• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Muscular Endurance pada Pemain Sepak Bola di Beberapa Klub Sepak Bola Kota Medan Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Muscular Endurance pada Pemain Sepak Bola di Beberapa Klub Sepak Bola Kota Medan Tahun 2015"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Wirianto

Tempat/ Tanggal lahir : Medan / 19 Juni 1993

Agama : Buddha

Alamat : Jl. Sutomo Baru No.70

Medan 20230

Riwayat Pendidikan : 1.SD Trinitas 1999

2. SMP Trinitas 2005

3. SMAN 1 Cikarang Utara 2008 4. Fakultas Kedokteran USU 2012

Riwayat Pelatihan : 1. Seminar dan Workshop Basic Life Support &Traumatology

2.Seminardan Symposium Medan Emergency Meeting

Riwayat Organisasi : 1. Tim Bantuan Medis Fakultas Kedokteran USU periode 2013/2014

2. Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU periode 2013/2014

3. Bakti Sosial Keluarga Mahasiswa Buddhis USU tahun 2014

4. Bakti Sosial MIND FK USU tahun2015

(2)

PENJELASAN MENGENAI PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi/siang Bapak/Abang/Saudara sekalian

Nama saya Wirianto dan akan melakukan penelitian dengan

judul:Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Muscular Endurance pada Pemain Sepak Bola di Beberapa Klub Sepak Bola Kota Medan Tahun

2015.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara

indeks massa tubuh dengan muscular endurance pada pemain sepak bola

di beberapa klub sepak bola Kota Medan Tahun 2015.

Dengan diketahuinya Hubungan antara indeks massa tubuh dengan

muscular endurance maka peneliti mengharapkan hasil penelitian ini

dapat menjadi masukan dan informasi bagi pemain dan klub yang diteliti

agar dapat meningkatkan prestasi atlet kedepannya.

Jika Bapak/Abang/Saudara bersedia mengikuti penelitian ini dan

penelitian lainnya yang terkait maka akan dilakukan pemeriksaan

terhadap Bapak/Abang/Saudara dengan cara melakukan wawancara dan

melakukan beberapa test terkait muscular endurance nantinya.

Kami sangat mengharapkan keikutsertaan Bapak/Abang/Saudara dalam

penelitian ini, karena selain bermanfaat untuk diri sendiri, juga bermanfaat

untuk orang lain.

Selama penelitian ini, Bapak/Abang/Saudaratidak dibebankan biaya

apapun. Semua data/keterangandari Bapak/Abang/Saudara bersifat

rahasia,tidak diketahui orang lain. Apabila keberatan,

(3)

Jika sudah mengerti dan bersedia mengikuti penelitian ini maka

Bapak/Abang/Saudara dapat mengisi lembar persetujuan (Informed

Consent).

Tes endurance yang akan dilakukan diatas pada lazimnya tidak akan menimbulkan hal yang berbahaya bagi Bapak/Abang/Saudara sekalian,

namun bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh

perlakuan penelitian ini, maka Bapak/Abang/Saudara dapat menghubungi

saya.

Nama : Wirianto

Alamat kantor : Jl. Dr. T. Mansur No.5, Medan 20155

Telp: (061) 8211045

Alamat rumah : Jl. Sutomo Baru No.70, Medan

Telp: 081333607619

Demikian penjelasan ini saya sampaikan, kiranya hasildari penelitian ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan,14 Juni 2015

Peneliti,

(Wirianto)

(4)

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

(INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Alamat :

No.Telp./ HP :

Setelah mempelajari dan mendapatkan penjelasan yang

sejelas-jelasnya mengenai penelitian yang berjudul Hubungan Indeks Massa

Tubuh dengan Muscular Endurance pada Pemain Sepak Bola di

Beberapa Klub Sepak Bola Kota Medan Tahun 2015, dan setelah

mengetahui dan menyadari sepenuhnya risiko yang mungkin terjadi,

dengan ini saya menyatakan bahwa saya bersedia dengan sukarela

menjadi subjek penelitian tersebut dan patuh akan ketentuan-ketentuan

yang dibuat peneliti. Jika sewaktu-waktu ingin berhenti, saya berhak untuk

tidak melanjutkan mengikuti penelitian ini tanpa ada sanksi apapun.

Yang menyatakan, Peneliti

( ) (Wirianto)

(5)

( )

(6)

RINCIAN TAKSIRAN BIAYA PENELITIAN

1. Biaya sewa metronome, timbangan berat badan,

dan pengukur tinggi badan Rp. 300.000.-

2. Biaya tape untuk strip di lantai Rp. 50.000.-

3. Biaya transportasi Rp. 200.000.-

4. Biaya ATK Rp. 500.000.-

5. Biaya untuk subjek penelitian 90 orang @ Rp. 50.000.- Rp.4.500.000.- Jumlah Rp. 5.550.000.-

(7)

HASIL OUTPUTSPSS

A. Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

Statistics

Umur

N Valid 59

Missing 0

Mean 16,29

Std. Deviation 3,454

Minimum 11

Maximum 33

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

11 1 1,7 1,7 1,7

13 4 6,8 6,8 8,5

14 15 25,4 25,4 33,9

15 16 27,1 27,1 61,0

16 4 6,8 6,8 67,8

17 2 3,4 3,4 71,2

18 3 5,1 5,1 76,3

19 4 6,8 6,8 83,1

20 6 10,2 10,2 93,2

21 1 1,7 1,7 94,9

22 1 1,7 1,7 96,6

24 1 1,7 1,7 98,3

33 1 1,7 1,7 100,0

(8)

B. Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan, Indeks Massa Tubuh, dan Jumlah Push-up

bbkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

40-50 16 27,1 27,1 27,1

51-60 21 35,6 35,6 62,7

61-70 16 27,1 27,1 89,8

71-80 6 10,2 10,2 100,0

Total 59 100,0 100,0

Imtkel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

bb kurang 17 28,8 28,8 28,8

Normal 31 52,5 52,5 81,4

bb lebih 5 8,5 8,5 89,8

Obes 6 10,2 10,2 100,0

Total 59 100,0 100,0

Statistics

BeratBadan

N Valid 59

Missing 0

Mean 57,97

Std. Deviation 10,453

Minimum 40

(9)

Statistics

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

(10)

imtkel2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

bb kurang 1 5,9 5,9 5,9

normal 10 58,8 58,8 64,7

bb lebih 4 23,5 23,5 88,2

obes 2 11,8 11,8 100,0

Total 17 100,0 100,0

pushupkel2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

baik 1 5,9 5,9 5,9

cukup 2 11,8 11,8 17,6

kurang 7 41,2 41,2 58,8

sangat kurang 7 41,2 41,2 100,0

Total 17 100,0 100,0

situpkel2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

baik 1 5,9 5,9 5,9

cukup 8 47,1 47,1 52,9

kurang 7 41,2 41,2 94,1

sangat kurang 1 5,9 5,9 100,0

(11)

Pushupklmpok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

sangat baik 1 5,3 5,3 5,3

Baik 3 15,8 15,8 21,1

cukup baik 6 31,6 31,6 52,6

Cukup 2 10,5 10,5 63,2

Kurang 4 21,1 21,1 84,2

sangat kurang 3 15,8 15,8 100,0

Total 19 100,0 100,0

C. Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan Jumlah Push-upyang Dikelompokkan.

Imtdikel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

<23 12 63,2 63,2 63,2

>23 7 36,8 36,8 100,0

Total 19 100,0 100,0

Pushupdikel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

<24 9 47,4 47,4 47,4

>24 10 52,6 52,6 100,0

(12)

D. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Muscular Endurance

a. 8 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum

(13)

Chi-Square Tests

a. 10 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum

expected count is ,07.

imtdikel

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

kurang 8 47,1 47,1 47,1

cukup 9 52,9 52,9 100,0

(14)

imtdikel * pushupdikel Crosstabulation

Continuity Correctionb ,553 1 ,457

Likelihood Ratio 2,953 1 ,086

a. 3 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,06.

b. Computed only for a 2x2 table

(15)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square ,701a 1 ,402

Continuity Correctionb ,108 1 ,742

Likelihood Ratio ,712 1 ,399

Fisher's Exact Test ,620 ,373

Linear-by-Linear

Association

,660 1 ,417

N of Valid Cases 17

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,82.

(16)

LAMPIRAN 6

(17)

LAMPIRAN 7

(18)

LAMPIRAN 8

TABEL DATA INDUK

Nama Umur(tahun)

Berat

Badan(kg) TinggiBadan(m) IMT(kg/m2) Push-up(kali) Sit-up(kali)

(19)

KK 14 43 1,53 18,36900337 15 26

LL 14 43 1,57 17,44492677 19 29

MM 14 58 1,75 18,93877551 36 30

NN 15 42 1,56 17,25838264 22 39

OO 17 52 1,63 19,57168128 23 27

PP 17 65 1,74 21,46915048 30 37

QQ 18 64 1,79 19,97440779 17 31

RR 18 56 1,745 18,39065361 14 29

SS 18 65 1,72 21,97133586 27 29

TT 19 61 1,64 22,67995241 20 30

UU 19 64 1,74 21,13885586 53 26

VV 19 69 1,69 24,15881797 30 33

WW 19 69 1,82 20,83081753 30 34

XX 20 64 1,74 21,13885586 22 37

YY 20 65 1,8 20,0617284 19 36

ZZ 20 69 1,74 22,79032897 34 41

AAA 20 75 1,79 23,40750913 17 20

BBB 20 74 1,72 25,01352082 25 32

CCC 20 60 1,66 21,77384236 35 32

DDD 21 73 1,7 25,25951557 13 36

EEE 22 57 1,72 19,26717144 35 28

FFF 24 70 1,715 23,79960731 12 27

(20)

Adisapoetra, S.Z., Primana D.A., Asim., et al., 1999. Panduan Teknis Tes dan Latihan. Jakarta: Seminar dan Widyakarya Nasional Olahraga dan Kesegaran Jasmani.

Bangsbo, J., 1994. Energy Demands in Competitive Soccer. J. Sports Sci., 12(special no):S5–12.

Barrett, K.E., Barman, S.M., Boitano, S., Brooks, H.L., 2012. Ganong’s Review of Medical Physiology. 24th ed. New York: McGraw-Hill.

Battinelli, T., 2000. Physique, Fitness, and Performance. Florida: CRC Press Centers for Disease Control and Prevention, 2011. Anthropometry Procedures

Manual. USA: Centers for Disease Control and Prevention. Available from:

http://www.cdc.gov/nchs/nhanes/nhanes2011-2012/current_nhanes_11_12.htm. [Diakses 30 Mei 2015]

Cooper Institute, 2004. Fitnessgram/Activitygram Test Administration Manual. 4th ed. Texas: Human Kinetics.

Delmonico, M.J., Harris, T.B., Visser, M., Park, S.W., Conroy, M.B., Velasquez-Mieyer, P., 2009. Longitudinal Study of Muscle Strength, Quality, and Adipose Tissue Infiltration. Am. J. Clin. Nutr, 90:1579–1585.

Helgerud, J., Engen, L.C., Wisløff, U., Hoff, J., 2001. Aerobic Endurance Training Improves Soccer Performance. Med. Sci. Sports Exerc., 33: 1925- 1931.

Helgerud, J., Engen, L.C., Wisløff, U.,et al., 2001. Aerobic Endurance Training Improves Soccer Performance. Med. Sci. Sports Exerc., 33: 1925-1931. Hoff, J., Helgerud, J., 2003. Maximal Strength Training Enhances Running

Economy and Aerobic Endurance Performance. In: Hoff, J., Helgerud, J. T., ed. Football(Soccer).New Developments in Physical Training Research. Norway: Norwegian University of Science and Technology, 37-53.

Hoff, J., Helgerud, J., 2004. Endurance and Strength Training for Soccer Players. Physiological considerations. A review. Sports Med, 34: 165-180.

(21)

Hyde, C.L., 2002. Fitness Instructor Training Guide. 4th ed. Westmark Drive: Kendall Hunt

Johnson, B., Nelson, J., 1986. Practical Measurements for Evaluation in Physical Education. 4thed. New York: Macmillan Publishing Company.

Martini, F.H., 2012. Fundamentals of Anatomy & Physiology. 9th ed. USA: Benjamin Cummings.

McArdle, W.D., Katch, F.I., Katch, V.L., et al., 2006. Essentials of Exercise Physiology. 3rd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Miyatake, N., Nishikawa, H., Fujii, M., 2001. Clinical Evaluation of Physical Fitness in Male Obese Japanese. Chin Med J, 114(7): 707-710.

Muchtar, R., 1992. Olahraga Pilihan Sepak Bola. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependudukan.

Nieman, D., 2001. The Exercise Test As a Component of the Total Fitness Evaluation. Primary Care Clinics in Office Practice, 28:1-13.

Norman, K., Stobäus, N., Gonzalez,M. C., Schulzke, J., Pirlich, M., 2011. Hand Grip Strength: Outcome Predictor and Marker of Nutritional Status. Clinical Nutrition, 30: 135-142.

Penggalih, M.H.S.T. dan Huriyati, E., 2007. Gaya Hidup, Status Gizi dan Stamina Atlet pada Sebuah Klub Sepakbola. Berita Kedokteran Masyarakat, 23 (4): 192-199.

Permaesih, D., Rosmalina, Y., Moeloek, D., dan Herman, S., 2001. Cara Praktis Pendugaan Tingkat Kesegaran Jasmani. Buletin Penelitian Kesehatan, 4: 174-183.

Pralhadrao, U., Satyanarayana, P.,Shisode-Lad, S., Chaitanya, C., Kumari, N.R., 2013. A Study on the Correlation Between the Body Mass Index (BMI), the Body Fat Percentage, the Handgrip Strength and the Handgrip Endurance in Underweight, Normal Weight and Overweight Adolescents. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 7(1): 51-54.

(22)

SLTP dan Remaja Berusia Setingkat SLTP. Jakarta: Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan.

Reilly, T., Ball, D., 1984. The Net Physiological Cost of Dribbling a Soccer Ball. Res. Q Exerc. Sport, 55: 267-271.

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2011. Pemilihan Uji Hipotesis. In: Ghazali, M.V., Sastromihardjo, S., Soedjarwo, S.R., Soelaryo, T., Pramulyo, H.S., ed. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi 4. Jakarta: Sagung Seto. Hal. 338-341.

Sherwood, L., 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta: EGC. Steen, S.N., 2000. Nutritional Strategies for Improving Body Mass and Strength.

Gatorade Sports Science Institute.

Støren, Ø., Helgerud, J., Støa, E.M., Hoff, J.,2008. Maximal Strength Training Improves Running Economy in Distance Runners. Med. Sci. Sports Exerc., 40: 1089-1094.

Sugondo, S., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Utari, A., 2007. Hubungan Indeks Massa Tubuh Dengan Tingkat Kesegaran Jasmani pada Anak Usia 12-14 Tahun. Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro, Semarang: 60-79.

Utoro, B.F., Dieny, F.F., 2011. Pengaruh Penerapan Carbohydrate Loading Modifikasi Terhadap Kesegaran Jasmani Atlet Sepak Bola. Fakultas

Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta Timur: Bamboedoea Communication.

William, M.H., 2005. Nutrition for Health, Fitness and Sport. Edisi ke-7. New York: Mc.Graw-Hill

World Health Organization, 2004. BMI Classification. Geneva: Worlh Health Organization.

(23)

World Health Organization, 2011. BMI Classification. Geneva: Worlh Health Organization.

Available from: http://apps.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html. [Diakses 9 Mei 2015]

(24)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibahas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Indeks Massa Tubuh Muscular Endurance Berat

Badan

Tinggi Badan

Aktivitas Fisik Genetik Nutrisi

Jenis Kelamin Ras

Usia

Tidur dan Istirahat Gaya hidup

Performa Atlet

(25)

3.2. Definisi Operasional No Variabel Definisi

Operasional kelompok yaitu <23 (IMT kurang dan normal) dan ≥23 (IMT berlebih dan obes).

2. Muscular

(26)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalahcross sectional study (studi potong lintang).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa klub sepakbola maupun sekolah sepak bola di kota Medan. Lokasi yang dipilih adalah tempat berlatih pemain masing-masing klub sepak bola.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama lebih kurang 6 bulan yang berlangsung sejak bulan Juli 2015 hingga Desember 2015.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah 1klub sepakbola yaitu Thamrin Graha Metropolitan (TGM) dan 3 sekolah sepak bola (SSB) diantaranya Tasbih, Medan Internatinal School, dan Gumarang yang terdiri dari 59 orang pemain.

4.3.2. Sampel

(27)

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalampemilihan sampel penelitian ini adalah :

1. Kriteria Inklusi

a. sehat secara fisik, mental, maupun sosial b. berusia antara 10-35 tahun

c. tidak menderita cedera atau sakit berat yang membutuhkan perawatan di rumah sakit

d. menjalani latihan rutin bersama klubnya

e. profesional, minimal 2 tahun sebagai pemain sepakbola

f. bersedia menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan setelah penjelasan (informed consent).

2. Kriteria Eksklusi

a. Mengalami sakit atau cedera saat pengambilan data. b. Merokok maupun meminum alkohol

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling yaitu melibatkan seluruh pemain dari 1 klub sepak bola yaitu Thamrin Graha Metropolitan (TGM) dan 3 sekolah sepak bola (SSB) diantaranya Tasbih, Medan Internatinal School, dan Gumarang yang terdiri dari 59 orang pemain. Pengambilan sampel dilakukan secara accidental sampling yaitu dilakukan dengan mengambil pemain yang ada di 4 klub tersebut yang secara kebetulan ada pada saat dilaksanakan tes terhadap pemain.

4.4. Metode Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

(28)

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data mengenai jumlah pemain sepakbola di tiap-tiap klub sepakbola.

4.4.3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk penelitian ini adalah timbangan SEBA,microtoa,informed consent, metronom yang diset 40 bpm, alas empuk atau matras,kertas pengamatan dan alat tulis.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisa Data 4.5.1. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan langkah – langkah sebagai berikut: (1) editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data; (2) coding,

data yang telah terkumpul dikoreksi, kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer; (3) entry, data tersebut dimasukkan ke dalam program komputer; (4) cleaning data, pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data; (5) saving, penyimpanan data untuk siap dianalisis; dan (6) analisis data (Wahyuni, 2007).

4.5.2. Analisa Data

Data kemudian diolah dengan menggunakan progam komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution) dan disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dan muscle endurance pada beberapa klub sepakbola di kota Medan.

Analisa data yang dimaksud adalah analisa bivariat. Analisa bivariat digunakan untuk menyatakan analisis terhadap dua variabel, yaitu variabel dependen dan variabel independen. Pada analisa bivariatdigunakan uji Chi-Squarekarena seluruh variabel dependen dan independen merupakan data

(29)

uji Chi-Square maka akan digunakan uji Fisher Exact. Bivariat yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut:

1. Variabel dependent yang dimaksud adalah indeks massa tubuh dengan skala variabel kategori (ordinal).

(30)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di empat lokasi. Pertama, pengambilan data dilakukan di lapangan sepak bola tempat berlatih klub sepak bola Thamrin Graha Metropolitan (TGM) yang berlokasi di Jalan Kapten Sumarsono Komplek Graha Metropolitan, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Klub Thamrin Graha Metropolitan ini berdiri pada tahun 2002 hingga sekarang. Kedua, pengambilan data dilakukan di Sekolah Sepak Bola Tasbih (SSB) Tasbih yang berlokasi di lapangan sepak bola Komplek Perumahan Taman Setia Budi Indah, Jalan Setiabudi Blok D, Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan. Ketiga, pengambilan data dilakukan di Sekolah Sepak Bola Medan International School yang berlokasi di Jalan Tali Air No. 5, Kelurahan Mangga, Kecamatan Medan Tuntungan. Keempat, pengambilan data dilakukan di Sekolah Sepak Bola Gumarang yang bersekretariat di Jalan Ismaliyah Gg. Rahayu No. 1. Jumlah subjek penelitian yang terlibat dalam penelitian ini adalah 59 orang.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

(31)

5.1.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian Secara Keseluruhan

Berdasarkan umur, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut: Tabel 5.1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur

(32)

Berdasarkan berat badan, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 5.2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan

Berat Badan Frekuensi SPSS didapatkan rata-rata berat badan pemain sepak bola ini adalah 57,97 kg (SD 10,453).

Setiap subjek penelitian yang berpartisipasi diukur berat badan dan tinggi badannya kemudian dihitung indeks massa tubuh (IMT) masing-masing subjek dengan menggunakan rumus IMT. Berdasarkan indeks massa tubuh, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 5.3. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan IMT IMT

(33)

normal.Setelah diolah dengan program SPSS didapatkan rata-rata IMT pemain sepak bola ini adalah 20,54 (SD 2,78).

Setelah dianalisa secara keseluruhan, peneliti mengelompokkan subjek berdasarkan kategori muscle endurance menjadi dua kelompok agar bisa dianalisa lebih lanjut. Kelompok yang akan dianalisa adalah kelompok usia 11-17 tahun

dan kelompok usia ≥18 tahun.

5.1.2.2 Karakteristik Subjek Penelitian Kelompok Usia 11-17 tahun

Berdasarkan indeks massa tubuh, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 5.4. Distribusi Subjek Penelitian Kelompok 11-17 Tahun Berdasarkan IMT penelitian memiliki IMT yang normal.

(34)

Tabel 5.5. Distribusi Subjek Penelitian Kelompok 11-17 Tahun Berdasarkan

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa muscular endurance yang dihitung dari jumlah push-up yang dapat dilakukan,kelompok kategori cukup memiliki persentase paling besar yaitu sebanyak 26 orang (61,9%), kemudian diikuti oleh muscular endurance yang dikategorikan kurang sebanyak 14 orang (33,3%), dan

muscular endurance yang paling sedikit persentasenya merupakan kategori baik

sebanyak 2 orang (4,8%).

Tabel 5.6. Distribusi Subjek Penelitian Kelompok 11-17 Tahun Berdasarkan Muscular Endurance(Jumlah Curl-up)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa muscular endurance yang dihitung dari jumlah curl-up yang dapat dilakukan, kelompok kategori cukup memiliki persentase paling besar yaitu sebanyak 35 orang (83,3%), kemudian diikuti oleh muscular endurance yang dikategorikan baik sebanyak 4 orang (9,5%), dan

muscular endurance yang paling sedikit persentasenya merupakan kategori

(35)

5.1.2.3 Karakteristik Subjek Penelitian Kelompok Usia ≥18 tahun

Berdasarkan indeks massa tubuh, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 5.7. Distribusi Subjek Penelitian Kelompok ≥18 tahunBerdasarkan IMT

Dari tabel di atas didapatkan bahwa subjek penelitian kelompok ≥18 tahun yang memiliki IMT normal ada 10 orang (58,8%), subjek dengan IMT kurang ada 1 orang (5,9%), subjek dengan berat badan berlebih ada 4 orang (23,5%) dan subjek dengan obes I ada 2 orang (11,8%). Mayoritas dari subjek penelitian memiliki IMT yang normal.

Setiap subjek penelitian akan dinilai muscle endurance berdasarkan jumlah push-up dan curl-up yang dapat dilakukannya.Berdasarkan muscular endurance, didapatkan sebaran subjek penelitian sebagai berikut:

(36)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa muscular endurance yang dihitung dari jumlah push-up yang dapat dilakukan, kelompok kategori kurang dan sangat kurang memiliki persentase paling besar yaitu masing-masing sebanyak 7 orang (41,2%), kemudian diikuti oleh muscular endurance yang dikategorikan cukup sebanyak 2 orang (11,8%), dan muscular endurance yang paling sedikit persentasenya merupakan kategori baik sebanyak 1 orang (5,9%).

Tabel 5.9. Distribusi Subjek Penelitian Kelompok ≥18 tahunBerdasarkan Muscular Endurance(Jumlah Curl-up)

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa muscular endurance yang dihitung dari jumlah curl-up yang dapat dilakukan, kelompok kategori cukup memiliki persentase paling besar yaitu sebanyak 8 orang (47,1%), kemudian diikuti oleh muscular endurance yang dikategorikan kurang sebanyak 7 orang (41,2%), dan

muscular endurance yang paling sedikit persentasenya merupakan kategori baik

dan sangat kurangmasing-masing sebanyak 1 orang (5,9%).

5.1.3. Hasil Analisa Data

Peneliti melakukan analisa statistik terhadap kedua kelompok usia yang telah dibagi di atas untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh dengan muscle endurance kelompok usia 11-17 tahun dan kelompok usia ≥18 tahun.

(37)

Tabel 5.10. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Muscular Endurance(Jumlah Push-Up) Pada Kelompok 11-17 Tahun

IMT

Berdasarkan tabel 5.10. dapat dilihat bahwa jumlah subjek dengan indeks massa tubuh kurang berjumlah 16 orang, dengan 12 diantaranya memiliki muscle endurance kategori cukup, 4 orang dengan muscle endurance kategori kurang dan

tidak ada yang dalam kategori baik. Sementara itu, subjek yang memiliki indeks massa tubuh normal ada 21 orang dengan 14 diantaranya memiliki muscle endurance kategori cukup, 5 orang dengan kategori kurang, dan 2 orang dengan

muscle endurance kategori baik. Untuk subjek dengan indeks massa tubuh

berlebih ada 1 orang dengan kategori muscle endurance kurang. Subjek dengan indeks massa tubuh obesitas ada 4 orang dengan kategori muscle endurance kurang.

Hasil uji statistik Chi-Squaredidapatkan nilai p-value<0,05 (p=0,040) maka hipotesis nol dalam penelitian ini ditolakyang menunjukkan bahwa ada hubunganantara indeks massa tubuh dengan muscular endurance(jumlah push-up).

Tabel 5.11. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Muscular Endurance(Jumlah Curl-Up) Pada Kelompok 11-17 Tahun

(38)

Berdasarkan tabel 5.11. dapat dilihat bahwa jumlah subjek dengan indeks massa tubuh kurang berjumlah 16 orang, dengan semua subjek memiliki muscle endurance kategori cukup. Sementara itu, subjek yang memiliki indeks massa

tubuh normal ada 21 orang dengan 16 diantaranya memiliki muscle endurance kategori cukup, 2 orang dengan kategori kurang, dan 3 orang dengan muscle endurance kategori baik. Untuk subjek dengan indeks massa tubuh berlebih ada 1

orang dengan kategori muscle endurance cukup. Subjek dengan indeks massa tubuh obesitas ada 4 orang dengan masing-masing 1 orang ada pada kategori muscle endurance baik dan kurang serta 2 orang pada kategori cukup.

Hasil uji statistik Chi-Squaredidapatkan nilai p-value>0,05 (p=0,275) maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterimayang menunjukkan bahwa tidak ada hubunganantara indeks massa tubuh dengan muscular endurance(jumlah curl-up).

b. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Muscular Endurance

Pada Subjek Penelitian Kelompok Usia ≥18 Tahun

Untuk melakukan analisa statistik yang sesuai dengan jumlah sampel, peneliti mengelompokkan variabel indeks massa tubuh dan muscular endurance menjadi dua kelompok. Hal ini dilakukan untuk memenuhi syarat uji Fisher Exact Test.

-Indeks Massa Tubuh

Peneliti membagi indeks massa tubuh menjadi dua kategori yaitu <23 dan

≥ 23. Nilai <23 berarti IMT subjek ada yang kelompok berat badan kurang dan

yang normal. Sementara itu nilai ≥ 23 berarti ada subjek termasuk kelompok berat

badan lebih dan obes.

Tabel 5.12. Distribusi Berdasarkan IMT yang Dikelompokkan

(39)

Dari tabel di atas didapatkan bahwa subjek dengan persentase terbanyak pada kategori IMT <23 (64,7%), semantara 35,3% sisanya memiliki IMT ≥23.

-Muscular Endurance(Push-up)

Peneliti membagi muscular endurance menjadi dua kategori berdasarkan jumlah push-up yang dapat dilakukan yaitu cukup (kategori cukup dan baik) dan kurang (kategori kurang dan sangat kurang).

Tabel 5.13. Distribusi Berdasarkan Muscular Endurance(Jumlah Curl-up) yang Dikelompokkan

Dari tabel di atas didapatkan bahwa subjek dengan persentase terbanyak pada kategori Muscular Endurancekurang (82,4%), semantara 17,6% sisanya memiliki Muscular Endurance cukup.

-Muscular Endurance (Curl-up)

Peneliti membagi muscular endurance menjadi dua kategori berdasarkan jumlah curl-up yang dapat dilakukan yaitu cukup (kategori cukup dan baik) dan kurang (kategori kurang dan sangat kurang).

Tabel 5.14. Distribusi Berdasarkan Muscular Endurance(Jumlah Curl-up) yang Dikelompokkan

(40)

Tabel 5.15. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Muscular Endurance (Jumlah Push-up) Pada Subjek Penelitian Kelompok Umur ≥ 18

Tahun

*= uji Fisher Exact Test

Berdasarkan tabel 5.14. dapat dilihat bahwa jumlah subjek dengan indeks massa tubuh <23 berjumlah 11 orang, dengan 8 diantaranya memiliki muscle endurance kategori kurang dan 3 orang dengan muscle endurance kategori cukup.

Sementara itu, subjek yang memiliki indeks massa tubuh ≥23 ada 6 orang dengan semua subjek memiliki muscle endurance kategori kurang.

Hasil uji statistik Fisher Exact Testdidapatkan nilai p-value> 0,05 (p=0,515) maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterima yang menunjukkan bahwa tidak ada hubunganantara indeks massa tubuh dengan muscular endurance.

Tabel 5.16. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Muscular Endurance (Jumlah Curl-up) Pada Subjek Penelitian Kelompok Umur ≥ 18

Tahun

*= uji Fisher Exact Test

Berdasarkan tabel 5.15. dapat dilihat bahwa jumlah subjek dengan indeks massa tubuh <23 berjumlah 11 orang, dengan 6 diantaranya memiliki muscle endurance kategori kurang dan 5 orang dengan muscle endurance kategori cukup.

Sementara itu, subjek yang memiliki indeks massa tubuh ≥23 berjumlah 6 orang,

(41)

Hasil uji statistik Fisher Exact Testdidapatkan nilai p-value> 0,05 (p=0,620) maka hipotesis nol dalam penelitian ini diterima yang menunjukkan bahwa tidak ada hubunganantara indeks massa tubuh dengan muscular endurance.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Indeks Massa Tubuh

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa mayoritas subjek penelitian dengan sebaran umur dari 11-33 tahun memiliki nilai IMT normal dengan jumlah sebanyak 31 orang (52,5%). Rata-rata IMT untuk 59 orang pemain sepak bola ini sebesar 20,54 kg/m2(SD 2,78). Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Penggalih& Huriyati (2007) yang mendapatkan hasil pengukuran IMT rata-rata para atlet sepakbola Klub Sepak Bola Kabupaten Pasuruan dengan sebaran umur dari 14-37 tahun sebesar 20,93 kg/m2. Hasil ini juga menunjukkan bahwa komposisi tubuh atlet dalam kondisi normal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Utoro & Dieny (2011) terhadap 25 orang atlet sepak bola di Semarang didapatkan juga rerata IMT adalah 20,57 kg/m2(SD 1,77).

Dalam penelitian ini juga didapatkan sebanyak 16 orang (38,1%) dari kelompok usia 11-17 tahun memiliki IMT yang kurang. Sedangkan pada

kelompok usia ≥ 18 tahun hanya ada 1 orang (5,9%) yang memiliki IMT kurang.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan bertambahnya umur akan berpengaruh terhadap komposisi tubuh. Penambahan berat badan sering terjadi karena penambahan lemak tubuh yang disebabkan kurangnya aktivitas (Adisapoetra, Primana & Asim, 1999). Berat badan berhubungan dengan kekuatan, kecepatan, ketahanan, ketangkasan, dan penampilan. Oleh karena itu, berat badan, tinggi badan, dan riwayat status gizi yang optimal pada responden ini harus terus diperhatikan (Steen, 2000). Menurut Williams (2005), kehilangan timbunan lemak tubuh akan meningkatkan efisiensi biomekanik.

(42)

dan pertandingan, kurangnya pengetahuan untuk memilih makanan yang cocok, dan adanya kesalahan konsep tentang peranan zat gizi spesifik untuk menunjang stamina olahraga. (Penggalih & Huriyati, 2007).

5.2.2. Muscular Endurance

Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa persentase atlet kelompok umur

≥ 18 tahun yang mendapat nilai Muscular Endurancekategori kurang dan sangat kurang dari hasil jumlah push-upyang dilakukan sebanyak 82,4% lebih banyak dibanding dengan nilai Muscular Endurance kategori baik dan cukup sebanyak 17,6%. Hasil yang berbeda didapatkan jika dihitung dari jumlah curl-up yang dilakukan sebanyak 53% dengan Muscular Endurance baik dan cukup lebih banyak dibanding dengan nilai Muscular Endurance kurang dan sangat kurang sebanyak 47%. Hasil yang bertentangan ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Utoro & Dieny (2011) terhadap 25 orang atlet sepak bola di Semarang yang mengukur tingkat kesegaran jasmani menggunakan metode ACSPFTdidapatkan sebanyak 14 subjek (56%) memiliki kategori kesegaran jasmani baik sekali dan 9 subjek (36%) dengan kategori kesegaran jasmani baik.

Dari kelompok umur 11- 17 tahun diperoleh nilai muscular endurance yang didapatkan dari jumlah push-up maupun sit-up yang dilakukan sebanyak masing-masing 61,9 % dan 83,3 % pada kategori cukup lebih banyak dibanding dengan nilai muscular endurance kategori kurang sebanyak masing-masing 33,3 % dan 7,1 %. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utari (2007) terhadap 80 subjek di Semarang yang terdiri dari 46 anak laki-laki dan 34 anak perempuan didapatkan tingkat kesegaran jasmani baik 1,2 %, sedang 13,8 %, kurang 25%, dan kurang sekali 60 %.

(43)

tingkat kesegaran jasmani baik pada anak laki-laki (r = -0,666 ; p = 0,001) maupun pada anak perempuan (r = -0,442 ; p = 0,009).

Kemampuan dan ketahanan otot dapat ditingkatkan dengan latihan ketahanan. Latihan ketahanan juga mengacu pada latihan beban dan latihan kekuatan yang dapat diselesaikan dengan mengukur berat, berat badan, atau alat ketahanan seperti pita latihan atau bola latihan. Latihan ketahanan menekan sistem muskuloskeletal tubuh dan mampu membesarkan serat-serat otot serta memperbaiki kontrol saraf terhadap fungsi otot yang pada akhirnya akan membesarkan dan meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008). Oleh karena itu, atlet yang masih memiliki muscle endurance yang dalam kategori kurang agar dapat terus berlatih sehingga

ketahanan otot dan stamina dapat terus terjaga selama bertanding di lapangan.

5.2.3. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Dengan Muscular Endurance Pada penelitian pada kelompok umur 11-17 tahun, hasil uji Chi-Squaredidapati nilai p value=0,04 (p<0,05), hal ini menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan muscular endurance(jumlah push-up)pada pemain sepak bola kelompok usia 11-17 tahun.

Sedangkan, hasil uji Chi-Square didapati nilai p value=0,275 (p>0,05), hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan muscular endurance (jumlah curl-up)pada pemain sepak bola kelompok usia 11-17 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Utari (2007) terhadap 80 anak dengan usia antara 12-14 tahun, didapatkan hubungan negatif antara IMT dengan daya tahan otot perut yang dinilai dengan tes baring duduk 30 detik. Hal ini berarti semakin tinggi IMT semakin rendah daya tahan otot perutnya. Penimbunan lemak di daerah perut memungkinkan subyek yang lebih tinggi lemak tubuhnya memiliki daya tahan otot-otot perut yang rendah.

Pada penelitian pada kelompok umur ≥18 tahun, hasil uji Fisher Exact Test didapati nilai p value=0,515 (p>0,05), hal ini menunjukkan tidak adanya

(44)

hasil uji Fisher Exact Test didapati nilai p value=0,620 (p>0,05), hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan muscular endurance (jumlah curl-up)pada pemain sepak bola kelompok

usia ≥18 tahun. Hasil yang bertentangan diperoleh dari penelitianyang dilakukan oleh Pralhadrao et al. (2013) terhadap 180 subjek yang terdiri dari 90 laki-laki dan 90 perempuan yang berusia 18-21 tahun menunjukkan bahwa ada korelasi negatif antara IMT, persentase lemak tubuh dengan ketahanan handgrip, tetapi tidak signifikan pada populasi yang overweight. Pada populasi overweight, kekuatan absolut handgrip mungkin tidak terganggu, tetapi ketahanan handgrip akan mulai berkurang dengan meningkatnya persentase lemak tubuh bukan peningkatan massa tubuh.

Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Penggalih& Huriyati (2007), memperlihatkan hasil uji regresi linier dari beberapa variabel terhadap stamina atlet yaitu variabel umur, IMT, dan massa lemak tubuh secara independen tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap stamina atlet (P>0,05). Namun demikian, status gizi yang mencakup indikator IMT dan massa lemak tubuh secara bersama-sama memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap stamina atlet (P<0,05). Asupan kalori harian, sebelum dan sesudah bertanding memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap stamina atlet (P<0,05). Demikian halnya kebiasaan hidup dan aktivitas fisik memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap stamina atlet (P<0,05). Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak hanya satu faktor yaitu IMT yang memengaruhi muscle endurance, tetapi ada faktor-faktor lain yang ikut memengaruhi muscle endurance diantaranya nutrisi, aktivitas fisik maupun kebiasaan hidup pemain itu sendiri.

(45)

sedikit juga bisa mengakibatkan turunnya efektivitas kesegaran jasmani (Battinelli, 2000).

Penelitian ini memiliki keterbatasan pada subjek penelitian dan metode penelitian. Pada subjek penelitian terbatas pada jumlah subjek yang diteliti, sedangkan faktor komposisi tubuh atlet yang lebih baik diukur adalah persentase lemak tubuhnya dibandingkan dengan IMT. Namun pengukuran persentase lemak tubuh membutuhkan alat yang sulit dan tidak tersedia.

BAB 6

(46)

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari data yang diperoleh, adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah

1. Mayoritas subjek penelitian memiliki nilai IMT normal sebanyak 31 orang.

2. Dari 59 orang menjadi subjek penelitian, didapatkan persentase atlet yang mendapat nilai Muscular Endurance cukup dari jumlah push-up maupun curl-up masing-masing sebanyak 28 orangdan 43 orang lebih banyak

dibanding dengan nilai Muscular Endurance kategori kurang masing sebanyak 21 orang dan 10 orang, untuk kategori baik masing-masing sebanyak 3 orang dan 5 orang serta untuk katergori sangat kurang masing-masing 7 orang dan 1 orang.

3. Pada kelompok usia 11-17 tahun didapatkan hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan muscular endurance yang diukur dari jumlah push-up (p<0,05) dan tidak ada hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan muscular endurance yang diukur dari jumlah curl-up pada penelitian ini (p>0.05). Tidak ada hubungan yang signifikan

antara indeks massa tubuh dengan muscular endurance pemain sepak bola

kelompok usia ≥18 tahun baik dari jumlah push-up maupun sit-up pada penelitian ini (p>0,05).

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Bagi subjek penelitian

(47)

Bagi atlet dengan nilai muscular endurance dalam kategori kurang agar terus meningkatkan intesitas latihan dan menjaga kondisi tubuhnya dalam keadaan prima. Bagi atlet dengan nilai muscular endurance dalam kategori baik agar terus menjaga performa diri melalui latihan fisik rutin dan mempertahankan kondisi tubuhnya.

2. Bagi Klub Sepak Bola

Bagi pelatih disarankan untuk mencatat data berat badan dan nilai muscular endurance pada setiap bulan agar dapat selalu dievaluasi dan

diatur program latihannya.

3. Bagi penelitian selanjutnya

Peneliti menyarankan untuk memperbanyak jumlah subjek penelitian apabila ada penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pemain sepak bola.

Jika peneliti lain akan melakukan penelitian yang sama maka penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam melakukan penelitian selanjutnya dengan memperluas dan memperhitungkan variabel-variabel lainnya.

(48)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani

2.1.1. Definisi

Kesegaran jasmani adalah suatu keadaan energi dan kekuatan yang dimiliki atau dicapai seseorang dalam kaitannya dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik tanpa mengalami kelelahan berlebihan. Kesegaran jasmani berkaitan dengan kesehatan ketika aktivitas fisik dapat dilakukan tanpa kelelahan berlebihan, terpelihara seumur hidup, dan sebagai konsekuensinya memiliki risiko lebih rendah untuk terjadinya penyakit kronik lebih awal (Nieman, 2001).Permaesihet al. (2001) mendefinisikan kesegaran jasmani sebagai kemampuan untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebihan dan masih mempunyai cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun pekerjaan yang mendadak serta bebas dari penyakit.

2.1.2. Komponen Kesegaran Jasmani

Komponen kesegaran jasmani secara garis besar dibagi menjadi dua yakni kesegaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan (meliputi kecepatan, daya ledak otot, ketangkasan, keseimbangan, dan koordinasi) dan kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan (meliputi kekuatan otot, daya tahan otot, kelenturan, daya tahan kardiorespirasi, dan komposisi tubuh) (Nieman, 2001)

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesegaran Jasmani

Beberapa faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani yang berhubungan dengan ketrampilan adalah umur, jenis kelamin, genetik, dan latihan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi kesegaran jasmani yang berhubungan dengan kesehatan adalah umur, jenis kelamin, genetik, ras, aktivitas fisik, dan kadar hemoglobin (Johnson & Nelson, 1986).

(49)

Tes kesegaran jasmani ACSPFT(Asian Commitee on the Standardization of Physical Fitness Test)merupakan tes kesegaran jasmani di lapangan yang sudah

diakui secara internasional dan dibakukan di Asia. Tes ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesegaran jasmani seseorang. Tes ini relatif murah dan mudah dikerjakan (Depdikbud, 1977).

Tes ACSPFT merupakan rangkaian tes yang terdiri dari (1) Lari 50 meter untuk mengukur kecepatan, (2) Lompat jauh tanpa awalan untuk mengukur gerak eksplosif tubuh/ daya ledak otot, (3) Bergantung angkat badan (putra) atau bergantung siku tekuk (putri) untuk mengukur kekuatan statis dan daya tahan lengan serta bahu, (4) Lari hilir mudik 4 x 10 m untuk mengukur ketangkasan, (5) Baring duduk 30 detik untuk mengukur daya tahan otot-otot perut, (6) Lentuk togok ke muka (forward flexion of trunk) mengukur kelenturan, (7)Lari jauh 800 m (putri) dan 1000 m (putra) untuk mengukur daya tahan kardiorespirasi (Depdikbud, 1977).

2.1.5. Muscular Endurance

Muscular enduranceadalah kemampuan otot untuk berkontraksi

berulang-ulang selama waktu tertentu. Muscular endurancemenggambarkan seberapa lama seseorang dapat mempertahankan penggunaan otot tertentu. Salah satu cara seorang profesional untuk mengukur musclar endurance adalah dengan menentukan berat maksimal yang dapat diangkat seseorang sebanyak 20 kali berturut-turut(Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

(50)

Perkembangan kekuatan otot dan daya tahan ototpada dasarnya ditentukan oleh ukuran otot dan penampang melintang otot, kekuatan otot dan sudut tarikan, dan kecepatan kontraksi otot danproduksi tenaga. Terdapat hubungan yang bermakna antara ukuran otot dan penampang lintangnya,dengan kekuatan otot pada umumnya. Ukuran dan penampang lintang yang lebih besar akan memproduksi tenaga yang lebih besar (Battinelli, 2000).

Musclar endurance membantu menyelesaikan aktivitas sehari-hari dan

mengisi kegiatan hiburan tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Selain itu, juga membantu melaksanakan aktivitas, baik aktivitas yang berhubungan dengan jantung-paru seperti naik gunung dan berlari maupun kegiatan yang berhubungan dengan kebugaran otot seperti latihan olahraga maupun sirkuit. Sebenarnya, hanya melakukan aktivitas seperti di atas akan meningkatkan muscular endurance. Latihan musclar endurance memacu adaptasi fisiologis yang meningkatkan kemampuan untuk memperbaharui ATP(Adenosine Triphosphate) lebih efisien dan pada akhirnya mempertahankan kontraksi otot sampai waktu yang lama. Hasil akhirnya akan dapat memainkan snowboard lima kali dibanding sebelumnya dua kali sebelum istirahat, berjalan 3 anak tangga dengan mudah , atau mengambil sampah dengan semangat selama satu jam tanpa mengalami kesulitan. Jadi, latihan ketahanan yang rutin akan meningkatkan musclar endurance (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

(51)

2.1.6. Pengukuran Musclar Endurance

Tes muscular endurancemenilai kemampuan otot untuk berkontraksi selama periode waktu tertentu. Beberapa tes ini harus dilakukan di ruangan dengan alat berat, sedangkan yang lain hanya membutuhkan berat badan untuk ketahanan dan dapat dilakukan dimana saja. Tes muscular endurance secara umum terbagi menjadi dua yaitu: tes 20 RM(repetition maximum) dan tes gerak badan (calisthenic test) (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Tes 20 RM dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa latihan angkat beban. Tes ini menentukan jumlah beban maksimal yang dapat diangkat secara tepat sebanyak 20 kali berturut-turut sebelum otot menjadi lelah untuk mengangkat lagi. Tes ini juga terutama bermanfaat untuk mencapaimusclarendurance yang diinginkan dan mengikuti perkembangannya (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Tes calisthenic adalah latihan yang menggunakan berat badan untuk ketahanan. Tes ini meliputi sit-ups, curl-ups, pull-ups, push-ups, dan flexed arm support atau hang exercises untuk meningkatkan muscular endurance.

Masing-masing prosedur untuk latihan di atas berbeda-beda (Hopson, Donatelle&Littrell, 2008).

Menurut Hopson, Donatelle&Littrell (2008), pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah push-up dan curl-up yang dapat dilakukan dengan cara yang benar.

a. Push-up

(52)

Hasil pengukuran diinterpretasi menurut McArdle W.D. et al, Essentials of Exercise Physiology (2006) untuk laki-laki kelompok umur 18-29 tahun sebagai

berikut:

 Sangat baik bila dapat melakukan ≥54 kali  Baik bila dapat melakukan antara 45-53 kali  Cukup bila dapat melakukan antara 35-44 kali  Kurangbila dapat melakukan antara 21-34 kali  Sangat kurang bila dapat melakukan ≤20 kali

Hasil pengukuran untuk anak laki-laki kelompok umur 11-17 tahun diinterpretasi menurut Cooper Institute (2004) sebagai berikut:

 Baik bila dapat melakukan ≥30 kali

 Cukup bila dapat melakukan antara 15-29 kali  Kurangbila dapat melakukan antara ≤14 kali

b. Curl-up

(53)

Kemudian hasil pengukuran diinterpretasi menurut American College of Sports Medicine Guidelines for Exercise Testing and Prescription (2002) untuk

laki-laki kelompok umur 18-29 tahun sebagai berikut:  Sangat baik bila dapat melakukan ≥56 kali  Baik bila dapat melakukan antara 41-55 kali  Cukup bila dapat melakukan antara 32-40 kali  Kurangbila dapat melakukan antara 25-31 kali  Sangat kurang bila dapat melakukan ≤24 kali

Hasil pengukuran untuk anak laki-laki kelompok umur 11-17 tahun diinterpretasi menurut Cooper Institute (2004) sebagai berikut:

 Baik bila dapat melakukan ≥45 kali

 Cukup bila dapat melakukan antara 25-44 kali  Kurangbila dapat melakukan antara ≤24 kali

2.2. Fisiologi Otot

(54)

2.2.1. Struktur Otot Rangka

Satu sel otot rangka, yang dikenal sebagai serat otot, adalah relatif besar, memanjang, dan berbentuk silindris, dengan ukuran garis tengah berkisar dari 10 hingga 100 mikrometer dan panjang hingga 750.000 mikrometer, atau 75 centimeter. Otot rangka terdiri dari sejumlah serat otot yang terletak sejajar satu sama lain dan disatukan oleh jaringan ikat. Salah satu gambaran yang mencolok adalah adanya banyak nukleus di sebuah sel otot. Selain itu, juga memiliki banyak mitokondria, organel penghasil energi, seperti yang diharapkan pada jaringan seaktif otot rangka dengan kebutuhan energi yang tinggi (Sherwood, 2012).

Serat otot rangka tampak lurik karena susunan internal yang sangat tertata. Gambaran struktural utama pada sebuah serat otot rangka adalah banyaknya miofibril. Elemen kontraktil khusus ini, yang membentuk 80% volume serat otot, adalah struktur silindris intrasel dengan garis tengah 1 mikrometer dan terbentang di seluruh panjang serat otot. Setiap miofibril terdiri dari susunan teratur elemen-elemen sitoskeleton (filamen tipis dan tebal)yang tertata rapi. Filamen tebal, yang bergaris tengah 12-18 nanometer dan panjang 1,6 mikrometer, terdiri dari protein miosin. Sementara filamen tipis, yang bergaris tengah 5-8 nanometer dan panjang

1 mikrometer, terutama dibentuk oleh protein aktin (Sherwood, 2012).

2.2.1.1. Pita A Dan I

Dilihat dengan mikroskop elektron, sebuah miofibril memperlihatkan pita gelap (pita A) dan pita terang (pita I) bergantian. Pita pada semua miofibril tersusun sejajar satu sama lain yang secara kolektif menghasilkan gambaran lurik serat otot rangka seperti terlihat di bawah mikroskop cahaya. Tumpukan filamen tebal dan tipis bergantian yang sedikit tumpang tindih satu sama lain berperan menghasilkan gambaran pita A dan I (Sherwood, 2012).

(55)

tipis, adalah zona H. Hanya bagian tengah filamen tebal yang ditemukan di bagian ini. Suatu sistem protein penunjang menahan filamen-filamen tebal vertikal di dalam setiap tumpukan. Protein-protein ini dapat dilihat sebagai garis M, yang berjalan vertikal di bagian tengah pita A di dalam bagian tengah zona H (Sherwood, 2012).

(56)

Gambar 2.1. Tingkat organisasi di sebuah otot rangka. (a) Pembesaran potongan melintang sebuah otot utuh. (b) Pembesaran sebuah miofibril di dalam suatu serat otot. (c) Komponen sitoskeleton sebuah miofibril. (d) Komponen protein filamen tebal dan tipis.

Sumber: Sherwood, 2012 2.2.1.2. Jembatan Silang

(57)

menonjol dari masing-masing filamen tebal di keenam arah menuju filamen tipis di sekitarnya. Setiap filamen tipis, sebaliknya, dikelilingi oleh tiga filamen tebal (Sherwood, 2012).

2.2.1.3. Filamen Tebal

Setiap filamen tebal memiliki beberapa ratus molekul miosin yang dikemas dalam susunan spesifik. Molekul miosin adalah suatu protein yang terdiri dari dua subunit identik, masing-masing berbentuk seperti stik golf. Bagian ekor protein saling menjalin seperti batang-batang stik golf yang dipilin satu sama lain, dengan dua bagian globular menonjol di satu ujung. Kedua paruh masing-masing filamen tebal adalah bayangan cermin yang dibentuk oleh molekul-molekul miosin yang terletak memanjang dalam susunan bertumpuk teratur dengan ekor mengarah ke bagian tengah filamen dan kepala globular menonjol keluar pada interval teratur. Kepala-kepala ini membentuk jembatan silang antara filamen tebal dan tipis. Setiap jembatan silang memiliki dua tempat penting yang penting bagi proses kontraksi yaitu suatu tempat untuk mengikat aktin dan suatu tempat miosin ATPase (pengurai ATP) (Sherwood, 2012).

2.2.1.4. Filamen Tipis

(58)

Gambar 2.2. Langkah-langkah yang terlibat dalam kontraksi dan relaksasiotot rangka.

Sumber: Martini, 2012

(59)

2.2.2. Kontraksi Otot Rangka

Berdasarkan Martini (2012) dalam gambar 2.2 dijelaskan langkah-langkah dalam proses kontraksi dan relaksasi otot rangka. Proses kontraksi dimulai di NMJ (neuromuscular junction). Asetilkolin dilepas oleh ujung sinaps yang berikatan dengan reseptor di sarcolemma. Perubahan pada potensial antar membran serat otot menghasilkan potensial aksi yang menyebar melewati permukaan serat otot dan sampai ke tubulus T. Retikulum sarkoplasma mengeluarkan ion kalsium yang meningkatkan konsentrasi kalsium sarkoplasma baik di dalam maupun sekitar sarkomer. Ion kalsium berikatan dengan troponin menyebabkan perubahan orientasi dari kompleks troponin-tropomiosin yang membuka tempat aktif aktin. Jembatan silang terjadi saat kepala miosin berikatan dengan tempat aktif pada aktin. Kontraksi dimulai sebagai perulangan siklus dari ikatan, putaran, maupun terjadi perlekatan jembatan silang yang dibantu oleh hidrolisis dari ATP. Proses ini mengakibatkan filamen tertarik dan serat otot memendek.

2.2.3. Jenis Kontraksi Otot Rangka

Dua jenis utama kontraksi yang bergantung pada apakah panjang otot berubah selama berkontraksi adalah isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, tegangan otot tidak berubah sementara panjang otot berubah. Pada kontraksi isometrik, otot tidak dapat memendek sehingga terbentuk tegangan dengan panjang otot tetap. Proses-proses internal yang sama terjadi baik pada kontraksi isotonik maupun isometrik: eksitasi otot mengaktifkan proses kontraktil pembentuk tegangan, jembatan silang mulai bersiklus, dan pergeseran filamen memperpendek sarkomer, yang meregangkan komponen seri elastik untuk menghasilkan gaya di tulang tempat insersi otot (Sherwood, 2012).

(60)

menurunkan suatu beban ke lantai. Selama tindakan ini, serat-serat otot biseps memanjang tetapi tetap berkontraksi untuk melawan peregangan. Tegangan ini menopang berat badan (Sherwood, 2012).

2.2.4. Sumber Energi Dan Metabolisme

Kontraksi otot membutuhkan energi dan otot disebut sebagai mesin yang mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik. Sumber energi yang cepat berasal dari ATP dan dibentuk dari metabolisme karbohidrat dan lemak. ATP dibentuk kembali dari ADP dengan menambahkan gugus fosfat. Sebagian energi untuk reaksi endoterm ini berasal dari pemecahan dari glukosa menjadi CO2 dan H2O,

tetapi ada juga dalam otot lain senyawa fosfat berenergi tinggi yang memberi energi untuk waktu yang singkat. Senyawa ini adalah phosphorylcreatine, yang dihidrolisis menjadi kreatin dan gugus fosfatyang menghasilkan banyak energi. Saat istirahat, sebagian ATP di mitokondria mengubah fosfat menjadi kreatin sehingga cadangan phosphorylcreatinemeningkat. Selama aktivitas, phosphorylcreatinedihidrolisis antara penghubung kepala miosin dan aktin, yang

membentuk ATP dari ADP dan akhirnya kontraksi dapat berlanjut (Barrett et al., 2012).

Saat istirahat dan selama latihan ringan, otot menggunakan lemak dalam bentuk asam lemak bebas (free fatty acid) sebagai sumber energi. Semakin meningkat intensitas latihan, energi yang hanya dari lemak tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan akhirnya menggunakan karbohidrat sebagai komponen utama dalam campuran energi otot. Jadi, selama latihan, banyak energi dari phosphorylcreatinedan resintesis ATP berasal dari pemecahan glukosa menjadi

CO2 dan H2O (Barrett et al., 2012).

(61)

aerobik. Metabolisme dari glukosa dan glikogen menjadi CO2 dan H2O

membentuk sejumlah besar ATP dari ADP (Adenosine Difosfat). Jika persediaan O2 tidak mencukupi, piruvat yang dibentuk dari glukosa tidak dapat masuk ke

siklus asam trikarboksilat tapi direduksi membentuk laktat. Proses ini disebut glikolisis anaerob yang berhubungan dengan produksi dari sejumlah besar ikatan fosfat berenergi tinggi dengan kuantitas yang lebih kecil tentunya, tetapi tidak membutuhkan adanya O2(Barrett et al., 2012).

2.2.5. Jenis Serat Otot Rangka

Menurut Sherwood (2012), serat otot rangka dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan perbedaan dalam hidrolisis dan sintesis ATP yaitu:

1. Serat oksidatif lambat (tipe I) 2. Serat oksidatif cepat (tipe IIa) 3. Serat glikolitik cepat (tipe IIx)

Seperti yang diisyaratkan oleh namanya, dua perbedaan utama diantara ketiga jenis serat adalah kecepatan kontraksi (lambat atau cepat) dan jenis perangkat enzimatik utama yang digunakan untuk membentuk ATP (oksidatif atau glikolitik).

2.2.5.1 Serat Cepat Versus Lambat

(62)

2.2.5.2 Serat Oksidatif Versus Glikolitik

Tipe serat juga berbeda dalam kemampuan membentuk ATP. Serat yang memiliki kapasitas besar untuk membentuk ATP lebih resisten terhadap kelelahan. Sebagian serat lebih mampu melakukan fosforilasi oksidatif, sementara yang lain terutama mengandalkan glikolisis anaerob untuk membentuk ATP. Karena fosforilasi oksidatif menghasilkan jauh lebih banyak ATP dari setiap molekul nutrien yang diproses, maka otot ini tidak mudah kehabisan simpanan energi. Selain itu, otot ini tidak mengalami penimbunan asam laktat. Oleh karena itu, serat otot tipe oksidatif lebih resisten terhadap kelelahan dibandingkan dengan serat glikolitik (Sherwood, 2012).

Karakteristik-karakteristik terkait lain yang membedakan ketiga jenis serat ini diringkaskan di Tabel 2.1. Serat oksidatif, baik yang lambat maupun yang cepat, mengandung banyak mitokondria, organel yang mengandung enzim-enzim yang berperan dalam fosforilasi oksidatif. Karena oksigenasi yang adekuat adalah hal penting untuk menunjang jalur ini, maka serat ini juga kaya akan kapiler. Serat oksidatif juga memiliki kandungan mioglobin yang tinggi. Mioglobin tidak saja membantu menunjang ketergantungan serat terhadap O2 tetapi juga menimbulkan

warna merah, seperti hemoglobin teroksigenasi yang menimbulkan warna merah pada darah arteri. Karena itu, serat otot ini disebut serat merah (Sherwood, 2012).

(63)

Tabel 2.1 Karakteristik Serat Otot Rangka

Aktivitas ATPase Miosin Rendah Tinggi Tinggi

Kecepatan Kontraksi Lambat Cepat Cepat

Resistensi terhadap Kelelahan

Tinggi Sedang Rendah

Kapasitas Fosforilasi Oksidatif

Tinggi Tinggi Rendah

Enzim untuk Glikolisis Anaerob

Rendah Sedang Tinggi

Mitokondria Banyak Banyak Sedikit

Kapiler Banyak Banyak Sedikit

Kandungan Mioglobin Tinggi Tinggi Rendah

Warna Serat Merah Merah Putih

Kandungan Glikogen Rendah Sedang Tinggi

Sumber : Sherwood, 2012

2.2.5.3 Faktor Genetik Pada Tipe Serat Otot

Pada manusia, sebagian besar otot mengandung campuran dari ketiga jenis serat; persentase masing-masing tipe terutama ditentukan oleh jenis aktivitas yang khusus dilakukan oleh otot yang bersangkutan. Karena itu, di otot-otot yang khusus untuk melakukan kontraksi intensitas rendah jangka panjang tanpa mengalami kelelahan, misalnya otot di punggung dan tungkai yang menopang berat tubuh terhadap gravitasi, ditemukan banyak serat oksidatif lambat. Serat glikolitik cepat banyak ditemukan di otot lengan, yang beradaptasi untuk melakukan gerak cepat kuat misalnya mengangkat benda berat (Sherwood, 2012).

(64)

kemungkinannya berhasil dalam aktivitas yang memerlukan daya tahan misalnya lari maraton (Sherwood, 2012)

2.2.6. Adaptasi Serat Otot

Serat otot banyak beradaptasi sebagai respons terhadap kebutuhan yang dibebankan kepadanya. Berbagai jenis olahraga menimbulkan pola lepas muatan neuron yang berbeda ke otot yang bersangkutan. Di serat otot terjadi perubahan adaptif jangka panjang, bergantung pada pola aktivitas neuron, yang memungkinkan serat berespon lebih efisien terhadap kebutuhan yang dibebankan kepadanya. Karena itu, otot rangka memiliki derajat plastisitas yang tinggi. Dua jenis perubahan yang dapat ditimbulkan pada serat otot: perubahan dalam kemampuan menghasilkan ATP dan perubahan garis tengah (Sherwood, 2012)

2.2.6.1 Perbaikan Kapasitas Oksidatif

Latihan daya tahan aerobik yang teratur, misalnya jogging jarak jauh atau berenang, memicu perubahan-perubahan metabolik di dalam serat oksidatif, yaitu serat yang terutama direkrut selama olahraga aerobik. Sebagai contoh, jumlah mitokondria dan jumlah kapiler yang menyalurkan darah ke serat-serat tersebut meningkat. Otot-otot yang telah beradaptasi dapat menggunakan O2 secara lebih

efisien dan karenanya lebih tahan melakukan aktivitas berkepanjangan tanpa kelelahan. Namun, ukuran otot tidak berubah (Sherwood, 2012).

2.2.6.2 Hipertrofi Otot

(65)

resistensi pada serat-serat otot memicu protein-protein penyalur sinyal, yang mengaktifkan gen-gen yang mengarahkan sintesis lebih kontraktil ini banyak protein. Latihan beban yang intensif dapat meningkatkan ukuran otot dua atau tiga kali lipat. Otot-otot yang menonjol beradaptasi baik untuk aktivitas yang memerlukan kekuatan intens untuk waktu singkat, tetapi daya tahan tidak berubah (Sherwood, 2012).

2.2.6.3 Pengaruh Testosteron

Serat otot pria lebih tebal, dan karenanya, otot-otot mereka lebih besar dan kuat daripada otot wanita, bahkan tanpa latihan beban, karena efek testosteron, suatu hormon steroid yang terutama dikeluarkan oleh pria. Testosteron mendorong sintesis dan penyusunan miosin dan aktin. Kenyataan ini mendorong sebagian atlet, baik pria maupun wanita, menggunakan secara berbahaya bahan ini atau steroid terkait untuk meningkatkan prestasi atletik mereka (Sherwood, 2012).

2.3. Indeks Massa Tubuh

2.3.1. Definisi Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh (IMT) adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obese pada orang dewasa. IMT dapat memperkirakan jumlah lemak tubuh yang dapat dinilai dengan menimbang di bawah air (r2=79%) dengan kemudian melakukan koreksi terhadap umur dan jenis kelamin (Sugondo, 2006).

(66)

2.3.2. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh

IMT (Indeks massa tubuh) adalah indeks yang mudah digunakan antara berat badan dan tinggi badan yang sering dipakai untuk menggelompokkan underweight, overweight dan obese pada dewasa. IMT didefinisikan sebagai hasil

dari berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). Sebagai contoh, dewasa yang memiliki berat badan 70 kilogram dan tinggi badan 1,75 meter akan mempunyai IMT 22,9 (WHO, 2004).

IMT = 70 kg / (1.75 m)2 = 70 / 3.06 = 22.9

Nilai IMT tidak bergantung pada umur dan juga jenis kelamin. Akan tetapi, IMT mungkin tidak cocok untuk tingkat kegemukan yang sama pada populasi yang berbeda dan sebagian lagi pada perbedaan proporsi tubuh. Risiko kesehatan berhubungan dengan peningkatan IMT masih berlanjut dan interpretasi dari kelas IMT berisiko berbeda untuk populasi yang berbeda (WHO,2004).

Meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasilemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika kulit hitam memiliki nilai IMT lebih tinggi dari etnik Polinesia dan etnik Polinesia memiliki nilai IMT lebih tinggi daripada etnik Kaukasia, sedangkan untuk Indonesia memiliki nilai IMT berbeda 3.2 kg/m2 dibandingkan etnik Kaukasia (Sugondo, 2006).

Tabel 2.2. Klasifikasi IMT menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang < 18.5

Kisaran normal 18.5-22.9

Berat badan lebih ≥ 23

Berisiko 23-24.9

Obes I 25-29.9

Obes II ≥ 30

Gambar

TABEL DATA INDUK
tabel masing-masing kelompok
Tabel 5.1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Umur  Frekuensi Persentase
Tabel 5.2. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Berat Badan Frekuensi Persentase
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

DEPENDENCY OF OPTIMAL PARAMETERS OF THE IRIS TEMPLATE ON IMAGE QUALITY AND BORDER DETECTION ERRORI.

Salah satu gaya dalam olahraga tolak peluru adalah.... Posisi jari-jari tangan saat memegang

To undermine the effect of the noise presented in the segmented iris region we have divided the candidate region into N patches and used Fuzzy c-means clustering (FCM) to classify

Preliminary studies have shown that axis found by skeleton primitive sub-chains comparison algorithm usually gives a smaller value of symmetry measure in comparison

[r]

Crescent structures in cervical mucus facies consist of short semicircular lines arranged in groups (Figures 3 and 4). Crescent structures in blood serum facies with short

dilakukannya tersebut (berolahraga, ke rumah nenek, berkebun, pergi ke kota, dsb). Guru mengingatkan siswa untuk menulis dengan mencantumkan apa yang dilakukan; siapa yang