician’s guide, 7th edition, McGraw-Hill, USA, pp.173-191.

Depkes RI, 2004, Keputusan Menkes RI No. 1197/Menkes/SK/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Indonesia, Departemen KesehatanRI, Jakarta, pp.1.

Depkes RI, 2005, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Edisi III, Cetakan 1, Jilid 3, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, pp. 393-398, 405, 408-414.

Depkes RI, 2007, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, pp. 6, 13, 40- 42.

Depkes RI, 2009, Keputusan Menkes RI No. 1023/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, pp. 3-6.

Depkes RI, 2013, Formularium RSUP Dr. Sardjito, Edisi Tahun 2013, Bakti Husada, Yogyakarta.

Global Innitiative for Asthma (GINA), 2012, Pocket Guide For Asthma Management And Prevention, Global Initiative For Asthma, Canada, pp.5.

Greene, R. J., 2008, Pathology And Therapeutics For Pharmacists: A Basis For Clinical Pharmacy Practice, Third edition, Pharmaceutical Press, USA.

Handayani, Y., 2010, Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Yogyakarta Bulan Januari-Desember 2009, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Hill, V.L. and Wood, P.R., 2009, Pediatric in Review; Asthma Epidemiology, Pathopysiology, and Initial Evaluation, Vol. 30 No.9, American Academy of Pediatrics, pp. 332.

Ikawati, Z., 2007, Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan, Pustaka Adipura, Yogyakarta, pp.45, 46, 47, 49, 52, 56, 61.

Kelly, H.W. and Sorkness, A.C., 2008, Asthma: in Dipiro, Joseph, T.D., Robert, L., Gary, R.M., Barbara, G.W., Michael, P., Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, Seventh Edition, Mc Graw Hill, USA, pp. 465-466, 483-485, 487-489, 498.

Kountour, R., 2003, Metode Penelitian, Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, Seri Umum No. 5, PPM, Jakarta, pp. 105, 139.

Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance L.L., 2011, Drug Information Handbook, 20th Ed., Lexi-copm, Ohio, pp. 53-55, 1703.

Lapau, B., 2012, Metode Penelitian Kesehatan, Metode Ilmiah Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, pp. 40, 47, 51, 52.

Mangunnegoro, H., dkk, 2004, Asma; Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia, Balai penerbit FKUI, Jakarta, pp.23, 24, 75.

Marcdante, K.J., Kliegman, R.M., Jenson, H.B., Behrman, R.E., 2011, Nelson Essentials of Pediatrics, 6th Edition, Saunder Elsevier, Canada.

Matfin, G., Porth, C.M., 2009, Pathophysiology; Concepts Of Altered Health States, Eight Edition, Wolters Kluwer Health, Lippincott Williams & Wilkins, China, pp.710.

McPhee, S.J., Ganang, W.F., 2007, Patofisiologi penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis, Edisi 5, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp.255.

Medscape, 2014, Aminophylline, http://reference.medscape.com/drug/theo-24-theochron-theophylline-343447, diakses tanggal 18 April 2014.

Medscape, 2014, Ampicillin, http://reference.medscape.com/drug/ampi-omnipen-ampicillin-342475, diakses tanggal 12 April 2014.

Medscape, 2014, Methylprednisolone,

http://reference.medscape.com/drug/medrol-medrol-dosepak-methylprednisolone-342746, diakses tanggal 9 April 2014.

Medscape Drug Interaction Checker, 2014, http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker, diakses tanggal 17 April 2014.

MIMS, 2009, MIMS Edisi Bahasa Indonesia, Volume 10, PT. Bhuana Ilmu Popular, Jakarta.

MIMS, 2014, Azithromycin,

http://www.mims.com/Indonesia/drug/info/Aztrin/?q=Azithromycin &type=brief, diakses tanggal 29 April 2014.

Muttaqin, A., 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan, PT. Salemba Medika, Jakarta, pp. 220.

NIH, 2012, http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/asthma/, diakses tanggal 26 Maret 2014.

Ratnawati, 2011, Epidemiologi Asma, Jurnal Respirologi Indonesia, Vol.31 No. 4, 172.

Rengganis, I., 2008, Majalah Kedokteran Indonesia, Volum: 58, Nomor: 11; Diagnosis and Management of Bronchial Asthma, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp. 445, 446.

Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), 2012, British Guidline on the Management of Asthma, Healthcare Improvement Scotland, London, pp.5

Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.A.P., dan Kusnandar, 2008, ISO Farmakoterapi, ISFI, Jakarta, pp. 448, 458. Sutedjo, A.Y., 2009, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan

Laboratorium, Amara Books, Yogyakarta, pp. 25-33.

Tjay, T.H., Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting; Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya, Edisi ke-6, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, pp. 70, 422, 647.

Vitahealth, 2005, Asma: Informasi lengkap untuk penderita dan keluarganya, Gramedia PustakaUtama, Jakarta, pp.17.

WHO, 2013, Pocket Book of Hospital Care for Children; Guidelines for Management of Common Childhood Illnesses, Second edition, WHO publications, Switzerland, pp. 98, 100.

Wibowo, S.A., 2007, Kajian Profil Persepan Pasien Asma Bronkial Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Bangli-Bali Tahun 2005, Skripsi,Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Wijaya, A.M., 2010, Penanganan Diare pada Bayi dan Anak Balita di Tingkat

Rumah Tangga,

http://www.infodokterku.com/component/content/article/22-information- of-diseases/penyakit-menular/81-penanganan-diare-pada-bayi-dan-anak-balita-di-tingkat-rumah-tangga, diakses tanggal 12 Mei 2014.

Wolf, R. L., 2004, Essential Pediatric Allergy, Asthma & Immunology, McGraw Hill Companies, USA, pp. 64.

Yusriana, C.S., 2002, Pola Pengobatan Penyakit Asma Bronkial Pada Pasien Anak Rawat Inap Di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 1999-2001, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Lampiran 1. Nilai rujukan hasil laboratorium pasien asma pediatri di RSUP Dr. Sardjito Yogyakata Tahun 2013

Parameter Nilai Rujukan

Laki-laki Perempuan WBC (4,8-10,8)x103µl (4,8-10,8)x103µl RBC (4,7-6,1) x106µl (4,2-5,4) x106µl HGB (14-18) g/dL (12-16) g/dL HCT 42-52 % 37-47 % MCV 79,0-99,0 fL MCH 27,0-31,0 pg MCHC 33,0-37,0 g/dL PLT (150-450) x103µl MPV 7,2-11,1 fL NEUT# (1,8-8) x103µl LYMPH# (0,9-5,2) x103µl MONO# (0,16-1) x103µl EO# (0,045-0,44) x103µl BASO# (0-0,2) x103µl NEUT% (50-70) % LYMPH% (25-40) % MONO% (2-8) % EO% (2-4) % BASO% (0-1) %

67

Lampiran 2. Analisis Drug Related Problems pada pasien asma pediatri di Instalasi rawat inap RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta tahun 2013

Kasus 1 (No. RM 01.63.60.19) Subjektif

Jenis kelamin/Umur: Perempuan / 7th BB : 23 kg

Masuk RS : 09/09/2013 – 16/09/2013 Riwayat :

3BSMRS : anak batuk(+), pilek(+), muntah (-), demam(-), sesak nafas(-), makan/minum berkurang,BAB&BAK tidak ada keluhan → periksa ke dokter didiagnosis asma kemudian diberi kenacort 3x¾tab, procaterol 2x¾tab, fluimucil 3x½tab, cetirizine 1x½tab

1MSMRS :batuk(+), pilek(+),muntah(-), sesak (-) hilang timbul

1HSMRS : anak demam (+), batuk, pilek cair, muntah tiap kali batuk, makan/minum berkurang, mendapat terapi domperidon 3x½.

HMRS: sesak(+),batuk dan pilek, periksa ke poli diberi resep plucaterol dan metilprednisolon dan disarankan ke IGD untuk nebulisasi dan evaluasi.

Riwayat keluarga:

Riwayat sakit asma dari keluarga (nenek) Riwayat rhinitis alergi (+) tante

Riwayat DM (disangkal)

Diagnosa Utama : asma serangan berat episode jarang Diagnosa Sekunder : pneumonia, gastritis

Keluhan Utama : sesak nafas

Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)

Objektif Hasil Laboratorium (Tgl.14/09/2013): WBC : 6,71x103µl RBC : 4,73 x106µl HGB : 11,9 g/dL(↓) HCT : 38,2% MCV :80,8 fL MCH : 25,1 pg(↓) PLT : 303x103µl

(09/09/2013) RO thorax AP dan latheral view, supine, asimetris, inspirasi dan kondisi cukup, hasil : tampak perselubungan semiopak inhomogen batas tak tegas di perihiler dan paracardial pulmo dextra et sinistra, air bronchogram (+), kedua diagfragma licin dan tidak mendatar, tak tampak penebalan pleural space bilateral, cor CTR=0,47.

NEUT#: 2,91 x103µl LYMPH#: 2,52 x103µl MONO#: 0,49 x103µl EO#: 0,55 x103µl(↑) BASO#: 0,03 x103µl NEUT%: 43,3% (↓) LYMPH%: 37,5% MONO%: 7,4% EO%: 8,2%(↑) BASO%: 0,5%

68

Tanggal 9 10 11 12 13 14 15 16 Tanda Vital Suhu Tubuh (oC) 38,5 36 37,4 36,2 36,5 36,5 36,2 37,5 37,5 36,7 36,4 36,5 36,6 37 Nadi (x/menit) 140 112 112 120 115 130 115 114 118 112 110 128 101 100 RR (x/menit) 40 30 30 30 30 34 34 24 28 22 24 30 23 30 SpO2 (%) - 96 - 96 95 - 98 - 97 - - 96 97 -

Keluhan Sesak nafas dan batuk Batuk, sesak nafas Sesak berkurang, masih ada batuk Sesak berkurang - - - - Penatalaksanaan Obat P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M P S S M Ventolin® nebulizer 1resp 23.15 01.30, 7 12, 13 5 12 18 6 12 6 6 6 Combivent® nebulizer 1resp  9 Ranitidine inj. 20mg 01.30 18 Ampicilin inj. 800mg 01 Ampicilin inj. 600mg 12 18 12 18 12 18 12 18 12 18 6 Metilpredisolon inj. 10mg 12 Aminofilin inj. 70mg 20 20

69

Aminofilin po 70mg 6 12 18 6 12 18 Amoxicilin po 350mg 5 Assessment :

Pasien diberi Combivent® Nebulizer dan Ventolin® Nebulizer untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Penggunaan antikolinergik seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004).

Metilprednisolon injeksi diberikan untuk mengurangi peradangan terutama pada penyakit asma (Muttaqin, 2008), dengan menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik, inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara langsung (Kelly and Sorkness, 2008). Aminofilin diberikan untuk pengobatan dan profilaksis spasme bronkus yang berhubungan dengan asma, emfisema dan bronkitis kronis. Berdasarkan wawancara dari dokter, pasien menerima dosis aminofilin po lebih rendah dikarenakan untuk mengurangi terjadinya efek samping berupa takikardi selain itu juga adanya riwayat penggunaan obat sebelumnya pada pasien dengan dosis setengah dari biasanya karena dengan dosis normal pasien sudah mengalami takikardi. Pasien diberi terapi antibiotik berupa ampicilin dan amoxicillin karena adanya komplikasi pneumonia yang ditunjukkan dengan menurunnya jumlah neutrofil yang berarti bahwa terdapat infeksi (Sutedjo, 2009).

Pada hari pertama rawat inap, suhu tubuh pasien mencapai 38,50C dimungkinkan pasien diberikan obat penurun panas atau demam namun tidak tercatat dalam penatalaksanaan obat, namun dapat dimungkinkan juga kondisi suhu tubuh pasien turun dengan sendirinya karena demam dapat disebabkan oleh adanya inflamasi, apabila inflamasi tersebut sudah teratasi maka suhu tubuh akan kembali normal. Batuk yang terdapat pada keluhan pasien dapat dimungkinkan efek samping dari penggunaan salbutamol dan ipratropium bromide atau batuk tersebut merupakan manifestasi klinik dari asma.

Evaluasi DRPs:

Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien. Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai. Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima.

Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang.

Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer, Metilprednisolon dan Aminofilin yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan efek samping atau interaksi yang terjadi.

70

Kasus 2 (No. RM 00.73.18.14)

Subjektif

Jenis kelamin /Umur: Laki-laki/4 th BB : 16 kg. TB: 107cm

Masuk RS : 18/08/2013 -21/08 /2013 Riwayat :

Anak terdiagnosis asma sejak usia 2th , frekuensi serangan ±1-2x/tahun. Mulai tahun 2013, serangan asma meningkat, 3x dalam 1th. Setiap kali serangan anak dibawa ke IGD dan mendapat nebulisasi 1x dan obat puyer.

Riwayat keluarga:

Riwayat asma (+) dari kakek dan nenek Riwayat rhinitis (+) ibu

Riwayat hipertensi, DM,stroke (kakek dari ayah, nenek dari ibu)

Diagnosa Utama : asma brokial Diagnosa Sekunder : atelectasis partial Keluhan Utama : batuk, sesak nafas, wheezing Keadaan Pulang : sembuh (diizinkan)

Objektif

RO (18/8/2013) : Mengarah ke gambar alektasis lobus superior segmen aphial pulmo bronchitis

RO (20/8/2013) : Infiltrat dengan limfaderopati hilus, tidak tampak gambaran alektosis

Hasil Laboratorium: -

6jam SMRS: batuk, nafas tampak cepat, sulit berbaring, ada mengi, di IGD anak ada mengi, nafas cepat, RR 52x/menit, HR 144x/menit, SpO2 92% O2 rooms, dilakukan nebulisasi ventolin 1respul, setelah nebulizer, RR 32-37x/menit, HR 124-128x/menit, SpO2 93-94% O2rooms, wheezing berkurang.

Tanggal 18 19 20 21 Tanda Vital Suhu Tubuh (o

C

) 36,9 36,8 36,8 36,5 36,7 Nadi (x/menit) 100 113 110 113 100 RR (x/menit) 48 24 24 24 20 SpO2 (%) - 98 98 - 98

71

Keluhan Sesak nafas Tidak sesak, batuk berdahak, tidak pilek Batuk berdahak Batuk berdahak Penatalaksanaan

Obat Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Metil prednisolon po 8mg 6 24 6 6 Kenacort® (Triamcinolone) po 8mg  24  6  18 6 Ventolin® nebulizer (1resp) 6 Combivent® nebulizer (1resp/6jam)  22  6  12  18 24 6 Assessment :

Pada hari pertama pasien datang ke RSUP Dr. Sardjito pukul 23.55 dengan keluhan batuk, sesak dan wheezing. Pasien diberikan Ventolin® nebulizer dan Combivent® nebulizer sebagai bronkodilator yang berfungsi untuk meredakan gejala serangan asma akut. Penggunaan antikolinergik seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004). Pemberian peroral Metilprednisolon berperan sebagai kortikosteroid dan berfungsi sebagai antiinflamasi terutama pada asma fase akut. Berdasarkan dari hasil wawancara dokter, pada tanggal 19, pasien menerima dosis metilprednisolon 16mg/hari, kemudian pada tanggal 20 dan 21 pasien menerima dosis lebih rendah yaitu 8mg/hari (maintenance dosage), adanya penurunan dosis pada penggunaan metilprednisolon ini dapat dilihat dari perkembangan kesehatan pasien yang membaik. Dosis metilpredisolon untuk anak dengan BB 16kg adalah 16-27,2mg/hari (Medscape, 2014). Pasien terdiagnosis sekunder atelectasis partial, kemudian pasien diberikan Kenacort® (triamcinolone) yang merupakan golongan kortikosteroid yang berfungsi untuk mengatasi kelainan paru.

Evaluasi DRPs:

Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien.

Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai.

Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima.

72

dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang.

Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Metilprednisolon, Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer yang diberikan sudah tepat.

Efek samping dan interaksi obat ditemukan pada kasus ini yaitu interaksi obat antara Metilprednisolon dan Kenacort® yang menyebabkan terjadinya penurunan efek triamcinolone dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati/usus (MedscapeDrug Interaction Checker, 2014). Berdasarkan data yang di dapat tidak dapat diketahui secara pasti apakah benar-benar terjadi penurunan efek dari triamcinolone, sehingga tidak diperlukan rekomendasi khusus dan tergolong dalam DRPs potensial.

Rekomendasi:

Monitoring pada penggunaan Kenacort® (Triamcinolone) dengan Metilprednisolon secara bersamaan.

Kasus 3 (No. RM 01.66.00.39) Subjektif

Jenis kelamin /Umur: Perempuan/ 3 th BB : 10kg

Masuk RS : 15/11/2013 -18/11/2013 Riwayat :

Riwayat asma dalam keluarga (+)

7HSMRS : anak batuk, pilek saat malam hari, kemudian sesak, tidak ada demam, dibawa ke puskesmas→sesak berkurang→anak rawat jalan.

1HSMRS: anak demam tinggi saat siang hari disertai batuk, pilek, sesak

HMRS: saat dini hari anak sesak disertai bunyi mengi kemudian dibawa ke RSS

Diagnosa Utama : asma bronkial serangan sedang Diagnosa Sekunder : common cold

Keluhan Utama : sesak nafas disertai bunyi mengi Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)

Objektif Hasil Laboratorium : - Tanggal 15 16 17 18 Tanda Vital Suhu Tubuh (o

C

) 39 - 37 36,5

73

Nadi (x/menit) 120 - 104 120 RR (x/menit) 30 30 28 30 SpO2 (%) - - - -

Keluhan Sesak nafas Sesak berkurang Batuk Batuk

Penatalaksanaan Obat Pa Si So Ma Pa Si So Ma Pa Si So Ma Pa Si So Ma Salbutamol po 1mg  13  20  6  13  20  6  13  20  6  13 Metilprednisolon po 8mg 12 24 6 6 6 Assessment :

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak nafas disertai bunyi mengi. Pada kasus ini pasien memilki riwayat asma dari keluarga, dengan adanya riwayat asma dari keluarga pasien maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai faktor resiko terjadinya asma (SIGN, 2012). Pasien diberi obat salbutamol dan metilprednisolon.

Salbutamol diberikan sebagai bronkodilator dengan merelaksasi otot polos saluran napas (Mangunnegoro, 2004). Dosis pada anak 2-6 tahun 1-2mg diberikan 3-4x/hari (MIMS, 2009).Pasien diberikan dosis 1mg 3x/hari sehingga pasien menerima 3mg/harinya. Terapi salbutamol ini sudah sesuai. Metilprednisolon berperan sebagai antiinflamasi, diberikan untuk mengurangi peradangan terutama pada penyakit asma (Muttaqin, 2008). Dosis metilprednisolon untuk anak adalah 4-16mg/hari (MIMS, 2009). Pada tanggal 15 pasien menerima dosis metilprednisolon 8mg 2x/hari maka pasien menerima 16mg/hari, hal tersebut masih termasuk dalam range dosis sehingga dapat disimpullkan terapi yang diberikan sudah sesuai. Kemudian pada tanggal 16, 17 dan 18 pasien menerima dosis lebih rendah yaitu 8mg/hari (maintenance dosage), adanya penurunan dosis pada penggunaan metilprednisolon ini dapat dipertimbangkan dari keadaan pasien yang membaik.

Pada hari pertama rawat inap (15/11/2013) suhu tubuh pasien mencapai 39oC dimungkinkan diberikan obat penurun panas atau demam namun tidak tercatat dalam penatalaksanaan obat, namun dapat dimungkinkan juga kondisi suhu tubuh pasien turun dengan sendirinya karena demam dapat disebabkan oleh adanya inflamasi, apabila inflamasi tersebut sudah teratasi maka suhu tubuh akan kembali normal.Keadaan pulang pasien membaik dan diizinkan.

Keluhan pasien pada hari ke 3 dan 4 adalah batuk, namun batuk yang ditimbulkan tidak dapat diketahui secara pasti apakah batuk tersebut merupakan efek samping dari pemberian salbutamol karena pada hari ke 2 tidak ada keluhan batuk. Kemungkinan juga dapat disebabkan adanya manifestasi klinik dari asma. Keluhan batuk tidak diketahui pula apakah batuk yang dialami berdahak atau kering.

74

Evaluasi DRPs:

Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien.

Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai.

Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima.

Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang

Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Salbutamol dan Metilprednisolon yang diberikan sudah tepat. Efek samping dan interaksi obat tidak ditemukan dalam kasus ini.

Rekomendasi : -

Kasus 4a (No. RM 01.63.05.07) Subjektif

Jenis kelamin /Umur: Perempuan/5th BB :16,5kg, TB: 103cm

Masuk RS : 07/06/2013 – 09/06/2013 Riwayat :

Riwayat alergi dingin pada nenek garis keturunan ibu, riwayat asma pada ibu. Sesak nafas,batuk,pilek sejak kemarin. Riwayat asma bronkial sering kambuh bulan lalu dan 2 bulan yang lalu.

Diagnosa Utama : asma bronkial Diagnosa Sekunder : rhinofaringitis akut Keluhan Utama : sesak nafas dan batuk Keadaan Pulang : membaik (diizinkan)

Objektif

Hasil Laboratorium (Tgl. 07/06/2013):

Thorax: simetris, retraksi, subcostal dalam dan tidak ada ketinggalan gerak.

Tanggal 7 8 9

Tanda

Vital Suhu Tubuh ( oC) 36,6 36,6 37,4 37 36,2 36,7 36 36 36 Nadi (x/menit) 132 100 100

75

130 110 100 104 100 105 RR (x/menit) 40 46 40 38 32 30 30 28 30 SpO2 (%) 92 - - - - - - - -

Keluhan Sesak nafas, batuk tak berdahak, pilek berlendir warna jernih Batuk berkurang Tidak sesak

Penatalaksanaan Obat Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Pagi Siang Sore Malam Ventolin® nebulizer

(1resp/2-4jam) 10 13 18 20 Combivent® nebulizer (1resp/2-4jam) 11 15.30 Metilprednisolon i.v. 16mg  15  24  8  20  8 Aminophilin inj. loading(100mg dalam D5% 50cc)  15 Aminophilin inj. maintenen (120mg dalam D5% 50cc)  20  6 Assessment :

Pasien berumur 5tahun dengan riwayat asma yang diturunkan dari ibu dan riwayat alergi dingin dari nenek, dengan adanya riwayat asma dari keluarga pasien maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai faktor resiko terjadinya asma (SIGN, 2012).

Pasien diberi Combivent® nebulizer dan Ventolin® nebulizer secara selang-seling untuk menangani asma bronkial. Combivent® Nebulizer dan Ventolin® Nebulizer diberikan untuk mengatasi bronkospasme (gejala asma) berupa sesak nafas. Penggunaan antikolinergik

76

seperti ipratropium bromide umumnya menghasilkan perbaikan fungsi paru 10-15% dibandingkan dengan penggunaan β agonis saja (Ikawati, 2007), karena ipratropium bromide mempunyai efek meningkatkan bronkodilatasi agonis beta-2 kerja singkat pada serangan asma dan memperbaiki faal paru (Mangunnegoro, 2004).

Pasien diberi Metilprednisolon injeksi untuk menangani rhinofaringitis akut. Metilprednisolon dapat mengurangi peradangan dan berfungsi sebagai antiinflamasi. Pemberian dengan cara injeksi dimungkinkan untuk mempercepat terjadinya efek terapi pada pasien dibandingkan dengan penggunaan secara peroral. Dosis metilprednisolon pada anak 2mg/kgBB (Depkes RI, 2005), pasien dengan BB 16,5kg maka dosis yang seharusnya diterima adalah 33mg/hari. Pada kasus ini pasien diberikan dosis 16mg 2x sehari, maka dapat disimpulkan dosis yang diberikan sudah sesuai pustaka acuan.

Aminophilin injeksi berfungsi menghilangkan gejala asma. Penggunaan aminofilin bersamaan dengan dextrose 5% untuk mengatasi hidrasi pada pasien (Depkes RI, 2005). Dosis awal pemberian aminofilin secara iv adalah 6-8mg/kgBB (WHO, 2013). Pasien dengan BB 16,5kg, maka dosis yang seharusnya diterima 99-132mg. Berdasarkan data di atas dosis yang diberikan pada pasien sudah sesuai. Dosis aminofilin di tingkatkan menjadi 120mg karena pada dosis tersebut masih adekuat atau masuk dalam range dosis yang ditetapkan.

Pada tanggal 7, pasien mengalami takikardi karena adanya penyempitan bronkus maka otot jantung akan memompa darah ke dalam tubuh lebih cepat sehingga respirasi juga menjadi cepat. Keluhan pilek dengan lendir berwarna bening dimungkinkan adanya alergi terhadap cuaca yang dingin karena pasien juga memiliki riwayat alergi dingin dari nenek.

Evaluasi DRPs:

Perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien menerima obat sesuai dengan indikasi pasien.

Tidak perlu obat tidak terjadi pada kasus ini karena pasien sudah diberikan terapi kombinasi yang sesuai.

Obat salah tidak terjadi pada kasus ini kerena pasien tidak mengalami komplikasi dari obat yang telah diterima.

Dosis kurang tidak terjadi pada kasus ini karena obat yang diberikan kepada pasien telah mencapai efek terapeutik yang diinginkan, hal tersebut dapat dilihat dari tanda vital dan keluhan pasien yang semakin membaik atau keluhan sesak nafas berkurang.

Dosis berlebih tidak terjadi pada kasus ini karena dosis Combivent® nebulizer, Ventolin® nebulizer, Metilprednisolon dan Aminofilin yang diberikan sudah tepat.

Efek samping dan interaksi obat ditemukan pada kasus ini yaitu antara Metilprednisolon dengan Aminofilin yang menyebabkan terjadinya penurunan efek dari teofilin dengan mempengaruhi metabolisme enzim CYP3A4 di hati atau usus (Medscape Drug Interaction Checker,

Dokumen terkait