• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tipologi Wilayah Pengembangan Kabupaten Malang

Tipologi adalah studi pengklasifikasian tipe-tipe dengan karakteristik tertentu. Tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang dapat ditinjau dari beberapa analisis yaitu keragaman sektor perekonomian, hierarki infrastruktur, tingkat aksesibilitas wilayah dan pengelompokan karakteristik wilayah.

Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis Keragaman Sektor Perekonomian

Hasil tipologi wilayah pengembangan berdasarkan analisis keragaman sektor perekonomian dengan menggunakan Indeks Diversitas Entropi (IDE) baik diukur dari komponen PDRB maupun penduduk bekerja menunjukkan angka yang relatif sama, yaitu 0,28-0,93 (PDRB) dan 0,28-0,89 (penduduk bekerja) dengan rata-rata nilai IDE Kabupaten Malang menunjukkan angka yang sama yaitu 0,56. Data PDRB dan penduduk bekerja yang digunakan dalam analisis IDE ini dapat dilihat pada lampiran 1 dan 2. Hasil analisis nilai IDE berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 dan berdasarkan penduduk bekerja tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 15 dan 16 serta Gambar 8 dan 9.

Tabel 15 Nilai indeks diversitas entropi (IDE) di WP Kabupaten Malang berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 tahun 2012

No

Wilayah pengem- bangan

(WP)

Nilai indeks diversitas entropi (IDE) berdasarkan PDRB tahun 2012 per sektor

Nilai IDE total (Stot) Kontri- busi per WP Tani Tamb Ind Ligas Bang Dag Angk Keu Jasa

1 WP I 0,18 0,03 0,24 0,01 0,03 0,20 0,05 0,06 0,12 0,93 27,93 2 WP II 0,21 0,03 0,10 0,01 0,03 0,19 0,04 0,05 0,11 0,77 23,25 3 WP III 0,09 0,01 0,03 0,00 0,01 0,07 0,01 0,02 0,04 0,28 8,45 4 WP IV 0,12 0,03 0,05 0,01 0,01 0,12 0,02 0,03 0,07 0,44 13,32 5 WP V 0,17 0,02 0,08 0,01 0,01 0,14 0,03 0,03 0,08 0,57 17,22 6 WP VI 0,07 0,02 0,05 0,00 0,01 0,08 0,02 0,02 0,05 0,33 9,83 Kab. Malang 0,83 0,14 0,56 0,05 0,11 0,80 0,17 0,21 0,48 3,33 100,00 Rata-rata 0,14 0,02 0,09 0,01 0,02 0,13 0,03 0,03 0,08 0,56 16,67 Kontribusi per sektor 24,91 4,15 16,78 1,43 3,27 24,02 4,96 6,19 14,27

Entropi maksimum (Smaks) = ln (9*6) 3,99

Indeks perkembangan wilayah = Stot / Smaks 0,8352 Sumber: Bappeda dan BPS Kab. Malang (2013) diolah dari hasil analisis IDE

Keterangan:

Tani : Pertanian Dag : Perdagangan, Hotel & Restoran Tamb : Pertambangan & Penggalian Angk : Pengangkutan & Komunikasi

Ind : Industri Pengolahan Keu : Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Ligas : Listrik, Gas dan Air Bersih Jasa : Jasa-jasa

0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00 WP I WP II WP III WP IV WP V WP VI PDRB 0,93 0,77 0,28 0,44 0,57 0,33 Penduduk bekerja 0,89 0,79 0,28 0,50 0,53 0,38 Nilai in d ek s d iv er sitas en tr o p i

Tabel 16 Nilai indeks diversitas entropi (IDE) di WP Kabupaten Malang berdasarkan penduduk bekerja tahun 2012

No

Wilayah pengem- bangan

(WP)

Nilai indeks diversitas entropi (IDE) berdasarkan penduduk bekerja per sektor tahun 2012

Nilai IDE total (Stot) Kontri- Busi per WP (%) Tani Tamb Ind Ligas Bang Dag Angk Jasa Lain

1 WP I 0,25 0,01 0,14 0,00 0,07 0,18 0,06 0,08 0,11 0,89 26,43 2 WP II 0,22 0,01 0,12 0,00 0,07 0,16 0,05 0,07 0,10 0,79 23,48 3 WP III 0,09 0,00 0,04 0,00 0,02 0,06 0,02 0,02 0,03 0,28 8,32 4 WP IV 0,15 0,00 0,08 0,00 0,04 0,10 0,03 0,04 0,06 0,50 14,67 5 WP V 0,16 0,00 0,08 0,00 0,04 0,11 0,03 0,04 0,06 0,53 15,76 6 WP VI 0,12 0,00 0,06 0,00 0,03 0,08 0,02 0,03 0,04 0,38 11,34 Kab. Malang 0,97 0,03 0,52 0,01 0,27 0,68 0,20 0,29 0,40 3,38 100,00 Rata-rata 0,16 0,00 0,09 0,00 0,05 0,11 0,03 0,05 0,07 0,56 16,67 Kontribusi per sektor 28,73 0,75 15,43 0,26 8,05 20,23 6,02 8,57 11,96

Entropi maksimum (Smaks) = ln (9*6) 3,99

Indeks perkembangan wilayah = Stot / Smaks 0,8470 Sumber: BPS dan Bappeda Kab. Malang (2013) diolah dari hasil analisis IDE

Gambar 8 Grafik nilai total indeks diversitas entropi PDRB dan penduduk bekerja di wilayah pengembangan Kabupaten Malang

Tabel 15 dan 16 menunjukkan nilai Indeks Diversitas Entropi (IDE) untuk masing-masing WP, dimana WP I Lingkar Kota Malang dan WP II Kepanjen memiliki nilai IDE diatas rata-rata Kabupaten Malang baik dilihat dari komponen PDRB maupun penduduk bekerja. WP I Lingkar Kota Malang menduduki peringkat pertama dengan nilai IDE sebesar 0,93 (PDRB) atau sekitar 27,93 % dan 0,89 (penduduk bekerja) atau sekitar 26,43 %. WP II Kepanjen menempati peringkat kedua dengan nilai IDE sebesar 0,77 (PDRB) atau sekitar 23,25 % dan 0,79 (penduduk bekerja) atau sekitar 23,48 %. Kedua wilayah tersebut dapat diklasifikasikan sebagai wilayah yang memiliki tingkat perkembangan yang tinggi.

Jumlah penduduk yang dominan pada WP I Lingkar Kota Malang (35,32%) dan WP II Kepanjen (23,95%) menyebabkan terkonsentrasinya kegiatan-kegiatan ekonomi di dua WP tersebut. Hal ini menyebabkan dua WP ini menjadi orientasi pergerakan penduduk yang ada pada wilayah sekitarnya. Keberagaman (diversitas) aktivitas di dua WP ini juga sangat memengaruhi perkembangan wilayah Kabupaten Malang secara keseluruhan.

WP V Turen dan Dampit berada di urutan ketiga dengan nilai IDE PDRB sebesar 0,57 atau sekitar 17,22 % masih diatas rata-rata nilai IDE Kabupaten Malang. Namun jika ditinjau dari nilai IDE penduduk bekerja sebesar 0,53 atau sekitar 15,76 %, angka ini berada sedikit dibawah rata-rata nilai IDE Kabupaten Malang. Tingkat perkembangan WP V Turen dan Dampit ini dapat dikategorikan sedang.

Ada 3 (tiga) WP yang menempati urutan terbawah yaitu WP IV Tumpang, WP III Ngantang dan WP VI Sumbermanjing Wetan dengan nilai IDE dibawah rata-rata nilai IDE Kabupaten Malang sehingga tingkat perkembangan wilayahnya dapat dikategorikan rendah. WP IV Tumpang menempati peringkat keempat dengan nilai IDE sebesar 0,44 (PDRB) atau sekitar 13,32 % dan 0,50 (penduduk bekerja) atau sekitar 14,67 %. WP VI Sumbermanjing Wetan menempati peringkat kelima dengan nilai IDE sebesar 0,33 (PDRB) atau sekitar 9,83 % dan 0,38 (penduduk bekerja) atau sekitar 11,34 %. WP III Ngantang menempati peringkat terakhir dengan nilai IDE 0,28 (PDRB) atau sekitar 8,45 % dan 0,28 (penduduk bekerja) atau sekitar 8,32 %.

Perbedaan tingkat perkembangan wilayah yang tinggi secara ekonomi antar wilayah pengembangan memicu munculnya arus mobilitas penduduk yang tinggi pula. Penduduk cenderung bergerak ke wilayah yang memiliki tingkat perkembangan yang tinggi untuk mencari peluang kerja dan upah yang lebih besar. Kondisi ini berdampak negatif terhadap hilang atau berkurangnya tenaga potensial dan produktif pada wilayah yang ditinggalkan.

Gambar 9 Peta indeks diversitas entropi PDRB dan penduduk bekerja di wilayah pengembangan Kabupaten Malang

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai IDE total Kabupaten Malang dari komponen PDRB sebesar 3,33 dan penduduk bekerja sebesar 3,38. Nilai IDE tersebut belum mencapai nilai entropi maksimum, karena dengan 9 (sembilan) komponen pada 6 WP idealnya dapat dicapai nilai entropi maksimum sebesar ln (9x6) = 3,99.

Nilai IDE secara sektoral pada masing-masing WP diperoleh nilai tertinggi ada pada sektor pertanian yaitu sebesar 0,83 atau berkontribusi 24,91 % (PDRB) dan 0,97 atau berkontribusi 28,73 % (penduduk bekerja) dari total sembilan sektor yang dianalisis. Nilai IDE tertinggi kedua adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 0,80 atau berkontribusi 24,02 % (PDRB) dan 0,68 atau berkontribusi 20,23 % (penduduk bekerja). Hasil tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian serta sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor utama di wilayah Kab. Malang.

Berdasarkan analisis entropi perkembangan wilayah (Stot/Smaks) dapat

diketahui nilai entropi Kabupaten Malang sebesar 0,8352 (PDRB) dan 0,8470 (penduduk bekerja). Hal ini berarti Kabupaten Malang memiliki tingkat perkembangan wilayah sebesar 83,52% (PDRB) dan 84,70% (penduduk bekerja) dari total kemampuan maksimumnya. Nilai tersebut mendekati nilai entropi maksimum, sehingga dapat dinyatakan bahwa tingkat penyebaran aktivitas di seluruh wilayah Kabupaten Malang relatif merata dan ragam di setiap jenis aktivitas relatif sama.

Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis Hierarki Infrastruktur

Hasil tipologi wilayah pengembangan berdasarkan analisis hierarki infrastruktur dengan menggunakan analisis skalogram baik dengan pendekatan jumlah penduduk maupun luas wilayah menunjukkan nilai Indeks Perkembangan Wilayah (IPW) yang jauh berbeda yakni berkisar antara 22,30-52,44 (jumlah penduduk) dan 6,80-68,73 (luas wilayah) dengan rata-rata nilai IPW Kabupaten Malang sebesar 35,01 (jumlah penduduk) dan 25,57 (luas wilayah).

Data dan hasil analisis skalogram berdasarkan pendekatan jumlah penduduk dan luas wilayah dapat dilihat pada Lampiran 3-5. Hasil rekapitulasi hierarki wilayah pengembangan berdasarkan pendekatan jumlah penduduk dan luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 17. Secara spasial, peta hierarki wilayah pengembangan berdasarkan pendekatan jumlah penduduk dan luas wilayah dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.

Tabel 17 menunjukkan nilai Indeks Perkembangan Wilayah (IPW) untuk masing-masing pendekatan baik jumlah penduduk maupun luas wilayah. Jika dilihat dari pendekatan jumlah penduduk maka WP II Kepanjen dikategorikan sebagai wilayah berhierarki I dengan nilai IPW sebesar 52,44. Hal ini berarti rasio/akses penduduk terhadap sarana dan prasarana pada wilayah ini lebih tinggi sehingga wilayah ini potensial menjadi pusat pelayanan dan pusat pertumbuhan.

WP III Ngantang dan WP VI Sumbermanjing Wetan dapat dikategorikan sebagai wilayah berhierarki II dengan nilai IPW secara berurutan sebesar 46,12 dan 35,79. Rasio/akses penduduk terhadap sarana dan prasarana pada wilayah ini lebih rendah dari hierarki I. Adapun 3 (tiga) WP lainnya, yaitu WP V Turen dan Dampit, WP I Lingkar Kota Malang dan WP IV Tumpang dapat dikategorikan sebagai

wilayah berhierarki III dengan nilai IPW secara berurutan sebesar 30,09, 23,31 dan 22,30. Rasio/akses penduduk terhadap sarana dan prasarana pada wilayah ini tidak selengkap dan sememadai hierarki I dan hierarki II.

Tabel 17 Rekapitulasi hierarki WP Kabupaten Malang tahun 2015

No

Wilayah pengembangan

(WP)

Hierarki wilayah pengembangan berdasakan Pendekatan jumlah penduduk Pendekatan luas wilayah

Indeks perkembangan wilayah (IPW) Hierarki wilayah Indeks perkembangan wilayah (IPW) Hierarki wilayah 1 WP I 23,31 Hierarki 3 68,73 Hierarki 1 2 WP II 52,44 Hierarki 1 28,34 Hierarki 2 3 WP III 46,12 Hierarki 2 16,94 Hierarki 3 4 WP IV 22,30 Hierarki 3 15,62 Hierarki 3

5 WP V 30,09 Hierarki 3 16,96 Hierarki 3

6 WP VI 35,79 Hierarki 2 6,80 Hierarki 3

Rata-rata Kab. Malang 35,01 25,57

Sumber: BPS dan Bappeda Kab. Malang (2016) diolah dari hasil analisis Skalogram

Gambar 10 Peta hierarki WP berdasarkan pendekatan jumlah penduduk Hasil yang berbeda mengenai hierarki wilayah pengembangan terlihat pada pendekatan luas wilayah dimana WP I Lingkar Kota Malang yang pada pendekatan jumlah penduduk termasuk hierarki III namun didalam pendekatan luas wilayah ini termasuk hierarki I dengan nilai IPW tertinggi yaitu sebesar 68,73. Hasil ini lebih

menunjukkan kesesuaian dengan kondisi sebenarnya dimana sarana dan prasarana yang ada pada WP I Lingkar Kota Malang jika dilihat dari sisi jumlah, kerapatan spasial, luasan, kapasitas maupun tingkat pelayanan merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan WP lainnya.

WP II Kepanjen berada pada hierarki II dengan nilai IPW jauh di bawah WP I Lingkar Kota Malang yang hanya sebesar 28,34. Hal ini berarti tingkat kerapatan spasial sarana dan prasarana pada wilayah ini lebih rendah dari hierarki I. Adapun 4 (empat) WP lainnya, yaitu WP V Turen dan Dampit, WP III Ngantang, WP IV Tumpang dan WP VI Sumbermanjing Wetan berada pada hierarki III dengan nilai IPW secara berurutan sebesar 16,96, 16,94, 15,62 dan 6,80. Tingkat kerapatan spasial sarana dan prasarana pada wilayah ini tidak selengkap dan sememadai hierarki I dan hierarki II.

Gambar 11 Peta hierarki WP berdasarkan pendekatan luas wilayah

Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis Tingkat Aksesibilitas

Hasil tipologi wilayah pengembangan berdasarkan analisis tingkat aksesibilitas jaringan jalan dengan menggunakan software ArcGis diperoleh hasil indeks kerapatan jalan (indeks α) dan indeks konektivitas (indeks β) seluruh wilayah pengembangan (WP) di Kabupaten Malang, masing-masing berada pada tingkatan yang sama, sebagaimana terlihat pada Tabel 18. Secara spasial, peta jaringan jalan (links) dan titik simpul (nodes) wilayah pengembangan ditampilkan pada Gambar 12.

Tabel 18 Hasil indeks kerapatan jalan dan indeks konektivitas WP Kabupaten Malang No Wilayah pengembangan (WP) Data Hasil Jumlah titik simpul (nodes) Jumlah ruas /jaringan jalan (edge/links) Indeks kerapatan jalan (indeks α) Indeks konektivitas (indeks β) 1 WP I 4.837 5.467 0,07 1,13 2 WP II 5.702 6.600 0,08 1,16 3 WP III 2.197 2.508 0,07 1,14 4 WP IV 2.572 2.879 0,06 1,12 5 WP V 3.872 4.568 0,09 1,18 6 WP VI 1.827 2.094 0,07 1,15

Tabel 18 menunjukkan nilai indeks kerapatan jalan (indeks α) seluruh WP di Kabupaten Malang secara umum relatif sama angkanya, yaitu pada level yang rendah yang berkisar antara 0,06-0,09. Wilayah Kabupaten Malang yang cukup luas serta kondisi topografi yang bervariasi menjadi salah satu faktor yang menyebabkan masih rendahnya indeks kerapatan jalan.

Pengukuran indeks konektivitas (indeks β) yang dilakukan pada wilayah pengembangan juga menghasilkan angka yang relatif sama, yaitu pada level sedang yang berkisar antara 1,12-1,18. Secara umum, dapat dikatakan bahwa konektivitas wilayah meliputi pergerakan/mobilitas manusia, barang, dan jasa di seluruh WP masih tergolong baik.

WP V Turen dan Dampit memiliki nilai teratas dengan nilai indeks α sebesar 0,09 dan indeks β sebesar 1,18 disusul WP II Kepanjen dengan nilai indeks α sebesar 0,08 dan indeks β sebesar 1,16. WP I Lingkar Kota Malang, WP III Ngantang dan WP VI Sumbermanjing Wetan memiliki nilai indeks α yang sama yaitu sebesar 0,07 dan nilai indeks β secara berurutan sebesar 1,13, 1,14 dan 1,15. WP IV Tumpang memiliki nilai terbawah untuk indeks α sebesar 0,06 dan indeks β sebesar 1,12.

Tipologi Wilayah Pengembangan berdasarkan Analisis Pengelompokan Karakteristik Wilayah

Tipologi wilayah pengembangan berdasarkan analisis pengelompokan karakteristik wilayah dilakukan melalui analisis gerombol/klaster dengan metode berhierarki (joining/tree clustering) menghasilkan dendogram sebagaimana terlihat pada Gambar 13.

Gambar 13 Dendogram hasil analisis gerombol

Berdasarkan Gambar 13 penetapan jumlah kelompok optimum masing- masing gerombol/klaster dapat dilakukan dengan mengamati jarak terpanjang (linkage distance) dari satu pautan ke pautan lainnya. Pemotongan jumlah gerombol dilakukan pada jarak 4 yaitu setengah dari garis terpanjang (WP I Lingkar Kota Malang) yang muncul pada dendogram tersebut.

Penentuan nilai pemotongan ini bersifat subjektif sehingga penggerombolan WP tersebut menjadi bermakna atau mempunyai arti dalam interpretasinya. Berdasarkan hasil pemotongan yang dilakukan, maka WP di Kabupaten Malang dapat dibagi kedalam 3 tipologi/klaster dimana WP I Lingkar Kota Malang sebagai tipologi/klaster tersendiri. 3 WP lain berada dalam 1 tipologi/klaster yang sama yaitu WP II Kepanjen, WP IV Tumpang serta WP V Turen dan Dampit. Tipologi/klaster lainnya ditempati oleh WP III Ngantang dan WP VI Sumbermanjing Wetan. Data yang digunakan dalam analisis gerombol/klaster dapat dilihat pada Lampiran 6. Secara spasial, peta tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang dapat dilihat pada Gambar 14.

Metode tidak berhierarki (K-means clustering) selain digunakan untuk analisis data dengan sampel yang relatif besar, juga bisa digunakan untuk menguji kekonsistenan hasil analisis gerombol/klaster dengan metode berhierarki (joining/tree clustering). Caranya yaitu dengan mengklasifikasi nilai mean masing- masing variabel penciri tiap gerombol/klaster menjadi 3 (tiga) kelas sebagaimana Gambar 15 dan Lampiran 7.

Gambar 14 Peta tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang

Gambar 15 Grafik K-Means hasil metode tidak berhierarki

Hasil metode tidak berhierarki menunjukan kekonsistenan anggota tipologi/klaster sebagaimana hasil pada metode berhierarki, yaitu 3 (tiga) kelas sebagai berikut:

1. Tipologi/klaster I hanya beranggotakan 1 (satu) wilayah pengembangan yaitu WP I Lingkar Kota Malang yang mempunyai karakteristik yaitu tingkat kepadatan penduduk dan kepadatan rumah tangga yang cukup tinggi, rasio penduduk bekerja terhadap penduduk dan rasio jumlah keluarga fakir miskin

terhadap penduduk relatif rendah, rata-rata indeks baik pendidikan, daya beli, harapan hidup dan IPM tergolong tinggi serta rasio panjang jalan kabupaten terhadap luas wilayah yang cukup tinggi dengan kondisi tingkat perkembangan maju.

2. Tipologi/klaster II beranggotakan 3 (tiga) wilayah pengembangan yaitu WP II Kepanjen, WP IV Tumpang serta WP V Turen dan Dampit. Tipologi/klaster II ini mempunyai karakteristik yaitu tingkat kepadatan penduduk dan kepadatan rumah tangga yang tidak terlalu tinggi (sedang), rasio penduduk bekerja terhadap penduduk dan rasio jumlah keluarga fakir miskin terhadap penduduk relatif sedang, rata-rata indeks yaitu pendidikan, daya beli, harapan hidup dan IPM serta rasio panjang jalan kabupaten terhadap luas wilayah tergolong sedang dengan kondisi tingkat perkembangan sedang.

3. Tipologi/klaster III beranggotakan 2 (dua) wilayah pengembangan yaitu WP III Ngantang dan WP VI Sumbermanjing Wetan. Tipologi/klaster III ini mempunyai karakteristik yaitu tingkat kepadatan penduduk dan kepadatan rumah tangga yang rendah, rasio penduduk bekerja terhadap penduduk tinggi, rasio jumlah keluarga fakir miskin terhadap penduduk relatif tinggi, rata-rata indeks yaitu pendidikan, daya beli, dan IPM rendah sedangkan rata-rata indeks harapan hidup tinggi serta rasio panjang jalan kabupaten terhadap luas wilayah yang tergolong sedang dengan kondisi tingkat perkembangan rendah.

Dari beberapa analisis yang telah dilakukan untuk menggambarkan tipologi wilayah pengembangan (WP) Kabupaten Malang, hasil analisis gerombol/klaster lebih mampu menggambarkan tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang secara lebih baik serta dapat dijadikan sebagai bahan/acuan evaluasi Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan karena variabel yang digunakan dalam analisis gerombol/klaster lebih komprehensif (memadukan berbagai komponen) dan proporsional (menyesuaikan luas wilayah dan jumlah penduduk di tiap-tiap wilayah pengembangan).

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembangunan Kabupaten Malang Berbasis Tipologi Sistem Wilayah Pengembangan

Di dalam analisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan Kabupaten Malang berbasis sistem wilayah pengembangan (disederhanakan kedalam tipologi WP) yang dijadikan sebagai ukuran pembangunan adalah indeks pembangunan manusia (IPM). IPM merupakan salah satu alat ukur yang mampu menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

Beberapa tahapan yang dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi indeks pembangunan manusia pada 3 (tiga) tipologi sistem wilayah pengembangan meliputi hasil uji pemilihan model, hasil uji pelanggaran asumsi, hasil uji statistik dan interpretasi model.

Hasil Uji Pemilihan Model

Pada metode panel data terdapat beberapa macam model ekonometrika yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM), dan Random Effect Model (REM). Untuk mendapatkan hasil estimasi yang sesuai maka perlu dilakukan pemilihan model regresi terbaik. Proses ini dilakukan dengan dua tahap yaitu uji

Hausman untuk menentukan apakah REM atau FEM dan uji Chow untuk menentukan apakah FEM atau PLS sebagaimana Tabel 19.

Tabel 19 Rekapitulasi hasil uji Hausman dan uji Chow

Uji Model Terbaik Probabilitas Chi-Sq

Tipologi 1 Tipologi 2 Tipologi 3 Probabilitas Uji Hausman 0.0045 0.0005 0.0353 Probabilitas Uji Chow 0.0003 0.0000 0.0238

Pada Tabel 19 dan lampiran 8 dan 9 menunjukkan nilai probabilitas (p- value) dari uji Hausman dan uji Chow. Nilai probabilitas uji Hausman untuk tipologi I, II dan III berturut-turut sebesar 0.0045, 0.0005 dan 0.0353 dimana nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata (α) sebesar 5% (0.05) yang berarti menolak hipotesis untuk menggunakan model REM dan menerima hipotesis untuk menggunakan model FEM. Nilai probabilitas uji Chow untuk tipologi I, II dan III berturut-turut sebesar 0.0003, 0.0000 dan 0.0238 yang nilainya lebih kecil dari taraf nyata (α) sebesar 5% (0.05) yang berarti menolak hipotesis untuk menggunakan model PLS dan menerima hipotesis untuk menerima model FEM. Hasil uji Hausman dan uji Chow menyimpulkan bahwa metode estimasi yang sesuai untuk semua tipologi adalah FEM.

Hasil Uji Pelanggaran Asumsi

Uji pelanggaran asumsi dilakukan untuk memenuhi persyaratan pada model, agar menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Setelah melakukan pemilihan model terbaik dan sebelum melakukan interpretasi terhadap hasil regresinya maka diperlukan uji pelanggaran asumsi yang meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk memeriksa apakah error term mendekati distribusi normal atau tidak. Jika asumsi ini tidak terpenuhi, maka prosedur pengujian menggunakan t-statistik menjadi tidak sah. Uji normalitas error term dapat dilakukan dengan menggunakan uji Jarque-Bera (JB). Uji JB dalam software EViews didapat dari histogram normality.

Pada Gambar 16 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera untuk tipologi I, II dan III berturut-turut sebesar sebesar 0.335, 0.074 dan 0.064 yang lebih besar dari taraf nyata (α) sebesar 5% (0.05). Hal ini berarti error term terdistribusi dengan normal, sehingga pengujian menggunakan t-statistik telah sah.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai perhitungan koefisien korelasi antar variabel bebas (independent variables) pada tiap-tiap tipologi sebagaimana Tabel 20. Model yang dipilih harus terbebas dari multikolinearitas yaitu apabila nilai koefisien korelasinya lebih rendah dari 0.80 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada korelasi tinggi antara variabel bebas.

Tipologi I Tipologi II

Tipologi III

15 Hasil Uji Jarque-Bera (JB) Gambar 16 Hasil uji Jarque-Bera (JB)

Tabel 20 Matriks korelasi antar variabel bebas pada tiap-tiap tipologi

 Tipologi I

Sumber: Hasil pengolahan dengan EViews 6.0  Tipologi II

Sumber: Hasil pengolahan dengan EViews 6.0  Tipologi III

Sumber: Hasil pengolahan dengan EViews 6.0

Hasil penghitungan nilai koefisien korelasi sebagaimana Tabel 20 menunjukkan bahwa korelasi antar variabel bebas pada ketiga tipologi wilayah pengembangan cukup rendah, hal ini terlihat dari koefisien korelasinya yang tidak melebihi 0.80. Kesimpulan yang dapat diambil adalah tidak terjadi multikolinearitas sehingga kriteria bebas multikolinearitas terpenuhi dalam model

estimasi ini. Penggunaan panel data sendiri dapat mengabaikan pelanggaran asumsi multikolinearitas. Hal ini karena penggabungan data cross section dan time series dapat mengurangi kolinearitas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas dapat diketahui dengan melakukan GLS Weight Cross- Section Weight, yaitu dengan membandingkan Sum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistic. Jika Sum Square Resid pada Weighted Statistic lebih kecil dibandingkan dengan Sum Square Resid Unweighted Statistics maka terjadi heteroskedastisitas.

Hasil uji yang dilakukan pada Lampiran 10 menunjukkan nilai Sum Square Resid Weighted untuk tipologi I, II dan III berturut-turut sebesar 65.29, 91.41 dan 31.78. Nilai ini lebih kecil dibandingkan nilai Sum Square Resid Unweighted untuk tipologi I, II dan III berturut-turut sebesar 75.51, 95.93 dan 36.61. Kesimpulan yang diambil bahwa model estimasi terindikasi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas dimana varians tiap unsur error tidak konstan.

Untuk menghilangkan adanya heteroskedastisitas maka model harus diperlakukan dengan cara Cross Section Weight. Model dalam penelitian ini pada ketiga tipologi menggunakan hasil estimasi Fixed Effect Model dengan metode pembobotan GLS Weight Cross-Section Weight sehingga masalah heteroskedastisitas langsung dapat terkoreksi dan model telah terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

Pengujian untuk mendeteksi autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson Statistic pada model dan membandingkannya dengan nilai DW-Tabel. Dengan mengetahui bahwa jumlah cross section untuk tipologi I, II dan III berturut-turut sebesar 9, 18 dan 6, jumlah time series untuk semua tipologi sama yaitu sebesar 5, jumlah observasi untuk tipologi I, II dan III sebesar 45, 90 dan 30, jumlah variabel bebas untuk tipologi I, II dan III sebesar 5, 4 dan 4 dan α sebesar 5% maka diperoleh nilai Durbin-Watson tabel untuk tipologi I: nilai DL sebesar

1.2874 dan DU sebesar 1.7762; tipologi II: nilai DL sebesar 1.5656 dan DU sebesar

1.7508; dan tipologi III: nilai DL sebesar 1.1426 dan DU sebesar 1.7386 sehingga

diperoleh selang pengambilan keputusan seperti pada Gambar 17.

Tipologi I 0 1.2874 1.7762 2 2.2238 2.7126 4 Tipologi II 0 1.5656 1.7508 2 2.2492 2.4344 4 Tipologi III 0 1.1426 1.7386 2 2.2614 2.8574 4

Berdasarkan hasil estimasi model (Fixed Effect Model dengan metode pembobotan GLS Weight Cross-Section Weight) sebagaimana Lampiran 10 didapatkan nilai statistika Durbin-Watson untuk tipologi I, II dan III berturut-turut sebesar 1.9137, 2.2909 dan 2.0302. Nilai untuk tipologi I dan tipologi III berada pada daerah tidak ada autokorelasi yaitu pada batasan 1.7762 < DW < 2.2238 untuk

Dokumen terkait