• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

3. METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan yaitu dari bulan April sampai dengan Oktober 2016. Lokasi penelitian di Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur yang memiliki luas wilayah 3.534,86 km2/353.486 ha dengan posisi geografis

112°17’10,9” - 112°57’0,0” Bujur Timur dan 70°44”55,11” - 80°26’35,45” Lintang Selatan. Lokasi penelitian meliputi 6 wilayah pengembangan (WP), yaitu:

- WP I Lingkar Kota Malang meliputi 9 Kecamatan di sekeliling Kota Malang, yaitu: Dau, Karangploso, Lawang, Singosari, Pakisaji, Wagir, Tajinan, Bululawang dan Pakis.

- WP II Kepanjen meliputi 10 Kecamatan, yaitu: Kepanjen, Wonosari, Ngajum, Kromengan, Pagak, Sumberpucung, Kalipare, Donomulyo, Gondanglegi, dan Pagelaran.

- WP III Ngantang meliputi 3 Kecamatan, yaitu: Ngantang, Pujon dan Kasembon. - WP IV Tumpang meliputi 4 Kecamatan, yaitu: Tumpang, Poncokusumo, Wajak

dan Jabung.

- WP V Turen dan Dampit meliputi 4 Kecamatan, yaitu: Turen, Dampit, Tirtoyudo dan Ampelgading.

- WP VI Sumbermanjing Wetan meliputi 3 Kecamatan, yaitu: Sumbermanjing Wetan, Gedangan dan Bantur.

Secara administratif batas-batas wilayah Kabupaten Malang adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : Kabupaten Jombang, Mojokerto, dan Pasuruan Sebelah timur : Kabupaten Probolinggo dan Lumajang

Sebelah selatan : Samudra Indonesia

Sebelah barat : Kabupaten Blitar dan Kediri

Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu:

1) Data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Malang bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Malang, berupa data Kabupaten Malang dalam Angka Tahun 2005-2016, yaitu:

- Data jumlah penduduk

- Data jarak ke pusat ibukota Kabupaten

- Data jumlah dan jenis sarana/fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, perdagangan dan jasa

- Data rumah tangga pra sejahtera

- Data jumlah penduduk bekerja per sektor

2) Data kependudukan tahun 2009-2015 dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Malang.

3) Data indikator perkembangan sektor-sektor ekonomi Kabupaten Malang. Data yang digunakan adalah data pertumbuhan ekonomi, data PDRB per sektor dan

per komoditas tiap WP di Kabupaten Malang tahun 2008 – 2012 diperoleh dari Bappeda dan BPS Kabupaten Malang.

4) Data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Malang tahun 2008 – 2015.

5) Data prasarana jalan diperoleh dari Dinas Bina Marga Kabupaten Malang tahun 2015.

6) Peta dasar Kabupaten Malang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Malang. 7) Data rasio rumah tangga pra sejahtera per penduduk, jumlah perawat-bidan,

jumlah fasililitas kesehatan dan pendidikan, rasio guru per siswa, rasio sekolah per siswa dan kepadatan penduduk yang diperoleh dan diolah dari BPS Kabupaten Malang bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Malang, berupa data Kabupaten Malang dalam Angka.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang berupa data maupun informasi yang dikumpulkan melalui kutipan pustaka dari hasil-hasil penelitian terdahulu, instansi terkait atau dari berbagai sumber lainnya, seperti publikasi data-data statistik oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Bappeda, Kantor Penanaman Modal, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas Bina Marga, Dinas Sosial dan sumber lainnya yang memiliki relevansi dengan topik penelitian. Untuk tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3 sedangkan jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran yang diharapkan pada tiap-tiap tujuan dari penelitian ini disajikan pada Tabel 3.

Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan software pengolah data: Microsoft Office (Microsoft Word, Excel, Visio Drawing), ArcGis, EViews, Statistica, dan Stella. Jenis analisis yang dilakukan dalam penelitian meliputi: analisis tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang, analisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan Kabupaten Malang berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan dan pengembangan model hubungan antara komponen pembangunan wilayah berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan.

Analisis Tipologi Wilayah Pengembangan Kabupaten Malang

Untuk melihat tipologi wilayah pengembangan Kabupaten Malang berbasis sistem wilayah pengembangan digunakan beberapa gabungan data dan analisis yaitu indeks diversitas entropi, skalogram, tingkat aksesibilitas wilayah (indeks kerapatan jalan dan indeks konektivitas) dan analisis gerombol/klaster.

Tabel 3 Jenis data, sumber data, teknik analisis dan keluaran

No Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik Peng-

umpulan Data Teknik Analisis Output/keluaran 1. Menganalisis tipologi

wilayah pengembangan Kabupaten Malang.

- PDRB dan penduduk bekerja - Jumlah penduduk

- Jarak ke ibukota Kab., jumlah dan jenis sarana (pendidikan, kesehatan, peribadatan, perdagangan dan jasa) - Jumlah titik simpul dan jaringan jalan - Rata-rata indeks (pendidikan, daya

beli, harapan hidup) dan IPM - Rasio panjang jalan kabupaten/luas

wilayah

- Kepadatan penduduk dan rumah tangga, rasio penduduk bekerja dan rasio keluarga fakir miskin/jumlah penduduk - Peta dasar - BPS - Bappeda - Dinas Bina Marga

Data Sekunder - Analisis indeks diversitas entropi - Analisis skalogram - Analisis tingkat aksesibilitas - Analisis gerombol/ klaster

Peta tipologi wilayah pengembangan (model ikonik/model fisik) 2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pembangunan Kabupaten Malang berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan.

- IPM

- Rasio rumah tangga pra sejahtera per penduduk

- Jumlah perawat-bidan, fasilitas kesehatan dan pendidikan

- Rasio guru per siswa, rasio sekolah per siswa

- Kepadatan penduduk

- BPS - Bappeda

Data sekunder Analisis regresi panel data Model regresi (model kuantitatif/model simbolik) 3. Mengembangkan model hubungan antara komponen pembangunan wilayah berbasis tipologi sistem wilayah pengembangan

- Jumlah kelahiran, kematian, imigrasi, emigrasi, lapangan kerja, angkatan kerja, pengangguran

- PDRB, investasi, penduduk bekerja - Luas wilayah, jumlah dan luas sarana

dan prasarana, infrastruktur prioritas

- BPS - Bappeda - Dinas Bina

Marga

Data sekunder Analisis sistem dinamik Model sistem dinamik (model kuantitatif/model simbolik)

Analisis Keragaman Sektor Perekonomian Wilayah Pengembangan

Untuk mengukur maju/berkembangnya suatu wilayah dan melihat sektor perekonomian yang dominan dan berkembang pada wilayah tersebut dapat dikaji dari Indeks Diversitas Entropi (IDE). Prinsip analisis IDE adalah semakin beragam aktivitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah, yang berarti bahwa wilayah tersebut semakin berkembang. Formula umum entropi sebagaimana dinyatakan Sudarya et al. (2013):

dimana:

Sj = nilai entropi

Pij = nilai rasio frekuensi kejadian pada kategori ke-i di WP ke-j i = kategori aktivitas ke-i

j = kategori wilayah ke-j (wilayah pengembangan/WP) n = total kategori i dan j

Adapun langkah-langkah dalam analisis Indeks Diversitas Entropi ini sebagaimana dinyatakan Nugroho (2014) adalah sebagai berikut:

(1) Jumlahkan seluruh sel data

(2) Hitung peluang setiap sel dengan persamaan

Matriks yang dihasilkan disebut sebagai matriks Pij

(3) Hitung nilai ln dari matriks P (nxp), sehingga diperoleh matriks baru yang setiap selnya merupakan nilai ln dari p (nxp).

Matriks yang dihasilkan disebut sebagai matriks Qij.

(4) Kalikan Pij dengan Qij sehingga diperoleh matriks hasil Rij Rij = Pij x ln (Pij)

(5) Kalikan Rij dengan -1

Asumsi yang digunakan bahwa semakin besar atau mendekati 1 nilai IDE suatu wilayah, maka wilayah tersebut dikatakan berkembang dan sebaliknya semakin kecil atau mendekati 0 nilai IDE suatu wilayah, maka wilayah tersebut dikatakan kurang berkembang. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis Indeks Diversitas Entropi (IDE) terhadap 6 WP yang ada di Kabupaten Malang dengan 2 (dua) pendekatan, yaitu:

(1) berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 tahun 2012 hasil publikasi tahun 2013 yang diterbitkan oleh Bappeda Kabupaten Malang bekerjasama dengan BPS Kabupaten Malang. Data ini merupakan data paling baru yang dimiliki Bappeda dan BPS karena sejak tahun 2014 sampai saat ini, data terbaru PDRB tiap WP belum dipublikasikan kembali.

(2) berdasarkan penduduk bekerja per sektor tahun 2012 hasil publikasi tahun 2013 yang diterbitkan secara berkala setiap tahun oleh BPS Kabupaten Malang bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Malang. Data tahun 2012

digunakan untuk melihat keterkaitan antara kegiatan ekonomi (PDRB) dan penduduk bekerja masing-masing sektor pada tahun data yang sama.

Analisis Hierarki Infrastruktur Wilayah Pengembangan

Secara umum, untuk melihat tingkat perkembangan hierarki wilayah pengembangan, terutama dalam hal infrastruktur dapat menggunakan analisis skalogram. Analisis ini dilakukan dengan menghitung jumlah unit dan jenis infrastruktur pada setiap wilayah. Asumsinya jika suatu wilayah mempunyai berbagai fasilitas yang relatif lengkap dibandingkan dengan wilayah lainnya, maka wilayah tersebut mampu berperan sebagai suatu pusat pertumbuhan pada kawasan tersebut (Rahayu dan Santoso 2014; Syafi’i dan Santoso 2015).

Tingkat perkembangan suatu wilayah berdasarkan analisis skalogram dicerminkan oleh nilai Indeks Perkembangan Wilayah (IPW). Semakin tinggi nilai IPW, maka secara umum semakin tinggi pula kapasitas pelayanan dan tingkat perkembangan wilayahnya, sehingga wilayah tersebut dapat menjadi pusat pelayanan bagi wilayah-wilayah disekitarnya atau bagi wilayah-wilayah yang memiliki nilai IPW lebih rendah.

Dalam penelitian ini, dilakukan analisis skalogram terhadap 6 WP yang ada di Kabupaten Malang, ditinjau dari 2 pendekatan:

(1) Jumlah penduduk, dimana dalam pembobotan fasilitas dibagi dengan jumlah penduduk untuk melihat rasio/akses penduduk terhadap jumlah fasilitas di setiap WP.

(2) Luas wilayah, dimana dalam pembobotan fasilitas dibagi luas wilayah untuk melihat kerapatan spasial fasilitas di setiap WP.

Adapun langkah-langkah dalam analisis skalogram berbobot ini yang

disempurnakan dari Pahlevi (2014) adalah sebagai berikut:

(1) Dilakukan pemilihan terhadap data yang bersifat kuantitatif berdasarkan parameter yang relevan untuk digunakan.

(2) Dilakukan agregasi/penjumlahan fasilitas/sarana yang terdapat pada seluruh wilayah.

(3) Memisahkan antara data jarak dengan data jumlah fasilitas/sarana, hal ini karena antara data jarak dengan jumlah fasilitas/sarana bersifat berbanding terbalik.

(4) Rasionalisasi data dilakukan terhadap data jarak dan fasilitas. Data jarak diinverskan dengan rumus: y = 1/xij, dimana y adalah variabel baru dan xij

adalah data jarak j di wilayah i. Untuk nilai y yang tidak terdefinisikan (xij= 0), maka nilai y dicari dengan persamaan: y = xij (max) + simpangan baku

jarak j. Selanjutnya data fasilitas diubah menjadi data kapasitas dengan cara jumlah fasilitas j di wilayah i dikalikan 1.000 dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah i.

(5) Pembobotan dilakukan terhadap data kapasitas dengan cara data kapasitas j di wilayah i dibagi dengan bobot fasilitas j, dimana bobot fasilitas j = jumlah wilayah/unit analisis dibagi dengan jumlah wilayah yang memiliki fasilitas dan jarak.

(6) Standardisasi data dilakukan terhadap variabel-variabel baru dari data jarak dan fasilitas (indeks terboboti) dengan menggunakan rumus:

dimana:

yij = variabel baru untuk wilayah ke-i dan jenis fasilitas atau jarak ke-j.

xij = jumlah sarana untuk wilayah ke- i dan jenis sarana atau jarak ke-j.

Min (xj) = nilai minimum untuk jenis sarana atau jarak ke-j. Sj = simpangan baku untuk jenis sarana atau jarak ke-j.

(7) Indeks Perkembangan Wilayah (IPW)/Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) ditentukan dengan cara menghitung jumlah hasil standarisasi sarana dan aksesibilitas pada suatu wilayah.

Analisis skalogram tersebut menggunakan data jumlah dan jenis sarana total untuk masing-masing WP. Variabel yang digunakan untuk mengukur aksesibilitas adalah jarak rata-rata kecamatan pada setiap WP ke ibukota Kabupaten. Variabel sarana meliputi sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan serta sarana perdagangan dan jasa.

Data yang digunakan adalah data tahun 2015 hasil publikasi tahun 2016 dan diterbitkan secara berkala setiap tahun oleh BPS Kabupaten Malang bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Malang. Di dalam penelitian ini, IPW dikelompokkan ke dalam tiga kelas hierarki, yang didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPW dan nilai rataannya sebagaimana Tabel 4.

Tabel 4 Penentuan nilai selang hierarki

No. Kelas Nilai Selang Tingkat Hierarki

1. Hierarki I ΣKij > Rataan (Kij) + St Dev (Kij) Tinggi 2. Hierarki II Rataan (Kij) < ΣKij < Rataan (Kij) + St Dev (Kij) Sedang 3. Hierarki III ΣKij < Rataan (Kij) Rendah Keterangan: ΣKij = Nilai penjumlahan indeks terboboti

Analisis Tingkat Aksesibilitas Wilayah Pengembangan

Martono (2008) menyatakan bahwa aksesibilitas selalu terkait dengan jaringan jalan sebagai salah satu infrastrukturnya. Informasi spasial jaringan jalan yang lengkap dan rinci pada suatu wilayah dapat dimanfaatkan untuk mengkaji tingkat aksesibilitas suatu wilayah atau terhadap wilayah lainnya. Tingkat aksesibilitas suatu wilayah dapat diidentifikasi dengan mengetahui tingkat kerapatan dan konektivitas jaringan jalan satu dengan lainnya.

Kinerja jaringan jalan tergantung pada karakteristik topologi yang membantu untuk menentukan konektivitas jalan tersebut (Oluwole dan Daful 2014). Analisis

tingkat aksesibilitas bisa diukur dengan menggunakan indeks alpha dan indeks beta.

Indeks alpha digunakan untuk menggambarkan tingkat kerapatan jaringan

sedangkan indeks beta digunakan untuk mengukur derajad konektivitas dalam suatu jaringan. Chen et al. (2014) menyatakan bahwa:

 Indeks alpha (α) didefinisikan sebagai proporsi antara jumlah aktual dan

maksimal sirkuit dalam jaringan planar yang terhubung sepenuhnya, dengan rumus:

Indeks α = (e - n + q) (2n – 5q)

 Indeks beta (β) didefinisikan sebagai jumlah rata-rata ruas jalan (e) per titik simpul (n) dalam suatu jaringan, dengan rumus:

Indeks β = e n dimana:

e = jumlah ruas jalan/jaringan jalan (edge/links) n = jumlah titik simpul (nodes)

q = sub jaringan (q = 1 untuk jaringan yang terhubung sepenuhnya) Cara menentukan jumlah titik simpul (nodes) dan busur/ruas jalan (edge/links) dapat dilihat pada Gambar 4.

4 node / 4 edge 9 node / 12 edge 16 node / 24 edge

Gambar 4 Cara menentukan jumlah titik simpul (nodes) dan ruas jalan (edge) Analisis tingkat aksesibilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan peta jaringan jalan berdasarkan RTRW Kabupaten Malang Tahun 2010 yang dikeluarkan oleh Bappeda Kabupaten Malang. Peta ini merupakan peta paling baru yang dimiliki Bappeda karena sejak tahun 2010 sampai saat ini tidak ada penambahan jaringan jalan baru di Kabupaten Malang. Ada 2 (dua) variabel yang dihitung, yaitu:

(1) jumlah titik simpul (nodes) yang dihubungkan oleh ruas jalan.

(2) jumlah ruas jalan atau jaringan jalan (edge/links) yang menghubungkan antara titik simpul.

Tingkat kerapatan jalan secara kuantitatif dihitung berdasarkan indeks alpha dengan nilai range antara 0-1. Semakin tinggi nilai indeks alpha maka semakin banyak mata-rantai sehingga semakin rapat jaringan jalan di suatu wilayah. Tingkat konektivitas jaringan jalan secara kuantitatif dihitung berdasarkan indeks beta dengan nilai range antara 0-3. Semakin tinggi nilai indeks beta maka semakin banyak ruas jalan terkoneksi antara satu ruas dengan ruas jalan lainnya dan konektivitas wilayah semakin tinggi, dengan catatan kondisi alam, sosial serta kualitas prasarana jalan antara wilayah relatif sama (setara).

Analisis Pengelompokan Karakteristik Wilayah Pengembangan

Analisis pengelompokan karakteristik wilayah pengembangan dilakukan dengan menggunakan analisis gerombol/klaster. Analisis gerombol/klaster adalah analisis statistik peubah ganda yang digunakan terhadap n buah individu atau objek yang mempunyai p peubah, dikelompokan ke dalam k kelompok. Objek yang terletak dalam satu gerombol memiliki kemiripan sifat yang lebih besar dibandingkan dengan individu yang terletak dalam gerombol lain (Dillon dan Goldstein 1984 dalam Lathifaturrahmah 2010).

Analisis ini menggunakan teknik pewilayahan, yaitu untuk mengelompokkan wilayah berdasarkan kesamaan karakteristik tertentu dari suatu hamparan wilayah. Teknik ini dapat digunakan untuk menetapkan kelompok/batas wilayah

berdasarkan tingkat perkembangannya (konsep wilayah nodal), atau mengelompokkan wilayah berdasarkan kemiripan karakteristik fisik (konsep wilayah homogen) (Panuju dan Rustiadi 2013).

Menurut Santoso (2010) dalam Ratnasari (2011) bahwa ada dua pendekatan dalam analisis gerombol/klaster, yaitu:

a. Hierarchical Method

Metode ini mengelompokkan dengan dua atau lebih objek yang mempunyai kesamaan paling dekat. Kemudian proses diteruskan ke objek lain yang mempunyai kedekatan kedua. Demikian seterusnya sehingga klaster akan membentuk semacam pohon dimana ada hierarki (tingkatan) yang jelas antar objek, dari yang paling mirip sampai paling tidak mirip. Dendogram biasanya digunakan untuk membantu memperjelas proses hierarki.

b. Non-Hierarchical Method

Metode ini mengelompokkan dengan menentukan terlebih dahulu jumlah klaster yang diinginkan (dua klaster, tiga klaster atau yang lain). Setelah jumlah klaster ditetapkan, baru proses klaster dilakukan tanpa mengikuti proses hierarki. Metode ini biasa disebut K-Means Cluster.

Jika terdapat perbedaan nilai yang besar antar variabel yang dapat menyebabkan bias dalam analisis klaster maka data asli perlu ditransformasi (standarisasi). Perbedaan data yang besar akan menyebabkan perhitungan jarak menjadi tidak valid (Yulianto dan Hidayatullah 2014).

Penentuan anggota masing-masing gerombol/klaster ditentukan dari jarak (linkage distance), di mana bila antar objek memiliki kedekatan jarak yang paling dekat maka dapat dikatakan berkelompok/bergerombol atau membentuk satu tipologi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode berhierarki dan metode tidak berhierarki.

Dalam penelitian ini, dilakukan analisis gerombol/klaster terhadap 6 WP yang ada di Kabupaten Malang dengan menggunakan variabel yang lebih komprehensif (memadukan berbagai komponen) dan proporsional (menyesuaikan luas wilayah dan jumlah penduduk di tiap-tiap wilayah pengembangan). Terdapat 9 (sembilan) peubah/variabel yang digunakan dan terbagi dalam 3 kelompok, yaitu:

(1) Rata-rata indeks pendidikan, indeks daya beli, indeks harapan hidup, indeks pembangunan manusia (IPM) tahun 2014 hasil publikasi tahun 2015 yang diterbitkan oleh Bappeda Kabupaten Malang bekerjasama dengan BPS Kabupaten Malang. Data ini merupakan data paling baru yang dimiliki Bappeda dan BPS karena sampai saat ini data terbaru belum dipublikasikan kembali.

(2) Rasio panjang jalan kabupaten/luas wilayah hasil olahan laporan Dinas Bina Marga Kabupaten Malang tahun 2015. Data ini merupakan data paling baru yang dimiliki Dinas Bina Marga karena sampai saat ini data terbaru belum ada.

(3) Kepadatan penduduk, kepadatan rumah tangga, rasio penduduk bekerja terhadap penduduk dan rasio keluarga fakir miskin/jumlah penduduk tahun 2014 hasil publikasi tahun 2015 yang diterbitkan secara berkala setiap tahun oleh BPS Kabupaten Malang bekerjasama dengan Bappeda Kabupaten Malang. Data tahun 2014 sengaja digunakan untuk melihat keterkaitan antar variabel pada tahun data yang sama.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pembangunan Kabupaten Malang Berbasis Tipologi Sistem Wilayah Pengembangan

Dari tiga indikator pembangunan wilayah yaitu IPM, pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur, yang dipilih untuk dijadikan ukuran pembangunan di Kabupaten Malang adalah IPM. Hal ini karena IPM mampu menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Malang secara menyeluruh meliputi aspek pendidikan, kesehatan maupun daya beli. Selain itu ketersediaan data IPM di Kabupaten Malang lebih lengkap dan rinci (per kecamatan) dibandingkan dengan data pertumbuhan ekonomi (data terbatas).

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi panel data menggunakan software statistik EViews 6. Bentuk data yang digunakan berupa data panel yaitu penggabungan antara data lintas waktu (times series) dan data lintas individu (cross section). Data times series merupakan data untuk melihat perkembangan dari waktu ke waktu, data yang diambil dari tahun 2010 sampai 2014. Data cross section merupakan data yang diambil dari kecamatan-kecamatan yang ada pada masing-masing tipologi sistem WP Kabupaten Malang pada rentang tahun tersebut.

Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan data panel yaitu bersifat robust terhadap beberapa tipe pelanggaran asumsi Gauss Markov, yakni heteroskedastisitas dan normalitas, dapat memberikan informasi yang lebih banyak (high informational content), memperbesar derajat kebebasan (degree of freedom), menurunkan kemungkinan kolinearitas antar variabel bebas dan dimungkinkannya estimasi masing-masing karakteristik individu maupun karakteristik waktu (periode) secara terpisah (Ariefianto 2012; Ekananda 2016).

Sebelum melakukan analisis maka ditentukan terlebih dahulu variabel terikat (dependent variable) yaitu indeks pembangunan manusia (IPM) dan variabel bebas (independent variables) yang diduga berpengaruh terhadap IPM. Beberapa pilihan variabel bebas yang mewakili (proxy) masing-masing aspek IPM sesuai teori, yaitu: 1. Aspek standar hidup layak yaitu rasio rumah tangga pra sejahtera terhadap

penduduk.

2. Aspek kesehatan yaitu jumlah sarana kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, jumlah perawat-bidan, jumlah puskesmas, jumlah dokter, rasio tenaga kesehatan terhadap puskesmas, rasio perawat-bidan terhadap jumlah penduduk.

3. Aspek pendidikan yaitu jumlah fasilitas pendidikan total (SD, SMP dan SMA), jumlah fasilitas pendidikan (SD/SMP/SMA), jumlah guru (SD/SMP/SMA), Jumlah murid (SD/SMP/SMA), rasio guru terhadap siswa (SD/SMP/SMA), rasio sekolah terhadap siswa (SD, SMP, SMA) 4. Aspek kependudukan yaitu kepadatan penduduk.

Dari beberapa variabel tersebut diatas, dipilih kombinasi variabel yang menghasilkan model regresi terbaik untuk masing-masing tipologi, yaitu:

 Tipologi I:

Yit= α it+ β1X1it+ β2X2it+ β3X3it+ β4X4it+ β5X5it + eit

dimana:

Yit = indeks pembangunan manusia (IPM) di kecamatan ke-i tahun ke-t

X1 = jumlah fasilitas kesehatan (unit)

X3 = rasio rumah tangga pra sejahtera terhadap penduduk (%)

X4 = jumlah fasilitas SMP (unit)

X5 = jumlah perawat-bidan (jiwa)

α it = konstanta

βi = koefisien regresi peubah ke-i

i = 1, 2, …., 9 (data cross section 9 kecamatan pada tipologi I) t = deret waktu (data time series tahun 2010-2014)

eit = komponen Error/Galat model di waktu t untuk cross section ke-i

 Tipologi II:

Yit= α it+ β1X1it+ β2X2it+ β3X3it+ β4X4it + eit

dimana:

Yit = indeks pembangunan manusia (IPM) di kecamatan ke-i tahun ke-t

X1 = rasio sekolah terhadap siswa SD (%)

X2 = kepadatan penduduk (jiwa/km2)

X3 = rasio rumah tangga pra sejahtera terhadap penduduk (%)

X4 = jumlah perawat-bidan (jiwa)

α it = konstanta

βi = koefisien regresi peubah ke-i

i = 1, 2, …., 18 (data cross section 18 kecamatan pada tipologi II) t = deret waktu (data time series tahun 2010-2014)

eit = komponen Error/Galat model di waktu t untuk cross section ke-i

 Tipologi III:

Yit= α it+ β1X1it+ β2X2it+ β3X3it+ β4X4it + eit

dimana:

Yit = indeks pembangunan manusia (IPM) di kecamatan ke-i tahun ke-t

X1 = rasio guru terhadap siswa SMA (%)

X2 = jumlah fasilitas kesehatan (unit)

X3 = kepadatan penduduk (jiwa/km2)

X4 = jumlah perawat-bidan (jiwa)

α it = konstanta

βi = koefisien regresi peubah ke-i

i = 1, 2, …., 6 (data cross section 6 kecamatan pada tipologi III) t = deret waktu (data time series tahun 2010-2014)

eit = komponen Error/Galat model di waktu t untuk cross section ke-i

Metode Estimasi Model Regresi

Dalam melakukan estimasi dengan model regresi panel data terdapat 3 pendekatan yang sering digunakan, yaitu: metode Pooled Ordinary Least Squared (PLS), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM).

1. Pooled Ordinary Least Squared (PLS)

Metode ini dikenal juga sebagai Common Effect Model (CEM). Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa data gabungan yang ada, menunjukan kondisi sesungguhnya dimana nilai intersep dari masing-masing variabel adalah sama dan slope koefisien dari variabel-variabel yang digunakan adalah identik untuk semua unit cross section. Kelemahan dalam model PLS ini yaitu adanya

ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya, dimana kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu yang lain (Winarno 2015).

Widarjono (2007) dalam Melliana dan Zain (2013) mengatakan bahwa pada model PLS/CEM α konstan atau sama di setiap individu maupun setiap periode. PLS/CEM dinyatakan dalam model sebagai berikut:

Yit= α + β’Xit + eit

2. Fixed Effect Model (FEM)

Pendekatan FEM menetapkan bahwa α adalah sebagai kelompok yang spesifik/berbeda dalam constant term pada model regresinya. Formulasi yang biasa dipakai dalam model mengasumsikan bahwa perbedaan antar unit dapat dilihat dalam perbedaan constant term. FEM disini mengasumsikan bahwa tidak ada time spesific effects dan hanya memfokuskan pada individual spesific effects dengan model sebagai berikut (Hsiao 2003 dalam Melliana dan Zain 2013):

Yit= αi+ β’Xit + eit

Indeks i pada intersep (αi) menunjukkan bahwa intersep dari masing-

Dokumen terkait