• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Dinas Kesehatan seharusnya melakukan antisipasi dengan kejadian DBD di

Kota Medan sebelum bulan November yaitu dibulan Oktober hingga Januari.

Karena pada saat kasus DBD tertinggi. Antisipasi dilakukan dengan kegiatan yang

penyuluhan PSN ( Pemberantasan Sarang Nyamuk), atau fooging yang dilakukan

sebelum musim penghujan yaitu bulan Oktober hingga akhir bulan Januari. Selain

itu, PSN juga dilakukan sebelum bulan Februari karena dengan curah hujan yang

rendah tetapi jumlah kasus DBD tinggi.

2. Kegiatan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) rutin dilakukan di Kecamatan-

kecamatan dengan jumlah kasus DBD yang tinggi seperti Kecamatan Johor,

3. Dinas Kesehatan melakukan penyuluhan tentang, sanitasi lingkungan, cara

mencegah penyakit DBD kepada masyarakat sebagai tindakan preventif DBD,

dan pemberitahuan kepada masyarakat untuk bersiaga dan melalukan gotong

royong dibulan Oktober hingga Januari karena kasus DBD tinggi,

4. Bagi masyarakat diharapkan selalu menjaga kebersihan rumah dan lingkungan

seperti menguras bak mandi seminggu sekali, mengubur barang bekas, tidak

menggantung pakaian, serta melakukan abatisasi jika terdapat jentik. Kegiatan

tersebut diharapkan rutin dilakukan terkhusus awal musim penghujan.

5. Masyarakat membuat kegiatan gotong royong rutin untuk mencegah nyamuk

berkembangbiak . jika perlu membentuk tim pemantau jentik yang berguna untuk

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1 Definisi

Menurut WHO (2005), definisi Demam Berdarah Dengue adalah penyakit

demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih manifestasi seperti sakit

kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan,

leukopenia, trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang).

Menurut Depkes (2005), Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang

disebabkan virus dari golongan Arbovirus yang ditandai dengan demam tinggi

mendadak tanpa sebab yang jelas berlangsung terus menerus selama 2-7 hari

manifestasi perdarahan (peteke, purpura, perdarahan konjungtiva, epistaksis,

perdarahan mukosa, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hematuri) termasuk

uji tourniquet (Rumple leede) positif, trombositopeni (jumlah trombosit ≤

100.000/μl), hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥ 20%) disertai atau tanpa pembesaran hati (hepatomegali).

2.1.2 Sejarah Demam Berdarah

Menurut Rezeki (2004), pada tahun 1779, David Bylon pernah melaporkan

terjadinya letusan demam dengue (dengue fever/ DF) di Batavia. Penyakit ini

disebut penyakit demam 5 hari yang dikenal dengan knee trouble atau knokkel

koortz. Wabah demam dengue terjadi pada tahun 1871- 1873 di Zanzibar kemudian di pantai Arab dan terus menyebar ke Samudera India.

Quointos dkk, pada tahun 1953 melaporkan kasus demam berdarah dengue di

. Pada dekade enam puluhan penyakit ini mulai menyebar ke negara-negara Asia

Tenggara, antara lain: Singapura, Malaysia, Srilanka, dan Indonesia. Pada dekade

ketujuh menyebar ke Polinesia hingga menyebar ke Kuba pada tahun 1981.

Di indonesia, demam berdarah (DBD) pertama kali dicurigai di Surabaya pada

tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di

Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut

dilaporkan di Bandung dan Yogyakarta (1972). Epidemi pertama DBD dilaporkan

berasal dari luar pulau Jawa yaitu Sumatera Barat dan Lampung. Berdasarkan

kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand (Hindra, 2004).

Pada awal terjadinya wabah disuatu negara, distribusi umur memperlihatkan

jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-

95%). Namun, pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita yang

digolongkan dalam golongan usia dewasa muda meningkat. Di indonesia

penderita DBD terbanyak ialah anak berumur 5-11 tahun (Hindra, 2004)

Tahun 1968- 1995 pengaruh musim di Indonesia terhadap kejadian DBD tidak

begitu jelas, tetapi dalam garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita

meningkat antara bulan September sampai Februari yang mencapai puncaknya

pada bulan Januari. Di daerah urban berpenduduk padat puncak penderita ialah

2.1.3 Epidemiologi Demam Berdarah Dengue

Menurut Susanna (2011) , dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan virus

genus flavivirus famili Flaviviridae dan vektornya adalah nyamuk Aedes dari

subgenus Stegomya spesies Ae. Aegypti. Flaviviridae adalah virus berselubung

kecil (40-50 nm) dengan untai tunggal, genom RNA+ sense, simetri kapsidnya

tidak dapat diidentifikasi. Spesies yang berperan sebagai vektor sekunder yakni

Ae. Albopictus, Ae. Polynesiensis, dan Ae. (finlaya) neveus, yang dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), dan

Syndrome Shock Dengue (SSD).

Aedes aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang ditemukan di bumi biasanya antara garis lintang 35 Utara dan 35 Selatan kira-kira berhubungan

dengan musim dingin isoterm 10°C (WHO, 1999). Ae. aegypti tersebar luas di

wilayah Asia Tenggara dan terutama di daerah perkotaan. Di wilayah yang agak

kering misalnya India, Ae. aegypti merupakan vektor perkotaan dan populasinya

secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan kebiasaan penyimpanan air. Pada

negara lain di Asia Tenggara yang curah hujannya melebihi 200 mm/tahun,

populasi Ae. aegypti ternyata lebih stabil dan ditemukan di daerah perkotaan,

pinggiran kota dan daerah pedesaan karena kebiasaan penyimpanan air secara

tradisional di Indonesia, Myanmar dan Thailand kepadatan nyamuk mungkin

lebih tinggi di daerah pinggiran kota daripada di daerah perkotaan (WHO, 2004).

Distribusi Ae. aegypti juga dibatasi oleh ketinggian. Ketinggian merupakan faktor

yang terpenting untuk membatasi penyebaran nyamuk Ae. aegypti. Ini biasanya

rendah (kurang dari 500 meter) memiliki tingkat kepadatan nyamuk sedang

sampai berat. Sementara daerah pegunungan (di atas 500 meter) memiliki

populasi nyamuk yang rendah. Di negara-negara Asia Tenggara ketinggian 1000

sampai 1500 meter di atas permukaan laut merupakan batas bagi penyebaran Ae.

aegypti. Di bagian dunia lain spesies ini dapat ditemukan di wilayah yang jauh lebih tinggi misalnya di Colombia sampai mencapai 2200 meter (WHO, 2004).

Ae. aegypti adalah salah satu vektor nyamuk yang paling efisien untuk arbovirus (arthropod-borne viruses) karena nyamuk ini sangat antropofilik dan hidup dekat

manusia dan sering hidup di dalam rumah. Wabah dengue juga telah disertai

dengan Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan banyak spesies kompleks

Aedes scutellaris. Setiap spesies mempunyai distribusi geografisnya masing- masing namun mereka adalah vektor epidemik yang kurang efisien dibanding Ae.

aegypti. Faktor penyulit pemusnahan vektor adalah bahwa telur-telur Ae. aegypti dapat bertahan dalam waktu lama terhadap desikasi (pengawetan dengan

pengeringan), kadang selama lebih dari satu tahun (WHO, 2005).

Demam dengue dapat terjadi di daerah perkotaan maupun pedesaan. Di daerah

perkotaan yang bertindak sebagai vektor utama adalah nyamuk Ae. aegypti

sedangkan di daerah pedesaan nyamuk Aedes albopictus namun tidak jarang

kedua spesies tersebut dijumpai baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.

Hewan primata merupakan sumber infeksi Dengue di daerah hutan

(Soedarto,2007).

Ae. Aegypti tersebar luas di wilayah tropis dan subtropis Asia Tenggara dan terutama di sebagian besar wilayah perkotaan. Penyebaran Ae.aegypti di pedesaan

akhir-akhir ini relatif sering terjadi yang dikaitkan dengan pembangunan sistem

persediaan air pedesaan dan perbaikan sistem transportasi

Di wilayah yang agak kering, misalnya, India, Ae. aegypti merupakan vektor

perkotaan dan populasinya secara khas berfluktuasi bersama air hujan dan

kebiasaan penyimpanan air. Pada negara lain di Asia Tenggara yang curah

hujannya melebihi 200 cm per tahun, populasi Ae. aegypti ternyata lebih stabil

dan ditemukan di daerah perkotaan, pinggiran kota, dan daerah pedesaan. Karena

kebiasaan penyimpanan air secara tradisional di Indonesia, Myanmar dan

Thailand kepadatan nyamuk mungkin lebih tinggi di daerah pinggiran kota

daripada di daerah perkotaan. (WHO, 2004)

Urbanisasi cenderung menambah jumlah habitat yang sesaui untuk Ae. aegypti. Di

beberapa kota yang banyak sekali tumbuhan, baik Ae. aegypti maupun Ae.

albopictus dapat ditemukan, tetapi Ae. aegypti umumnya merupakan spesies yang dominan, bergantung pada ketersediaan dan tipe habitat larva dan tingkat

urbanisasi yang ada. Di Singapura, misalnya, indeks taksiran tertinggi untuk Ae.

aegypti ternyata berada di rumah yang kumuh, rumah toko (ruko), dan di rumah susun dengan banyak kamar. Ae. albopictus, di sisi lain, tampaknya tidak

berkaitan dengan tipe perumahan, tetapi lebih banyak ditemukan di ruang terbuka

dan bertumbuhan. (WHO, 2004)

Menurut Rezeki (2004), Di Indonesia demam berdarah dengue (DBD) pertama

kali dicurigai di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru

diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun

(1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera

Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada

tahun 1974, epidemi dilaporkan Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat.

Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di

Kota Medan yang ditularkan melalui Ae. aegypti di tiga kecamatan yaitu

Kecamatan Medan Barat, Medan Perjuangan dan Medan Tuntungan merupakan

kategori wilayah yang rendah, sedang dan tinggi kasus DBD secara berturut-turut

selama tiga periode (Januari 2010 sampai Desember 2012. Kasus Demam

Berdarah Dengue pada tahun 2012 di Kecamatan Medan Perjuangan dengan

Incidance Rate berada di warna kuning range IR 5 sampai 10/10.000 penduduk, Kecamatan Medan Barat berada pada warna biru range IR 11 sampai 16/10.000

penduduk, Kecamatan Medan Tuntungan berada pada warna merah dengan range

IR 16 sampai 37/10.000 penduduk.

2.2 Vektor Penularan DBD

Di Indonesia nyamuk penular (vektor) penyakit demam berdarah dengue (DBD)

yang penting adalah Aedes aegypti, Ae. albopictus dan Ae. scutellaris, tetapi saat

ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD adalah Ae. aegypti.

Nyamuk Ae. aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito atau tiger

morquito karena tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya garis-garis dan bercak-bercak putih keperakan di atas dasar warna hitam. Sedangkan yang

keperakan di kedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar di garis median

dari puggungnya yang berwarna dasar hitam (lyne shaped marking).

Dalam siklus hidupnya, Ae. aegypti mengalami empat stadium yaitu telur, larva

pupa, dan dewasa. Stadium telaur, larva, dan pupa hidup di dalam air tawar yang

jernih serta tenang. Genangan air yang disukai sebagai tempat perindukannya (

breeding place) adalah genangan air yang terdapat di dalam suatu wadah atau container, bukan genangan air di tanah. Tempat-tempat perindukan yang paling potensial adalah tempat penampungan air (TPA) yang digunakan untuk keperluan

sehari-hari: drum, bak mandi, bak WC, gentong/ tempayan, ember, dan lain-lain.

Tempat perindukan lainnya yang non-TPA adalah vas bunga, pot tanaman hias,

ban bekas, kaleng bekas, botol bekas, tempat minum burung, dan lain-lain, serta

tempat penampungan air alamiah: lubang pohon, pelepah daun pisang, pelepah

daun keladi, lubang batu, dan lain-lain. Tempat perindukan yang paling disukai

adalah yang berwarna gelap, terbuka lebar dan terlindung dari sinar matahari

langsung (Soegijanto, 2006).

2.2.1 Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti

a. Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih,

b. Berkembangbiak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,

WC, tempayan drum, barang-barang penampung air seperti kaleng, ban bekas, pot

tanaman air, tempat minum burung dan lain-lain,

c. Jarak terbang ± 100 meter,

d. Nyamuk betina bersifat „multiple biters„ (menggigit beberapa orang karena sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat),

e. Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi (Widoyono, 2008).

2.2.2 Taksonomi dan Morfologi 1. Taksomoni

Nyamuk Ae. aegypti L.( Diptera: Culcidae) disebut black-white mosquito, karena

tubuhnya ditandai dengan pita atau garis-garis putih keperakan di atas dasar

hitam. Di Indonesia nyamuk ini sering disebut sebagai salah satu dari nyamuk-

nyamuk rumah.

Menurut Richard dan Davis (1977) dalam Soegijanto (2006), kedudukan nyamuk

Ae. aegypti dalam klasifikasi animalia adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Bangsa : Diptera

Suku : Culicidae

Marga : Aedes

Jenis : Ae. aegypti L.

2. Morfologi

1. Telur

Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, warna hitam,

ukuran 0,5-0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memiliki alat palmpung, dan

diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding

bagian dlam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan

permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85% melekat

2. Larva

Larva nyamuk Aedes aegypti tubuhnya memanjang tanpa kaki dengan bulu-bulu

sederhana yang tersusun bilateral simetris. Larva ini dalam pertumbuhan dan

perkembangannya mengalami 4 kali pergantian kulit (ecdysis), dan larva yang

terbentuk berturut-turut disebut larva instar I, II, III, dan IV. Larva instar I,

tubuhnya sangat kecil, warna transparan, panjang 1-2 mm, duri- duri (spinae) pada

dada (thorax) belum begitu jelas, dan corong pernafasan (siphon) belum

menghitam. Larva instar II bertambah besar, ukuran 2,5-3,9 mm, duri dada belum

jelas, dan corong pernafasan sudah berwarna hitam. Larva instar IV telah lengkap

struktur anatominya dan jelas tubuh dapat dibagi menjadi bagian kepala (chepal),

dada (thorax), dan perut (abdomen).

Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antena tanpa duri-

duri, dan alat –alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut

ke-8, ada alat untuk bernafas yang disebut corong pernafasan. Corong pernafasan

tanpa duri-duri, berwarna hitam, dan ada seberkas bulu-bulu (tuft). Ruas ke-8

juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) dibagian ventral dan gigi-

gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam satu baris. Gigi-

gigi sisir dengan lekungan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya

langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksisnegatif, dan waktu istirahat

membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.

Pupa nyamuk Aedes aegypti bentuk tubuhnya bengkok, dengan bagian kepala-

dada (cephalothorax) lebih besar bila dibandingkan dengan bagian perutnya,

sehingga tampak seperti tanda baca” koma”. Pada bagian punggung (dorsal) dada terdapat alat bernafas seperti terompet. Pada ruas perut ke-8 tidak bercabang. Pupa

adalah bentuk tidak makan, tampak gerakannya lebih lincah bila dibandingkan

dengan larva. Waktu istirahat posisi pupa sejajar dengan bidang permukaan air.

4. Dewasa

Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya tersusun atas tiga bagian, yaitu kepala, dada, dan

perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang

berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk- pengisap (piercing-sucking) dan

termasuk lebih menyukai manusia (anthropophagus), sedangkan nyamuk jantan

bagian mulut lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena

itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina

mempunyai antena tipe-pilose, sedangkan nyamuk jantan plumose.

Dada nyamuk ini tersusun atas 3 ruas, porothorax, mesothorax, dan metathorax.

Setiap ruas dada sepasang kaki yang terdiri dari paha (femur), betis (tibia), dan

tampak (tarsus). Pada ruas-ruas kaki ada gelang-gelang putih, tetapi pada bagian

tibia kaki belakang tidak ada gelang putih. Pada bagian dada juga terdapat

sepasang sayap tanpa noda-noda hitam. Bagian punggung ada gambaran garis-

garis putih yang dapat dipakai untuk membedakan dengan jenis lain. Gambaran

punggung nyamuk Aedes aegypti berupa sepasang garis lengkung putih (bentuk:

Perut terdiri dari 8 ruas dan pada ruas-ruas tersebut terdapat bintik-bintik putih.

Waktu istirahat posisi nyamuk Aedes aegypti tubuhnya sejajar dengan bidang

permukaan yang dihinggapinya (Soegijanto, 2006). Pertumbuhan dari telur

sampai menjadi dewasa memerlukan waktu sekitar 9 hari (Sutanto,2008).

2.2.3 Siklus Hidup Nyamuk

Pada dasarnya siklus hidup nyamuk berawal dari peletakan telur nyamuk oleh

nyamuk betina, kemudian fase selanjutnya setelah telur berkembang di dalam air

menjadi larva yang terus berkembang melalui empat tahap dengan bertambah

ukuran sehingga larva berubah menjadi pupa nyamuk dewasa dan membentuk diri

sebagai betina atau jantan dan tahap munculnya berawal dari pecahan dibelakang

kulit pupa. Nyamuk dewasa makan, kawin dan nyamuk betina dewasa

menghasilkan telur untuk melengkapi siklus dan memulai generasi yang baru.

Pertumbuhan nyamuk satu generasi dalam setahun mampu menghasilkan

beberapa generasi tergantung dari kondisi iklim yang memengaruhinya seperti

suhu, curah hujan, kelembaban, dan lain-lain.

Genangan-genangan air biasanya dimanfaatkan oleh nyamuk Ae.aegypti betina

untuk meletakkan telur-telurnya. Telur Ae.aegypti yang belum sempat menetas

pada musim penghujan sanggup bertahan terhadap kekeringan pada musim panas

selama beberapa bulan. Pada awal musim penghujan telur-telur ini akan digenangi

air kemudian menetas menjadi larva yang mengakibatkan peningkatan kasus

Demam Berdarah Dengue sering terjadi pada awal musim penghujan.

Menurut Soegijanto (2006) telur nyamuk Aedes aegypti didalam air dengan suhu

Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu temperatur, tempat, keadaan air kandungan zat makanan yang ada di

dalam tempat perindukan. Pada kondisi optimum, larva berkembang menjadi pupa

dalam waktu 4-9 hari, kemudian pupa menjadi nyamuk dewasa dalam waktu 2-3

hari. Jadi pertumbuhan dan perkembangan telur, larva, pupa, sampai dewasa

memerlukan waktu kurang lebih 7-14 hari (Anonim, 1990).

Suhu dapat mempengaruhi tingkat perkembangan dan ketahanan hidup parasit dan

vector nyamuk (Zhuo et al, 2003). Suhu optimum dalam perkembangbiakan

nyamuk berkisar 20-30° C. Pada suhu hangat periode larva sekitar 4-7 hari dan di

daerah tropis periode kepompong (pupa) sekitar 1-3 hari (Rozendal, 1997). Secara

umum suhu yang lebih panas dengan kelembaban yang tinggi merupakan stimulus

perluasan secara geografis dan musim bagi vektor penyakit seperti insecta, tikus

dan siput (Wawolumayo dan Irianto, 2004). Berikut gambar siklus hidup nyamuk

Ae. aegypti :

Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Ae. aegypti (Soegijanto, 2006) 2.2.4 Etiologi

Virus dengue adalah RNA virus yang merupakan anggota famili flaviviridae dan

genus flavivirus. Ada 68 anggota flalvivirus yang dibagi berdasarkan

perbedaan/persamaan serologis dan yang terakhir berdasarkan sekuensi genomnya

( Soegijanto, 2006).

Secara antigenik terdapat empat serotipe dari virus Dengue, yaitu DEN-1, DEN-2,

DEN-3 dan DEN-4. DEN-1 adalah strain yang paling sering terisolasi dari semua

isolat. Keempat serotipe virus dapat ditemukan diberbagai daerah di Indonesia.

Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak

menunjukkan manifestasi klinik yang berat. Setiap strain mempunyai perbedaan

daya virulensinya. Oleh karena itu sulit dibedakan diantara strain hanya

berdasarkan pada gejala klinis dan patologis tetapi dapat dibedakan dengan tes

netralisasi menggunakan antibodi monoklonal dan Polymerase Chain Reaction

(PCR).

Flavivirus berbentuk sferis dengan ukuran diameter 40-60 nm. Nukleokapsid berbentuk sferis dengan diameter 30 nm dan dikelilingi oleh lipid bilayer.

Komposisi virionnya terdiri atas 6% RNA, 66% protein, 9% karbohidrat, dan 17%

lipid.

2.2.5 Manifestasi Klinis DBD

Masa inkubasi dengue pada manusia sekitar 4-5 hari. Gejala keluhan awal dengue

tidak spesifik berlangsung sekitar 1-5 hari berupa demam ringan, sakit kepala dan

malaise. Demam yang terjadi berlangsung secara mendadak kemudian dalam waktu 2-7 hari menuju suhu normal. Bersamaan dengan berlangsungnya demam

gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia, nyeri punggung, nyeri tulang

dan sendi, rasa lemah dan nyeri kepala dapat menyertainya (Soedarto, 2003).

Kasus khas DHF ditandai oleh empat manifestasi klinis mayor yaitu demam

tinggi, fenomena hemorragis, sering hepatomegali dan kegagalan sirkulasi.

Trombositopenia sedang sampai nyata dengan hemokonsentrasi secara bersamaan adalah temuan laboratorium klinis khusus dari DHF (WHO, 1999). Walaupun

umurnya pendek yaitu kira-kira 10 hari Ae. aegypti dapat menularkan virus

dengue yang masa inkubasinya 3-10 hari (Sutanto, 2008). Menurut Rezeki (2004) manifestasi klinis utama DBD yaitu:

1. biasanya ditandai oleh 4 manifestasi klinis utama ( demam tinggi, fenomena

pendarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi

2. trombositopenia ringan sampai nyata bersamaan dengan hemokonsentrasi

adalah gejala laboratoris yang spesifik

3. perbedaan utama dengan demam dengue adalah adanya kebocoran plasma

yang ditandai dengan peningkatan Ht, efusi paru atau hipoproteinemia

4. DBD pada anak biasanya ditandai dengan kenaikan suhu mendadak, disertai

facial flush dan tanda lain yang menyerupai DD (anoreksia, muntah, sakit kepala serta nyeri tulang/ otot). Nyeri epigastrium, ketegangan pada batas kosta

kanan dan nyeri abdomen menyeluruh juga sering ditemukan

5. Suhu biasanya > 39°C

6. Fenomena pendarahan yang sering terjadi adalah uji tourniquest (+), petekie,

ekimosis, pada ekstremitas, muka dan palatum. Epiktasis dan pendarahan gusi

7. Hati biasanya teraba pada fase demam, lebih sering ditemukan pada kasus

DBD dengan syok.

2.2.6 Mekanisme Penularan

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular yang

disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau

wabah.Penyakit ini ditularkan orang yang dalam darahnya terdapat virus dengue

(Rezeki, 2004).

Menurut riwayatnya nyamuk penular penyakit demam berdarah yang disebut

Aedes aegypti itu, pada awal mulanya berasal dari Mesir yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, melalui kapal laut dan udara. nyamuk hidup subur

dibelahan dunia dengan iklim tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika, Australia,

dan Amerika. Nyamuk Aedes aegypti hidup dan berkembang biak pada tempat-

tempat penampungan air bersih yang tidak langsung berhubungan dengan tanah

seperti : bak mandi,/wc, minuman burung, air tandon, air tempayan/gentong,

kaleng, ban bekas, dan lain-lain. Di indonesia nyamuk ini tersebar luas diseluruh

pelosok tanah baik di kota-kota maupun di desa-desa, kecuali di wilayah yang

Dokumen terkait