• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembangunan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pembangunan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBANGUNAN KABUPATEN MALANG

PROVINSI JAWA TIMUR BERBASIS SISTEM

WILAYAH PENGEMBANGAN

ZULFIKAR MOHAMAD YAMIN LATUCONSINA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Pembangunan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

(4)

RINGKASAN

ZULFIKAR MOHAMAD YAMIN LATUCONSINA. Model Pembangunan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan. Dibimbing oleh ERNAN RUSTIADI dan SAHARA.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sistem pembangunan di Indonesia yang dilaksanakan melalui pendekatan perwilayahan. Pendekatan perwilayahan merupakan salah satu pendekatan untuk mengelola dan mencapai tujuan pembangunan sesuai dengan karakteristik wilayah dimana wilayah dibagi kedalam wilayah pengembangan (WP). Konsep perwilayahan yang membagi wilayah menjadi bagian-bagian wilayah yang lebih kecil ini tidak boleh dipahami secara terpisah/isolatif namun tetap dipahami secara utuh (wholeness) yaitu melalui pendekatan sistem.

Sistem pembangunan Kabupaten Malang dilaksanakan melalui pendekatan perwilayahan dimana Kabupaten Malang dibagi menjadi 6 WP. Mengingat setiap wilayah pengembangan mempunyai karakteristik/tipologi yang cenderung berbeda-beda maka upaya penggambaran tipologi ini menjadi kunci untuk memetakan kondisi dan permasalahan sekaligus merumuskan arah kebijakan pembangunan.

Tujuan utama penelitian yaitu mengembangkan suatu alternatif model pembangunan Kabupaten Malang yang memadukan 3 komponen utama yaitu sosial, ekonomi dan infrastruktur berbasis sistem wilayah pengembangan. Tujuan antara untuk mencapai tujuan utama yaitu: (1) Menganalisis tipologi wilayah pengembangan; (2) Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan; dan (3) Mengembangkan model hubungan antara komponen pembangunan wilayah berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan. Upaya pemodelan pembangunan wilayah melalui pendekatan sistem merupakan alternatif yang perlu dilakukan dalam rangka mencari solusi yang komprehensif.

Penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kutipan pustaka, hasil-hasil penelitian terdahulu, instansi terkait atau dari berbagai sumber lainnya. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode indeks diversitas entropi, skalogram, tingkat aksesibilitas, analisis gerombol/klaster, regresi panel data dan pemodelan sistem dinamik.

Hasil analisis indeks diversitas entropi baik berdasarkan PDRB maupun penduduk bekerja per sektor menunjukan hasil yang sama yaitu WP I Lingkar Kota Malang dan WP II Kepanjen memiliki tingkat perkembangan tinggi, WP V Turen dan Dampit memiliki tingkat perkembangan sedang sedangkan WP IV Tumpang, WP III Ngantang dan WP VI Sumbermanjing Wetan memiliki tingkat perkembangan rendah.

(5)

lainnya, yaitu WP V Turen dan Dampit, WP III Ngantang, WP IV Tumpang dan WP VI Sumbermanjing Wetan berada pada hierarki III (rendah).

Hasil perhitungan tingkat aksesibilitas jaringan jalan diperoleh hasil indeks kerapatan jalan (indeks α) dan indeks konektivitas (indeks β) seluruh wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Malang berada pada tingkatan yang sama. Nilai indeks kerapatan jalan (indeks α) relatif rendah yaitu berkisar antara 0,06-0,09 dan indeks konektivitas (indeks β) relatif sedang yaitu berkisar antara 1,12-1,15. Wilayah Kabupaten Malang yang cukup luas serta kondisi topografi yang bervariasi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya tingkat aksesibilitas jaringan jalan.

Analisis gerombol/klaster yang dilakukan dengan menggunakan variabel yang lebih komprehensif dan proporsional menyesuaikan luas wilayah dan jumlah penduduk tiap WP mampu menggambarkan tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang secara lebih baik serta dapat dijadikan sebagai bahan/acuan evaluasi Pemerintah Daerah. Wilayah pengembangan di Kabupaten Malang terbagi menjadi 3 tipologi yaitu: WP I Lingkar Kota Malang berada pada tipologi I (tinggi), WP II Kepanjen, WP IV Tumpang serta WP V Turen dan Dampit berada pada tipologi II (sedang) serta WP III Ngantang dan WP VI Sumbermanjing Wetan berada pada tipologi III (rendah).

Dari hasil analisis panel data terhadap masing-masing tipologi, diperoleh variabel yang berpengaruh nyata (signifikan) terhadap indeks pembangunan manusia pada tiap-tiap tipologi, yaitu: tipologi I: jumlah sarana kesehatan, jumlah perawat-bidan dan kepadatan penduduk; tipologi II: rasio sekolah terhadap siswa SD dan kepadatan penduduk; serta tipologi III: jumlah perawat-bidan.

Dari hasil pengembangan model hubungan antara komponen pembangunan wilayah berupa komponen sosial, ekonomi dan infrastruktur pada masing-masing tipologi menunjukkan keterkaitan dan saling mempengaruhi. Beberapa skenario ditetapkan untuk menggambarkan model pembangunan wilayah, yaitu: optimis, moderat dan pesimis.

Variabel sosial, ekonomi dan infrastruktur pada skenario optimis akan meningkat lebih besar dibanding skenario lainnya. Aktivitas ekonomi (PDRB harga konstan tahun 2000) misalnya, pada tipologi I di tahun 2037 akan meningkat menjadi Rp. 27,23 triliun (optimis), Rp. 22,20 trilyun (moderat) dan Rp. 17,88 trilyun (pesimis) dari 3,97 triliun di tahun awal simulasi (2007). Pada tipologi II di tahun 2037 akan meningkat menjadi Rp. 39,45 triliun (optimis), Rp. 33,94 trilyun (moderat) dan Rp. 25,65 trilyun (pesimis) dari 6,62 triliun di tahun awal simulasi (2007). Pada tipologi III di tahun 2037 akan meningkat menjadi Rp. 9,50 triliun (optimis), Rp. 8,22 trilyun (moderat) dan Rp. 5,92 trilyun (pesimis) dari 1,73 triliun di tahun awal simulasi (2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa simulasi model sangat berguna untuk menganalisis pembangunan wilayah di masa depan dan menetapkan alternatif kebijakan yang diperlukan pada tiap-tiap tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang.

(6)

SUMMARY

ZULFIKAR MOHAMAD YAMIN LATUCONSINA. Developmental Model of Malang Regency, East Java Province Based on Development Area System. Supervised by ERNAN RUSTIADI and SAHARA.

The background of the research is the using of regionalization approach in the developmental system of Indonesia. Regionalization approach is a kind of approach to manage and to achieve the developmental goal in accordance with its characteristics that divided the area into smaller parts named development area (WP). This concept has to be concerned as wholeness not isolative through system approach.

The development system of Malang Regency is conducted through regionalization approach which divided the area into six WP. Considering the different characteristic/typology of each area, the typology description effort is not only as the key to map the condition and problems but also to formulate the development policy.

The main objective of the research is to develop an alternative developmental model of Malang Regency which combines three main components, those are: social, economics and infrastructure based on development area system. The second objectives to achieve the main are: 1) Analyzing the typology of development area; 2) Analyzing the factors that influence the development based on the typology of development area system; and 3) Developing the model of connection among regional development components based on the typology of development area system. Therefore, the modelling effort of regional development through a system approach is an alternative that needs to be accomplished in order to find a comprehensive solution.

Furthermore, the research used secondary data obtained from the results of literature citations, the previous research, the relevant agencies and from other sources. In analyzing the data the researcher used some methods, they are; entropy diversity index, skalogram, the level of accessibility (road density index and connectivity index), cluster analyses, data panel regression and dynamic modeling system.

The result of entropy diversity index based on GDP and the population who worked per sector showed the same result where WP I Lingkar Kota Malang and WP II Kepanjen have high development level, WP V Turen and Dampit have medium development level while WP IV Tumpang, WP III Ngantang and WP VI Sumbermanjing Wetan have low development level.

(7)

The result of assessment in the level of accessibility of road network showed the road density index (alpha index) and connectivity index (beta index) for all of development area of Malang Regency is at the same level. Meanwhile, road density index relatively low level between 0,06-0,09 and connectivity index relatively medium level between 1,12 - 1,15. It can be said that the large area of Malang Regency and its varied topography are the factors that led to the low level of accessibility of road network.

Moreover, the analysis cluster that performed using more proportional and comprehensive variable which suited to the spacious area and the number of population in each development area gave better description about the typology of development area in Malang Regency and can be used as an evaluation reference by the local government. The development area in Malang Regency are divided into three typologies, they are: WP I Lingkar Kota Malang in typology I (high level). WP II Kepanjen, WP IV Tumpang, WP V Turen and Dampit in typology II (medium level) while WP III Ngantang and WP VI Sumbermanjing Wetan in typology III (low level).

The result of the data panel regression analysis showed that the number of health facility, the number of nurse-midwife and the population density in typology I; the ratio of school per students at primary school and the population density in typology II; the number of nurse-midwife in typology III have a positive and significant influence of the people development index at typology of development areas of Malang Regency.

In conclusion, as the result of model development among the regional development components, such as; social, economics and infrastructures in each typology showed that there was interrelationship and interplay. There were several scenarios set to describe regional development, these are; optimistic, moderat, and pesimistic.

The variable of social, economics and infrastructure at the optimistic scenario will increase higher than others. The economics activity ( The constant price of Gross Regional Domestic Product in 2000 ) for the example, in the typology I in 2037 will increase up to 27,23 trillion (optimistic), Rp. 22,20 trillion (moderat) and Rp. 17,88 trillion (pesimistic) from 3,97 trillion in the early year of simulation (2007). Meanwhile, in the typology II in 2037 will increase up to 39,45 trillion (optimistic), Rp. 33,94 trillion (moderat) and Rp. 25,65 trillion (pesimistic) from 6,62 trillion in the early year of simulation (2007). In the other hand, at the typology III in 2037 will increase up to 9,50 trillion (optimistic), Rp. 8,22 trillion (moderat) and Rp. 5,92 trillion (pesimistic) from 1,73 trillion in the early year of simulation (2007).

Finally, the result of the study showed that model simulation was useful to analyze the regional development in the future and to determine the alternative policy needed in each typology of development area of Malang Regency.

Keywords: approach system, development area, dynamic system, model, regional development. LATUCONSINA. A Model of Development Malang Regency, East Java Province Base on Development Area System.

(8)

ds: alkaloids, mylase, Eugenia polyantha, flavonoids, saponins, lorem, ipsum

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

MODEL PEMBANGUNAN KABUPATEN MALANG

PROVINSI JAWA TIMUR BERBASIS SISTEM

WILAYAH PENGEMBANGAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Model Pembangunan Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur Berbasis Sistem Wilayah Pengembangan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah atas bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Ibu Dr. Sahara, SP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas saran, koreksi dan masukannya kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. 3. Bapak Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc sebagai penguji luar komisi atas masukan dan

sarannya.

4. Segenap staf pengajar dan staf administrasi pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pasca Sarjana IPB atas ilmu, motivasi, pelayanan dan bantuannya kepada penulis dalam pelaksanaan studi.

5. Pimpinan dan staf Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas) atas pemberian beasiswa kepada penulis.

6. Bapak Bupati, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah, serta Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang atas pemberian izin tugas belajar kepada penulis.

7. Rekan-rekan PWL IPB baik kelas khusus Bappenas maupun kelas reguler atas dukungan, dorongan dan motivasi kepada penulis.

8. Orang Tua terkasih serta Istri (Nadiya Alifa), Anak-anak (Afkar, Syahmi dan Shabrina) serta seluruh keluarga atas doa, ridho, serta dorongan semangat kepada penulis.

9. Semua pihak yang berperan dalam proses penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, antara lain: rekan-rekan di Sekretariat Daerah, Bappeda, BPS, BLH, Bakesbangpol, Balitbang, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, Dispendukcapil, Disnakertrans, Dinsos, Dinas Bina Marga dan Kantor Penanaman Modal atas bantuannya yang tidak ternilai harganya.

Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah yang masih jauh dari sempurna ini dapat bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

2. TINJAUAN PUSTAKA 7

Pembangunan/Pengembangan Wilayah 7

Pusat Pertumbuhan 8

Wilayah Pengembangan 9

Sistem dan Pendekatan Sistem 10

Pemodelan dan Sistem Dinamik 11

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembangunan Wilayah 12

Penelitian Terdahulu 13

Kerangka Pemikiran 17

Hipotesis Penelitian 18

3. METODE PENELITIAN 19

Lokasi dan Waktu Penelitian 19

Jenis dan Sumber Data 19

Metode Pengumpulan Data 20

Metode Analisis Data 20

Analisis Tipologi Wilayah Pengembangan Kabupaten Malang 20 Analisis Keragaman Sektor Perekonomian Wilayah

Pengembangan 23

Analisis Hierarki Infrastruktur Wilayah Pengembangan 24 Analisis Tingkat Aksesibilitas Wilayah Pengembangan 25 Analisis Pengelompokan Karakteristik Wilayah Pengembangan 26 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembangunan

Kabupaten Malang Berbasis Tipologi Sistem Wilayah

Pengembangan 28

Metode Estimasi Model Regresi 29

Uji Pemilihan Model 30

Uji Pelanggaran Asumsi 31

Uji Statistik (Test of Goodness of Fit) 33 Analisis Pengembangan Model Hubungan Antara Komponen

Pembangunan Wilayah Berbasis Tipologi Sistem Wilayah

Pengembangan 34

Tahapan Pemodelan Sistem 34

Blok Bangunan Dasar dan Persamaan dalam Model 37

(14)

4. KONDISI UMUM WILAYAH 41

Geografis dan Administrasi Wilayah 41

Indikator Sosial dan Kependudukan 42

Jumlah dan Kepadatan Penduduk 42

Indeks Pembangunan Manusia 43

Indikator Perekonomian Daerah 45

Struktur Ekonomi Wilayah 45

PDRB Per Kapita 46

Laju Pertumbuhan Ekonomi 47

Sarana dan Prasarana Wilayah 48

Sarana Pendidikan 48

Sarana Kesehatan 50

Prasarana Wilayah 51

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 53

Tipologi Wilayah Pengembangan Kabupaten Malang 53 Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis Keragaman

Sektor Perekonomian 53

Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis Hierarki

Infrastruktur 56

Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis Tingkat

Aksesibilitas 58

Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis

Pengelompokan Karakteristik Wilayah 60

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembangunan Kabupaten

Malang Berbasis Tipologi Sistem Wilayah Pengembangan 62

Hasil Uji Pemilihan Model 62

Hasil Uji Pelanggaran Asumsi 63

Hasil Uji Statistik 66

Interpretasi Model 66

Pengembangan Model Hubungan Antara Komponen Pembangunan

Wilayah Berbasis Tipologi Sistem Wilayah Pengembangan 69

Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan 70

Formulasi Model Konseptual 70

Spesifikasi Model 72

Evaluasi Model 72

Penggunaan Model 75

Sintesis 82

6. SIMPULAN DAN SARAN 84

Simpulan 84

Saran 85

DAFTAR PUSTAKA 86

LAMPIRAN 90

(15)

DAFTAR TABEL

1 PDRB per kapita di wilayah pengembangan Kabupaten Malang atas

dasar harga berlaku (ADHB) tahun 2012 5

2 Matriks penelitian-penelitian terdahulu 14

3 Jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran 22

4 Penentuan nilai selang hierarki 25

5 Batas-batas tiap wilayah pengembangan Kabupaten Malang 41 6 Luas WP Kabupaten Malang menurut kemiringan tanah 42 7 Jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah pengembangan Kabupaten

Malang tahun 2015 43

8 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah

pengembangan Kabupaten Malang tahun 2007-2014 44 9 PDRB menurut lapangan usaha di wilayah pengembangan Kabupaten

Malang Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rp) 45 10 Jumlah sarana pendidikan di wilayah pengembangan Kabupaten

Malang tahun 2015 49

11 Perkembangan sarana pendidikan di wilayah pengembangan Kabupaten

Malang tahun 2007-2015 49

12 Jumlah sarana kesehatan di wilayah pengembangan Kabupaten Malang

tahun 2015 50

13 Perkembangan sarana kesehatan di wilayah pengembangan Kabupaten

Malang tahun 2007-2015 51

14 Panjang jalan Kabupaten di wilayah pengembangan Kabupaten

Malang tahun 2015 52

15 Nilai indeks diversitas entropi (IDE) di WP Kabupaten Malang

berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 tahun 2012 53 16 Nilai indeks diversitas entropi (IDE) di WP Kabupaten Malang

berdasarkan penduduk bekerja tahun 2012 54

17 Rekapitulasi hierarki WP Kabupaten Malang tahun 2015 57 18 Hasil indeks kerapatan jalan dan indeks konektivitas WP Kabupaten

Malang 59

19 Rekapitulasi hasil uji Hausman dan uji Chow 63

20 Matriks korelasi antar variabel bebas pada tiap-tiap tipologi 64 21 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi IPM Kabupaten

Malang berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan menggunakan Fixed Effect Model GLS cross-section weight 67 22 Ringkasan hasil pengujian nilai tengah (mean) data empirik dengan

data hasil pemodelan Kabupaten Malang 75

23 Hasil simulasi skenario pada tiap-tiap WP di Kabupaten Malang 81 24 Sintesis tiap-tiap tipologi WP Kabupaten Malang 83

DAFTAR GAMBAR

1 Fungsi pengembangan tiap-tiap wilayah pengembangan 4

2 Kerangka pemikiran penelitian 18

3 Tahapan penelitian 21

(16)

6 PDRB per kapita di wilayah pengembangan Kabupaten Malang

tahun 2008-2012 47

7 Laju pertumbuhan ekonomi wilayah pengembangan Kabupaten

Malang tahun 2008-2012 48

8 Grafik nilai total indeks diversitas entropi PDRB dan penduduk bekerja

di wilayah pengembangan Kabupaten Malang 54

9 Peta indeks diversitas entropi PDRB dan penduduk bekerja di wilayah

pengembangan Kabupaten Malang 55

10 Peta hierarki WP berdasarkan pendekatan jumlah penduduk 57 11 Peta hierarki WP berdasarkan pendekatan luas wilayah 58 12 Peta jaringan jalan dan titik simpul di WP Kabupaten Malang 59

13 Dendogram hasil analisis gerombol 60

14 Peta tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang 61 15 Grafik K-Means hasil metode tidak berhierarki 61

16 Hasil uji Jarque-Bera (JB) 64

17 Selang pengambilan keputusan Durbin-Watson 65

18 Formulasi model konseptual 71

19 Spesifikasi model konseptual sub model sosial tipologi I 73 20 Spesifikasi model konseptual sub model infrastruktur tipologi I 73 21 Spesifikasi model konseptual sub model ekonomi tipologi I 74

22 Skenario perkembangan sub model sosial 77

23 Skenario perkembangan sub model ekonomi 79

24 Skenario perkembangan sub model infrastruktur 80

DAFTAR LAMPIRAN

1 PDRB per sektor di wilayah pengembangan Kabupaten Malang

Atas Dasar Harga Konstan 2000 tahun 2012 (Juta Rp) 90 2 Jumlah penduduk di wilayah pengembangan Kabupaten Malang

berdasarkan mata pencaharian (jiwa) tahun 2012 90 3 Data analisis skalogram wilayah pengembangan Kabupaten

Malang tahun 2015 91

4 Hasil analisis skalogram berdasarkan pendekatan jumlah penduduk

wilayah pengembangan Kabupaten Malang tahun 2015 92 5 Hasil analisis skalogram berdasarkan pendekatan luas wilayah

di wilayah pengembangan Kabupaten Malang tahun 2015 93

6 Data analisis gerombol/klaster tahun 2014 94

7 Nilai mean masing-masing klaster berdasarkan hasil analisis K-means clustering di wilayah pengembangan Kabupaten Malang tahun 2014 94

8 Hasil pengujian Hausman Test 95

9 Hasil pengujian Chow Test 95

10 Hasil output estimasi Fixed Effect Model GLS Cross-section Weight 96

11 Spesifikasi model konseptual tipologi II 98

12 Spesifikasi model konseptual tipologi III 100

13 Nilai awal dan parameter model 102

14 Persamaan dalam model 104

15 Hasil pengujian nilai tengah (mean) data empirik dengan data hasil

(17)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan wilayah merupakan upaya untuk mendorong perkembangan sosial dan ekonomi suatu wilayah agar tumbuh secara baik serta menjaga keberlangsungan kehidupan melalui pelestarian dan keseimbangan lingkungan baik terhadap kawasan tersebut maupun antar kawasan. Tujuan pembangunan wilayah pada dasarnya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah). Pendekatan sektoral memfokuskan perhatiannya pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut sedangkan pendekatan wilayah (regional) melihat pemanfaatan ruang serta interaksi-interaksi berbagai kegiatan dalam ruang suatu wilayah. Pendekatan wilayah ini memandang wilayah sebagai kumpulan dari bagian-bagian wilayah yang lebih kecil dengan potensi dan daya tarik serta daya dorong yang berbeda-beda yang mengharuskan mereka menjalin hubungan untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya (Iryanto 2006).

Konsep wilayah khususnya mengenai tipologi wilayah dikembangkan oleh Richardson (1969), Johnston (1976), Hagget, Cliff dan Frey (1977) serta Blair (1991) dimana masing-masing ahli memiliki beragam pengertian maupun klasifikasi yang berbeda-beda sesuai dengan fokus masalah dan tujuan-tujuan pengembangan wilayah. Namun menurut Rustiadi et al. (2011), kerangka klasifikasi konsep wilayah yang mampu mengakomodir beragam konsep wilayah tersebut meliputi: (1) wilayah homogen (uniform), (2) wilayah sistem/fungsional, dan (3) wilayah perencanaan/pengelolaan (planning region atau programming region). Pengembangan konsep wilayah dan penerapannya pada dunia nyata akan menghasilkan suatu perwilayahan.

Perwilayahan adalah membagi wilayah yang lebih besar menjadi beberapa wilayah yang bersebelahan (contiguous regions) sekaligus mengoptimalkan fungsi objektif, yang biasanya diukur dari homogenitas/keseragaman (atau heterogenitas /keberagaman) di setiap wilayah (Guo 2008). Menurut Tarigan (2005) perwilayahan adalah membagi suatu wilayah yang luas ke dalam beberapa wilayah yang lebih kecil dalam suatu kesatuan.

Sistem pembangunan di Indonesia berbasis pendekatan wilayah dilaksanakan melalui sistem regionalisasi atau perwilayahan yaitu membagi wilayah ke dalam wilayah pembangunan/pengembangan (WP). Hal ini bertujuan untuk lebih menjamin tercapainya pembangunan yang serasi dan seimbang, baik antar sektor di dalam suatu wilayah maupun antar wilayah serta mengarahkan pengembangan wilayah sesuai dengan potensi dan kemampuan yang ada (Utoyo 2009; Nurhadi 2012).

(18)

(RTRW) Provinsi Jawa Timur didefinisikan sebagai suatu kesatuan wilayah yang terdiri atas satu dan/atau beberapa kabupaten/kota yang membentuk kesatuan struktur pelayanan secara berhierarki yang di dalamnya terdapat pusat pertumbuhan dan wilayah pendukung.

Kabupaten Malang merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur dan merupakan Kabupaten yang terluas kedua wilayahnya setelah Kabupaten Banyuwangi dari 38 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Timur. Kabupaten Malang di dalam perwilayahan Jawa Timur termasuk dalam WP Malang Raya dengan pusat di Kota Malang yang meliputi: Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang.

Kebijakan sistem perwilayahan di Kabupaten Malang ditetapkan menjadi 6 (enam) WP pada tahun 2010 sebagaimana tercantum dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Malang. Pembagian WP ini disesuaikan dengan keadaan dan potensi masing-masing wilayah serta menjadi salah satu bahan pertimbangan agar pendekatan pembangunan di Kabupaten Malang menjadi lebih efektif. Makna dari pembangunan Kabupaten Malang berbasis sistem wilayah pengembangan (WP) yaitu mengoperasionalkan konsep WP sebagai sebuah sistem yang menjadi dasar pembangunan wilayah yang lebih luas dalam lingkup Kabupaten Malang.

Pengertian wilayah sebagai suatu sistem dilandasi atas pemikiran bahwa suatu wilayah adalah entitas yang terdiri atas komponen-komponen atau bagian-bagian yang memiliki keterkaitan, ketergantungan dan saling berinteraksi satu sama lain dan tidak terpisahkan dalam kesatuan. Setiap sistem selalu terbagi atas dua atau lebih subsistem d an selanjutnya setiap subsistem terbagi atas bagian-bagian yang lebih kecil lagi (Rustiadi et al. 2011).

Konsep perwilayahan yang membagi wilayah menjadi bagian-bagian wilayah yang lebih kecil tidak boleh dipahami secara terpisah/isolatif namun tetap dipahami secara menyeluruh yaitu melalui pendekatan sistem. Menurut Hartisari (2007) pendekatan sistem merupakan cara pandang yang bersifat menyeluruh (holistic) yang memfokuskan pada integrasi dan keterkaitan antar komponen. Pendekatan tersebut dapat mengubah cara pandang dan pola berpikir dalam menangani permasalahan dengan menggunakan model yang merupakan penyederhanaan sebuah sistem.

Dalam pendekatan sistem, pengembangan model (modelling atau pemodelan) merupakan titik kritis yang akan menentukan keberhasilan dalam mempelajari sistem secara keseluruhan (Sterman 2002 dalam Damai 2012). Melalui pemodelan akan diketahui karakteristik sistem, sehingga dapat dijadikan sebagai titik masuk (entry point) bagi intervensi terhadap sistem, sesuai dengan yang diinginkan.

(19)

Perumusan Masalah

Pembangunan wilayah dapat memberikan gambaran sejauh mana suatu wilayah mempunyai peluang untuk berkembang. Pemerintah Kabupaten Malang melakukan upaya untuk mendistribusikan pembangunan di Kabupaten Malang secara lebih efektif dengan menetapkan 6 (enam) wilayah pengembangan serta pusat-pusat pelayanannya. Masing masing pusat pelayanan memiliki fungsi dan peran sesuai dengan potensi yang dimilikinya sebagaimana Gambar 1, yaitu: 1)WP I Lingkar Kota Malang

Wilayah pengembangan I Lingkar Kota Malang meliputi 9 Kecamatan di sekeliling Kota Malang yang berorientasi ke Kota Malang, yaitu: Dau, Karangploso, Lawang, Singosari, Pakisaji, Wagir, Tajinan, Bululawang dan Pakis. Fungsi pengembangan WP ini sebagai pusat pelayanan di Kota Malang yaitu fasilitas pusat perdagangan skala regional, pusat jasa skala daerah, pusat kesehatan skala daerah, dan pusat olahraga dan kesenian regional-nasional. 2)WP II Kepanjen

Wilayah pengembangan II Kepanjen meliputi 10 Kecamatan, yaitu: Kepanjen, Wonosari, Ngajum, Kromengan, Pagak, Sumberpucung, Kalipare, Donomulyo, Gondanglegi dan Pagelaran, dengan pusat di Perkotaan Kepanjen. Fungsi pengembangan WP ini sebagai pusat pelayanan dan ibukota daerah yaitu fasilitas pusat perdagangan skala daerah, pusat jasa skala daerah, pusat kesehatan skala daerah, pusat peribadatan daerah, pusat perkantoran daerah serta pusat olahraga dan kesenian regional-nasional.

3)WP III Ngantang

Wilayah pengembangan III Ngantang meliputi 3 Kecamatan, yaitu: Ngantang, Pujon dan Kasembon, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Ngantang. Fungsi pengembangan WP ini sebagai pusat pelayanan yaitu fasilitas pusat pariwisata Malang bagian Barat, pusat industri pengolahan dan pemasaran hasil pertanian, sub terminal agribisnis dan pusat sistem agropolitan dan pengembangan kawasan perdesaan.

4)WP IV Tumpang

Wilayah pengembangan IV Tumpang meliputi 4 Kecamatan, yaitu: Tumpang, Poncokusumo, Wajak dan Jabung, dengan pusat pelayanan di Perkotaan Tumpang. Fungsi pengembangan WP ini sebagai pusat pelayanan yaitu fasilitas pusat industri/pemasaran hasil pertanian, pusat agropolitan dan minapolitan.

5)WP V Turen dan Dampit

Wilayah pengembangan V Turen dan Dampit meliputi 4 Kecamatan, yaitu: Turen, Dampit, Tirtoyudo dan Ampelgading, dengan pusat pelayanan sosial di Turen dan pusat pelayanan ekonomi di Dampit. Fungsi pengembangan WP ini sebagai pusat pelayanan sosial yaitu fasilitas pusat industri strategis (PT PINDAD), home industry dan pusat peternakan unggulan.

6)WP VI Sumbermanjing Wetan

(20)

pusat jasa skala nasional, pusat kesehatan regional, pusat pengelola kota pelabuhan, pusat pelayanan umum regional, pusat industri/pemasaran hasil pertanian.

Gambar 1 Fungsi pengembangan tiap-tiap wilayah pengembangan

Di dalam dokumen pembangunan di Kabupaten Malang baik Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) ulasan mengenai karakteristik/tipologi WP masih sangat terbatas. Upaya penggambaran karakteristik WP ke dalam tipologi dapat memudahkan Pemerintah Daerah dalam memetakan dan mengevaluasi kondisi dan permasalahan sekaligus merumuskan alternatif solusi pada setiap tipologi.

(21)

Tabel 1 PDRB per kapita di wilayah pengembangan Kabupaten Malang atas dasar harga berlaku (ADHB) tahun 2012

No. Wilayah Pengembangan 1 WP I Lingkar Kota Malang 757.834 13.725.912 18.112.030

2 WP II Kepanjen 626.023 10.115.300 16.158.033

3 WP III Ngantang 153.044 2.672.321 17.461.126

4 WP IV Tumpang 325.320 4.683.881 14.397.764

5 WP V Turen dan Dampit 350.304 6.460.976 18.443.911

6 WP VI Sumbermanjing Wetan 226.162 3.105.424 13.730.973

Kabupaten Malang 12.851.029 40.763.814 16.383.973

Sumber: data diolah dari Bappeda dan BPS Kab. Malang (2013)

Tabel 1 menggambarkan bahwa PDRB per kapita Kabupaten Malang pada tahun 2012 sebesar 16,38 juta rupiah. Apabila ditinjau per wilayah pengembangan maka terdapat 3 WP yang PDRB per kapitanya diatas Kabupaten Malang yaitu WP V Turen dan Dampit (Rp. 18,44 juta), WP I Lingkar Kota Malang (Rp. 18,11 juta) dan WP III Ngantang (Rp. 17,46 juta) sementara 3 WP lainnya memiliki PDRB per kapita dibawah Kabupaten Malang yaitu WP II Kepanjen (Rp. 16,16 juta), WP IV Tumpang (Rp. 14,39 juta) dan WP VI Sumbermanjing Wetan (Rp. 13,73 juta). Tentunya banyak faktor yang memengaruhi perkembangan PDRB per kapita di masing-masing WP tersebut.

Indikator lain yang digunakan untuk melihat pembangunan wilayah adalah indikator fisik dalam hal ini indikator infrastruktur yang bisa diukur antara lain melalui ketersediaan sarana dan prasarana. Ditinjau dari olahan data Dinas Bina Marga Kabupaten Malang tahun 2015 diketahui bahwa rasio panjang jalan Kabupaten terhadap luas wilayah di tiap wilayah pengembangan masih belum merata. Rasio panjang jalan Kabupaten terhadap luas wilayah untuk total Kabupaten Malang tahun 2015 sebesar 0,56. Terdapat 3 WP yang memiliki nilai rasio diatas Kabupaten Malang, yaitu: WP I Lingkar Kota Malang (0,98), WP V Turen dan Dampit (0,70) dan WP II Kepanjen (0,58) sedangkan 3 WP lainnya memiliki nilai rasio dibawah Kabupaten Malang, yaitu: WP IV Tumpang (0,38), WP VI Sumbermanjing Wetan (0,33) dan WP III Ngantang (0,25).

Dilihat dari sisi indikator sosial, pembangunan wilayah ditunjukkan dengan seberapa besar peningkatan dan perhatian pada pengembangan sumber daya manusia yang tercermin melalui indeks pembangunan manusia (IPM). Ditinjau dari olahan data Bappeda dan BPS Kabupaten Malang tahun 2014 diketahui bahwa distribusi IPM tiap wilayah pengembangan belum merata. Rata-rata capaian nilai IPM Kabupaten Malang tahun 2013 sebesar 72,34. Hanya WP I Lingkar Kota Malang yang menunjukkan rata-rata nilai IPM diatas Kabupaten Malang yaitu sebesar 74,40. WP lainnya menunjukkan rata-rata nilai IPM dibawah Kabupaten Malang yaitu WP V Turen dan Dampit sebesar 70,84, WP IV Tumpang sebesar 70,49, WP II Kepanjen sebesar 70,25, WP III Ngantang sebesar 68,36 dan WP VI Sumbermanjing Wetan sebesar 67,56.

(22)

Kabupaten Malang masih jarang dilakukan. Faktor apa saja yang dominan serta pengaruhnya pada pengembangan wilayah di masing-masing tipologi wilayah pengembangan sangat penting untuk diketahui dalam perumusan solusi yang lebih efektif untuk pembangunan wilayah yang lebih luas dalam lingkup Kabupaten Malang.

Adanya keragaman potensi, masalah, fungsi dan peran menyebabkan peluang masing-masing tipologi wilayah pengembangan untuk tumbuh dan berkembang juga berbeda-beda. Masing-masing tipologi memiliki dinamika internal masing-masing sehingga dibutuhkan model kebijakan pembangunan yang berbeda-beda pula. Pengembangan model hubungan antara komponen pembangunan wilayah berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan juga masih jarang dilakukan. Penelitian ini dibutuhkan untuk menyusun alternatif model pembangunan Kabupaten Malang berbasis sistem wilayah pengembangan.

Uraian masalah diatas kemudian disusun menjadi pertanyaan penelitian (research question) sebagai berikut:

1. Bagaimana tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pembangunan Kabupaten Malang berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan?

3. Bagaimana mengembangkan model hubungan antara komponen pembangunan wilayah berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan utama penelitian ini adalah mengembangkan suatu alternatif model pembangunan Kabupaten Malang yang memadukan 3 komponen utama yaitu sosial, ekonomi dan infrastruktur berbasis sistem wilayah pengembangan. Adapun yang menjadi tujuan antara adalah:

1. Menganalisis tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan Kabupaten Malang berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan.

3. Mengembangkan model hubungan antara komponen pembangunan wilayah berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:

1. Memberikan kontribusi kepada Pemerintah Daerah terkait kondisi dan model pembangunan serta merumuskan kebijakan dan prioritas pembangunan pada tiap tipologi wilayah pengembangan di Kabupaten Malang.

(23)

2. TINJAUAN PUSTAKA

Pembangunan/Pengembangan Wilayah

UNDP mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk (a process of enlarging people’s choices). Dalam konsep tersebut, penduduk ditempatkan sebagai tujuan akhir (the ultimate end), bukan alat, cara atau instrumen pembangunan. Todaro (2000) menekankan bahwa pembangunan harus memenuhi tiga komponen dasar yaitu kecukupan (sustainance) memenuhi kebutuhan pokok, meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-esteem) serta kebebasan (freedom) untuk memilih. Adapun menurut Anwar (2001) pembangunan wilayah harus diarahkan kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency) dan keberlanjutan (sustainability).

Pembangunan menurut Rustiadi et al. (2011) dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara/wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya. Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses di mana terdapat saling keterkaitan dan saling memengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkembangan tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisa dengan seksama sehingga diketahui runtutan peristiwa yang timbul yang akan mewujudkan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya.

Djakapermana (2009) mengatakan bahwa dalam proses pengembangan wilayah harus dipahami terlebih dahulu konsep mengenai wilayah. Wilayah adalah batasan geografis (deliniasi yang dibatasi oleh koordinat geografis) yang mempunyai pengertian/maksud tertentu atau sesuai fungsi pengamatan tertentu. Isard (1975) menganggap pengertian suatu wilayah pada dasarnya bukan sekedar areal dengan batas-batas tertentu, namun suatu area yang memiliki arti (meaningful) karena adanya masalah-masalah yang di dalamnya sedemikian rupa, sehingga ahli regional memiliki ketertarikan di dalam menangani permasalahan tersebut, khususnya karena menyangkut permasalahan sosial-ekonomi.

Rustiadi et al. (2011) mendefinisikan wilayah sebagai unit geografis dengan batas-batas tertentu dimana komponen-komponennya di dalamnya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan tetap namun seringkali bersifat dinamis (berubah-ubah). Istilah wilayah menekankan interaksi antarmanusia dengan sumberdaya-sumberdaya lainnya yang ada di dalam suatu batasan unit geografis tertentu.

Dawkins (2003) mendefinisikan wilayah sebagai populasi manusia yang berbatasan secara spasial yang terikat baik oleh sejarah atau pilihan untuk lokasi geografis tertentu. Ketergantungan lokasi bisa timbul dari daya tarik bersama untuk budaya lokal, pusat-pusat kerja lokal, sumber daya alam lokal atau fasilitas lokasi spesifik lainnya. Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mendefinisikan wilayah sebagai ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

(24)

yang ada, mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan berbagai sumberdaya, merekatkan dan menyeimbangkan pembangunan nasional, meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan dalam rangka mendapatkan tatanan kehidupan yang lebih baik bagi kepentingan masyarakat khususnya dan dalam skala nasional (Hariyanto dan Tukidi 2007; Mulyanto 2008) . Pembangunan wilayah merupakan sebuah langkah untuk mengembangkan suatu kawasan secara holistik. Tak hanya dengan memacu pertumbuhan sosial ekonomi, namun juga mengurangi kesenjangan antara satu wilayah dengan wilayah yang lain. Pengembangan wilayah ini berbeda dengan pembangunan sektoral yang menitikberatkan pada sektor-sektor tertentu, tanpa memperhatikan sektor lainnya. Pengembangan yang bersifat sektoral lebih banyak terkonsentrasi pada satu isu maupun masalah tertentu (Susantono 2012).

Tujuan utama dari pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumber daya yang ada didalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan (Ambardi dan Prihawantoro 2002 dalam Bappeda 2014).

Pusat Pertumbuhan

Francis Perroux memperkenalkan konsep Kutub Pertumbuhan dan Pusat Pertumbuhan atau lebih dikenal dengan istilah “Growth Pole and Growth Centre”. Ia berpendapat bahwa fakta dasar dari perkembangan spasial sebagaimana perkembangan industri, adalah “pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara serentak; pertumbuhan itu terjadi pada titik-titik atau kutub-kutub perkembangan, dengan intensitas yang berubah-ubah; perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam dan dengan efek yang beraneka ragam terhadap keseluruhan perekonomian (Nurhadi 2012).

Landasan bagi teori pusat pertumbuhan selain dikembangkan oleh Perroux (1955) juga oleh Christaller (1933) dan Myrdal (1957). Namun menurut Marsudi Djojodipuro (1992) dalam Nurhadi (2012) inti dari ide kutub pertumbuhan dan pusat pertumbuhan didasarkan kepada:

1. Konsep “keunggulan industri”; bahwa pada pusat kutub pertumbuhan terdapat perusahaan-perusahaan yang besar yang mendominasi kegiatan ekonomi lainnya. Lokasi industri semacam itu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti lokasi sumberdaya, infrastruktur yang baik dan tenaga kerja yang cukup.

2. Konsep polarisasi; bahwa pertumbuhan yang cepat dari industri unggulan dapat mendorong polarisasi dari kegiatan ekonomi lainnya kedalam kutub pertumbuhan, pengaruh langsung dari hal ini adalah berbagai keuntungan dari adanya pemusatan (aglomerasi).

(25)

Suatu wilayah atau kawasan dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan apabila memenuhi kriteria sebagai pusat pertumbuhan baik secara fungsional maupun secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan merupakan lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan lokasi dengan fasilitas dan kemudahan yang mampu menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) serta menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi dan masyarakat pun memanfaatkan fasilitas yang ada di lokasi tersebut (Tarigan 2006).

Teori pusat pertumbuhan masih relevan digunakan di Kabupaten Malang untuk mengurangi disparitas antar pusat-pusat wilayah pengembangan (interregional). Hal ini disebabkan karena wilayah Kabupaten Malang yang cukup luas dengan karakteristik wilayah, potensi dan masalah yang berbeda-beda menyebabkan transfer pertumbuhan ekonomi antar daerah umumnya tidak lancar, tetapi cenderung terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu yang mempunyai keuntungan lokasi. Kelemahannya pendekatan ini memiliki spread effect terhadap wilayah sekitarnya sangat lemah, bahkan dapat menyebabkan terjadinya disparitas di dalam wilayah pengembangan (intra-regional).

Wilayah Pengembangan

Wilayah pengembangan menurut Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Malang adalah suatu wilayah yang terdiri atas satu atau beberapa kecamatan yang memiliki satu kesatuan sistem pelayanan sosial, ekonomi dan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Malang membagi wilayahnya ke dalam 6 (enam) wilayah pengembangan yang dimaksudkan untuk memudahkan Pemerintah Daerah melakukan fungsinya yaitu dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembangunan sehingga diharapkan pembangunan di wilayah Kabupaten Malang dapat merata, terpadu (lintas sektor) dan tepat sasaran.

Wilayah pengembangan merupakan bagian-bagian wilayah yang diprioritaskan untuk dikembangkan berdasarkan karakteristik dan potensi yang dimiliki, sehingga diharapkan akan tercipta pusat-pusat pertumbuhan yang mampu memotivasi dan membangkitkan pertumbuhan wilayah itu sendiri dan wilayah sekitarnya (hinterland). Percepatan pengembangan wilayah melalui strategi wilayah pengembangan (WP) merupakan suatu upaya untuk pelaksanaan kebijakan pengembangan wilayah yang memungkinkan WP dapat berjalan sesuai dengan fungsi dan peranan yang sudah ditetapkan, sehingga memungkinkan terciptanya pola pengembangan wilayah yang lebih seimbang (Hariyanto 2006).

(26)

Sistem dan Pendekatan Sistem

Djakapermana (2009) mengatakan bahwa istilah sistem digunakan dalam berbagai macam konteks. Istilah tersebut berasal dari kata systema dalam bahasa Yunani yang dalam bahasa Inggris berarti: whole compounded of several parts (keseluruhan yang terdiri dari berbagai macam bagian).

Menurut Ford (1999) dalam Haryono (2011) sistem adalah suatu kombinasi dari dua atau lebih elemen-elemen yang saling terkait. Hartisari (2007) mengartikan sistem sebagai gugus atau kumpulan dari komponen yang saling terkait dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tujuan tertentu.

Muhammadi et al. (2001) mengartikan sistem sebagai keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Secara definitif, sistem adalah suatu gugus dari elemen yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan (Manetsch dan Park 1979 dalam Eriyatno 2003).

Dari beragam definisi yang ada terlihat bahwa sistem memiliki karakteristik keutuhan dan interaksi antar komponen yang membangun sistem. Secara lebih tegas beberapa karakteristik yang dimiliki sistem dapat dinyatakan sebagai berikut (Sushil 1993 dalam Damai 2012):

1) Dibangun oleh sekelompok komponen yang saling berinteraksi. 2) Memiliki sifat yang “utuh” dan “keutuhan” (wholeness).

3) Memiliki satu atau segugus tujuan.

4) Terdapat proses transformasi input menjadi output.

5) Terdapat mekanisme pengendalian yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan sistem.

Teori sistem umum (General Systems Theory) diperkenalkan pada tahun 1940-an oleh seorang ahli biologi Ludwig von Bertalanffy yang merupakan cikal bakal teori sistem. Teori ini kemudian pada tahun 1950 dilanjutkan oleh Ross Ashby dengan studinya tentang sibernetika (cybernetics), yang didefinisikan sebagai studi tentang organisasi, komunikasi dan kontrol dalam sistem kompleks dengan berfokus pada mekanisme umpan balik. Teori sistem erat hubungannya dengan sibernetika dan dinamika sistem (system dynamics), yaitu model-model yang terdiri atas jaringan peubah yang berubah dengan waktu (Purnomo 2012).

(27)

Pendekatan sistem ini masih relevan digunakan dalam penelitian ini, mengingat wilayah Kabupaten Malang yang cukup luas yang terbagi menjadi 6 WP dimana masing-masing WP memiliki karakteristik, potensi dan masalah yang berbeda-beda. Perbedaan ini tidak boleh dipahami secara terpisah/isolatif namun tetap dipahami secara utuh yaitu melalui pendekatan sistem sehingga diharapkan pembangunan di wilayah Kabupaten Malang menjadi lebih efektif dan terfokus.

Pemodelan dan Sistem Dinamik

Model didefinisikan sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual yang dapat dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses. Model secara umum dapat dikelompokkan menjadi model ikonik, model analog (kualitatif) dan model simbolik (kuantitatif). Model ikonik adalah perwakilan fisik yang sama dengan barang yang ditirukan baik dalam bentuk ideal ataupun dalam skala yang berbeda. Model analog (kualitatif) adalah model yang berbentuk gambar, diagram atau matriks yang menyatakan hubungan antar unsur. Model simbolik (kuantitatif) adalah model yang berbentuk rumus-rumus matematik, statistik atau komputer dalam bentuk suatu persamaan (equation) (Muhammadi et al. 2001; Eriyatno 2003).

Pemodelan adalah metode untuk mengembangkan model-model simulasi atau tiruan mencakup suatu pemilihan karakteristik dari perwakilan abstrak yang paling tepat pada situasi yang terjadi untuk membantu memahami kompleksitas dinamis dari sistem, memahami sumber-sumber kemacetan kebijakan serta merancang kebijakan yang lebih efektif (Eriyatno 2003; Purnomo 2012). Pemodelan (modelling) adalah cara untuk meningkatkan pembelajaran (learning) dalam sistem kompleks sebagaimana sebuah simulator penerbangan (flight simulator) yang membantu seorang calon pilot belajar terbang (Purnomo 2012).

Keuntungan penggunaan model dalam penelitian dengan pendekatan sistem adalah : (1) memungkinkan untuk melakukan penelitian yang lintas sektoral dengan ruang lingkup yang luas, (2) dapat dipakai untuk melakukan eksperimentasi terhadap sistem tanpa mengganggu atau memberikan perlakuan tertentu terhadap sistem, (3) mampu menentukan tujuan aktivitas pengelolaan dan perbaikan terhadap sistem yang diteliti, (4) dapat dipakai untuk menduga/meramal kelakuan dan keadaan sistem pada masa yang mendatang (Walter 1974 dalam Haryono 2011).

Model dinamik bermanfaat: (1) untuk meramalkan kemungkinan yang akan terjadi (future event) dalam sistem kompleks berdasarkan kondisi yang terjadi diwaktu lampau (past event); (2) untuk melakukan analisis kebijakan yang diinginkan dan layak, dimana kebijakannya bersifat proaktif, antisipataif dan adaptif; dan (3) untuk memecahkan sistem yang kompleks, terpadu dan holistik untuk mencapai tujuan (Walukow 2012).

(28)

penyusunan kebijakan publik. Menurut Forrester (1968) sistem dinamik merupakan suatu metode dalam mempelajari sifat-sifat sistem, dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana interrelasi dari suatu keputusan, kebijakan, struktur dan delay dalam memengaruhi pertumbuhan dan stabilitas sistem tersebut.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Pembangunan Wilayah

Keberhasilan pembangunan suatu wilayah diukur dengan beberapa parameter, dan paling populer saat ini adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Indeks (HDI) (Maulana dan Bowo 2013). IPM merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non-fisik (pendidikan). IPM merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah yang mempunyai dimensi yang sangat luas, karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan hidup, pendidikan dan standar hidup layak (Melliana dan Zain 2013).

Menurut pandangan the United Nations Development Programme (UNDP) komponen IPM dihitung berdasarkan aspek pendidikan meliputi rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf, aspek kesehatan yang dihitung berdasarkan rata-rata lama hidup dan aspek daya beli dengan mempertimbangkan prosperity power parity/kemampuan membeli berbagai jenis komoditi. IPM hadir sebagai alat ukur yang mampu menggambarkan tingkat kesejahteraan secara menyeluruh karena dapat menggambarkan faktor ekonomi dan non-ekonomi (Aji et al. 2014).

Keberhasilan pembangunan juga dapat diukur dari pertumbuhan ekonomi. Simon Kuznets menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh akumulasi modal (investasi pada tanah, peralatan, prasarana dan sarana serta sumber daya manusia), sumber daya alam, sumber daya manusia baik jumlah maupun tingkat kualitas penduduknya, kemajuan teknologi, akses terhadap informasi, keinginan untuk melakukan inovasi dan mengembangkan diri serta budaya kerja (Todaro 2000 dalam Prasetyo dan Firdaus 2009).

Sektor infrastruktur merupakan salah satu sektor vital untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial. Tingkat pembangunan infrastuktur yang tinggi secara tidak langsung akan meningkatkan investasi. Pembangunan prasarana jalan memiliki fungsi aksesibilitas untuk membuka daerah kurang berkembang dan fungsi mobilitas untuk memacu daerah yang telah berkembang (Purwoto dan Kurniawan 2009; Posumah 2015).

Berbagai teori memperlihatkan bahwa pembangunan jaringan infrastruktur akan mengarahkan pengembangan wilayah. Seringkali terminologi yang dipakai adalah ships follow the trade (infrastruktur dibangun untuk menjawab kebutuhan perdagangan yang ada) atau sebaliknya trade follows the ships (infrastruktur dibangun lebih dulu agar perdagangan dapat terstimulasi) (Susantono 2012).

(29)

Tolok ukur yang dapat dianggap sangat pokok untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah semua yang terkait dengan kesejahteraan rakyat. Kata kesejahteraan sendiri menurut terminologi dalam kamus Bahasa Indonesia mempunyai arti ketentraman, kesenangan hidup, kemakmuran dan keamanan. Jika ingin kondisi ini dapat tercapai maka prasyarat utama yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan mutu kehidupan individu/perorangan melalui pembangunan manusia seutuhnya (Bappeda Kab. Malang 2015).

Dari beberapa faktor yang memengaruhi pembangunan wilayah, dalam penelitian ini menggunakan IPM. Hal ini karena IPM mampu menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Malang secara menyeluruh meliputi aspek pendidikan, kesehatan maupun daya beli. Selain itu ketersediaan data IPM di Kabupaten Malang lebih lengkap dan rinci (per kecamatan) dibandingkan dengan data pertumbuhan ekonomi (data terbatas).

Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait sistem perwilayahan di Kabupaten Malang pernah dilakukan oleh Sutikno dan Maryunani (2007) dengan judul analisis potensi dan daya saing kecamatan sebagai pusat pertumbuhan satuan wilayah pengembangan (SWP) Kabupaten Malang. Konsep perwilayahan yang digunakan dalam penelitian ini masih menggunakan konsep lama sebelum disahkannya perda tentang RTRW Kabupaten Malang tahun 2010.

Istilah yang digunakannya untuk menggambarkan perwilayahan adalah satuan wilayah pengembangan (SWP) dimana perwilayahan Kabupaten Malang terdiri dari 8 SWP, yaitu: (I) SWP Ngantang dan sekitarnya, (II) SWP Lingkar Kota dan sekitarnya, (III) SWP Lawang dan sekitarnya, (IV) SWP Tumpang dan sekitarnya, (V) SWP Kepanjen dan sekitarnya, (VI) SWP Donomulyo, (VII) SWP Gondanglegi dan sekitarnya serta (VIII) SWP Dampit dan sekitarnya.

Alat analisis yang digunakan adalah analisis Tipologi Klassen, Location Quotient (LQ), Shift-Share (S-S), daya saing dan skalogram. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa struktur ekonomi hampir di semua SWP di Kabupaten Malang di dominasi oleh sektor tersier kemudian diikuti oleh sektor primer dan sekunder. Khusus untuk kontribusi sektor sekunder untuk SWP II dan SWP III lebih besar dibanding sektor primer (Tersier, Sekunder dan Primer). Sektor yang dominan kontribusinya terhadap PDRB di setiap SWP adalah sektor pertanian, industri pengolahan serta perdagangan, hotel dan restoran.

Berdasarkan analisis skalogram, daya saing dan jarak dalam penelitian tersebut diperoleh gambaran pusat-pusat pertumbuhan di masing-masing SWP yaitu: SWP I di Kecamatan Ngantang, SWP II Utara di Kecamatan Singosari, SWP II Selatan di Kecamatan Pakisaji, SWP IV di Kecamatan Poncokusumo, SWP V di Kecamatan Kepanjen, SWP VII di Kecamatan Pagelaran dan SWP VIII di Kecamatan Turen.

(30)

Tabel 2 Matriks penelitian-penelitian terdahulu

No. Nama (tahun)/judul

penelitian/organisasi Alat analisis Hasil penelitian 1. Eta Rahayu dan Eko Budi

Santoso (2014). Penentuan Pusat-Pusat Pertumbuhan dalam Pengembangan Wilayah di Kabupaten Gunung Kidul. (Jurnal)

Analisis Skalogram dan Tipologi Klassen

Hasil analisis skalogram membentuk 4 hirarki, yaitu:  Hirarki I: Kecamatan yang memiliki seluruh jenis fasilitas yaitu Kecamatan Semanu, Kecamatan Wonosari dan Kecamatan Playen.  Hirarki II: Kecamatan yang memiliki 18 Pembangunan Wilayah di Kabupaten Bogor. Tesis. Pascasarjana IPB. Bogor. menunjukkan Kecamatan yang termasuk hierarki I sebesar 15%, hierarki II 25% dan hierarki III 60% dari total wilayah di Kab. Bogor. Hierarki I meliputi Kec.: Cibinong, Tajurhalang, Bojong Gede, Cisarua dan Cigombong.

2. Hasil IDE berdasarkan tenaga kerja menunjukkan bahwa Kec. Jonggol memiliki nilai tertinggi dan nilai terendah di Kec. Gunung Putri.

3. Ditinjau dari jenis aktivitasnya nilai IDE tertinggi ada pada sektor industri, perdagangan dan swasta.

3. Ebed Hamri (2015). Analisis Pemekaran Wilayah dan Pengembangan Pusat-Pusat Pertumbuhan Ekonomi (Studi di Kota Baubau Propinsi Sulawesi Tenggara dan Kota Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat). Disertasi. Pascasarjana IPB. Bogor. lebih tinggi keragaman aktivitas/kegiatan ekonominya dibanding Kabupaten

hinterlandnya.

2. Hasil analisis skalogram dan analisis gravitasi menunjukkan bahwa Kota Baubau dan Kota Tasikmalaya potensial menjadi pusat pertumbuhan dan pusat pelayanan karena ketersediaan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan daerah sekitarnya, sehingga menjadi daya tarik wilayah yang cukup besar. 4. Brilliant Faisal (2010).

Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan. Tesis. Pascasarjana IPB. Bogor. menunjukkan Kab./Kota yang termasuk hierarki I yaitu Kota Palembang, hirarki II sebanyak 5 Kab./Kota dan hirarki III sebanyak 8 Kab./Kota. 2. Hasil IDE berdasarkan PDRB menunjukkan

bahwa kategori IDE tinggi adalah Kota Palembang dan Kab. Musi Banyuasin sedangkan IDE terendah di Kota Pagaralam, Lubuk Linggau dan Kab. Oku Selatan.

3. Ditinjau dari jenis aktivitasnya nilai IDE tertinggi ada pada sektor pertambangan dan penggalian, pertanian dan industri pengolahan. 4. Analisis Klaster menggunakan 27 variabel dari

(31)

Tabel 2 (Lanjutan)

No. Nama (tahun)/judul

penelitian/organisasi Alat analisis Hasil penelitian 5. Yanti Budiyantini dan

Vidya Pratiwi (2016). Peri-urban typology of Bandung Metropolitan Area. (Jurnal)

Analisis Klaster Tipologi daerah peri-urban dianalisis berdasarkan karakteristik fisik, sosial dan ekonomi. Ada 3 (tiga ) tipologi peri-urban yaitu: Predominantly Urban, Semi-Urban dan Potential Urban. Wilayah

Predominantly Urban terdiri dari 57 Desa yang terletak di perbatasan Bandung dan memiliki karakteristik fisik, sosial dan ekonomi perkotaan yang signifikan. Wilayah Semi-Urban terdiri dari 123 Desa dan memiliki karakteristik campuran perkotaan dan pedesaan. Wilayah Potential Urban

terdiri dari 75 Desa dan memiliki karakteristik pedesaan yang signifikan.

6. Andi Herius, Erika Buchari dan Joni Arliansyah (2015). Karakteristik dan Interaksi Transportasi Ogan

Ilir-Ada 6 kecamatan yang nilai indeks konektivitasnya (β) terbesar yaitu: Kec. Pemulutan, Pemulutan Barat, Pemulutan Selatan, Rambang Kuang, Lubuk Keliat dan Rantau Alai. Hal ini disebabkan adanya rute-rute alternatif ke wilayah tersebut. Nilai indeks konektivitas (β) terkecil terdapat pada Kec. Indralaya dan Indralaya Utara yaitu 0,5, karena untuk menuju kedua wilayah tersebut dari Palembang tidak terdapat jalur alternatif.

7. Dwi Nowo Martono (2008).

Kajian Tingkat

Aksesibilitas Kawasan Perumahan Terencana dan Swadaya Berbasis Analisis Spasial Kuantitatif.

Kawasan perumahan terencana mempunyai tingkat aksesibilitas yang lebih baik dibanding kawasan perumahan swadaya. Hal ini dilihat berdasarkan

indikator kerapatan (indeks α) dan konektivitas jaringan jalan (indeks β). Salah satu hal yang

menyebabkannya karena kawasan perumahan terencana sebelum dibangun telah dirancang terlebih dahulu jaringan jalannya sedangkan kawasan perumahan swadaya, jaringan jalan lingkungan tidak direncanakan dan tidak berkembang.

8 . Ayunanda Melliana dan Ismaini Zain (2013). Analisis Statistika Faktor yang Mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi

Ada 8 variabel bebas yang digunakan yaitu mewakili aspek pendidikan: rasio guru-siswa SMP/MTs, rasio sekolah-murid SMP/MTs dan Angka partisipasi SMP/MTs (APS); mewakili aspek kesehatan: jumlah sarana kesehatan dan rumah tangga dengan akses air bersih; serta mewakili aspek kependudukan: kepadatan penduduk, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) dan PDRB Perkapita.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah hanya 1 variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IPM yaitu rasio sekolah-murid SMP/MTs sedangkan tujuh variabel lainnya memiliki pengaruh yang signifikan. 25 Kabupaten/Kota Tahun 2003-2007). Tesis. Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta.

Analisis Regresi Panel Data

Ada 9 Variabel bebas yang digunakan, yaitu: jumlah bangunan SD dan SLTP, rasio guru terhadap murid SD, rasio guru terhadap murid SLTP, jumlah Puskesmas, jumlah dokter yang bertugas di Puskesmas, jumlah bidan yang bertugas di Puskesmas dan bidan desa, PDRB perkapita Kabupaten/Kota ADHK 2000 dan kepadatan penduduk di Kabupaten/Kota.

(32)

Tabel 2 (Lanjutan)

No. Nama (tahun)/judul

penelitian/organisasi Alat analisis Hasil penelitian 10. Rosinta Dewi Kacaribu

(2013). Analisis Indeks Pembangunan Manusia dan Faktor-Faktor yang Memengaruhi di Provinsi Papua. Skripsi. IPB. Bogor.

Metode Analisis Deskriptif dan Metode Panel Data.

Ada 9 Variabel bebas yang digunakan, yaitu: pertumbuhan ekonomi (PDRB), pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan, rasio jumlah penduduk terhadap: jumlah bidan, jumlah perawat dan jumlah dokter, rasio penduduk miskin terhadap jumlah penduduk, rasio murid SD terhadap guru, rasio murid SMP terhadap guru dan rasio murid SMA terhadap guru.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang berpengaruh nyata (signifikan) sesuai dengan hipotesis yang digunakan adalah PDRB, pengeluaran pemerintah di bidang pendidikan, rasio penduduk miskin terhadap jumlah penduduk, rasio jumlah penduduk terhadap dokter, rasio murid SMA terhadap guru. Adapun faktor yang tidak berpengaruh nyata adalah rasio murid SD dan SMP terhadap guru. Dari hasil penelitian, ternyata rasio bidan dan rasio perawat mempunyai hubungan yang tidak sesuai dengan hipotesis. Dimana variabel tersebut berhubungan positif terhadap IPM. 11. Darwati Susilastuti, I Made

Putrawan dan C. Hanny Wijaya (2009). Model Hubungan Penduduk dan Konversi Lahan dengan Ketersediaan Air Bersih untuk Perencanaan Pengelolaan Sumber Daya Air melalui Metode System Dynamics di Kabupaten Bekasi. (Jurnal)

Pemodelan Sistem Dinamik

Dalam penelitian ini model dibagi kedalam 3 subsistem, yaitu: penduduk, konversi lahan dan ketersediaan air bersih.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa jumlah penduduk meningkat terus, konversi lahan yang digambarkan oleh penurunan secara lambat pada ketersediaan lahan terbuka dan ketersediaan air bersih menurun secara tajam. Pada subsistem penduduk, pertambahan penduduk lebih banyak disebabkan oleh migrasi masuk; pada subsistem konversi lahan, konversi lahan menyebabkan penurunan luas lahan terbuka; dan pada subsistem ketersediaan air bersih, penurunan ketersediaan air bersih disebabkan oleh pencemaran. Dinamik dan Analisis SIG

Dalam penelitian ini model dibagi kedalam 3 sub-model, yaitu: populasi, aktivitas ekonomi dan ketersediaan ruang.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa komponen utama sistem berupa populasi, aktivitas ekonomi, dan ketersediaan ruang menunjukkan keterkaitan dan saling memengaruhi, untuk menjaga hubungan antar komponen secara berkelanjutan, sampai akhir analisis harus dicapai dan dipertahankan suatu proporsi kawasan lindung daratan seluas 54.482 ha (42,09%) dan konservasi perairan 4.822 ha (3,02%). 13. Darmawan Listya Cahya

(2014). Model Sistem terbagi menjadi 2 bagian: kebutuhan lahan dan alih fungsi lahan.

(33)

Dari beberapa hasil penelitian diatas, ada beberapa metode analisis yang relevan dengan topik penelitian ini yaitu indeks diversitas entropi, skalogram, tingkat aksesibilitas, gerombol/klaster, regresi panel data dan sistem dinamik. Hasil penelitian diatas yang menggunakan metode indeks diversitas entropi, skalogram dan gerombol/klaster menempatkan wilayah yang memiliki kelengkapan sarana dan prasarana serta diversifikasi ekonomi yang tinggi berada pada hierarki atau klaster I dengan tingkat perkembangan wilayah maju.

Hasil penelitian yang menggunakan kerapatan jalan (indeks α) dan konektivitas jaringan jalan (indeks β) menempatkan wilayah/kawasan yang terencana dan berkembang memiliki indeks α dan indeks β yang lebih tinggi dibanding dengan wilayah yang tidak direncanakan dan tidak berkembang.

Beberapa penelitian diatas yang menggunakan regresi panel data untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi IPM menunjukkan bahwa variabel bebas yang digunakan dalam model regresi antara satu penelitian dengan penelitian lainnya itu bervariasi disesuaikan dengan ketersediaan data dan karakteristik lokasi studi yang berbeda-beda antar penelitian. Penelitian yang menggunakan analisis sistem dinamik juga memiliki perbedaan dalam menentukan sub model yang disesuaikan dengan tujuan dan kebutuhan tiap-tiap peneliti.

Kerangka Pemikiran

Wilayah merupakan suatu sistem dimana komponen-komponen di dalamnya bersifat kompleks. Sifat kompleks ditunjukkan dengan banyaknya jumlah dan jenis komponen yang ada serta keragaman bentuk hubungan antara komponen-komponen tersebut. Keragaman karakteristik wilayah menuntut adanya pendekatan pembangunan yang sesuai dengan karakteristik, potensi dan kemampuan wilayah dan juga menyiratkan adanya hubungan keterkaitan/ketergantungan antar komponen wilayah.

Pendekatan perwilayahan merupakan salah satu pendekatan untuk mengelola dan mencapai tujuan-tujuan pembangunan sesuai dengan karakteristik wilayah. Kebijakan perwilayahan digunakan untuk penerapan pengelolaan (manajemen) sumberdaya yang memerlukan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan perbedaan karakteristik secara spasial (Rustiadi et al. 2011). Sistem pembangunan Kabupaten Malang di dalam RTRW dilakukan melalui pendekatan perwilayahan yakni dengan membagi Kabupaten Malang menjadi 6 wilayah pengembangan (WP).

Pendekatan sistem diperlukan dalam melihat hubungan keterkaitan/ ketergantungan antar komponen wilayah. RTRW Kabupaten Malang mengatur wilayah Kabupaten Malang sebagai suatu kesatuan administratif wilayah dalam lingkup Kabupaten. Pembagian wilayah kedalam wilayah pengembangan tidak boleh dipahami secara terpisah/isolatif namun tetap harus dipahami dengan pendekatan sistem yaitu memahami wilayah sebagai sebuah sistem yang saling terkait. Untuk memudahkan analisis dan evaluasi wilayah

(34)

antara komponen pembangunan wilayah berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan.

Pertimbangan pertama (1) diatas menghasilkan gambaran tipologi wilayah pengembangan dalam bentuk peta sehingga dapat dikategorikan sebagai model ikonik/fisik. Pertimbangan kedua (2) dan ketiga (3) diatas menghasilkan suatu bentuk persamaan (equation) sehingga dapat dikategorikan sebagai model kuantitatif/simbolik. Ketiga hal tersebut merupakan alternatif model pembangunan Kabupaten Malang yang memadukan 3 komponen utama yaitu sosial, ekonomi dan infrastruktur dalam suatu kerangka sistem wilayah pengembangan. Secara umum diagram pemikiran yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian

Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara yang diambil untuk menjawab permasalahan yang diajukan oleh peneliti dimana kebenarannya masih harus diuji secara empiris. Hipotesis yang dirumuskan adalah: jumlah fasilitas kesehatan, fasilitas SMP, perawat-bidan, rasio sekolah terhadap siswa SD, rasio guru terhadap siswa SMA dan kepadatan penduduk diduga berpengaruh positif terhadap IPM. Dengan kata lain bahwa semakin tinggi jumlah penduduk, infrastuktur dan tenaga baik pendidikan dan kesehatan di Kabupaten Malang maka IPM akan meningkat.

Gambar

Tabel 2 Matriks penelitian-penelitian terdahulu
Tabel 2  (Lanjutan)
Tabel 2  (Lanjutan)
Gambar 2  Kerangka pemikiran penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

100 kg KCl, disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah, bagi tanah masam perlu dikapur 300 kg/ha sebagai sumber hara Ca atau Ca + Mg, pemberian 3 t/ha pupuk kandang kotoran ayam atau

Molemmat tutkittavat käyttivät myös määrällisesti enemmän eri sanahaun keinoja nimeämistä vaativissa testeissä.. Kuten kerrontatehtävissä, myös

Pembangunan model teoritik perilaku pembelian konsumen tersebut dilakukan dengan menguji model empirik terpadu ( in- tegrated empirical model ) yang secara operasional dilakukan

(1) PHBS sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 agar digunakan sebagai acuan bagi semua pemangku kepentingan dalam rangka pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di tatanan rumah

Latar belakang dari penelitian ini adalah motivasi karyawan untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit, karena motivasi itu melibatkan faktor-faktor individual

Berdasarkan data karakter morfologi daun, 6 aksesi yang diamati memiliki ke- ragaman pada bentuk daun, bentuk ujung daun, susunan daun, tekstur permukaan daun,

Saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan pasien stroke di Ruang Ashter.. Saya

In addition to that, because of many signals of unreliability, Kubrick’s Humbert is just like Nabokov’s Humbert, a typical postmodern unreliable narrator which creates a