• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6. Pola Pemberian Makanan Pada Bayi dan Balita

Pengaturan makanan adalah upaya yang penting dalam memelihara gizi bayi dan anak balita. Pengaturan makanan tersebut mencakup :

a. Penggunaan ASI secara tepat dan benar

ASI sangat baik mutunya sebagai makanan bayi, namun belum merupakan jaminan bahwa gizi selalu baik, kecuali apabila ASI tersebut diberikan secara tepat dan benar. Karena itu dalam penggunaan ASI harus diperhatikan hal-hal berikut :

2. Jumlah ASI yang dapat dihasilkan oleh ibu 3. Pemberian ASI secara benar

b. Pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan yang tepat waktu dan tepat mutu.

Baik makanan pendamping maupun makanan sapihan haruslah mendekati mutu ASI, dalam arti dapat memberikan semua unsur gizi essensial yang diperlukan bayi. Pola pemberian makanan pada bayi dan anak menurut Maria dan Dina (2001), yaitu :

Tabel 2.4. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI

Usia Bayi dan Balita

Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI dalam Sehari

Sari Buah Buah

Segar Makanan Lumat Makanan Lembek Biskuit/ Telur Makanan Dewasa 0-6 bulan 6-9 bulan 9-12 bulan 1-5 tahun - 1-2 kali 1-2 kali - - - - 1-2 kali - 2 kali 1 kali - - 1 kali 2 kali - - 1 kali 1-2 kali 1-2 kali - - - 3 kali (Maria, Dina, 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Jakarta:Puspa Swara).

a. Buah-Buahan

Buah-buahan dapat diberikan setelah bayi berusia enam bulan dengan frekuensi 1-2 kali sehari.

b. Makanan Lunak

Makanan lunak adalah makanan yang berbentuk halus/setengah cair yang diberikan pada bayi pada usia enam bulan dengan frekuensi dua kali dalam sehari dan untuk 9-12 bulan dengan frekuensi satu kali dalam sehari.

c. Makanan Lembek

Makanan lembek adalah bubur saring yang diberikan pada bayi usia diatas 6-9 bulan dengan frekuensi satu kali dalam sehari. Dan untuk 9-12 bulan dengan frekuensi dua kali dalam sehari.

d. Makanan Padat

Makanan padat adalah makanan pendamping berbentuk padat yang tidak dianjurkan terlalu cepat diberikan pada bayi mengingat usus bayi belum dapat menerima dengan baik sehingga dapat mengganggu fungsi usus.

Contoh makanan padat adalah biskuit, telur, dan buah-buahan. Sedangkan menurut Depkes (2005), pola pemberian makanan pada bayi dan anak yaitu :

1. Bayi baru lahir

a.Segera susui bayi dalam waktu 30 menit. Jika ASI belum keluar, jangan berhenti menyusui, karena isapan bayi akan merangsang pembentukan ASI sekaligus ,merangsang bayi untuk mengecil (kontraksi). Kontraksi rahim akan mengurangi pendarahan.

b.ASI yang pertama keluar (kolostrum) segera di berikan pada bayi, jangan di buang, karna banyak mengandung zat gizi dan zat kekebalan tubuh bagi bayi.

2. Usia 1-6 bulan

a. Bayi di susui sesering mungkin setiap kali bayi menginginkannya (on demand). Pemberian ASI minimal delapan kali sehari semalam.

b. Tidak memberikan makanan atau minuman apa pun selain ASI, bahkan air putih sekali pun. ASI mengandung zat gizi yang cukup untuk kebutuhan bayi hingga usia enam bulan (ASI eksklusif).

c. Bayi disusui dengan payudara kiri dan kanan secara bergantian. 3. Usia 6-12 bulan

a. Pemberian ASI di teruskan. ASI diberikan lebih dahulu baru kemudian makan pendamping ASI.

b. Makanan pendamping ASI di berikan tiga kali sehari. Makanan pendamping ASI dapat berupa bubur nasi yang dicampur telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau, santan, atau minyak.

c. Makanan selingan seperti kacang hijau, pisang, biscuit, naga sari, dan lain-lain diberikan dua kali sehari diantara waktu makan.

d. Bayi diajari makan sendiri dengan menggunakan piring dan sendok. 4. Usia 1-2 tahun

a. Pemberian ASI diteruskan sampai usia 24 bulan.

b. Bayi di beri nasi lunak yang ditambah dengan telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau tiga kali sehari.

c. Makanan selingan dua kali sehari diantara waktu makan. Anak dibantu untuk makan sendiri. (Depkes-Didjen Bina Kesehatan Masyarakat, 2005).

c. Cara Pemberian Makanan Untuk Anak Usia 0-24 Bulan

1. Berikan makanan 5-6 kali sehari. Pada masa ini lambung anak belum mampu mengakomodasi porsi makan tiga kali sehari. Mereka perlu makan lebih sering, sekitar 5-6 kali sehari (tiga kali makan ”berat“ di tambah cemilan sehat).

2. Berikan porsi kecil. Anak usia 0-24 bulan dikenal sebagai anak yang mempunyai napsu yang naik-turun. Kadang suka makan, kadang hanya makan sedikit, namun tetap tumbuh dengan sehat. Berikanlah makanan dalam porsi kecil, anak anda akan memberikan sinyal jika ia ingin nambah. 3. Jangan berikan susu dan jus sampai berlebihan. Minuman bisa mempengaruhi napsu makan anak usia 0-24 bulan. Agar anak usia 0-24 bulan tumbuh dengan baik, ia membutuhkan 2-3 cangkir susu ( atau 2-3 porsi susu dan produk olahan ) per hari. Apabila anak usia 0-24 bulan anda minum lebih dari 2-3 cangkir sehari, maka anak usia 0-24 bulan anda akan selalu kenyang untuk mengkomsumsi makana yang mengandung nutrisi penting, seperti zat besi dan vitamin. Untuk menghindarinya, berikan susu setelah anak usia 0-24 bulan makan. Demikian halnya dengan jus, batasi pemberian jus menjadi maksimal 120ml per hari, terlalu banyak jus akan membuat anak anda akan kehilengan napsu makan dan atau diare. Biarkan anak mengeksplorasi makanan dan memutuskan makanan yang mereka inginkan.

4. Tumbuhkan keterampilan makan. Saat anak usia 0-24 bulan mulai mengetahui cara makan sendiri, mereka biasanya menjadi terlalu bersemangat ingin makan tanpa bantuan. Walaupun mereka mungkin mengalami kesulitan untuk mengambil makanan yang licin atau menyendokin makanan tertentu, meraka akan cenderung menolak untuk di bantu. Jadi jangan biasakan anak untuk selalu di suapin oleh orang tua atau pengasuhnya, biarkan anak anda mengekplorasi keterampilan makan tanpa bantuan.

5. Berikan makanan kaya zat besi. Kekurangan zat besi atau anemia sering kali ditemukan pada anak anak usia 0-24 bulan. Anemia berdampak negatif pada kesehatan anak juga poada kemampuannya untuk belajar. Untuk pencegahan, berikan anak usia 0-24 bulan anda makanan kaya zat besi seperti daging, unggas, ikan, dan sereal yang di perkaya zat besi.

6. Jadikan waktu makan sebagai saat yang menyenangkan. Membuat waktu makan sebagai saat yang menyenangkan memang susah, terlebih lagi jika orang tua kawatir anaknya tidak cukup makan. Situasi ini dapat di cegah dengan melakukan beberapa hal:

a. Jangan paksa anak usia 0-24 bulan untuk makan.

b. Pastikan anak usia 0-24 bulan didudukan dengan nyaman saat makan (gunakan kursi) dan makan di ruang makan.

c. Kurangi kegiatan sertra sumber suara atau visual yang biasa menggangu perhatiannya (seperti makan sambil bermain, menonton TV, dan lainnya). d. Bantu anak usia 0-24 bulan anda untuk menikmati saat makannya,

senyumlah atau berbicaralah saat anak usia 0-24 bulan anda makan, makan bersama dan anda menunjukkan ekspresi bahwa anda sangat menikmati makanan tersebut.

7. Jadikan waktu makan sebagai kesempatan untuk belajar. Belajar kebiasaan makan yang baik. Orang tua dapat membuat waktu makan sebagai proses pembelajaran bagi anak usia 0-24 bulan dan sebagai waktu yang menyenangkan bagi semua anggota keluarga.

Makan bersama keluarga memberikan kesempatan bagi anak usia 0-24 bulan untuk belajar makan dengan mengobservasi anggota keluarga lain. Mereka belajar cara menggunakan peralatan makan dan bagaimana cara memakan makanan tertentu

(seperti sate, jagung, dan sebagainya). Mereka melihat ada makanan yang dicocolkan dengan sambal/saus, ada yang diolesi, ada yang dimakan dengan tangan, dan lainnya. Melihat orangtua dan saudara-saudaranya minum dengan gelas membuatnya tertarik untuk mencoba.

Anak usia 0-24 bulan juga pandai belajar sejumlah keterampilan sosial yang penting. Mereka mulai mengerti konsep bahwa makan dimakan sambil duduk (bukan berlarian atau digendongan), meminta makan atau susu tambahan sambil berkata “tolong” dan “terima kasih”.

Di usia muda, anak lebih suka memakan makanan yang dimakan orangtuanya. Saat usia mereka bertambah, mereka ingin makan apa yang dimakan teman-temannya (yang ada di iklan TV). Oleh karena itu, orangtua bisa memberikan model atau contoh bagi anak dengan memilih makanan yang sehat (Dian, 2006).

2.7 Status Gizi

Menurut Sunita Almatsier (2001), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Sedangkan menurut Supariasa (2001) status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

2.7.1 Metode Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Penilaian status gizi ada dua yaitu secara langsung dan tidak langsung (Arisman, 2006).

a. Penilaian Status Gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu :

1. Secara biokimia : dengan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai jaringan tubuh.

2. Secara biofisik : dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

3. Secara klinis : dengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh dokter atau orang yang sudah terlatih.

4. Secara antropometri : dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur bagian tubuh seperti lingkar atas, lingkar kepala, tebal lapisan lemak, dan lain-lain (Supariasa, 2001)

b. Penilaian Status Gixi secara tidak langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga penilaian yaitu : 1. Survei konsumsi makanan : metode penentuan status gizi secara tidak langsung

dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

2. Statistik vital : dengan menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka kematian berdasarkan usia, angka kesakitan dan kematian akibat tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

3. Faktor ekologi : bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dengan lingkungan budaya.

2.7.2 Penilaian Status Gizi secara Antropometri

Di Indonesia, untuk penilaian status gizi yang sering dilakukan adalah secara antropometri. Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri dapat

dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan yang sederhana (Depkes, 1999).

Selain itu pengukuran antropometri memliki metode yang tepat, akurat karena mempunyai ambang batas dan rujukan yang pasti, pengukuran antropometri juga mempunyai prosedur yang sederhana dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar (Supariasa, 2002).

Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut Usia (BB/U), Tinggi Badan menurut Usia (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Pilihan indeks antropometri tergantung tujuan penilaian status gizi. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi usia juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya usia.

Pertumbuhan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan terlihat dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat dikategorikan sangat kurus atau wasted, merupakan pengukuran antropetri terbaik (Soekirman, 2000).

Batas ambang dan istilah status gizi untuk indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB berdasarkan hasil kesepakatan pakar gizi pada bulan Mei tahun 2000 di Semarang mengenai standar baku nasional di Indonesia, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.5. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri Menurut WHO-Anthro 2005

Indikator Status Gizi Keterangan

Berat Badan menurut Usia (BB/U) Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk > +2 SD ≥ -2 SD s/d ≤ +2 SD < -2 SD s/d ≥ -3 SD < -3 SD

Tinggi Badan menurut Usia (TB/U) Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi < -3 SD -3 SD s/d < -2 SD -2 SD s/d ≤ 2 SD > 2 SD

Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) Gemuk Normal Kurus Sangat Kurus > +2 SD ≥ -2 SD s/d +2 SD < -2 sampai ≥ s/d ≥ -3 SD < -3 SD (Sumber : WHO, 2006) 2.8. Kerangka Konsep

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pola penyapihan dapat dilihat berdasarkan usia penyapihan, alasan penyapihan, dan cara penyapihannya. Dalam penelitian ini, sampelnya adalah seluruh anak usia 0-59 bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, dan mempergunakan ibu sebagai respondennya. Hal ini dikarenakan ibu adalah pemegang peranan terbesar dalam proses penyapihan anak. Oleh sebab itu, karakteristik ibu juga

Status Gizi Anak

Dokumen terkait