• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pola Penyapihan dan Status Gizi Anak Usia 0-59 Bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pola Penyapihan dan Status Gizi Anak Usia 0-59 Bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 : Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 : Surat Keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 4 : Master Data

Lampiran 5 : Output

(2)

KUISIONER PENELITIAN POLA PENYAPIHAN DENGAN STATUS GIZIANAK

USIA 0-59 BULAN DI KELURAHAN TANJUNG MARULAK, TEBING TINGGI

1. Tidak pernah sekolah/buta huruf 2. Tamat SD/sederajat

1. Bagaimana kondisi ibu sekarang...

a. Sedang hamil c. Tidak hamil/menyusui

b. Sedang menyusui

2. Apakah anak balita ibu sudah disapih/tidak diberi ASI lagi... a. Jika ya, lanjut ke No.4

b. Tidak

3. Jika tidak, alasannya apa ……

(3)

5. Makanan atau minuman apa yang diberikan pertama kali kepada anak dalam proses penyapihan..

a. Susu formula d. Pisang

b. Madu e. Air putih

c. Bubur f. Lain-lain, sebutkan ………

6. Apa alasan diberikannya makanan tersebut… a. Agar anak berhenti menangis

b. Agar anak kenyang c. Kebiasaan keluarga d. Lainnya, sebutkan ………

7. Apa alasan utama penyapihan anak ibu... 8. Bagaimana cara ibu menyapih si anak…

*Boleh dicentang lebih dari satu, sesuai yang ibu lakukan dalam proses penyapihan

 Kurangi frekuensi menyusui secara bertahap

 Tambah frekuensi makanan pendamping air susuu ibu (MP-ASI) dan makanan selingan

 Tetap berikan perhatian dan kasih sayang

 Menyapih dimulai saat anak berusia diatas 24 bulan  Mengoleskan betadin/obat merah pada putting  Member perban/plester pada putting

 Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi pada putting supaya pahit  Menitipkan anak ke rumah kakek-neneknya

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

OUTPUT

pendidikanibu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid SD 14 29.8 29.8 29.8

SMP 16 34.0 34.0 63.8

SMA 17 36.2 36.2 100.0

Total 47 100.0 100.0

pendapatankeluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <1.650.000 27 57.4 57.4 57.4

>1.650.000 20 42.6 42.6 100.0

Total 47 100.0 100.0

jumlahkeluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <4 32 68.1 68.1 68.1

5-6 13 27.7 27.7 95.7

>7 2 4.3 4.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid laki-laki 20 42.6 42.6 42.6

perempuan 27 57.4 57.4 100.0

(10)

umurk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 0-12 4 8.5 8.5 8.5

13-36 30 63.8 63.8 72.3

37-59 13 27.7 27.7 100.0

Total 47 100.0 100.0

statusgizi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid normal 12 25.5 25.5 25.5

kurus 25 53.2 53.2 78.7

sangatkurus 10 21.3 21.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

bbmenurutumur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid gizibaik 23 48.9 48.9 48.9

gizikurang 24 51.1 51.1 100.0

Total 47 100.0 100.0

tbmenurutumur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid pendek 8 17.0 17.0 17.0

normal 39 83.0 83.0 100.0

(11)

bbmenurutumur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid normal 12 25.5 25.5 25.5

kurus 25 53.2 53.2 78.7

sangatkurus 10 21.3 21.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

usiapenyapihan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid baik 21 44.7 44.7 44.7

tidakbaik 26 55.3 55.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

alasanpenyapihan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid alasanibu 15 31.9 31.9 31.9

alasananak 32 68.1 68.1 100.0

Total 47 100.0 100.0

carapenyapihan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid baik 11 23.4 23.4 23.4

tidakbaik 36 76.6 76.6 100.0

(12)

CROSSTABS

pendidikanibu * usiapenyapihan Crosstabulation

Count

usiapenyapihan

Total baik tidakbaik

pendidikanibu SD 7 7 14

SMP 8 8 16

SMA 6 11 17

Total 21 26 47

pendapatankeluarga * usiapenyapihan Crosstabulation

Count

usiapenyapihan

Total baik tidakbaik

pendapatankeluarga <1.650.000 12 15 27

>1.650.000 9 11 20

Total 21 26 47

jumlahkeluarga * usiapenyapihan Crosstabulation

Count

usiapenyapihan

Total baik tidakbaik

jumlahkeluarga <4 13 19 32

5-6 6 7 13

>7 2 0 2

(13)

pendidikanibu * alasanpenyapihan Crosstabulation

Count

alasanpenyapihan

Total alasanibu alasananak

pendidikanibu SD 3 11 14

SMP 5 11 16

SMA 7 10 17

Total 15 32 47

pendapatankeluarga * alasanpenyapihan Crosstabulation

Count

alasanpenyapihan

Total alasanibu alasananak

pendapatankeluarga <1.650.000 10 17 27

>1.650.000 5 15 20

Total 15 32 47

jumlahkeluarga * alasanpenyapihan Crosstabulation

Count

alasanpenyapihan

Total alasanibu alasananak

jumlahkeluarga <4 11 21 32

5-6 4 9 13

>7 0 2 2

(14)

pendidikanibu * carapenyapihan Crosstabulation

Count

carapenyapihan

Total baik tidakbaik

pendidikanibu SD 5 9 14

SMP 2 14 16

SMA 4 13 17

Total 11 36 47

pendapatankeluarga * carapenyapihan Crosstabulation

Count

carapenyapihan

Total baik tidakbaik

Pendapatankeluarga <1.650.000 3 24 27

>1.650.000 8 12 20

Total 11 36 47

jumlahkeluarga * carapenyapihan Crosstabulation

Count

carapenyapihan

Total baik tidakbaik

jumlahkeluarga <4 5 27 32

5-6 5 8 13

>7 1 1 2

(15)

usiapenyapihan * bbmenurutumur Crosstabulation

Count

bbmenurutumur

Total gizibaik gizikurang

usiapenyapihan baik 11 10 21

tidakbaik 12 14 26

Total 23 24 47

alasanpenyapihan * bbmenurutumur Crosstabulation

Count

bbmenurutumur

Total gizibaik gizikurang

alasanpenyapihan alasanibu 4 11 15

alasananak 19 13 32

Total 23 24 47

carapenyapihan * bbmenurutumur Crosstabulation

Count

bbmenurutumur

Total gizibaik gizikurang

Carapenyapihan baik 5 6 11

tidakbaik 18 18 36

Total 23 24 47

usiapenyapihan * tbmenurutumur Crosstabulation

Count

tbmenurutumur

Total

pendek normal

usiapenyapihan baik 2 19 21

(16)

usiapenyapihan * tbmenurutumur Crosstabulation

Count

tbmenurutumur

Total

pendek normal

usiapenyapihan baik 2 19 21

tidakbaik 6 20 26

Total 8 39 47

usiapenyapihan * bbmenuruttb Crosstabulation

Count

bbmenuruttb

Total

normal kurus sangatkurus

usiapenyapihan baik 4 13 4 21

tidakbaik 8 12 6 26

Total 12 25 10 47

alasanpenyapihan * tbmenurutumur Crosstabulation

Count

tbmenurutumur

Total

pendek normal

alasanpenyapihan alasanibu 4 11 15

alasananak 4 28 32

Total 8 39 47

alasanpenyapihan * bbmenuruttb Crosstabulation

Count

bbmenuruttb

Total

normal kurus sangatkurus

alasanpenyapihan alasanibu 3 7 5 15

alasananak 9 18 5 32

(17)

carapenyapihan * tbmenurutumur Crosstabulation

Count

tbmenurutumur

Total

pendek normal

carapenyapihan baik 1 10 11

tidakbaik 7 29 36

Total 8 39 47

carapenyapihan * bbmenuruttb Crosstabulation

Count

bbmenuruttb

Total

normal kurus sangatkurus

Carapenyapihan baik 3 6 2 11

tidakbaik 9 19 8 36

(18)
(19)
(20)
(21)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita, 2001. Prinsip Ilmu Gizi. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Arisman, 2006. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.

Aritonang, Irianto, 1996. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Yogyakarta : Kasinus.

Arum, 2012. Hubungan Usia Penyapihan Dengan Status Gizi Balita Di

Posyandu Nusa Indah Desa Bantul. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan A’isyiyah Yogyakarta.

Bumi C., 2005. Pengaruh Ibu Yang Bekerja Terhadap Status Gizi Anak Balita. Semarang : Universitas Negeri Semarang.

Departemen Kesehatan R.I., 1992. Pedoman Pemberian Makanan Tambahan

Pendamping ASI (MP-ASI). Jakarta:Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan R.I., 2007. Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang

Balita. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan R.I., 1992. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Jakarta : Badan Litbangkes BPS

Ebrahim, G.J., 1974. Perawatan Anak. Yogyakarta : Yayasan Essential Medica.

Dharma, 2010. Saat Dan Cara Tepat Menyapih Si Kecil.

http://tabloidnova.com/Keluarga/Anak/Saat-Dan-Cara-Tepat-Menyapih-Si-Kecil

Evi, N.A., 1992. Sudahkah Bayi Anda Diberi ASI? Warta Demografi, Th XXII, No.8, Agustus 1992, Jakarta.

Fatimatuzzahra, 2009. Hubungan Usia Penyapihan Dengan Status Gizi Balita Di

Dukuh Pundong Srihardono Bantul. Yogyakarta : Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan A’isyiyah Yogyakarta.

Hadju, Veni. 1997. Penentuan Status Gizi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Hasanudin. Makasar.

Harmani, 1999. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Menyusui Di

Wilayah Pemukiman Kumuh. Jakarta : Universitas Indonesia.

Hegar, Badriul. 2006. Penyapihan atau Sapih.

http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/10/12/penyapihan-sapih/ diakses Februari 12, 2015.

(22)

Jocelyn, 2007. Pemberian Makanan Untuk Batita. www.ayahbunda.co.id diakses Maret 4 2015.

Jus’at, 1994. Maternal and Child Malnutrition Problem In Indonesia a Literature Survey. Jakarta : Akademik Gizi Departemen Kesehatan, R.I.

Kemenkes RI., 2010. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:

1995/Menkes/ SK/ XII /2010. Tentang Standart Antropometri Penilaian

Status Gizi Anak.

Manalu, Ade. 2008. Pola Makan dan Penyapihan serta Hubungannya dengan

Status Gizi Balita di Desa Polip Kec. Silima Pungga-Pungga Kab. Dairi, Sumatera Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas

Sumatera Utara.

Maria, Dina, 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Jakarta:Puspa Swara.

Moehji, S., 1992. Pemeliharaan Gizi Bayi dan Balita. Jakarta : Bharatama Karya Aksara.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2002. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta:Rineka Cipta.

Novita, 2012. Hubungan antara Karakteristik Keluarga dengan Usia

Penyapihan, Praktek Pemberian Makanan Pendamping ASI dan Status Gizi Balita di Kelurahan Susia Batu, Bantar Gebang Bekasi.

Jawa Barat : Institut Pertanian Bogor.

Nurvina, 2010. Hubungan Penyapihan Dini Dengan Status Gizi Balita Di Dusun

Jambeyan Desa Banyurejo Tempel Sleman. Yogyakarta : Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan A’isyiyah Yogyakarta.

Papalia, D. E., Olds, S. W., Feldman, R. D. (2009). Human Development :

Perkembangan Manusia (Edisi 10, Buku 2). Jakarta : Salemba

Humanika.

Prasetyo, Sunar, D. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta : Diva Press. Rahmani, 1997. Hubungan Status Pekerjaan Ibu, Pola Menyusui dan Usia

Pemberian Makanan Pendamping ASI. Medan : Fakultas Kesehatan

Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

Ratna, LB., 1995. Perubahan Perilaku Pemberian ASI di Indonesia. Majalah Kesehatan Perkotaan II (I), Jakarta:84.

Roesli, U., 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwidja.

RSCM dan Persagi, 1994. Penuntun Diet Anak. Jakarta : Gramedia.

(23)

Sunartyo, N. 2007. Panduan Merawat Bayi dan Balita. Jogjakarta : Diva Press. Hal 11-19.

Supariasa, I.D.N. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : EGC.

WHO, 2006. WHO Child Growth Standards : Lenght/Height-for-Age, Weight-for-Age, Weight-for-Length, Weight-for-Height and Body Mass Index-for-Age:Methods and Development. Geneva : WHO Press.

Widjaja M.C., 2002. Gizi Tepat Untuk Perkembangan Otak dan Kesehatan

Balita. Jakarta : Kawan Pustaka.

Widodo, J., 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tentang

Pemberian ASI Secara Eksklusif Pada Bayi Indonesia.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian yang digunakan

adalah sekat silang (cross sectional) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran

pola penyapihan dan status gizi anak usia 0-59 bulan di Kelurahan Tanjung Marulak,

Tebing Tinggi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi.

Alasan penetapan lokasi di desa tersebut adalah ditemui penyapihan dibawah usia

dua tahun (penyapihan dini), pemberian makanan tambahan terlalu dini dan kualitas

makanan tambahan yang diberikan rendah, serta ditemukannya kasus gizi kurang

sebanyak 23 anak (41%).

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi, pada

bulan Januari-Agustus 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 0-59 bulan yang ada di

Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi, pada bulan Mei 2015.

Sampel yang akan diambil untuk diteliti adalah jumlah seluruh anak yang

sudah disapih berjumlah 47 orang, dan dalam hal ini yang menjadi responden adalah

(25)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder.

3.4.1 Data Primer

Data primer dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan responden

di daerah penelitian.

a. Data identitas responden diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner

meliputi :

- Nama responden

- Usia responden

- Pendidikan responden

- Pekerjaan responden

- Jumlah anak responden

b. Data identitas anak diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner

meliputi :

- Nama anak

- Usia anak

- Jenis kelamin anak

- Tanggal lahir anak

- Tanggal pengukuran

c. Data antropometri anak

- Berat badan

- Tinggi badan

d. Data pola penyapihan diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner

(26)

- Usia pertama kali anak disapih

- Alasan ibu menyapih anaknya

- Cara ibu menyapih anaknya

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari lembaga atau instansi

serta dinas yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder yang dikumpulkan dari

kantor Kepala Desa yaitu data demografi gambaran geografis Kelurahan Tanjung

Marulak, serta data penduduk lainnya yang registrasi yang ada di Posyandu, meliputi

: jumlah anak yang berusia 0-59 bulan.

3.5 Definisi Operasional

1. Pola penyapihan adalah gambaran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan usia

penyapihan, alasan penyapihan, dan cara penyapihan.

2. Usia penyapihan adalah usia pada saat anak disapih atau tidak diberikan ASI lagi.

3. Alasan penyapihan adalah hal-hal yang mempengaruhi si ibu untuk memutuskan

penyapihan anak, baik yang berasal dari si ibu maupun anak.

4. Cara penyapihan adalah semua kegiatan yang dilakukan ibu dari mulai

memperkenalkan makanan tambahan sampai berhenti menyusui.

5. Status gizi anak usia 0-59 bulan adalah keadaan kesehatan anak berusia 0-59

bulan akibat penggunaan zat gizi, yang dihitung dengan menggunakan indeks

BB/U, TB/U, dan BB/TB dibandingkan dengan standar WHO-Anthro 2005.

6. Pendidikan ibu adalah jenis pendidikan formal terakhir yang diselesaikan ibu

sebagai responden.

7. Pendapatan keluarga adalah upah yang didapatkan oleh keluarga dari hasil

(27)

8. Usia ibu adalah jumlah waktu hidup responden yang dihitung sejak pertama kali

lahir hingga waktu pengambilan data penelitian (dalam tahun).

9. Jumlah anak adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu.

3.6 Aspek Pengukuran

3.6.1 Pola Penyapihan

1. Usia Penyapihan

Usia penyapihan dikategorikan dengan menggunakan kategori Moehji (1992)

- Baik jika usia 24 bulan

- Tidak baik jika usia kurang dari 24 bulan

2. Alasan penyapihan

- Alasan ibu (alasan yang berasal dari si ibu) : ibu bekerja, ibu sakit, ibu hamil

lagi, ASI tidak keluar.

- Alasan anak (alasan yang berasal dari si anak) : anak sakit, anak cukup usia

untuk disapih, anak tidak mau ASI lagi, anak sudah diberi makan.

3. Cara Penyapihan

- Baik jika

1. Dengan memberikan makanan atau minuman secara perlahan supaya

anak lupa dengan ASI.

2. Menyapih tidak secara mendadak.

- Tidak baik jika tidak sesuai dengan ketentuan diatas.

3.6.2 Status Gizi Balita

Status gizi balita usia 0-59 bulan dinilai berdasarkan standar dihitung

(28)

Indeks berat badan/usia BB/U

a) Gizi lebih, bila Z-score terletak > +2 SD

b) Gizi baik, bila Z-score terletak dari ≥ -2 SD s/d +2 SD

c) Gizi kurang, bila Z-score terletak dari < -2 SD s/d ≥ -3 SD

d) Gizi buruk, bila Z-score terletak < -3SD

Indeks tinggi badan/usia TB/U

a) Sangat pendek, bila Z-score terletak < -3 SD

b) Pendek, bila Z-score terletak dari -3 SD s/d < -2 SD

c) Normal, bila Z-score terletak dari -2 SD s/d ≤ 2 SD

d) Tinggi, bila Z-score terletak > 2 SD

Indeks berat badan/tinggi badan BB/TB

a) Gemuk, bila Z-score terletak > +2 SD

b) Normal, bila Z-score terletak dari ≥ -2 SD s/d +2 SD

c) Kurus, bila Z-score terletak dari < -2 SD s/d ≥ -3 SD

d) Sangat kurus, bila Z-score terletak < -3 SD

Cara menghitung Z-score =

3.7 Instrumen Penelitian

1. Daftar Kuisioner

2. Alat ukur panjang badan (microtoise)

3. Alat ukur berat badan (dacin)

(29)

3.8 Pengolahan dan Teknik Analisa Data

3.8.1 Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dan komputerisasi untuk

mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data

dimulai dari editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan. Coding, yaitu

memberikan kode numerik atau angka kepada masing-masing kategori. Data entry

yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database

komputerisasi. Analisis ini untuk mendeskripsikan masing-masing variabel bebas

dan variabel terikat dengan menggunakan tabulasi silang, dan tabel distribusi

frekuensi.

3.8.2 Teknik Analisa Data

Data yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam

(30)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi terletak antara 3090-30210 lintang

utara dan 980090-980110 bujur timur, dengan ketinggian 26-34 meter di atas

permukaan laut. Adapun batas wilayahnya adalah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kebun Rambutan

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Padang Hilir

Luas Kelurahan Tanjung Marulak adalah 0.4819 km2. Untuk melayani

kesehatan masyarakat di kelurahan ini, tersedia fasilitas kesehatan antara lain

puskesmas ada satu unit, balai pengobatan umum ada satu unit, dan posyandu

sebanyak empat unit. Sedangkan tenaga medis yang terdapat di kelurahan ini antara

lain dokter ada empat orang, bidan ada 12 orang, dan perawat sebanyak lima orang.

4.2 Demografi Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Penduduk di Kelurahan Tanjung Marulak mayoritas beragama islam

(74,41%). Selebihnya memeluk agama katolik (5,01%) dan kristen protestan

(16,01%). Mata pencaharian penduduk di kelurahan ini bersumber dari sektor

industri, perdagangan dan jasa. Hal ini dikarenakan seluruh lahan Kelurahan

Tanjung Marulak dipergunakan untuk pemukiman dan pekarangan. Di kelurahan ini

(31)

Tabel 4.1 Data Penduduk di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Sumber : Kantor Kelurahan Tanjung Marulak, 2015

4.3 Karakteristik Keluarga Balita

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada keluarga yang berjumlah 47

keluarga balita, adapun karakteristik keluarga meliputi data balita (usia dan jenis

kelamin), data orang tua balita (usia, pendidikan), jumlah anggota keluarga dan

(32)

lebih banyak perempuan yaitu 27 orang (57,4%) dan status gizi lebih banyak pada

kategori kurus yaitu 25 orang (53,2%).

4.3.2 Orang Tua Balita

Dari hasil penelitian dapat dilihat karakteristik orangtua balita (ibu sebagai

responden) yang meliputi pendidikan responden, pendapatan keluarga, dan jumlah

anggota keluarga.

Tabel 4.3 Distribusi karakteristik orangtua balita (pendidikan, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

3. Jumlah anggota keluarga

≤ 4

besar jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang yaitu 32 keluarga (68,1%).

4.4 Gambaran Pola Penyapihan

Penyapihan merupakan suatu proses berhentinya masa menyusui secara

(33)

dimaksud mencakup tiga hal, yaitu usia anak disapih pertama kali, alasan

penyapihan, dan cara penyapihan.

4.4.1 Usia Penyapihan

Usia penyapihan merupakan usia pertama kali dimana anak berhenti

menyusui. Hasil penelitian di daerah Kelurahan Tanjung Marulak menunjukkan

sebanyak 26 anak (55,3%) disapih saat masih berusia kurang dari 24 bulan.

Tabel 4.4 Distribusi Usia Penyapihan Anak di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Sebagian besar tingkat pendidikan ibu di daerah penelitian berada pada

kelompok SMA yaitu 17 orang (36,2%) dengan usia penyapihan anak diatas 24

bulan sebanyak enam orang (30,0%), dan usia penyapihan dibawah 24 bulan

sebanyak 11 orang (55%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Distribusi Usia Penyapihan Anak Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendidikan Ibu Usia penyapihan Jumlah

baik Tidak baik

Tingkat penghasilan keluarga terbanyak berada pada kelompok dibawah upah

minimum kota Tebing Tingi Rp 1.605.000 yaitu 27 orang (57,5%) dengan usia

penyapihan anak diatas 24 bulan sebanyak 12 orang (34,3%), dan usia penyapihan

(34)

Tabel 4.6 Distribusi Usia Penyapihan Anak Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendapatan

Sebagian besar jumlah keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak berada pada

kelompok ≤ 4 orang yaitu 32 keluarga (68,1%) dengan usia penyapihan anak diatas

24 bulan sebanyak 13 orang (35,1%), dan usia penyapihan dibawah 24 bulan

sebanyak 19 orang (51,4%).

Tabel 4.7 Distribusi Usia Penyapihan Anak Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Jumlah Anggota

Proses penyapihan dapat disebabkan dengan berbagai alasan, baik alasan

yang berasal dari ibu maupun alasan yang berasal dari anak. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan di Kelurahan Tanjung Marulak, dapat dilihat pada tabel

4.8, bahwa alasan penyapihan terbanyak adalah alasan yang berasal dari anak yaitu

sebanyak 32 orang (68,1%). Alasan tersebut antara lain anak tidak mau menyusui,

anak sakit, dan anak sudah diberi makan oleh ibu.

Tabel 4.8 Distribusi Alasan Penyapihan Anak di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Alasan Penyapihan n %

Alasan yang berasal dari anak Alasan yang berasal dari ibu

32 15

68,1 31,9

(35)

Sebagian besar tingkat pendidikan ibu berada pada kelompok SMA yaitu 17

orang (36,2%) dengan alasan penyapihan yang berasal dari anak sebanyak 10 orang

(58,8%), dan alasan penyapihan yang berasal dari ibu sebanyak 7 orang (41,2%).

Tabel 4.9 Distribusi Alasan Penyapihan Anak Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendidikan Ibu Alasan penyapihan Jumlah

Alasan dari anak Alasan dari ibu

N % N % N % Sebagian besar tingkat penghasilan keluarga berada pada kelompok dibawah

Rp 1.605.000 yaitu 27 orang (57,4%) dengan alasan penyapihan yang berasal dari

anak sebesar 17 orang (62,9%), dan alasan penyapihan yang berasal dari ibu sebesar

10 orang (37,1%).

Tabel 4.10 Distribusi Alasan Penyapihan Anak Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendapatan

Keluarga

Alasan penyapihan Jumlah

Alasan dari anak Alasan dari ibu

N % N % N % Jumlah anggota keluarga sebagian besar berada pada kelompok ≤ 4 orang

yaitu 32 keluarga (68,1%) dengan alasan penyapihan yang berasal dari anak

sebanyak 21 orang (65,6%), dan alasan yang berasal dari ibu sebanyak 11 orang

(36)

Tabel 4.11 Distribusi Alasan Penyapihan Anak Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Jumlah Anggota Keluarga

Alasan penyapihan Jumlah

Alasan dari anak Alasan dari ibu

N % N % N %

Penyapihan seharusnya dilakukan dengan tidak memaksa dan mengikuti

tahap perkembangan anak. Setiap anak sebetulnya memiliki tahapan perkembangan

alami yang menandai anak siap untuk disapih. Berdasarkan hasil penelitian, pada

tabel 4.12 dapat dilihat bahwa cara penyapihan terbanyak adalah cara penyapihan

yang tidak baik yaitu sebanyak 36 orang (76,6%). Cara penyapihan yang tidak baik

tersebut antara lain menyapih anak secara mendadak dibawah usia 24 bulan,

mengoleskan betadin/jamu pada puting agar anak tidak mau ASI lagi, sampai

menitipkan anak di rumah kakek-nenek agar anak lupa menyusui.

Tabel 4.12 Distribusi Cara Penyapihan Anak di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

Sebagian besar tingkat pendidikan ibu berada pada kelompok SMA yaitu 17

orang (36,2%) dengan cara penyapihan yang baik sebanyak 4 orang (23,5%), dan

(37)

Tabel 4.13 Distribusi Cara Penyapihan Anak Berdasarkan Pendidikan Ibu di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendidikan Ibu Cara penyapihan Jumlah

Baik Tidak baik Sebagian besar tingkat penghasilan keluarga berada pada kelompok dibawah

Rp 1.605.000 yaitu 27 orang (57,4%) dengan cara penyapihan yang baik sebanyak

tiga orang (11,1%), dan cara penyapihan yang tidak baik sebanyak 24 orang

(88,9%).

Tabel 4.14 Distribusi Cara Penyapihan Anak Berdasarkan Pendapatan Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Pendapatan

Sebagian besar jumlah keluarga berada pada kelompok ≤ 4 orang yaitu 32

keluarga (68,1%) dengan cara penyapihan yang baik sebanyak 5 orang (15,5%), dan

cara penyapihan yang tidak baik sebanyak 27 orang (84,4%).

Tabel 4.15 Distribusi Cara Penyapihan Anak Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

(38)

4.5 Status Gizi Balita

Ada 3 indikator penelitian status gizi balita berdasarkan indeks BB/U, TB/U,

BB/TB. Berdasarkan hasil penelitian, pada tabel 4.16 dapat dilihat bahwa sebagian

besar status gizi anak balita (BB/U) berada pada kategori baik yaitu sebanyak 23

orang (48,9%), sedangkan kategori gizi kurang sebanyak 24 orang (51,1%). Status

gizi anak balita (TB/U) berada pada kategori normal yaitu sebanyak (83,0%). Status

gizi anak balita (TB/BB) berada pada kategori kurus sebanyak (53,2%).

Tabel 4.16 Distribusi Status Gizi Balita Berat Badan Menurut Usia (BB/U),

Menurut indeks BB/U, sebagian besar anak memiliki status gizi baik (38,3%)

berada pada kategori usia 13-36 bulan, dan status gizi kurang sebesar 25,5%.

Tabel 4.17 Distribusi Pola Penyapihan Berdasarkan Status Gizi Balita (BB/U) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Usia (bulan)

Status Gizi (BB/U)

Jumlah

Gizi baik Gizi Kurang

N % N % N %

1. 0-12 3 75,0 1 25,0 4 100,0

2. 13-36 18 60,0 12 40,0 30 100,0

(39)

Menurut indeks TB/U, sebagian besar anak memiliki status gizi normal yaitu

26 anak (55,3%) yang berada pada kategori usia 13-36 bulan. Pada kategori pendek,

terdapat 8 anak (17,1%).

Tabel 4.18 Distribusi Pola Penyapihan Berdasarkan Status Gizi Balita (TB/U) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Usia (bulan)

Menurut indeks BB/TB, sebagian besar anak memiliki status gizi kurus yaitu

16 anak (34,0%) yang berada pada kategori usia 13-36 bulan.

Tabel 4.19 Distribusi Pola Penyapihan Berdasarkan Status Gizi Balita (BB/TB) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi

No. Usia (bulan) Status Gizi (BB/TB) Jumlah

Normal Kurus Sangat Kurus

(40)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pola Penyapihan

WHO (World Health Organization) merekomendasikan penyapihan

dilakukan setelah bayi berusia 24 bulan. Pada usia tersebut, anak sudah punya

pondasi yang kuat bagi perkembangan selanjutnya.

Secara umum, gambaran penyapihan di daerah Kelurahan Tanjung Marulak

tergolong tidak baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar ibu

sudah menyapih si anak pada saat anak belum berusia 24 bulan, yaitu sebesar 46,4%.

Usia penyapihan terbanyak berdasarkan tingkat pendidikan ibu berada pada

kelompok SMA yaitu 20 orang (35,7%) dengan usia penyapihan anak diatas 24

bulan sebesar 30,0%, usia penyapihan dibawah 24 bulan sebesar 55%. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu semakin rendah maka usia penyapihan

akan semakin dini, tingkat pendidikan ibu yang lebih tinggi akan memudahkan ibu

atau keluarga untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam

perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi.

Namun pendidikan ibu didukung oleh pengetahuhan gizi ibu yang kurang.

Disamping itu, ada beberapa hasil yang menarik perhatian, yaitu diantara 26

anak yang usia penyapihannya tidak baik atau dibawah usia 24 bulan, ada 12 anak

(46,2%) yang memiliki status gizi baik. Hal ini bisa saja terjadi jika ibu tetap

memperhatikan kualitas makanan anak. Jadi walaupun anak disapih sedini mungkin,

belum tentu status gizinya tidak baik.

Hasil penelitian ini didukung pendapat Notoatmodjo bahwa pendidikan adalah

(41)

kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan untuk

pelaku pendidikan (2003). Pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan ibu karena

ibu yang berpendidikan tinggi lebih mudah menerima dan memahami informasi

dibanding ibu yang berpendidikan lebih rendah, sehingga semakin tinggi tingkat

pendidikan ibu maka semakin mudah untuk menerima berbagai informasi dimana

salah satunya adalah pentingnya ASI untuk kesehatan dan tumbuh kembang anak,

sehingga ibu yang memiliki pendidikan rendah cenderung untuk melakukan

penyapihan tidak tepat waktu.

Hal ini juga sejalan dengan pendapat Herman (1990), yang menyatakan bahwa

pengetahuan gizi ibu merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi

konsumsi pangan. Ibu yang baik pengetahuan gizinya akan dapat memperhitungkan

kebutuhan gizi anak balitanya agar dapat tumbuh kembang secara optimal, selain itu

pengetahuan yang dimiliki ibu akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah makanan

yang dikonsumsi anaknya.

Pengetahuan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

pengambilan keputusan. Seseorang yang memiliki pengetahuan yang baik tentang

sesuatu hal, maka akan lebih cenderung mengambil keputusan yang tepat. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan gizi ibu dengan usia

penyapihan anak. Pengetahuan gizi terkait dengan keputusan ibu dalam menentukan

waktu memberhentikan anak menyusui.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jus’at di Jakarta yang

mengemukakan bahwa pemberian MP-ASI yang terlalu dini akan mempercepat

ketidakbergantungan anak pada anak (Jus’at, 1994).

Penyapihan merupakan suatu proses berhentinya masa menyusui secara

(42)

sang anak dari menyusu pada ibunya atau bisa juga berhentinya sang ibu untuk

menyusui anaknya atau bisa juga keduanya dengan berbagai alasan. Namun

sebaiknya penyapihan itu terjadi dengan alasan karena anak siap untuk disapih atau

sudah berusia 24 bulan (Manalu, 2008).

Dari hasil penelitian didapat alasan penyapihan terbanyak adalah yang

berasal dari anak yaitu sebesar 57,1%. Alasan-alasan tersebut antara lain anak sudah

cukup usia untuk disapih, anak tidak mau lagi menyusui, dan anak sudah diberi

makan oleh ibu. Jika dilihat dari hasil penelitian berdasarkan pendidikan ibu, ada

sebanyak 78,6% alasan berasal dari anak berada pada tingkat pendidikan SD. Hal ini

berarti kurangnya pengetahuan sang ibu juga mempengaruhi dalam pengambilan

keputusan penyapihan kepada anak.

Senada dengan hasil penelitian Ade Manalu di Desa Palip Kecamatan Silima

Pungga-Pungga Kabupaten Dairi, mengemukakan bahwa alasan penyapihan

terbanyak di desa tersebut adalah alasan karena anak, yaitu sebesar 54,16% (Manalu,

2008).

Hasil penelitian Jus’at di Jakarta menunjukkan bahwa alasan ibu menyapih

anak adalah karena ibu menganggap anak telah sanggup menerima makanan padat.

Keadaan ini menyebabkan kurang gizi pada anak (Jus’at, 1994).

Penyapihan alami/natural (Child Led Weaning) adalah cara yang terbaik

karena tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak

sebetulnya memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai ia siap untuk

disapih. Cara penyapihan alami antara lain memberi makan dan minum agar anak

selalu kenyang sehingga lupa pada ASI, menjarak-jarakkan waktu pemberian ASI,

(43)

Cara penyapihan yang banyak ditemui di daerah penelitian ini adalah cara

penyapihan yang tidak baik yaitu sebesar 64,3%. Hasil penelitian berdasarkan

tingkat pendidikan ibu, cara penyapihan yang tidak baik paling banyak dijumpai

pada kelompok SMP yaitu sebesar 87,5%. Cara penyapihan tidak baik yang

dimaksud antara lain menyapih anak secara mendadak dibawah usia 24 bulan,

mengoleskan betadin/obat merah ataupun jamu di puting ibu, bahkan ada ibu yang

menitipkan anaknya ke rumah kakek-nenek agar anak lupa pada ASI. Pengetahuan

ibu tentang cara penyapihan yang baik sangat kurang sehingga berpengaruh kepada

sikap/tindakan yang diambil. Dari penjelasan yang didapat bahwa cara penyapihan

yang mereka tahu dan terapkan adalah mulai memberikan makanan padat sedini

mungkin agar anak tidak kelaparan, karena ibu menganggap anaknya sudah besar

dan sudah tidak memerlukan ASI lagi, walaupun ternyata anaknya masih kurang dari

24 bulan. Hasil penelitian ini sependapat dengan Nanny yang mengemukakan bahwa

sikap ibu berpengaruh terhadap pola penyapihan dimana hasil hubungan multi

variabel dengan uji Regresi Logistik menunjukkan bahwa variabel sikap yang paling

berpengaruh terhadap pola menyusui (Nanny, 1999).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa menyapih secara mendadak menjadikan

anak kurang menanggapi respon ibu/menyukai ibu dan anak merasa bahwa kasih

sayang ibu kepada anak sudah berubah/tidak menyayangi anak lagi. Hal ini sangat

mempengaruhi perkembangan anak, disamping itu juga anak akan mengalami

dehidrasi, demam, dan kurang gizi. Menurut Ade Manalu, menyapih secara

mendadak juga akan memberikan dampak yang buruk kepada ibu (Manalu, 2008).

Cara penyapihan yang baik belum tentu menghasilkan status gizi anak yang

baik juga. Sebaliknya, cara penyapihan yang salah belum tentu menghasilkan status

(44)

tidak baik, terdapat 18 anak (50%) yang memiliki status gizi baik. Hal ini

dikarenakan ibu tetap memberikan makanan yang bergizi baik sebagai pengganti

ASI.

Berdasarkan jumlah anggota keluarga, ada 27 orang (84,4%) dari 32 keluarga

yang jumlah anggotanya ≤ 4 orang, disapih dengan cara tidak baik. Hal ini

menunjukkan tidak adanya hubungan jumlah anggota keluarga dengan cara

penyapihan yang baik. Dari hasil wawancara diketahui bahwa cara menyapih yang

tidak baik ini lebih banyak disebabkan karena kesibukan ibu dan kurangnya

pengetahuan ibu, bukan karena faktor produksi ASI. Mayoritas ibu mengemukakan

bahwa mereka menyapih anaknya dengan cepat karena mereka merasa anak sudah

besar walaupun usianya belum 24 bulan, oleh sebab itu mereka memberikan

makanan padat lebih dini kepada anak. Hal ini sesuai dengan pendapat dari

Soetjiningsih (1997) bahwa perbedaan produksi ASI berdasarkan usia dan jumlah

anak tidaklah cukup bermakna.

5.2 Status Gizi

Secara keseluruhan, sebagian besar status gizi anak di Kelurahan Tanjung

Marulak berada pada kategori kurus (53,2%). Rata-rata anak yang memiliki status

gizi kurus tersebut berada pada rentang usia 13-36 bulan. Disamping itu juga

terdapat anak dengan status gizi sangat kurus yaitu sebesar 21,3%.

Status gizi berdasarkan indeks BB/U baik untuk mengukur status gizi akut

maupun kronis dan sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil. Sedangkan status

gizi berdasarkan indeks PB/U atau TB/U menggambarkan keadaan pertumbuhan

skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahann

usia. Namun indeks TB/U relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi

(45)

nampak dalam waktu yang relatif lama. Status gizi berdasarkan indeks BB/TB

merupakan indeks yang baik untuk menilai status gizi saat kini (sekarang), serta

dapat memberikan gambaran lingkungan yang tidak baik, kemiskinan, dan akibat

tidak sehat yang menahun. Status gizi pada dasarnya ditentukan oleh dua hal:

makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kuantitas dan kualitas makanan

tergantung pada zat gizi makanan tersebut, ada tidaknya pemberian makanan

tambahan di keluarga, daya beli keluarga dan karakteristik makanan dan kesehatan.

Keadaan balita juga berhubungan dengan karakteristik ibu terhadap makanan dan

kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit infeksi dan jangkauan terhadap

pelayanan kesehatan ( Supariasa, 2001).

Anak yang memiliki status gizi kurang disebabkan oleh MP-ASI atau

makanan yang diberikan oleh ibu kurang baik jenis maupun kualitasnya. Karena

sering sekali ibu tidak mempertimbangkan apakah makanan itu baik untuk anak atau

tidak. Mereka cenderung kurang perduli terhadap makanan yang dikonsumsi anak,

baik yang diberikan orang lain maupun ibu sendiri. Selain itu masih ada beberapa

ibu yang percaya jika anak cepat diberi makan maka anak tersebut akan cepat besar

dan akan lebih kuat.

Besarnya pengetahuan ibu tentang pola penyapihan dipengaruhi oleh tingkat

pendidikan ibu. Tingkat pendidikan yang rendah akan mempertahankan kebiasaan

yang berhubungan dengan makanan, sehingga sulit menerima informasi baru

mengenai gizi. Tingkat pendidikan juga ikut menentukan atau mempengaruhi mudah

tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka

seseorang akan lebih mudah menerima informasi gizi (Suhardjo, 1996).

Penelitian Rahmani di Kelurahan Gunung Sitoli menunjukkan bahwa tidak

(46)

menunjukkan walaupun frekuensi dan jenis pemberian MP-ASI tepat tetapi masih

ditemukan yang mempunyai status gizi kurang. Hal ini terjadi kemungkinan karena

kualitas MP-ASI yang diberikan masih kurang memadai baik kualitas maupun

kuantitas (Rahmani, 1999).

Penyuluhan kesehatan khususnya mengenai pola penyapihan sangat

dibutuhkan para ibu di kelurahan ini. Menurut keterangan dari para ibu, belum

pernah diadakan penyuluhan kesehatan oleh petugas. Oleh sebab itu,

mudah-mudahan petugas segera melakukan penyuluhan untuk para ibu agar mereka lebih

(47)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan :

1. Pola penyapihan anak usia 0-59 bulan di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing

Tinggi adalah sebagai berikut :

a. Berdasarkan usia penyapihan, sebesar 55,3% ibu menyapih anak sebelum

usia 24 bulan.

b. Berdasarkan alasan penyapihan, sebesar 68,1% penyapihan dilakukan

karena alasan yang berasal dari anak yaitu anak sudah cukup usia untuk

disapih, anak tidak mau lagi menyusui, dan anak sudah diberi makan oleh

ibu.

c. Berdasarkan cara penyapihan, sebesar 76,6% anak usia 0-59 bulan

disapih dengan cara tidak baik, antara lain menyapih anak secara

mendadak dibawah usia 24 bulan, mengoleskan betadin/obat merah

ataupun jamu di puting ibu, dan menitipkan anaknya ke rumah

kakek-nenek agar anak lupa pada ASI.

2. Status gizi anak usia 0-59 bulan berdasarkan indeks BB/U sebagian besar berada

pada kategori gizi kurang 51,1%, TB/U berada pada kategori normal 83,0% dan

BB/TB sebagian besar berada pada kategori kurus 53,2% yang dijumpai pada

keluarga yang memiliki penghasilan rendah (< Rp 1.650.000) dan jumlah

(48)

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan beberapa hal berikut :

2. Diharapkan kepada para ibu agar menyapih anak setelah anak berusia 24 bulan

dan dengan cara penyapihan yang baik, karena pada usia 24 bulan anak sudah

memiliki pondasi yang kuat untuk perkembangan selanjutnya.

3. Diharapkan kepada petugas kesehatan di Kelurahan Tanjung Marulak perlu

memberikan penyuluhan bagi ibu tentang cara penyapihan yang tepat, waktu

(49)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pola Penyapihan

Penyapihan adalah suatu proses berhentinya masa menyusui secara

berangsur-angsur atau sekaligus. Proses tersebut dapat disebabkan oleh berhentinya

sang anak dari menyusu pada ibunya atau bisa juga berhentinya sang ibu untuk

menyusui anaknya atau bisa juga keduanya dengan berbagai alasan. Masa menyapih

merupakan pengalaman emosional bagi sang ibu, anak juga sang ayah, dimana dari

tiga pihak tadi (Ibu-Ayah-Anak) merupakan ikatan kesatuan yang tidak dapat

dipisahkan. Seorang ayah juga berperan dan memberikan pengaruh tersendiri dalam

proses menyusui. Sebetulnya tidak ada ketentuan khusus atau batasan khusus kapan

dan waktu yang tepat untuk menyapih seorang anak, artinya tidak ada aturan bahwa

pada usia sekian anak harus disapih dari ibunya (Manalu, 2008).

Menyapih, secara harfiah berarti membiasakan. Maksudnya, bayi secara

berangsur-angsur dibiasakan menyantap makanan orang dewasa. Selama masa

penyapuhan, makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim

dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai makanan

tambahan (Arisma, 2006). Sedangkan menurut Allan (2006) penyapihan adalah

istilah yang digunakan untuk menyambut periode transisi dimana bayi masih diberi

makanan cair, ASI ataupun susu formula, tetapi juga secara bertahap diperkenalkan

pada makanan padat.

Menurut WHO 1991, pola menyusui terdiri dari menyusui secara eksklusif,

(50)

Menyusui secara eksklusif berarti bayi hanya mendapatkan makanan berupa

ASI dari ibunya, tidak ada penambahan cairan lain, tidak tetesan ataupun sirup yang

berisi vitamin, tidak ada makanan tambahan atau jamu. Sasarannya adalah bayi

berusia kurang sampai empat bulan atau sampai enam bulan.

Definisi menyusui secara pre dominan adalah bayi mendapat makanan

berupa ASI dengan penambahan cairan lain, seperti air putih, teh, infuse, air buah,

oralit, tetesan atau sirup vitamin, tidak ada makanan cair. Sasarannya adalah sama

dengan sasaran menyusui secara eksklusif. Sedangkan menyusui secara

komplementari adalah bayi dapat ASI dan makanan padat atau semi padat,

sasarannya adalah bayi dengan usia enam bulan sampai dengan 10 bulan (Rahmani,

1997).

Novita (2012) melakukan penelitian di Kelurahan Susia Batu, Bantar Gebang

Bekasi, dengan hasil menunjukkan sebagian besar anak sudah tidak diberikan ASI

lagi sebanyak 39 anak (67.2%). Penyapihan pada balita rata-rata dilakukan saat anak

berada pada rentang usia 13-24 tahun dengan persentase sebesar 65.8%. Alasan ibu

melakukan penyapihan kepada anaknya adalah karena anak sudah besar (55%)

(Novita, 2012).

Hasil Penelitian Nurvina di Dusun Jambeyan Desa Banyurejo Tempel

Sleman Yogyakarta pada tahun 2010 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu

menyapih bayinya pada usia tidak dini (24 bulan ke atas) dan bayinya mempunyai

status gizi baik yaitu 21 orang (55,2%) sedangkan ibu yang paling sedikit menyapih

anaknya pada usia tidak dini dan anaknya mempunyai status gizi kurang yaitu 1

orang (2,6%) (Nurvina, 2010).

Penelitian yang dilakukan Arum di Posyandu Nusa Indah Desa Bantul tahun

(51)

dengan usia penyapihan yang baik yaitu 22 orang (55%) sedangkan yang

mempunyai status gizi kurang dengan usia penyapihan baik yaitu 1 orang (2,5%)

(Arum, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan Fatimatuzzahra di Dukuh Pundong

Srihardono Bantul, Yogayakarta, menunjukkan bahwa mayoritas ibu menyapih

balitanya pada usia 13-18 bulan yaitu sebanyak 25 orang (49%) dengan status gizi

baik sebanyak 12 orang (Fatimatuzzahra, 2009).

Pola penyapihan mencakup tiga hal, antara lain usia anak disapih pertama

kali, alasan penyapihan, dan cara penyapihan.

2.1.1. Usia Anak Disapih

Pemberian MP-ASI terlalu dini akan mengurangi konsumsi ASI, dan bila

terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Sebenarnya pencernaan bayi sudah

mulai kuat sejak usia empat bulan. Pada bayi yang mengonsumsi ASI, makanan

tambahan dapat diberikan pada usia enam bulan, tetapi bila bayi mengonsumsi susu

formula sebagai pengganti ASI, makan makanan tambahan ini dapat diberikan pada

saat usia empat bulan (Rinto, 2005).

Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Ada beberapa

kelompok masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia

enam bulan. Bahkan ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia dua

tahun. Sebaliknya, pada masyarakat urban, bayi disapih terlalu dini, yaitu baru

beberapa hari lahir sudah diberikan makanan tambahan (Jelliffe, 1994).

Dampak Penyapihan ASI usia kurang dari enam bulan :

1. Menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keeratannya karena proses

bounding etatman terganggu.

(52)

3. Pengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak.

4. Mengalami reaksi alergi yang menyebabkan diare, muntah, ruam, dan

gatal-gatal karena reaksi dari sistem imun (Hegar, Badriul, 2006).

2.1.2 Cara Penyapihan

Hingga kini masih banyak ibu-ibu yang menggunakan cara-cara penyapihan

seperti yang dilakukan ibu-ibu zaman dulu. Dari mengoles putingnya dengan zat-zat

yang berasa pahit seperti jamu dan brotowali, sampai memplester putting. Padahal,

sudah seharusnya cara ini ditinggalkan. Apalagi pada dasarnya, menyapih anak dari

ASI dapat digunakan secara alami, sehingga anak lebih siap menerimanya. Jika

menyapih dilakukan dengan cara yang benar, maka kelekatan anak dengan ibunya

akan berada dalam porsi yang tepat.

a. Penyapihan yang tidak baik dan akibatnya

1. Mengoleskan obat merah pada putting

Cara ini bisa menyebabkan anak mengalami keracunan, juga membuat anak

belajar bahwa puting ibu ternyata tidak enak, bahkan bisa membuatnya sakit.

2. Memberi perban/plester pada putting

Jika diberi obat merah, anak masih bisa menyentuh putting ibunya. Tetapi kalau

sudah diperban/plester, anak belajar bahwa puting ibunya adalah sesuatu yang

tidak bisa dijangkau.

3. Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi supaya pahit

Anak bisa mengembangkan suatu kepribadian yang ambivalen, dalam arti ia tidak

mengerti apakah ibu sebetulnya mencintainya atau tidak. “Bunda masih

memberikan ASI, tapi kok tidak seperti biasanya, jadi pahit.”

(53)

Kehilangan ASI saja sudah cukup menyakitkan, apalagi ditambah kehilangan

figur ibu. Kondisi seperti ini bisa mengguncang jiwa anak, sehingga tak menutup

kemungkinan anak merasa ditinggalkan.

5. Selalu mengalihkan perhatian anak setiap menginginkan ASI

Kondisi ini membuat anak belajar berambivalensi. Misalnya, ibu selalu mengajak

anak bermain setiap kali meminta ASI. Selalu bersikap cuek setiap anak

menginginkan ASI. Anak jadi bingung dan bertanya-tanya, mengapa dirinya

diperlakukan seperti itu. Dampaknya, anak bisa merasa tak disayang, mereka

ditolak, sehingga padanya berkembanglah rasa rendah diri.

b. Cara Penyapihan Yang Baik

Penyapihan alami/natural (Child Led Weaning) adalah cara yang terbaik karena

tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak sebetulnya

memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai ia siap untuk disapih. Cara

penyapihan secara alami/natural (Child Led Weaning) adalah :

a. Memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang sehingga lupa pada

ASI. Cara ini boleh saja dilakukan untuk menyapih, tetapi harus secara

perlahan. Selain itu, infeksi yang terjalin ketika ibu menyusui juga harus

diganti dengan sentuhan lain agar tetap terjaga hubungan kelekatan antara ibu

dan anak. Pada anak yang sudah mengerti jika diajak berbicara, ibu dapat

memberikan penjelasan kepadanya.

b. Memberi empeng atau dot sebagai pengganti putting ibu. Empeng atau dot

bisa menciptakan ketergantungan baru sehingga memengaruhi struktur

gigi-geligi anak. Jadi bila ada cara lain yang lebih baik, hendaknya cara ini tak

(54)

c. Menjarak-jarakkan waktu pemberian ASI. Pemberian ASI dilakukan tiga kali

sehari. Lalu beberapa minggu kemudian menjadi dua kali sehari, dan satu kali

sehari hingga berhenti sama sekali. Contoh, si anak usia 0-24 bulan disapih

waktu malam saja atau siang saja.

d. Memberikan penjelasan kepada anak, setelah itu tak sekalipun memberikan

ASI lagi. Cara menyapih seperti ini dilakukan jika usia anak sudah mencapai

24 bulan. Akan tetapi, tidak memberikan ASI sama sekali sebagai pertanda

ketegasan ibu sama saja dengan menyapih secara mendadak (abrupt

weaning). Dampaknya tetap negatif jika penjelasan ibu tidak bisa diterima ;

anak merasa ditolak oleh ibunya (Ester, 2006).

2.2. Pola Makan

Pangan bagi manusia merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi

untuk dapat mempertahankan hidup serta menjalankan kehidupan. Makanan yang

dikonsumsi beragam jenis dengan pengolahan. Di masyarakat dikenal pola makan

atau kebiasaan makan yang ada pada masyarakat dimana seorang anak hidup. Pola

makan kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak. Seorang anak

dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari kebiasaan

makan masyarakatnya (Soegeng, 1999).

Pengertian pola makan menurut Yayuk Farida Baliwati (2004) adalah

susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang

pada waktu tertentu.

Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara yang

ditempuh seseorang atau sekelompok untuk memilih makanan dan

mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya

(55)

Tujuan pemberian makanan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan anak

adalah untuk mencukupkan kebutuhan mereka agar dapat memelihara kesehatan,

cepat memulihkan kondisi tubuh jika sakit, melaksanakan pelbagai jenis aktifitas,

menjaga pertumbuhan dan perkembangan fisik serta psikomotorik. Di samping itu,

agar mereka terdidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan menyukai makanan

yang diperlukan (RSCM dan Persagi, 1994).

Menurut Dina dan Maria (2002) makanan untuk bayi dan anak harus

memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan usia.

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan

yang tersedia setempat, kebiasaan makan, dan selera terhadap makan.

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan

keadaan faali bayi/anak.

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

2.2.1. Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi dan Anak

1. Karbohidrat

Karbohidrat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Bagi bayi, ASI

merupakan sumber karbohidrat yang bagus. Di dalam ASI terkandung lactose

rata-rata 7%, sedangkan di dalam susu sapi hanya 4,3%. Laktosa inilah yang

sebenarnya merupakan sumber karbohidrat. Selain mengandung laktosa, ASI juga

mengandung polisakarida laktobasilus bifidus yang membantu proses pencernaan

dalam usus.

2. Kalori

Kalori yang diperoleh bayi atau anak akan digunakan untuk keperluan sebagai

(56)

a. Untuk aktifitas fisik sebanyak 15-25 kkal/kg sehari. Pada saat paling aktif

mencapai 50-80 kkal/kg per hari.

b. Untuk pertumbuhan pada fase pertumbuhan. Pada masa hari-hari permulaan

dibutuhkan 20-40 kkal/kg, selanjutnya berkurang, sehingga pada akhir masa

bayi hanya dibutuhkan 15-25 kkal/kg per hari, kemudian meningkat lagi pada

masa remaja.

Kebutuhan kalori pada bayi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1. Tabel Kebutuhan Kalori Pada Masa Bayi Menurut FAO/WHO

Usia (bulan) Keperluan kkal/kg BB

0-3 bulan

dewasa. Angka kebutuhan protein bergantung pada mutu protein. Semakin baik

mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung

pada susunan asam amino yang membentuk. Kecukupan protein pada bayi dan

anak dapat dilihat pada tabel berikut (RSCM dan Persagi, 1994).

Tabel 2.2. KecukupanProtein yang Dianjurkan untuk Bayi dan Anak

Golongan Usia (tahun) Kecukupan Protein (g/kg BB)

0-1

Air sangat penting diberikan pada masa bayi, terutama untuk bayi muda. Karena

(57)

protein dan mineral membutuhkan air dalam jumlah yang lebih banyak. Suhu

lingkungan yang tinggi dan derajat kelembapan yang rendah akan mempertinggi

kehilangan cairan pada tubuh anak melalui pernafasan dan keringat. Anak kecil

membutuhkan air lebih banyak untuk tiap kilogram berat badannya disbanding

dengan orang dewasa (Widjaja, 2002). Kebutuhan air pada bayi dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 2.3. Kebutuhan Air Pada Bayi dan Anak Dalam Keadaan Normal

Usia Kebutuhan Sehari (ml/kg BB/hari)

3 hari

ASI adalah makanan alamiah untuk bayi. ASI mengandung nutrisi-nutrisi

dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai, untuk pertumbuhan bayi yang sehat.

Memberikan ASI kepada bayi, bukan saja memberikan kebaikan bagi bayi. Tapi juga

keuntungan untuk ibu (Anonim, 2004).

ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok antara lain zat putih telur,

lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormone, enzim, zat

kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini secara proporsional dan seimbang satu

sama lainnya (Roesli, 2001).

2.2.3. Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui

Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu :

aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis,

(58)

1. Aspek gizi

a. Manfaat Kolostrum

 Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi

dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.

 Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi

pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk

memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan

pada bayi.

 Kolostrum mengandung protein, vitamin A yang tinggi dan mengandung

karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi

pada hari-hari pertama kelahiran.

 Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama

berwarna hitam kehijauan.

b. Komposisi ASI

 ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga

mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam

ASI tersebut.

 ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk

pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.

 Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara

Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein

merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI

mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan

protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai

(59)

c. Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI

 Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang

berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses

maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi

taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.

 Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak

tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk

pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI

sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak.

Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari

substansi pembentukannya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3

(asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).

2. Aspek Imunologik

a. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.

Immunoglobulin A (IgA) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi.

Sekretori IgA tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri pathogen E. Coli

dan berbagai virus pada saluran pencernaan.

b. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang

mengikat zat besi di saluran pencernaan.

c. Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E.Coli dan Salmonella)

dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi.

d. Sel darah putih pada ASI pada dua minggu pertama lebih dari 4.000 sel per mil.

Terdiri dari tiga macam yaitu : Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT)

(60)

pernfasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibody

jaringan payudara ibu.

e. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang

pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora

usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.

3. Aspek Psikologik

a. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mapu menyusui dengan

produksi ASI yang mecukupi untuk bayi. Menyusi dipengaruhi oleh emosi ibu

dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama

oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.

b. Interaksi Ibu dan Bayi : pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi

tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.

c. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi: ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena

berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan

merasa aman dan puas karena bayi marasakan kehangatan tubuh ibu dan

mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim.

4. Aspek Kecerdasan

a. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan dalam

perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi.

b. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point

4,3 point lebih tinggi pada usi 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun,

dan 8,3 point lebih tinggi pada usia 8,5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang

Gambar

Tabel 4.2          Status Gizi di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi
Tabel 4.3 Distribusi karakteristik orangtua balita (pendidikan, pendapatan keluarga, dan jumlah anggota keluarga) di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi No
Tabel 4.4   Distribusi Usia Penyapihan Anak di Kelurahan Tanjung Marulak, Tebing Tinggi
Tabel 4.6
+7

Referensi

Dokumen terkait

7 Memahami konsep, mampu berpikir kritis mengenai penerapan Gerak Harmonik dalam bidang keteknikan dan merumuskan karya inovatif penerapannya dalam bidang keteknikan.

PEMBINAAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA Jalan Jenderal Gatot Subroto Kaveling 51, Jakarta Selatan 12950 Telepon 5255733 Pesawat 644, Faksimile (021)

Penulisan Ilmiah ini menghadirkan pembahasan mengenai aplikasi pembuatan website XX MOTOR yang berisi informasi mengenai jenis-jenis motor, type motor, spesifikasi motor dan

Berdasarkan hasil evaluasi Administrasi, Teknis dan Biaya dengan ini Panitia Pengadaan Barang/Jasa mengumumkan pemenang seleksi umum untuk :.. Pekerjaan : SISTEM

Dalam penulisan ilimah ini, akan dijelaskan langkah-langkah dalam membangun wesite Komsel seperti pembuatan struktur navigasi, pembuatan database dengan menggunakan program

Berdasarkan hasil evaluasi Administrasi, Teknis dan Biaya dengan ini Panitia Pengadaan Barang/Jasa mengumumkan pemenang Pelelangan Umum untuk

Website yang penulis bangun pada kesempatan kali ini adalah website mengenai showroom toko sepatu, dimana pengunjung dapat melihat informasi yang diberikan website tersebut dan

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024) 8508081, Fax. Tri