• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi subjek penelitian

Bagi atlet yang memiliki IMT dalam kategori overweight dan obes dianjurkan untuk melakukan pemantauan terhadap berat badan dengan menjaga asupan kalori dan melakukan latihan fisik rutin..

Bagi atlet dengan nilai muscular endurance dalam kategori kurang agar terus meningkatkan intesitas latihan dan menjaga kondisi tubuhnya dalam keadaan prima. Bagi atlet dengan nilai muscular endurance dalam kategori baik agar terus menjaga performa diri melalui latihan fisik rutin dan mempertahankan kondisi tubuhnya.

2. Bagi Klub Sepak Bola

Bagi pelatih disarankan untuk mencatat data berat badan dan nilai muscular endurance pada setiap bulan agar dapat selalu dievaluasi dan diatur program latihannya.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Peneliti menyarankan untuk memperbanyak jumlah subjek penelitian apabila ada penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pemain sepak bola.

Jika peneliti lain akan melakukan penelitian yang sama maka penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya dengan memperluas dan memperhitungkan variabel-variabel lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani

2.1.1. Definisi

Kesegaran jasmani adalah suatu keadaan energi dan kekuatan yang dimiliki atau dicapai seseorang dalam kaitannya dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik tanpa mengalami kelelahan berlebihan. Kesegaran jasmani berkaitan dengan kesehatan ketika aktivitas fisik dapat dilakukan tanpa kelelahan berlebihan, terpelihara seumur hidup, dan sebagai konsekuensinya memiliki risiko lebih rendah untuk terjadinya penyakit kronik lebih awal (Nieman, 2001).Permaesihet al. (2001) mendefinisikan kesegaran jasmani sebagai kemampuan untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebihan dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun pekerjaan yang mendadak serta bebas dari penyakit.

2.1.2. Komponen Kesegaran Jasmani

Komponen kesegaran jasmani secara garis besar dibagi menjadi dua yakni kesegaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan (meliputi kecepatan, daya ledak otot, ketangkasan, keseimbangan, dan koordinasi) dan kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan (meliputi kekuatan otot, daya tahan otot, kelenturan, daya tahan kardiorespirasi, dan komposisi tubuh) (Nieman, 2001)

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani

Beberapa faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan adalah umur, jenis kelamin, genetik, dan latihan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan adalah umur, jenis kelamin, genetik, ras, aktivitas fisik, dan kadar hemoglobin (Johnson & Nelson, 1986).

Tes kesegaran jasmani ACSPFT(Asian Commitee on the Standardization of Physical Fitness Test)merupakan tes kesegaran jasmani di lapangan yang sudah diakui secara internasional dan dibakukan di Asia. Tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesegaran jasmani seseorang. Tes ini relatif murah dan mudah dikerjakan (Depdikbud, 1977).

Tes ACSPFT merupakan rangkaian tes yang terdiri dari (1) Lari 50 meter untuk mengukur kecepatan, (2) Lompat jauh tanpa awalan untuk mengukur gerak eksplosif tubuh/ daya ledak otot, (3) Bergantung angkat badan (putra) atau bergantung siku tekuk (putri) untuk mengukur kekuatan statis dan daya tahan lengan serta bahu, (4) Lari hilir mudik 4 x 10 m untuk mengukur ketangkasan, (5) Baring duduk 30 detik untuk mengukur daya tahan otot-otot perut, (6) Lentuk togok ke muka (forward flexion of trunk) mengukur kelenturan, (7)Lari jauh 800 m (putri) dan 1000 m (putra) untuk mengukur daya tahan kardiorespirasi (Depdikbud, 1977).

2.1.5. Muscular Endurance

Muscular enduranceadalah kemampuan otot untuk berkontraksi berulang-ulang selama waktu tertentu. Muscular endurancemenggambarkan seberapa lama seseorang dapat mempertahankan penggunaan otot tertentu. Salah satu cara seorang profesional untuk mengukur musclar endurance adalah dengan menentukan berat maksimal yang dapat diangkat seseorang sebanyak 20 kali berturut-turut(Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Kemampuan dan ketahanan otot dapat ditingkatkan dengan latihan ketahanan. Latihan ketahanan juga mengacu pada latihan beban dan latihan kekuatan yang dapat diselesaikan dengan mengukur berat, berat badan, atau alat ketahanan seperti pita latihan atau bola latihan. Latihan ketahanan menekan sistem muskuloskeletal tubuh dan mampu membesarkan serat-serat otot serta memperbaiki kontrol saraf terhadap fungsi otot yang pada akhirnya akan membesarkan dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Perkembangan kekuatan otot dan daya tahan ototpada dasarnya ditentukan oleh ukuran otot dan penampang melintang otot, kekuatan otot dan sudut tarikan, dan kecepatan kontraksi otot danproduksi tenaga. Terdapat hubungan yang bermakna antara ukuran otot dan penampang lintangnya,dengan kekuatan otot pada umumnya. Ukuran dan penampang lintang yang lebih besar akan memproduksi tenaga yang lebih besar (Battinelli, 2000).

Musclar endurance membantu menyelesaikan aktivitas sehari-hari dan mengisi kegiatan hiburan tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Selain itu, juga membantu melaksanakan aktivitas, baik aktivitas yang berhubungan dengan jantung-paru seperti naik gunung dan berlari maupun kegiatan yang berhubungan dengan kebugaran otot seperti latihan olahraga maupun sirkuit. Sebenarnya, hanya melakukan aktivitas seperti di atas akan meningkatkan muscular endurance. Latihan musclar endurance memacu adaptasi fisiologis yang meningkatkan kemampuan untuk memperbaharui ATP(Adenosine Triphosphate) lebih efisien dan pada akhirnya mempertahankan kontraksi otot sampai waktu yang lama. Hasil akhirnya akan dapat memainkan snowboard lima kali dibanding sebelumnya dua kali sebelum istirahat, berjalan 3 anak tangga dengan mudah , atau mengambil sampah dengan semangat selama satu jam tanpa mengalami kesulitan. Jadi, latihan ketahanan yang rutin akan meningkatkan musclar endurance (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Latihan ketahanan yang rutin akan meningkatkan performa saat olahraga maupun aktivitas. Kebugaran jasmani yang dicapai lewat latihan ketahanan juga akan mendapat keuntungan yang lain seperti tubuh kuat yang lebih tahan terhadap kelelahan, bergerak lebih cepat, dan sembuh lebih cepat dari sakit atau cedera. Semua yang disebutkan di atas berkontribusi terhadap performa yang lebih baik di olahraga, kegiatan hiburan maupun kegiatan kebugaran lainnya. Latihan ketahanan juga biasa disebut diantara program latihan untuk olahraga dan aktivitas yang berbeda-beda. Oleh karena keuntungannya, orang dewasa yang aktif secara fisik sering menggabungkan beberapa bentuk latihan ketahanan yang membangun kekuatan dan ketahanan pada kelompok otot yang paling penting untuk olahraganya (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

2.1.6. Pengukuran Musclar Endurance

Tes muscular endurancemenilai kemampuan otot untuk berkontraksi selama periode waktu tertentu. Beberapa tes ini harus dilakukan di ruangan dengan alat berat, sedangkan yang lain hanya membutuhkan berat badan untuk ketahanan dan dapat dilakukan dimana saja. Tes muscular endurance secara umum terbagi menjadi dua yaitu: tes 20 RM(repetition maximum) dan tes gerak badan (calisthenic test) (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Tes 20 RM dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa latihan angkat beban. Tes ini menentukan jumlah beban maksimal yang dapat diangkat secara tepat sebanyak 20 kali berturut-turut sebelum otot menjadi lelah untuk mengangkat lagi. Tes ini juga terutama bermanfaat untuk mencapaimusclarendurance yang diinginkan dan mengikuti perkembangannya (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Tes calisthenic adalah latihan yang menggunakan berat badan untuk ketahanan. Tes ini meliputi sit-ups, curl-ups, pull-ups, push-ups, dan flexed arm support atau hang exercises untuk meningkatkan muscular endurance. Masing-masing prosedur untuk latihan di atas berbeda-beda (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Menurut Hopson, Donatelle&Littrell (2008), pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah push-up dan curl-up yang dapat dilakukan dengan cara yang benar.

a. Push-up

Tubuh ditopang dengan posisi push-up dari kedua telapak tangan dan ujung jari kaki. Kedua tangan berada di samping bahu, punggung dan kaki dalam posisi lurus. Mulai dari posisi bawah dengan siku 90 derajat, dada diatas lantai dan dagu hampir menyentuh lantai. Angkat badan sampai lengan lurus dan turunkan tubuh sampai ke posisi awal (dihitung 1 kali). Selesaikan push-up perlahan dan jaga tetap dalam posisi yang benar. Kemudian hitung jumlah push-up yang dilakukan dengan benar semaksimal mungkin tanpa berhenti.

Hasil pengukuran diinterpretasi menurut McArdle W.D. et al, Essentials of Exercise Physiology (2006) untuk laki-laki kelompok umur 18-29 tahun sebagai berikut:

 Sangat baik bila dapat melakukan ≥54 kali  Baik bila dapat melakukan antara 45-53 kali  Cukup bila dapat melakukan antara 35-44 kali  Kurangbila dapat melakukan antara 21-34 kali  Sangat kurang bila dapat melakukan ≤20 kali

Hasil pengukuran untuk anak laki-laki kelompok umur 11-17 tahun diinterpretasi menurut Cooper Institute (2004) sebagai berikut:

 Baik bila dapat melakukan ≥30 kali

 Cukup bila dapat melakukan antara 15-29 kali  Kurangbila dapat melakukan antara ≤14 kali

b. Curl-up

Dua buah striptapeditempatkansejajar antara satu sama lain dengan jarak 10 cm. Tubuh peserta berbaring di atas dengan lengan di samping badan, telapak tangan menghadap lantai, siku lurus, dan jari-jari tangan diluruskan, dan menyentuh strip pertama dari tape. Lutut diangkat membentuk sudut 90 derajat. Mulai irama metronom dengan 50 bpm(beat per minute)yang sama dengan 3 detik per curl-up, atau 25curl-up per menit. Jika sudah siap peserta secara perlahan meratakan punggung bawah mereka dan curl tulang belakang sampai ujung jari menyentuh strip kedua dari tape. Peserta kemudian kembali pada posisi semula dengan bagian belakang kepala menyentuh tangan dari pencatat. Satu curl-up di hitung setiap kali kepala peserta menyentuh tangan dari pencatat dan curl-up tidak dihitung jika tidak menyentuh strip tape yang kedua. Peserta sebaiknya menyelesaikan curl-up sebanyak mungkin tanpa berhenti, dengan maksimum 25. Hitung dan catat jumlah curl-up yang dilakukan peserta.

Kemudian hasil pengukuran diinterpretasi menurut American College of Sports Medicine Guidelines for Exercise Testing and Prescription (2002) untuk laki-laki kelompok umur 18-29 tahun sebagai berikut:

 Sangat baik bila dapat melakukan ≥56 kali  Baik bila dapat melakukan antara 41-55 kali  Cukup bila dapat melakukan antara 32-40 kali  Kurangbila dapat melakukan antara 25-31 kali  Sangat kurang bila dapat melakukan ≤24 kali

Hasil pengukuran untuk anak laki-laki kelompok umur 11-17 tahun diinterpretasi menurut Cooper Institute (2004) sebagai berikut:

 Baik bila dapat melakukan ≥45 kali

 Cukup bila dapat melakukan antara 25-44 kali  Kurangbila dapat melakukan antara ≤24 kali

2.2. Fisiologi Otot

Otot membentuk kelompok jaringan terbesar di tubuh, menghasilkan sekitar separuh dari berat tubuh. Otot rangka saja membentuk sekitar 40% berat tubuh pada pria dan 32% pada wanita, dengan otot polos dan otot jantung membentuk 10% lainnya dari berat total. Meskipun ketiga jenis otot secara struktural dan fungsional berbeda namun mereka dapat diklasifikasikan dalam dua cara berlainan berdasarkan karakteristik umumnya. Pertama, otot dikategorisasikan sebagai lurik atau serat-lintang (otot rangka dan otot jantung) atau polos (otot polos), bergantung pada ada tidaknya pita terang gelap bergantian, atau garis-garis, jika otot dilihat di bawah mikroskop cahaya. Kedua, otot dapat dikelompokkan sebagai volunter (otot rangka) atau involunter (otot jantung dan otot polos), masing-masing bergantung pada apakah otot tersebut disarafi oleh sistem saraf somatik dan berada di bawah kontrol kesadaran, atau disarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak berada di bawah kontrol kesadaran (Sherwood, 2012).

2.2.1. Struktur Otot Rangka

Satu sel otot rangka, yang dikenal sebagai serat otot, adalah relatif besar, memanjang, dan berbentuk silindris, dengan ukuran garis tengah berkisar dari 10 hingga 100 mikrometer dan panjang hingga 750.000 mikrometer, atau 75 centimeter. Otot rangka terdiri dari sejumlah serat otot yang terletak sejajar satu sama lain dan disatukan oleh jaringan ikat. Salah satu gambaran yang mencolok adalah adanya banyak nukleus di sebuah sel otot. Selain itu, juga memiliki banyak mitokondria, organel penghasil energi, seperti yang diharapkan pada jaringan seaktif otot rangka dengan kebutuhan energi yang tinggi (Sherwood, 2012).

Serat otot rangka tampak lurik karena susunan internal yang sangat tertata. Gambaran struktural utama pada sebuah serat otot rangka adalah banyaknya miofibril. Elemen kontraktil khusus ini, yang membentuk 80% volume serat otot, adalah struktur silindris intrasel dengan garis tengah 1 mikrometer dan terbentang di seluruh panjang serat otot. Setiap miofibril terdiri dari susunan teratur elemen-elemen sitoskeleton (filamen tipis dan tebal)yang tertata rapi. Filamen tebal, yang bergaris tengah 12-18 nanometer dan panjang 1,6 mikrometer, terdiri dari protein miosin. Sementara filamen tipis, yang bergaris tengah 5-8 nanometer dan panjang 1 mikrometer, terutama dibentuk oleh protein aktin (Sherwood, 2012).

2.2.1.1. Pita A Dan I

Dilihat dengan mikroskop elektron, sebuah miofibril memperlihatkan pita gelap (pita A) dan pita terang (pita I) bergantian. Pita pada semua miofibril tersusun sejajar satu sama lain yang secara kolektif menghasilkan gambaran lurik serat otot rangka seperti terlihat di bawah mikroskop cahaya. Tumpukan filamen tebal dan tipis bergantian yang sedikit tumpang tindih satu sama lain berperan menghasilkan gambaran pita A dan I (Sherwood, 2012).

Pita A dibentuk oleh tumpukan filamen tebal bersama dengan sebagian filamen tipis yang tumpang tindih di kedua ujung filamen tebal. Filamen tebal hanya terletak di dalam pita A dan terbentang di seluruh lebarnya, yaitu kedua ujung filamen tebal di dalam suatu tumpukan mendefinisikan batas luar suatu pita A. Daerah yang lebih terang di tengah pita A, tempat yang tidak dicapai filamen

tipis, adalah zona H. Hanya bagian tengah filamen tebal yang ditemukan di bagian ini. Suatu sistem protein penunjang menahan filamen-filamen tebal vertikal di dalam setiap tumpukan. Protein-protein ini dapat dilihat sebagai garis M, yang berjalan vertikal di bagian tengah pita A di dalam bagian tengah zona H (Sherwood, 2012).

Pita I terdiri dari bagian filamen tipis sisanya yang tidak menjulur ke dalam pita A. Di bagian tengah setiap pita I terlihat suatu garis vertikal padat garis Z. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer, yaitu unit fungsional otot rangka. Unit fungsional setiap organ adalah komponen terkecil yang dapat melakukan semua fungsi organ tersebut. Oleh karena itu, sarkomer adalah komponen terkecil serat otot yang dapat berkontraksi. Garis Z adalah lempeng sitoskeleton gepeng yang menghubungkan filamen tipis dua sarkomer yang berdekatan. Setiap sarkomer dalam keadaan lemas memiliki lebar sekitar 2,5 mikrometer dan terdiri dari satu pita A utuh dan separuh dari masing-masing dua pita I yang terletak di kedua sisi. Pita I mengandung hanya filamen tipis dari dua sarkomer yang berdekatan tetapi bukan panjang keseluruhan filamen-filamen ini (Sherwood, 2012).

Gambar 2.1. Tingkat organisasi di sebuah otot rangka. (a) Pembesaran potongan melintang sebuah otot utuh. (b) Pembesaran sebuah miofibril di dalam suatu serat otot. (c) Komponen sitoskeleton sebuah miofibril. (d) Komponen protein filamen tebal dan tipis.

Sumber: Sherwood, 2012 2.2.1.2. Jembatan Silang

Dengan mikroskop elektron, dapat dilihat adanya jembatan silang halus terbentang dari masing-masing filamen tebal menuju filamen tipis sekitar di tempat di mana filamen tebal dan tipis bertumpang tindih. Secara tiga dimensi, filamen tipis tersusun secara heksagonal di sekitar filamen tebal. Jembatan silang

menonjol dari masing-masing filamen tebal di keenam arah menuju filamen tipis di sekitarnya. Setiap filamen tipis, sebaliknya, dikelilingi oleh tiga filamen tebal (Sherwood, 2012).

2.2.1.3. Filamen Tebal

Setiap filamen tebal memiliki beberapa ratus molekul miosin yang dikemas dalam susunan spesifik. Molekul miosin adalah suatu protein yang terdiri dari dua subunit identik, masing-masing berbentuk seperti stik golf. Bagian ekor protein saling menjalin seperti batang-batang stik golf yang dipilin satu sama lain, dengan dua bagian globular menonjol di satu ujung. Kedua paruh masing-masing filamen tebal adalah bayangan cermin yang dibentuk oleh molekul-molekul miosin yang terletak memanjang dalam susunan bertumpuk teratur dengan ekor mengarah ke bagian tengah filamen dan kepala globular menonjol keluar pada interval teratur. Kepala-kepala ini membentuk jembatan silang antara filamen tebal dan tipis. Setiap jembatan silang memiliki dua tempat penting yang penting bagi proses kontraksi yaitu suatu tempat untuk mengikat aktin dan suatu tempat miosin ATPase (pengurai ATP) (Sherwood, 2012).

2.2.1.4. Filamen Tipis

Aktin adalah komponen struktural utama filamen tipis yang berbentuk bulat. Filamen tipis terdiri dari tiga protein: aktin, tropomiosin, troponin. Tulang punggung filamen tipis dibentuk oleh molekul-molekul aktin yang disatukan menjadi dua untai dan saling berpuntir, seperti dua untai kalung mutiara yang dipilin satu sama lain. Setiap molekul aktin memiliki suatu tempat pengikatan khusus untuk melekatnya jembatan silang miosin. Pengikatan molekul miosin dan aktin di jembatan silang menyebabkan kontraksi serat otot yang memerlukan energi. Karena itu, miosin dan aktin sering disebut protein kontraktil, meskipun, baik miosin maupun aktin, sebenarnya tidak berkontraksi (memendek). Miosin dan aktin tidak khas untuk sel otot tetapi kedua protein ini lebih banyak dan lebih teratur di sel otot (Sherwood, 2012)

Gambar 2.2. Langkah-langkah yang terlibat dalam kontraksi dan relaksasiotot rangka.

Sumber: Martini, 2012

Proses yang mengakhiri kontraksi dimulai dengan pemecahan asetilkolin oleh enzim asetilkolinesterase yang juga mengakhiri potensial aksi yang terbentuk di sarkolema. Retikulum sarkoplasma mereabsorpsi ion kalsium dan konsentrasi ion kalsium di sarkoplasma menurun. Ketika konsentrasi ion kalsium mencapai level istirahat normal, kompleks troponin-tropomiosin kembali ke posisi semula. Perubahan ini melindungi kembali tempat aktif dan mencegah interaksi jembatan silang lebih jauh. Tanpa interaksi jembatan silang, tarikan yang lebih jauh tidak akan mencapai sasarannya dan kontraksi berakhir. Relaksasi otot terjadi dan otot kembali secara pasif ke posisi awal (Martini, 2012).

2.2.2. Kontraksi Otot Rangka

Berdasarkan Martini (2012) dalam gambar 2.2 dijelaskan langkah-langkah dalam proses kontraksi dan relaksasi otot rangka. Proses kontraksi dimulai di NMJ (neuromuscular junction). Asetilkolin dilepas oleh ujung sinaps yang berikatan dengan reseptor di sarcolemma. Perubahan pada potensial antar membran serat otot menghasilkan potensial aksi yang menyebar melewati permukaan serat otot dan sampai ke tubulus T. Retikulum sarkoplasma mengeluarkan ion kalsium yang meningkatkan konsentrasi kalsium sarkoplasma baik di dalam maupun sekitar sarkomer. Ion kalsium berikatan dengan troponin menyebabkan perubahan orientasi dari kompleks troponin-tropomiosin yang membuka tempat aktif aktin. Jembatan silang terjadi saat kepala miosin berikatan dengan tempat aktif pada aktin. Kontraksi dimulai sebagai perulangan siklus dari ikatan, putaran, maupun terjadi perlekatan jembatan silang yang dibantu oleh hidrolisis dari ATP. Proses ini mengakibatkan filamen tertarik dan serat otot memendek.

2.2.3. Jenis Kontraksi Otot Rangka

Dua jenis utama kontraksi yang bergantung pada apakah panjang otot berubah selama berkontraksi adalah isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, tegangan otot tidak berubah sementara panjang otot berubah. Pada kontraksi isometrik, otot tidak dapat memendek sehingga terbentuk tegangan dengan panjang otot tetap. Proses-proses internal yang sama terjadi baik pada kontraksi isotonik maupun isometrik: eksitasi otot mengaktifkan proses kontraktil pembentuk tegangan, jembatan silang mulai bersiklus, dan pergeseran filamen memperpendek sarkomer, yang meregangkan komponen seri elastik untuk menghasilkan gaya di tulang tempat insersi otot (Sherwood, 2012).

Terdapat dua jenis kontraksi isotonik yaitu konsentrik dan eksentrik. Pada keduanya, panjang otot berubah pada tegangan konstan. Namun, pada kontraksi konsentrik, otot memendek sementara pada kontraksi eksentrik otot memanjang, karena diregangkan oleh suatu gaya eksternal selagi berkontraksi. Pada kontraksi eksentrik, aktivitas kontraktil menahan peregangan. Salah satu contoh adalah

menurunkan suatu beban ke lantai. Selama tindakan ini, serat-serat otot biseps memanjang tetapi tetap berkontraksi untuk melawan peregangan. Tegangan ini menopang berat badan (Sherwood, 2012).

2.2.4. Sumber Energi Dan Metabolisme

Kontraksi otot membutuhkan energi dan otot disebut sebagai mesin yang mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik. Sumber energi yang cepat berasal dari ATP dan dibentuk dari metabolisme karbohidrat dan lemak. ATP dibentuk kembali dari ADP dengan menambahkan gugus fosfat. Sebagian energi untuk reaksi endoterm ini berasal dari pemecahan dari glukosa menjadi CO2 dan H2O, tetapi ada juga dalam otot lain senyawa fosfat berenergi tinggi yang memberi energi untuk waktu yang singkat. Senyawa ini adalah phosphorylcreatine, yang dihidrolisis menjadi kreatin dan gugus fosfatyang menghasilkan banyak energi. Saat istirahat, sebagian ATP di mitokondria mengubah fosfat menjadi kreatin sehingga cadangan phosphorylcreatinemeningkat. Selama aktivitas, phosphorylcreatinedihidrolisis antara penghubung kepala miosin dan aktin, yang membentuk ATP dari ADP dan akhirnya kontraksi dapat berlanjut (Barrett et al., 2012).

Saat istirahat dan selama latihan ringan, otot menggunakan lemak dalam bentuk asam lemak bebas (free fatty acid) sebagai sumber energi. Semakin meningkat intensitas latihan, energi yang hanya dari lemak tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan akhirnya menggunakan karbohidrat sebagai komponen utama dalam campuran energi otot. Jadi, selama latihan, banyak energi dari phosphorylcreatinedan resintesis ATP berasal dari pemecahan glukosa menjadi CO2 dan H2O (Barrett et al., 2012).

Glukosa dalam darah masuk ke dalam sel, dimana glukosa didegradasikan melewati rangkaian reaksi kimia membentuk piruvate. Sumber lain dari glukosa intrasel adalah glikogen yang merupakan polimer karbohidrat yang terutama melimpah di hati mupun otot skeletal. Ketika O2 terpenuhi, piruvate masuk siklus asam sitrat dan dimetabolisme melewati siklus yang disebut jalur enzim pernafasan membentuk CO2 dan H2O. Proses ini disebut glikolisis

aerobik. Metabolisme dari glukosa dan glikogen menjadi CO2 dan H2O membentuk sejumlah besar ATP dari ADP (Adenosine Difosfat). Jika persediaan O2 tidak mencukupi, piruvat yang dibentuk dari glukosa tidak dapat masuk ke siklus asam trikarboksilat tapi direduksi membentuk laktat. Proses ini disebut

Dokumen terkait