• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

6.2.1 Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang keperawatan khususnya dalam menerapkan asuhan keperawatan kepada para lansia.

6.2.2 Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tolak ukur para petugas pelayanan kesehatan khususnya di kota Gunungsitoli dalam memberikan dan meningkatkan taraf kesehatan lansia dengan harapan lebih lagi meningkatkan kesejahteraan lansia. 6.2.3 Bagi Peneliti

Pada penelitian ini telah diketahui gambaran kualitas hidup lansia serta domain pendukung yang mempengaruhi kualitas hidup lansia di desa. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti kualitas hidup dengan cara kualitatif.

2.1.1 Definisi Kualitas Hidup

Masing-masing individu mempunyai kualitas hidup yang berbeda-beda tergantung cara pandang mereka menanggapi sesuatu. Kualitas hidup menurut WHO adalah persepsi seseorang dalam konteks budaya dan norma yang sesuai dengan tempat hidup orang tersebut serta berkaitan dengan tujuan, harapan, standard dan kepedulian selama hidupnya.

Kualitas hidup menurut Bowling, dkk(2009) adalah dapat diartikan secara subjektif tergantung pada persepsi individu mengenai kesejahteraanya dan kualitas hidup dimasa tua merupakan kesehatan, merasa cukup secara pribadi dan masih merasa berguna, partisipasi dalam kehidupan sosial, dan baik dalam sosial ekonominya. Instrument yang digunakan yaitu OPQOL-35 yang memiliki 8 domain yaitu dimensi petama keseluruhan hidup, dimensi kedua kesehatan, dimensi ketiga hubungan sosial /waktu luang dan kegiatan sosial, dimensi keempat kemerdekaan, kontrol atas kehidupan, dan kebebasan, dimensi kelima rumah dan tetangga sekitar, dimensi keenam psikologis dan kesejahteraan emosional, dimensi ketujuh keadaan keuangan, dan dimensi kedelapan agama/ kebudayaan.

Kualitas hidup menurut Nofitri adalah penilaian individu terhadap posisi mereka didalam kehidupan, dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana

mereka hidup dalam kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu. Moons, Marquet, Budst, dan de Geest(2004, dalam Nofitri 2009) menyebutkan hal-hal penting dalm konseptualisasi kualitas hidup: (1) kualitas hidup tidak boleh disamakan dengan status kesehatan ataupun kemampuan fungsional, (2) kualitas hidup lebih didasarkan oleh evaluasi subjektif daripada parameter objektif, (3) tidak terdapat perbedaan yang jelas antara indikator-indikator kualitas dengan faktor-faktor yang menntukan kualitas hidup, (4) kualitas hidup dapat berubah seiring waktu, namun tidak banyak, (5) kualitas hidup dapat dipengaruhi secara positif maupun negatif.

2.1.2 Pengukuran Kualitas Hidup

Felce dan Perry (1995, dalam Nofitri2009) menyebutkan ada tiga cara dalam pengukuran kualitas hidup ini yaitu komponen objektif adalah data objektif dari aspek kehidupan individu, komponen subjektif yaitu penilaian adari individu tentang kehidupannya sendiri, sedangkan komponen kepentingan yaitu menyatakan keterkaitan hal-hal yang penting baginya dalam mempengaruhi kualitas hidupnya dan juga mengatakan bahwa kondisi kehidupan tertentu tidak menghasilkan reaksi yang sama pada setiap individu, karena tiap-tiap individu memiliki definisi masing-masing mengenai hal-hal yang mengindikasikan kualitas hidup yang baik dan buruk. Secara logis dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek kehidupan adalah relevan bagi semua orang (universal), namun seberapa penting aspek-aspek tersebut bagi tiap-tiap individu akan bervariasi dalam budaya yang berbeda-beda sedangkan aspek-aspek lainya mungkin hanya

dianggap penting oleh individu tertentu saja. Peneliti menyimpulkan bahwa pengukuran kualitas hidup sebaiknya dilakukan secara individual dan subjektif sehingga aspek-aspek kehidupan yang diukur dalam kualitas hidup sebaiknya ditentukan sendiri oleh responden karena aspek kehidupan yang relevan bagi seseorang belum tentu relevan bagi orang orang lain. Ada beberapa cara pengukuran kualitas hidup, ada yang menggunakan WHOQOL ( world health organization quality of life) dan OPQOL ( Older People Quality Of Life). Namun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner OPQOL-35 yang mempunyai 8 dimensi.

2.1.2.1 Dimensi-dimensi OPQOL

Penelitian ini dilakukan dengan melihat seberapa baiknya kualitas hidup seorang individu yang dinilai dengan menggunakan OPQOL-35 (Older People Quality Of Life – 35) yang terdiri dari 8 dimensi dan 35 pernyataan. Dimensi keseluruhan hidup meliputi pernyataan saya menikmati hidup kelangsungan hidup saya seutuhnya, saya sangat bahagia disetiap waktu, saya menatap untuk hal-hal di masa depan, dan kehidupan membuat saya jatuh.

Dimensi kesehatan meliputi pernyataan berikut saya memiliki fisik yang kuat, sakit mempengaruhi kesejahteraan saya, kesehatan membatasi saya untuk merawat diri atau rumah saya , saya cukup sehat untuk beraktivitas melakukan apa saja. Kesehatan merupakan salah satu domain penting dari kualitas hidup. Konsep kualitas kesehatan yang berhubungan

dengan kehidupan dan faktor-faktor penentu yang mulai dikenal dan dikembangkan sejak tahun 1980 untuk mencakup aspek-aspek kualitas hidup yang dapat sangat jelas mempengaruhi kesehatan baik fisik maupun mental, persepsi tentang kesehatan termasuk resiko kondisi kesehatan, status fungsional, dukungan sosial dan ekonomi. Kesehatan secara aktif terlibat dalam pengukuran kualitas hidup salah satunya dalam hal penuaan. Status kesehatan adalah merupakan salah satu penentu kualitas hidup karena merupakan salah satu komponen yang terlibat dalam membangun kesejahteraan psikologis. Ini lebih daripada kesehatan objektif seperti gangguan fisik atau kondisi medis, individu akan lebih menafsirkan kesehatan secara subjektif yang akan mempengaruhi keadaan emosional mereka.

Dimensi hubungan sosial/ waktu luang dan kegiatan sosial meliputi pernyataan yaitu Keluarga, teman dan tetangga saya akan menolong saya jika dibutuhkan, saya ingin berteman atau berhubungan dengan lebih banyak orang lagi, saya memiliki seseorang yang memberi saya cinta dan pengaruh, saya suka berbagi dengan sesama menikmati hidup, anak-anak disekitar saya itu penting, saya mempunyai kegiatan/ aktifitas/ hobi yang saya sukai,saya mencoba bertahan dengan berbagai hal, saya mengerjakan pekerjaan/ kegiatan yang dibayar atau tidak dibayar yang memberi saya peran dalam hidup, dan saya mempunyai tanggungjawab kepada orang lain yang membatasi kegiatan sosial dan waktu luang saya. Keterlibatan dengan

kegiatan sosial serta kualitas hidup menunjukkan hubungan yang positif dimana terlibat dalam kehidupan sosial bisa membangun kualitas hidup yang aktif.

Hubungan sosial meliputi hubungan interpersonal, dukungan sosial, kepuasan kehidupan seks dan perasaan dihormati dan diterima. Lansia yang terlibat dalam kegiatan sosial akan memperoleh kepuasan fisik dan mental sehingga kualitas hidupnyapun meningkat. Dukungan sosial memberi efek positif pada lansia, dimana dapat mengurangi dampak dari keadaan stress seperti kehilangan keluarga atau teman-teman atau perpindahan rumah dan mencegah dampak negatif dari isolasi sosial seperti peningkatan depresi.

Dimensi kemerdekaan, kontrol atas hidup dan kebebasan dengan menyetujui beberapa pernyataan berikut saya cukup sehat untuk mempunyai kebabasan, saya senang dengan apa yang saya lakukan, biaya hidup dibandingkan gaji membatasi hidup saya, saya sangat memperhatikan hal-hal penting dalam hidup. Kemandirian fungsional pada lansia merupakan indikator penting dari status kesehatan mereka. Hal ini diketahui bahwa hilangnya kemerdekaan adalah salah satu kekhawatiran terbesar para lansia. Kemerdekaan dalam melakukan aktivitas sehari-hari menjadi hal yang penting untuk pengembangan hidup para lansia yang merupakan pengaplikasian dari konsep success aging.

Dimensi rumah dan sekitar meliputi penyataan berikut saya merasa aman ditempat saya tinggal, toko-toko lokal serta pelayan dan fasilitas

disekitarnya semuanya bagus, saya memperoleh kesenangan dari rumah saya, dan saya mendapatkan tetangga yang ramah. Interaksi lingkungan meliputi keselamatan fisik, lingkungan sekitas, kesempatan memperoleh informasi, berpatisipasi dalam kegiatan hiburan atau rekreasi, terbebas dari pencemaran lingkungan dan kebisingan. Salah satu bagian dari pengukuran kualitas hidup adalah tinggal di rumah dan lingkungan yang aman, hubungan bertetangga yang harmonis dan memiliki akses akan fasilitas dan layan lokal dan tersedianya transportasi.

Dimensi psikologis dan kesejahteraan emosional dengan menjawab pernyataan yaitu saya menerima hidup sebagai anugerah dan melakukan yang terbaik, saya merasa beruntung dibandingkan orang lain, saya cenderung melihat sisi yang baik, jika kesehatan membatasi saya melakukan kegiatan sosial dan waktu luang saya, saya maka saya akan menggantikannya dan menemukan hal lain yang bisa saya lakukan. Psikologis meliputi kepuasan hidup, pencapaian tujuan hidup, kontrol atas kehidupan, kepercayaan diri dan persepsi akan penampilan. Prespektif psikologis dalam kualitas hidup dapat didefinisikan sebagai ukuran kesejahteraan secara subjektif. Pandangan terhadap psikologis adalah bahwa kesejahteraan berarti memiliki kesehatan emosional dan mental sebagai pilar mengukur kualitas hidup individu. Prespektif kesejahteraan psikologis ini meliputi cara individu untuk mengevaluasi kehidupan mereka di masa sekarang dan di masa lalu, yang masa penilaian ini mencakup reaksi

emosional individu, suasana hati dan penilaian individu berkaitan dengan cara mereka menjalani kehidupan mereka sendiri.

Dimensi keadaan keuangan dengan menjawab pernyataan yaitu saya memiliki cukup uang untuk membiayai kebutuhan rumah tangga, saya memiliki cukup uang untuk membiayai perbaikan rumah atau bantuan yang dibutuhkan dirumah, saya dapat berusaha membeli apa yang saya inginkan, dan saya tidak dapat mengusahakan hal-hal yang ingin saya nikmati. Pada penelitian gerontological mengenai kepuasan pada finansial lebih difokuskan kepada pengamatan dimana meskipun tingkat pendapatan lebih rendah namun kepuasan finansial lebih baik dari pada orang yang lebih muda. Hal ini dikarenakan salah satu yaitu kesadaran akan keterbatasan dan kesempatan untuk meningkatkan ekonomi, para lansia ini cenderung menyesuaikan kebutuhan dengan pendapatan untuk tetap mempertahankan kesejahteraan. Pendapat lain mengatakan bahwa orang yang lebih tua tampaknya segan untuk mengeluh atau mengekspresikan ketidakpuasan meskipun ketika kenyataan kebutuhan untuk melakukannya ada.

Dimensi agama atau kebudayaan meliputi pernyataan yaitu agama, keyakinan atau filsafat hidup penting untuk kualitas hidup saya, dan kebudayaan/ kegiatan keagamaan atau perayaan-perayaannya penting untuk kualitas hidup saya. Penelitian menujukkan bahwa orang-orang yang religius lebih puas dengan kehidupan mereka karena mereka secara teratur menghadiri kegiatan keagamaan dan sembari membangun jaringan atau

hubungan sosial dengan sesama. Penelitian lain mengungkapkan adanya hubungan antara kesejahteraan spiritual dan kesehatan umum seseorang, sehingga disimpulkan bahwa agama dan spiritualitas merupakan sumber penting mengatasi kondisi stress.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kualitas Hidup

Moons, dkk (2004, dalam Nofitri 2009) menyatakan bahwa gender, usia, dan pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Riff dan Singer (1998, dalam Nofitri 2009) mengatakan bahwa kesejahteraan laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda, dimana perempuan kesejahteraannya lebih ke aspek hubungnya yang positif sedangkan laki-laki lebih ke aspek pendidikan dan pekerjaan. Usia salah satu faktor yang menentukan kualitas hidup. Rugerri, dkk (2001 dalam Nofitri 2009) mengatakan bahwa responden yang berusia tua cenderung akan mengevaluasi hiupnya dengan hal yang postif dibandingkan saat mudanya. pendidikan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Wahl, dkk (2004 dalam Nofitri 2009) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin meningkatnya kualitas hidupnya.

Moons, dkk (2004, dalam Nofitri 2009) mengatakan bahwa pekerjaan status pernikahan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Dimana terdapat perbedaan kualitas hidup seorang pelajar, individu yang bekerja maupun yang tidak bekerja, serta penduduk yang tidak mampu bekerja dan terdapat perbedaan kualitas hidup antara seseorang yang tidak menikah, individu

yang bercerai atau janda / duda , dan individu yang sudah menikah. Wahl, dkk (2004, dalam Nofitri 2009)mengatakan bahwa pria dan wanita dengan satus menikah memiliki kualitas hidup yang lebih tinggal. Noghani, dkk (2007, dalam Nofitri 2009) mengatakan bahwa adanya faktor penghasilan terhadap kualitas hidup subjektif namun tidak banyak dan hubungan dengan orang lain merupakan salah satu faktor yang berkonstribusi dalam menentukan kualitas hidup secara subjektif.

2.2 Lansia

2.2.1 Definisi Lansia

Lansia menurut Johs Madani dan Nugroho (2000, dalam Azizah 2011) mengatakan bahwa lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Dan Surini dan Utomo (2003, dalam Azizah 2011) mengatakan bahwa lanjut usia bukan suatu penyakit namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress linkungan.

2.2.2 Klasifikasi Lansia

Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Lansia resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atu lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan

barang/ jasa. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (DEPKES, 2009)

Lansia menurut WHO yaitu Elderly : 60 - 74 tahun, Old: 75 – 89 tahun, Very old : > 90 tahun. Proses menua yang terjadi bersifat individual yang berarti, tahap prosesmenua terjadi pada orang dengan usia berbeda, setiap lansia memiliki kebiasaan yang berbeda, tidak ada satu faktor pun yang dapat mencegah proses menua. Lansia memiliki karakteristik yaitu berusia lebih dari 60 tahun, kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladaptive dan lingkungan tempat tingga yang bervariasi (WHO, 2015). 2.2.3 Teori Proses Menua

2.2.3.1 Teori Biologis

a. Teori Genetik dan Mutasi

Teori genetik merupakan teori intrinsic yang menjelaskan bahwa di dalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Teori mutasi somatic menyatakan bahwa penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk (Nugroho, 2008)

b. Teori Nongenetik

Teori ini terdiri dari teori penurunan system imun tubuh, teori ini menyatakan adanya mutasi yang berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan system imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Teori kerusakan akibat radikal bebas, teori menua akibat metabolim, teori rantai silang yang menjelaskan menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat dan asam nukleat bereaksi dengan zat kimia dan radiasi. Teori fisiologis yang terdiri dari teori intrinsik dan ekstrinsik.

2.2.3.2 Teori Sosiologi

Teori sosiologi terdiri dari teori interaksi social yang menjelaskan mengapa lanjut usia bertindak pada suatu situasi tertentu yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat dan menjaga interaksi sosial menjadi kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan kemampuaannya bersosialisasi. Teori aktivitas atau kegiatan, teori kepribadian berlanjt dan teori pembebas/ penarikan diri (Nugroho, 2008).

2.2.4 Perubahan-perubahan Pada Lansia

Masalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lansia yaitu mudah jatuh lansia yang digolongkan dua golongan, faktor intrinsik antara lain gangguan jantung dan sirkulasi darah, gangguan system anggota gerak, misalkan kelemahan otot ekstremitas bawah dan kekakuan sendi, gangguan sistem susunan saraf, misalnya neuropati perifer, gangguan penglihatan, gangguan psikologis, infeksi telinga, gangguan adaptasi gelap, pengaruh obat-oabatan yang dipakai, (misal:

diazepam, antidepresi, dan antihipertensi),vertigo, arthritis lutut, pusing dan penyakit-penyakit sistemik. Faktor ekstrinsik yaitu: cahaya ruangan yang kurang terang, lantai yang licin, tersandung benda-benda, alas kaki kurang pas, tali sepatu, kursi roda yang tidak terkunci dan turun tangga.

Mudah lelah disebabkan oleh faktor psikologis(perasaan bosan, keletihan, atau perasaan depresi), gangguan organis(anemia, kekurangan vitamin, perubahan pada tulang, gangguan pencernaan, kelainan metabolism, gangguan ginjal dengan uremia/gangguan faal hati dan gangguan sistem peredaran darah dan jantung), pengaruh obat-obatan misalnya obat penenang, obat jantung. Berat badan menurun disebabkan oleh kurang adanya gairah hidup tau kelesuan, adanya penyakit kronis, gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan terganggu, dan faktor sosioekonomis(pensiun). Sukar menahan buang air besar disebabkan oleh obat pencahar, keadaan diare, kelainan pada usus besar, kelainan pada ujung saluran pencernaan. Gangguan pada ketajaman penglihatan disebabkan oleh presbiopi, kelainan lensa mata, kekeruhan pada lensa, tekanan dalam mata yang meninggi (glaukoma), dan radang saraf mata.

Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia yaitu Kardiovaskuler (berkurangnya pengisian ventrikel kiri, menurunnya curah jantung maksimal, penurunan frekuensi jantung maksimum), paru-paru (meningkatnya volume residual, penurunan masa jaringa paru, kekakuan dinding dada, berkurangnya difusi CO), Otot (masa otot berkurang karena berkurangnya serat otot), tulang(melambatnya penyembuhan fraktur, berkurangnya massa tulang pada pria

dan wanita), penglihatan (pengeruhan pada lensa, ketidakmampuan untuk fokus pada benda-benda jarak dekat atau presbiopi, berkurangnya sensitivitas terhadap kontras), penghidu(deteksi penghidu berkurang 50 %), pendengaran(kesulitan untuk membedakan sumber bunyi, terganggunya kemampuan membedakan target dari suara).

2.3 Kualitas Hidup Pada Lansia 2.3.1 Hasil Penelitian

Penelitian kualitas hidup di Tirana, ibu kota Albania Eropa oleh Eris Dhamo dan Dr. Doc. Nevila Kocollari. Penelitian ini dilakukan pada lansia pada usia >65 tahun, dimana usia rata-rata sampel adalah 74 tahun. Setiap tahunnya terjadi peningkatan jumlah penduduk lansia sebesar 2 %. Jumlah penduduk keseluruhan menurut data sensus 2011 yaitu 749.365 jiwa dan dari jumlah tersebut, jumlah lansia sebesar 25.187 jiwa yang berumur 59-65 tahun. Jumlah lansia yang akan dijadikan sampel yaitu 120 orang dengan umur >65 tahun dan dipilih secara acak dan sudah ditentukan beberapa kriteria dalam pengambilan sampel. Peneliti menggunakan kuesioner OPQOL-35 yang terdiri dari 35 pernyataan yang akan dinilai dengan skor 1-5. Skor yang lebih tinggi menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya 22,5% (27/120) yang menyatakan kualitas hidup dengan penilaian positif, sedangkan 50% (60/120) memiliki penilaian negatif tentang kulitas hidup mereka. Selebihnya, 27,5% (33/120) mempersepsikan kulitas hidup yang sedang. Dapat disimpulkan bahwa

dua kali lipat dari sampel yang mempersepsikan kualitas hidupnya buruk. Sehat menurut para lansia di Albania yaitu mampu memenuhi kebutuhan mereka. Para lansia merasa harus bertanggungjawab dengan diri mereka sendiri karena tidak adanya tempat untuk bergantung bahkan anak-anak mereka sendiri. Para lansia merasa kesulitan menemukan transportasi umum untuk mengatarkan mereka.

Cara pandang masyarakat terhadap mereka juga sangat rendah, dimana mereka seperti diacuhkan dan merasa tidak dihormati. Dalam hak sebagai warga Negara mereka merasa bahwa hanya diperlukan dan dilibatkan pada saat pemilu saja. Untuk masalah finansial juga para lansia yang pensiun hanya diberi upah 140 USD. Mereka mengatakan bahwa pendapatan dari pensiun tidak cukup untuk membiayai kebutuhan mereka untuk mendapatkan pelayanan medis terkait dengan kondisi kesehatan mereka. Cara para lansia ini diperlakukan dan keterbatasan mereka untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis, serta kurangnya dukungan dari keluarga membuat para lansia di Tirani Albania mempersepsikan kualitas hidup mereka rendah.

Penelitian selanjutnya dilakukan di daerah siliguru Kabupaten Darjeeling, Benggala Barat dengan menggunakan kuesioner WHOQOL-BREEF. Sensus penduduk menunjukkan jumalah lanjut usia yang berusia diats 60 tahun keatas sebesar 7,7% dari total penduduk, dan diproyeksikan naik sekitar 324 juta. Dalam beberapa tahun terakhir di India para lansia mengalami masalah kesehatan baik fisik, psikologis dan keuangan. Tujuan utama dalam penelitian ini yaitu untuk menilai kualitas hidup lansia dan hubnungan nya dengan jenis kelamin. Penelitian

ini dengan desain cross sectional yang dilakukan di daerah Siliguri Kabupaten Darjeeling, Benggala Barat. populasi pada penelitian ini yaitu lansia berusia 60 tahun keatas yang berada di daerah Siliguri. Jumlah sampel pada peneitian ini sebanyak 263 lansia. Prosedur pengambilan sampel secara bertahap yang dilakukan dengan mendata sampel terlebih dahulu dan diambil secara acak dari dua kelompok yaitu lansia perkotaan diambil dari 33 kota dengan total sampel 91 lansia dan lansia di perdesaan diambil dari 8 desa dengan total sampel 172 lansia. Kuesioner WHOQOL-BREF dialih bahasakan ke bahasa Hindi dan Bengali untuk mempermudah pengkajian kualitas hidup pada lansia di daerah ini. Data dikumpulkan dengan kuesioner awal atau demografi yang terdiri dari usia, tempat tanggal tahir, agama, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan jumlah pendapatan keluarga/kapita.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk keempat domain dengan nilai untuk domain fisik 51,44 (SD ± 11,21), domain psikologis 50,46 (SD ± 9,52), domain hubungan social 52,09 (SD ± 13,46), dan domain lingkungan 49,50 ( SD ± 11,76). Populasi di perkotaan memiliki skor yang lebih tinggi untuk domain fisik, hubungan sosial, dan domain lingkungan dibandingkan lansia di perdesaan yang mana lebih tinggi pada domain psikologis. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan pada faktor sosio demografis, sumber daya, gaya hidup dan faktor ekonomi atau pendapatan. Menggambarkan kualitas hidup berdasarkan gender didapatkan bahwa laki-laki memiliki skor yang lebih tinggi pada domain fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan disbanding perempuan. Namun

untuk domain hungan sosial perbedaan signifikan yang dapat diamati yaitu laki-laki 54,62 dan perempuan 50,00.

Menurut data Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2010) menunjukkan bahwa lanjut usia dengan kelompok umur 60 tahun keatas tahun 2007 di Sumatera Utara sebesar 5,4% dari total jumlah penduduk di Sumatera Utara 12.834.371 jiwa. Dan penduduk lansia tahun 2015 sebesar 6,78 % dari total jumlah penduduk 13.937.797 jiwa. Diperkirakan tahun 2020 terjadi peningkatan 8,29 % dari total jumlah penduduk 14.703.532 jiwa. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah peningkatan usia harapan hidup, peningkatan ini berarti akan semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia setiap tahunnya. Peningkatan jumlah lansia ini harus diimbangi dengan kualitas hidup lansia, karena bila tidak seimbang antara kuantitas dan kualitas akan menjadi masalah dan beban dalam pembangunan.

Lansia merupakan bagian dari proses tumbuh kembang setiap manusia. Manusia tidak langsung menjadi tua, tetapi berkembang dimulai dari bayi, anak-anak, dewasa dan akhirnya menjadi tua. Lansia menurut Johs Madani dan Nugroho (2000,

Dokumen terkait